Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138348 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Santi Indra Astuti
"Ramadhan merupakan saat ibadah yang istimewa bagi umat Islam. Keistimewaan ini lantas dirayakan oleh stasiun-stasiun televisi di Indonesia, dengan menghadirkan program-program bemuansa Ramadhan, ketika bulan Ramadhan berlangsung kurang Iebih selama 30 hari. Pertanyaan yang kerap dilontarkan adalah apakah kehadiran program-program tersebut menandakan kesalehan ritual dalam industri televisi kita ketika Ramadhan tiba? Ada 2 wacana yang bertemu ketika Ramadhan tiba disambut gegap gempita oleh televisi. Media massa, sebagai industri yang bergerak dalam pasar bisnis, membawa wacana yang berasal dari wilayah yang relatif sekuler. Sedangkan Ramadhan memiliki esensi nilai yang bersumber dari wacana religius-sebuah domain yang disakralkan. Lantas, bagaimana wacana religius tersebut ditransfer dalam media massa dengan wacana sekuler-nya? Hasilnya adalah program religius yang maknanya dikonstruksi bersama bukan oleh kalangan agamawan sendiri, tetapi Iebih banyak oleh pelaku produksi dan kalangan media.
Mengambil paradigma konstruktivisme, dengan pendekatan kognisi sosial Van Dijk, penelitian ini dilakukan menggunakan metode kualitatif. Penelusuran data maupun analisis dilakukan pada tiga level: level teks dengan mencermati teks-teks program Sahur Ramadhan, level organisasi dengan meneliti mode produksi serta kognisi sosial pembuat program, level societal dengan menganalisis posisi wacana religius di tengah ruang sosial masyarakat dewasa ini, seperti tercermin dari temuan penelitian.
Wawancara untuk mengetahui mode produksi dan skema kognisi sosial dilakukan pada para informan di stasiun televisi yang diteliti (RCTI, TPI, Indosiar, SCTV, Trans TV dan Metro 1V), terdiri dari para produser dan kru yang terlibat secara langsung dalam proses produksi program Sahur Ramadhan. Selain itu, wawancara juga dilakukan terhadap para pengamat media, Amir Siregar dan Ade Armando, untuk mengetahui konteks pemlasalahan dan aspek industri media, dilengkapi dengan wawancara terhadap sejumlah narasumber yang mewakili wacana religius, mulai dari anggota MUI hingga ustadz atau da'i yang terlibat dalam acara-acara tersebut.
Penelitian ini menyimpulkan hasil-hasil sbb. (1) Pada level teks, terlihat kuatnya gejala infotainmentization program-program sahur Ramadhan tayangan entertainment/komedi situasi, yang berujung pada inkonsistensi penyampaian makna substansial Ramadhan; (2) Pada level organisasional, terlihat bahwa gejala infotainmentization ini terlihat pada program dengan mode produksi yang menggunakan tolok ukur sukses program berdasarkan rating dan audience share. Program sahur Ramadhan didominasi oleh komedi dan infotainment karena pendekatan inilah yang disukai masyarakat di saat Ramadhan maupun bukan Ramadhan; (3) Masih di level organisasional, pemetaan skema kognisi sosial memperlihatkan adanya perbedaan memaknai Ramadhan dan fungsi-fungsi media, di antara pihak-pihak yang terlibat secara langsung maupun tak langsung dalam produksi wacana religius di televisi. Makna Ramadhan yang dominan bagi stasiun televisi adalah sebuah momen produksi yang bisa digunakan untuk meraih pemasukan sebesar-besamya. Makna ini didukung oleh sebagian kalangan agamawan yang -apapun dalihnya-bersedia tampil di televisi tanpa mengritisi peran, porsi, maupun substansi wacana religius yang dibawakannya; (4) Pada level societal, gejala infotainmentization program sahur Ramadhan menampakkan kuatnya 'ideologi hiburan' yang dicekokkan kepada pemirsa, bahkan ketika muatan yang akan ditransfer adalah wacana-wacana religius. Dalam konteks sosiokultural yang lebih luas, terlihat bahwa mediasi antara wacana religius dalam raang media komunikasi massa dalam industri budaya saat ini telah memosisikan agama sebagai pihak yang dimarjinalisasikan saat berhadapan dengan stasiun televisi.
Penelitian ini memperlihatkan bahwa perpindahan wacana religius (maupun wacana lainnya) ke dalam raang media, bukan sekadar persoalan mentransfer pesan. Perpindahan medium pada dasamya adalah sebuah proses mediasi-yaitu transformasi mode komunikasi yang mengandung implikasi-implikasi sosiokultural. Perubahan-perubahan ini berpangkal dari konstruksi dan rekonstruksi makna yang menjadi fokus penelitian ini.
Apa yang diperlihatkan dalam kesimpulan penelitian ini, yaitu konstruksi seputar makna religius (khususnya makna Ramadhan) dalam program-program televisi, memperlihatkan berlakunya paradigma konstruktivisme yang mengasumsikan bahwa realitas tidaklah muncul begitu saja, melainkan dibentuk melalui interaksi di antara para pelaku produksi dalam sebuah konteks tertentu. Interaksi tersebut dapat menghasilkan negosiasi, negasi, bahkan seleksi atas makna-makna-yang -disepakati bersama-dan ini terlihat dari `kerjasama' pekerja media dan sebagian kalangan agamawan selaku para pelaku produksi dalam memproduksi tayangan sahur Ramadhan.
Interaksi yang berlangsung dalam level (konsensus) pemaknaan ini, dalam sejumlah aspek krusial seperti hubungan antar para pelaku produksi, temyata kuat dipengaruhi oleh struktur. Pada banyak situasi, struktur lembaga sangat mempengaruhi dan mengerangka pemaknaan individu selaku agent. Namun, yang menarik, agent juga bisa mempengaruhi struktur ketika kedua entitas ini dapat mencapai konsensus mengenai makna bersama. Lagi-lagi, ini memperlihatkan bahwa realitas merupakan produk konstruksi sosial, dan bukan semata-mata pemaksaan realitas secara sepihak."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22585
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulati Aziza Zain
"Tujuan-Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris hubungan dari elemen-elemen marketing 4.0 dengan kepuasan dan loyalitas konsumen, serta bagaimana peran preferensi merek religius dalam hubungan tersebut. Secara spesifik, penelitian ini dilakukan pada pelanggan wanita Muslim Indonesia pada merek modest fashion lokal di Indonesia.
Desain/metodologi/pendekatan- metode yang digunakan yaitu analisis kuantitatif dengan pengukuran Structural Equation Modeling (SEM) untuk menganalisis data dari sampel yaitu pelanggan Wanita Muslim Indonesia pada merek modest fashion lokal yang berjumlah 259 responden.
Hasil- Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan antara elemen-elemen marketing 4.0 yaitu identitas merek, citra merek, integritas merek, dan interaksi merek dengan kepuasan serta, citra merek dan interaksi merek pada hubungan nya dengan intensi kesetiaan wanita muslim Indonesia dari merek fashion muslim lokal. Hasil lainya, menemukan adanya moderasi preferensi merek religius pada hubungan hubungan elemen marketing kecuali pada integritas merek dengan kepuasan dan intensi kesetiaan konsumen nya.
Implikasi praktis- Penelitian ini memberikan insight dari elemen-elemen marketing 4.0 dalam industri yang berkembang. Secara khusunya implikasi manajerial dituju bagi kewirausahaan merek fashion muslim lokal untuk mendapat insight dan pemahaman terkait efektifitas marketing pada konsumen wanita muslim di era digital ini.
Originalitas- Marketing 4.0 telah mendapat banyak perhatian dan implementasi dari kalangan akademisi dan praktisi, namun masih kurangnya penelitian tentang model teori di bidang pemasaran, khususnya pada industri yang belum established dan kaitannya dengan kepuasan dan loyalitas pelanggannya.

Purpose-The purpose of this study is to empirically examine the impacts of Marketing 4.0 Elements on customer satisfaction and loyalty intention and how religious brand preference contributes to the relationship. This study specifically examines on Indonesian Muslim consumers of local Modest Fashion Brands.
Design/methodology/approach- The method used was quantitative analysis with Structural equation modeling to analyze the data collected from 259 Indonesian Muslim Woman customers of Modest Fashion Brands.
Findings- The result found the significant effects of marketing 4.0 elements on the customers’ satisfaction that is brand identity, brand image, brand integrity, and brand interaction while the marketing 4.0 elements that is found to have a significant effect on the loyalty intentions are brand image and brand interaction. Other findings are the moderation role of religious brand preference on the marketing 4.0 elements to customer satisfaction and loyalty intentions of Indonesian Muslim woman customers of local modest fashion brands, except for brand integrity.
Practical implications- This study provides new insights to the marketing 4.0 model theory in an emerging industry. Specifically, the managerial implication is directed to Indonesian modest fashion brands entrepreneurs, to gain insights and understanding the effectivity of marketing modest fashion brands in the digital age among Muslim consumers.
Originality- Marketing 4.0 has received levels of attention and implementations from academics and practitioners, however there is still a lack of research on the model theory in the marketing field, particularly on a non-established industry and its relation to satisfaction and loyalty of its customers.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amirudin
"PENELITIAN ini berangkat dari pertanyaan mengenai proses produksi tayangan religi "Mamah dan Aa Beraksi" di Stasiun Televisi Indosiar dalam relasinya dengan pembentukan kebudayaan. Fokus penelitian adalah dinamika relasi antar aktor (tim kreatif, tim produksi, penceramah, pembawa acara, audiensi) dalam proses produksi tayangan religi di studio. Dengan menggunakan metode etnografi dan teori ranah dari Bourdieu (1993) dan Turner (1974), peneliti mengajukan argumen bahwa ruang produksi tayangan dapat dilihat sebagai ranah produksi budaya yang relatif otonom, yang memiliki logika dan pola permainannya sendiri dan bukan subordinasi dari lingkungan makro (kekuasaan ekonomi politik) sebagai sesuatu yang pasti menentukan arah tindakan dan hasilnya. Dengan berfokus pada ranah produksi, penelitian ini membuktikan bagaimana kekuatan ekonomi dominan tidak senantiasa mendominasi proses produksi tayangan. Praktik-praktik dalam ranah produksi tayangan memiliki logikanya sendiri dan praktik tersebut membentuk jalinan sosial dan material yang mengarah pada tujuan tertentu. Disertasi ini menunjukan bahwa teori ranah produksi budaya dapat dimanfaatkan secara produktif untuk meneropong gejala media yang semakin menjadi ciri era informasi global. Pendekatan prosesual (Bourdieu, 1993) dan logika permainan dalam suatu ranah (Turner, 1974) relevan dikembangkan dalam studi antropologi media untuk menelaah variasi gejala dan bentuk media yang lain, mengkaji proses produksi yang melibatkan banyak arena, dan menelaah hadirnya media baru (new media) yang memungkinkan simultannya proses produksi dan konsumsi dalam satu arena. Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, peneliti menemukan bahwa di era serbamedia, dinamika produksi budaya telah diwarnai secara signifikan oleh panggung-panggung media, namun praktikpraktik sosial di dalam proses produksi tayangan Mamah Dedeh menunjukkan, panggung media tidak terpisah dari kehidupan sehari-hari. Praktik hidup sehari-hari sudah menjadi bagian dari tenunan media, pun sebaliknya, praktik media telah menjadi bagian dari hidup sehari-hari."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
D2186
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Charles Michael Bura
"ABSTRAK
Industri telekomunikasi dan penyiaran pada dasarnya terpisahkan karena produk yang dihasilkan bersifat komplementer sehingga setiap industri berjalan masing-masing. Namun seiring dengan perkembangan teknologi, terjadi konvergensi dalam kedua industri ini. Layanan konvergensi yang  ditawarkan terdiri atas penyediaan konten, layanan dan jaringan serta produsen perangkat. Salah satu layanan konten siaran dimaksud adalah layanan televisi berlangganan menggunakan kabel (TV kabel). Penyelenggaraan TV kabel dapat menggunakan jaringan kabel sendiri atau menyewa jaringan telekomunikasi. Penggunaan jaringan telekomunikasi tidak efisien mengingat IPP televisi berlangganan terbatas dalam 1 wilayah dan dapat diperluas dengan melapor kepada Menteri. Keterbatasan ini menimbulkan inefisiensi dalam penyelenggaraan TV berlangganan menggunakan kabel (TV kabel. Dalam penelitian ini dilakukan analisis terhadap regulasi penyelenggaraaan TV berlangganan untuk memberikan opsi lain bagi pemerintah dalam menentukan cakupan wilayah bagi penyelenggara TV kabel.

ABSTRACT
The telecommunications and broadcasting industries are basically inseparable because the products produced are complementary so that each industry runs each. But along with technological developments, there has been convergence in these two industries. Convergence services offered consist of providing content, services and networks as well as device manufacturers. One of the intended broadcast content services is subscription television services using cable (cable TV). Cable TV can use its own cable network or rent telecommunications networks. The use of telecommunication networks is inefficient considering the subscription IPP television is limited to 1 region and can be expanded by reporting to the Minister. This limitation raises inefficiencies in the implementation of subscription TV using cable . In this study an analysis of the regulation of the provision of TV subscription was conducted to provide other options for the government in determining the coverage of cable TV providers.
"
2019
T53353
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Ramli
"The requirements of the community for information presently have become the major requirements in the daily living.
The existing information media, both newspapers and radio broadcast like the television broadcast must be able to meet the requirements on information in accordance with the era. With the sophisticated technology, satellites for broadcast relays, both radio and television broadcast have been developed. Furthermore, telecommunication technology and computer (digital technology) have set up an internet information media.
The competition has occurred between the television broadcasting industries, since the establishment of the television station RCTI in 1989, and later followed by SCTV, Indosiar and so forth. Until 2004, there are already 15 national private television stations.
The development of business industries on television broadcasting conducted competitively among these television broadcasts, had brought forth the issuance of Constitution No. 32 year 2002 on Broadcasting.
With the validity of the constitution, there has occurred a number of responses both pro and contra, due to the impact on the private television industries.
From the results of research, this had motivated the writer to further know the impact of Constitution No. 32 year 2002 on Broadcasting towards the business industries on television broadcast. The writer had carried out a Field Research through the distribution of questionnaires on 30 respondents in the program and technical divisions, and HRD of PT, RCTI.
In order to know the impact on the Constitution on Broadcasting No. 32 year 2002, some articles were considered very crucial, and the questionnaire data showed an independent variable, i.e. the crucial articles that influence the dependent variables (Broadcasting Program) having 15 articles. These articles will influence the development of the broadcasting stations and working outlines (DPK) of RCTI as the National Television.
With the issuance of the Constitution on Broadcasting No. 32 year 2002, this will influence the performance of RCTI, particularly in obtaining the competition of the market segments on advertisements already available. Conversely, Constitution on Broadcasting No. 32 year 2002, will protect the local programs and become a information and entertainment media adjusting with the Indonesian culture in supporting the Regional Autonomy Constitution.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13960
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Utami
"Industri penyiaran televisi merupakan industri yang sangat diregulasi. Baik karena kelangkaan spektrum maupun karena dampak informasi yang ditayangkan terhadap sikap dan perilaku masyarakat. Tujuan dart penulisan tesis ini yaitu mengetahui dan menganailsis instrumen regulasi di industri penyiaran televisi serta kebijakan persaingan yang diberlakukan di industri penyiaran televisi.
Metode yang digunakan dalam penelitlan ini adalah metode penelitian deskriptis analitis yaitu dengan membuat analisis secara sistematis faktual dan akurat mengenai fakta-fakta yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah di industri penyiaran televisi dan implikasinya. Masalah yang dibahas dalam tulisan ini dibatasi hanya pada Industri penyiaran televisi di Jawa. Periode pembahasan masalah yaitu pada kurun waktu 2002-Juli 2003.
Hasil anallsis terhadap UU NO. 32 tentang penyiaran Tahun 2003 memperlihatkan bahwa instrumen yang digunakan untuk meregulasi industri penyiaran televisi Indonesia adalah melalui Pembatasan Lisensi dan kepemilikan, Pembatasan kepemilikan terhadap media lain, Pembatasan Iklan, Pembatasan Program, Pengaturan Institusi, dan Penyediaan waktu untuk slaran ikian layanan masyarakat. Instrumen Regulasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia tersebut sama dengan instrumen regulasi yang dilakukan oleh beberapa negara di Eropa (seperti Inggris, Perancis, Jerman, Itali dan Spanyol) serta Australia. Bedanya di industri penyiaran televisi Eropa dan Australia tidak ada kewajiban untuk menyediakan waktu guna siaran ikian layanan masyarakat.
Di Indonesia regulasi mengenai kepemilikan dan kepemilikan silang belum ada penjelasannya secara rinci sementara di negara Eropa dan Australia hal tersebut telah dlbatasi secara rinci dan pelaksanaan regulasi tersebut telah diatur oleh lembaga yang sudah exist. Di Indonesia Komisi Penyiaran Indonesia yang ditugaskan untuk melaksanakan tugas tersebut baru dalam proses pembentukan karena memang UU penyiaran Indonesia relatif masih baru yaitu disahkan pada tanggal 28 Desember 2002.
Tentang ketentuan berjaringan bagi lembaga penyiaran swasta yang sudah memiliki stasiun relay sebelum adanya UU penyiaran, maka Anteve sudah siap mengantisipasinya dengan sistem waralaba. TPI bekerjasama (berjaringan) dengan Jawa Pos TV. Sementara Metro TV bekerjasama dengan TV Manado dan Jawa Pos Tv.
Kebijakan persaingan di industri penyiaran televisi Indonesia berdasarkan UU NO. 32 Tahun 2002 menetapkan membatasi lisensi dan kepemilikan di industri penyiaran televisi juga melarang adanya kepemilikan silang media. Realitasnya saat ini ada kepemilikan silang media yaitu PT Bimantara pemilik televisi swasta RCTI juga menjadi pemilik radio Trijaya FM. PT RCTI juga menjadi salah satu pemilik dan Lembaga Penyiaran Beriangganan INDONUSA. Televisi swasta PT SCTV juga menjadi pemilik Metro TV. Realitas tentang kepemilikan silang Inilah yang harus segera ditindaklanjuti begitu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terbentuk nantinya. Namun terlebih dahulu KPI harus membuat aturan yang jelas dan menerapkan aturan tersebut secara tegas seperti di Australia.
Kebijakan persaingan di Industri penyiaran televisi Eropa lebih ditujukan untuk membatasi merger dan kepemilikan diantara perusahaan di industri penyiaran televisi dan antara perusahaan televisi dengan produsen program televisi Masyarakat Eropa. Di Amerika Serikat kebijakan persaingan di industri penyiaran televisi juga ditujukan untuk mengatur dan mengawasi merger dari perusahaan yang memiliki posisi dominan di pasar atau memiliki share pasar terbesar. Kebijakan persaingan di industri penyiaran televisi Australia mengatur mengenai pembatasan kepemilikan silang media (sama seperti di Indonesia)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12568
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ndolu, Frederik
"Radio Republik Indonesia (RRI) sering diidentikan sebagai "Radio Perjuangan", karena peran sertanya dalam perjuangan pergerakan kemerdekaan, hingga proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia memang dibacakan lewat corong RRI ke seluruh Indonesia dan dunia pada 17 Agustus 1945. Sejak itu hingga masa pemerintahan Orde Baru, RRI tergolong ke dalam radio pemerintah RI.
Gerakan reformasi yang menjatuhkan Rezim Orde Baru pada 21 Mei 1998, berkelanjutan dengan dibubarkannya Departemen Penerangan pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. RRI yang berada di bawah lembaga itu sebagai unit pelaksana teknis, akhirnya pindah ke bawah Departemen Keuangan dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 37/2000, dengan status badan hukum Perusahaan Jawatan. PP ini sekaligus mulai menyebut-nyebut RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik. Disahkannya UU Penyiaran No 32 tahun 2002, menyatakan secara eksplisit bahwa RRI de Jure ditetapkan sebagai Lembaga Penyiaran Publik, kendati secara de facto pelaksanaannya masih tertatih-tatih. Hingga saat ini RRI belum mendapat kepastian tentang badan hukumnya sesuai dengan UU Penyiaran, karena masih harus menunggu keluarnya Peraturan Pemerintah tentang Lembaga Penyiaran Publik sebagai turunan Undang-Undang Penyiaran.
Penelitian ini ingin mencoba mencoba melihat sisi de facto atau tataran empirik dari RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik, dengan secara lebih khusus memilih manajemen berita RRI Jakarta sebagai obyek penelitian. Jurnalisme merupakan suatu bidang yang amat mendapat perhatian dari Lembaga Penyiaran Publik di banyak negara di dunia.
Penelitian ini bersifat kualitatif, dan secara parsial mencoba melakukan pendekatan grounded research. Peneliti langsung "terjunn ke lapangan dan melakukan wawancara untuk mengetahui bagaimana praktisi penyiaran di RRI Jakarta mengonstruksi realitasnya tentang wacana Lembaga Penyiaran Publik, dan lebih khusus lagi tentang berita yang berkualitas serta praktek-praktek di RRI Jakarta dengan status resminya sebagai Lembaga Penyiaran Publik.
Hasil penelitian ini antara lain menunjukkan bahwa sebagian besar jurnalis, redaktur, dan praktisi media di ruang redaksi RRI Jakarta belum memiliki pemahaman yang memadai tentang wacana Lembaga Penyiaran Publik, apalagi terhadap konsep-konsep key performance indicators-nya. Hal ini mengakibatkan mereka merasa bahwa belum terdapat arah yang jelas soal petunjuk pelaksanaan yang praktis di lapangan mengenai status baru RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik. Di samping manajemen yang tidak berjalan efisien dan efektif, terutama karena kurangnya pendanaan yang memadai dan tidak dijalankannya dengan baik fungsi perencanaan dan pengawasan, terdapat pula aspek kurangnya kepemimpinan yang membantu mengarahkan mereka pada masa transisi empirik ini."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13912
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Toriq Wibowo
"ABSTRAK
Pembangunan infrastruktur penyiaran merupakan salah satu kewajiban yang harus dipenuhi Negara dengan menyediakan informasi bagi masyarakat di seluruh wilayah Indonesia tanpa terkecuali termasuk wilayah perbatasan. Oleh karena itu Dalam tesis ini dilakukan penelitian dan identifikasi wilayah-wilayah yang belum terjangkau siaran terrestrial LPS namun penduduknya relatif banyak, dengan irisan dan gabungan antara wilayah yang masuk dalam pemerintah sebagai 40 Lokasi Prioritas tahun 2015-2019 dari BNPP, 7 lokasi perbatasan Inpres Presiden dan wilayah yang telah memiliki infrastruktur pemancar eksisting TVRI. Dari kegiatan ini hasilnya diperoleh 18 lokasi yang akan dirancang sistem pemancar DVB-T2. Namun, dari 18 loaksi tersebut terdapat 2 lokasi yang tidak disimulasikan karena telah memiliki infrastruktur penyiaran yang baik yaitu Batam dan Jayapura. Sehingga akhirnya tersisa 16 lokasi di perbatasan dan non komersial yang akan disimulasikan.Lokasi yang didapat kemudian dilakukan analisis perencanaan dengan menggunakan software dan optimalisasi jangkauan sistem penyiaran TV digital terrestrial DVB-T2 menggunakan software CHIRPlus_BC di 16 lokasi. Simulasi menggunakan satu pemancar dengan menggunakan daya sebesar 1 kW, 2 kW dan 5 kW untuk dapat melayani populasi rata-rata lebih dari 70 . Hasil dari perhitungan analisa ada 2 dua lokasi yang kurang dari 70 yaitu Alor dan Rokan Hilir. Pada kedua lokasi tersebut kemudian dilakukan perhitungan optimalisasi jangkauan pemancar dengan beberapa pilihan antara lain : reposisi pemancar, peningkatan daya dan membuat repeater SFN .Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada pemerintah perihal pemilihan metoda pembangunan infrastruktur penyiaran di daerah perbatasan dan wilayah non komersial.

ABSTRACT
Broadcasting infrastructure development is one of the obligations that must be fulfilled by the State by providing information for the people in all parts of Indonesia without exception including the border area. Therefore, in this thesis, research and identification of terrestrial terrestrial terrestrial terrestrial terrestrial terrestrial areas with relatively large population, with slices and aggregations between regions included in government as 40 Priority Sites 2015 2019 from BNPP, 7 border locations Presidential Instruction And areas that already have existing TVRI transmitter infrastructure. From this activity the results obtained 18 locations to be designed DVB T2 transmitter system. However, of the 18 loaction there are 2 locations that are not simulated because it already has a good broadcasting infrastructure that is Batam and Jayapura. So that finally left 16 locations on the border and non commercial to be simulated. The location obtained is then analyzed by using software planning and optimization of terrestrial digital TV broadcasting system broadcasting DVB T2 using CHIRPlus BC software in 16 locations. The simulation uses a transmitter using 1 kW, 2 kW and 5 kW of power to serve an average population of more than 70 . The results of the calculation of the analysis there are 2 two locations less than 70 of Alor and Rokan Hilir. In both locations, the calculation of transmitter range optimization is made with several options including transmitter repositioning, increase power and using repeater SFN . The results of this study are expected to be input to the government regarding the selection of broadcasting infrastructure development methods in border areas and non commercial areas."
2017
T47887
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Maladi Irianto
"This study is focused on the working process of power in television program with special emphasis on Infotainment program, subjectively is marked by knowledge and action of involved actors. This study is qualitatively aimed at explaining production and reproduction of actors? social practices who involve in knowledge production processes for delivering television program. More over, this study will be able to describe the actors? power contestation based on positions and relationship among subjects in developing interaction based on their interest on mentioned television program presentation. It uses qualitative approach emphasis on the process rather than result, and tends to involve trust between researchers and informant. This analytic descriptive study is carried out since the beginning of January to August 2007. The work of power is basically moves to a series of relation, so that poser is understood as a description of plural network, not homogeny, and incomplete. It is a complicated network in a series of interactions and events in social practices of actors in a disperse position. Power can not be reduced in the form of central decision. It means that the works of power is not only determined by domination or authority of an actor to the other. In account to that, among actors are marked by regulation technology that work productively in controlling, depending, competing, and fighting one and other. Such process also marked by construction, deconstruction and reconstruction of actors? knowledge and is expressed in a series of actions that produce discourse. Based on data analysis supported by an existing concept, so that the work ad contestation of power in television program especially infotainment can be described as follows: Firstly, the process of delivering infotainment program in television creates a series of social practices of subject that has strategic relationship. The power works through social practices with dispersed positions through relations, or in other words the relationship construct power. Secondly, the process of delivering television program is marked by the works of control technology in the form of control system among actors. The control system extends over actors? relationship continually and drive to develop interdependency among them. Thirdly, the social interactions of actors who involved in infotainment program broadcast are basically a construction, deconstruction, as well as reconstruction of knowledge in which the power works. These become strategy of actors in interaction with others. Consequently there is a never ending contestation. Fourthly, besides power is a process of formulating knowledge, it also produces a discourse. Continually deconstructed discourse becomes a form of news media politics that create competition among actors that colored by the existence of power contestation. Based on the above notions there are two critical aspects that should be noted in this study: Firstly, infotainment broadcasting program is a television (private) program in Indonesia has contribute of knowledge formation marked by the work of power through social practices of contestation actors. Power contestation in this television program is a description of the existence of power relation that support, strive, compete and destruct in the process of build knowledge and discourse. Secondly, the issue of power basically has valuable contribution to anthropology, especially when experts that the anthropology has lost its job in lines with new social supremacy in this contemporary modern world. Issue of power also gives solution for anthropology to response related issue with recent development. Besides, issue of power gives a valuable contribution for anthropology has social network concept and empirical reality strength that can be carried out through field study."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
D836
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>