Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196650 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Panggabean, Christianti Asrida
"Latar belakang: Bahan perekat/lem merupakan bahan utama yang digunakan untuk merekatkan bagian-bagian dari sepatu dalam proses industri alas kaki. Pelarut organik yang terkandung di dalam bahan perekat dapat mempengaruhi kesehatan antara lain iritasi mata yang kemudian menjadi konjungtivitis. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pajanan uap pelarut organik dengan terjadinya konjungtivitis dan keluhan iritasi mata serta faktor-faktor yang berhubungan pada pekerja laki-laki industri alas kaki sektor informal, Kecamatan Ciomas,Bogor.
Metode penelitian : Penelitian ini menggunakan disain cross sectional. Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara, pengamatan dan pengukuran lingkungan serta pemeriksaan kesehatan mata pekerja. Wawancara digunakan untuk mengumpulkan data mengenai demografi, riwayat penyakit, keluhan pada mata, kebiasaan merokok, sedangkan pengamatan dilakukan untuk mengumpulkan data tentang pemakaian APD saat bekerja, merokok sambil bekerja dan intensitas pajanan. Indentifikasi jenis pelarut organik dilakukan dengan menganalisis kandungan dan proporsi jenis pelarut organik pada kedua jenis bahan perekat kemudian dilakukan penilaian skoring berdasarkan parameter konsentrasi, daya uap dan daya iritasi. Pelarut dengan skor tertinggi dijadikan pajanan utama untuk dilakukan pemeriksaan kadamya di lingkungan kerja. Pemeriksaan mata dilakukan untuk mendiagnosis konjungtivitis berdasarkan gejala dan tanda Minis sedangkan keluhan iritasi mata berdasarkan gejala klinis. Terhadap semua variabel dilakukan uji bivariat menggunakan tes CM square atau Mann-Whitney dan kemudian variabel yang rnempunyai nilai p<0,25 dilakukan uji multivariat menggunakan Regresi Logistic Binary
Hasil : Berdasarkan penilaian skoring terhadap konsentrasi, daya uap, daya iritasi masingmasing pelarut organik didapatkan bahwa toluen merupakan pajanan utama. Didapatkan bahwa prevalensi konjungtivitis 10% dan keluhan iritasi mata 21,6 %. Dari hasil analisis mutivariat didapatkan bahwa variabel yang paling berhubungan dengan keluhan iritasi mata adalah intensitas pajanan. Kelompok responder yang terpajan tinggi mempunyai risiko 4,6 kali lebih besar untuk terjadinya keluhan iritasi mata dibandingkan kelompok dengan pajanan rendah (OR=4,6; p=0,004; CI=1,65-12,84)
Kesimpulan dan Saran : Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas pajanan toluen berhubungan dengan terjadinya iritasi mata. Perbaikan sistem dan pola kerja termasuk pelatihan kepada tenaga kerja perlu dilakukan.

Glue, the main substance in shoes industry, is widely used to assemble shoe parts. Organic solvent contained in glue influence worker's health such as eye irritation/conjunctivitis. The aim of this study was to know the relation between exposure of organic Solvent Fume with Conjunctivitis and Eye Irritation among men workers in shoes industry (informal sector) at Ciomas District, Bogor.
Method
The study design was a cross-sectional study which data was collecteu by using questionnaire, field observation, measurement of workplace environment and eye examination. Interview and their questionnaire were used to collect data about demography, health and smoking habits of the workers. Observations were used to know habitually in their being duties. The identification of organic solvent was done by
analyzing the content of two kinds glues and the/: scoring them based on the solvent concentration, volatility and irritably in the eye. The organic solvent which had the highest
score was chosen to be main exposure in this study. Eye examination was done to diagnose conjunctivitis on the basis of clinical symptoms and signs while eye irritation was determined by clinical symptoms. All variable were bivariate tested by using Chi-square test or Mann-Whitney test. The variables which have p value < 0.25 were included into multivariate analysis by using binary logistic regression.
Result
Based on the assessment of substance concentration, volatility and irritably, it was found that toluene was the main exposure organic solvent. It was found that prevalence of conjunctivitis was 10% and eye irritation was 21.6%. Multivariate analysis shows that the most related variable to the eye irritation was exposure intensity. Workers who were high exposed to toluene have 4.6 times more risk to get eye irritation than those who were low exposed (OR =4.6; p=0.006; CI=1.65-12.8)
Conclusion
This study shows that toluene exposure intensity have a relation with the prevalence of eye irritation. Improving system and activity of work are necessary including training for workers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21138
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lelitasari
"Latar belakang : Terpajan pelarut organik merupakan kejadian sehari-hari yang dialami oleh banyak pekerja. Pelarut organik banyak digunakan dalam proses pembuatan alas kaki disektor formal maupun informal. Menurut beberapa penelitian beberapa jenis pelarut organik mempunyai sifat neurotoksik sehingga perlu deteksi gejala-gejala tersebut yang mungkin timbul pada para pekerja. Kuesioner Swedish Q16 adalah kuesioner deteksi dini yang paling sering digunakan untuk penupisan pekerja yang terpajan pelarut organik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi gejala neurotoksik akibat pajanan pelarut organik menggunakan Kuesioner Swedish Q16, serta mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi seperti : umur, pendidikan, masa kerja, status gizi, pemakaian APD, kebiasaan minum alkohol, merokok, cuci tangan, makan minum di tempat kerja dan hasil pemantauan kadar pelarut organik di lingkungan,kerja.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional dengan subyek penelitian 138 orang pekerja alas kaki di sektor informal Ciomas Bogor. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan pengamatan langsung, sedangkan lingkungan kerja dilakukan dengan pengukuranpersonal sampling dan hasilnya diperiksa menggunakan teknik Gas Chromatography. Gejala neurotoksik dideteksi menggunakan kuesioner Swedish Q16. Pengumpulan data dilakukan pada bulan September-Oktaber 2006. Hasilnya diolah menggunakan program statistik SPSS 11,5.
Hasil : Hasil identifikasi lem didapatkan lem kuning mengandung : toluen (45,3%), benzen (5,18%) dan metil etil keton (18,68%), lem putih mengandung : toluen (41,31%), benzen (3,52%) dan aseton (19,24%). Kadar toluen di lingkungan kerja rata-rata 1,12 ppm, tertinggi 2,48 ppm dan terendah 0,33 ppm. Keluhan terbanyak kesemutan (62,3%), sakit kepala (62,3%), mudah Ietih (56,5%). Prevalensi gejala neurotoksik pads subyek penelitian sebesar 55,8%. Pada analisis bivariat faktor umur, masa kerja dan IMT memiliki hubungan bermakna terhadap terjadinya gejala neurotoksik. Setelah dilakukan analisis multivariat didapatkan umur < 28 tahun memiliki risiko 6 kali lipat untuk mengalami gejala neurotoksik. (p = 0,000; OR = 6,235). Penieriksaan finger tapping test dilakukan secara sub sampling pada 53 subyek dan dipemleh basil tidak normal pada tangan kanan 47,2% dan tangan kiri 43,3%.
Kesimpulan : Prevalensi gejala neurotoksik pada pekerja industri alas kaki sektor informal , Ciomas , Bogor yang terpajan pelarut organik sebesar 55,8%. Faktor umur berhubungan dengan terjadinya gejala neurotoksik (OR = 6,235 ; p = 0,000).

Background : Exposured by organic solvent is form of occurrence day by day for many workers. Organic solvent is used in many process on footwear manufacture both formal and informal sector. According to several studies , many organic solvent has neurotoxic char tcterisl it:, so need to early detection for symptoms that influences to workers. The Swedish Q16 is a questionnaire that often use for workers screening from exposured by organic solvent. The goal of this study is to identification of glue, prevalence neurotoxic symptoms cause by organic solvent exposure, with Swedish Q16 Questionnaire, and to know factors of influences as : age, education, working periode, body mass index, using of PPE, drink of alcohol, washing hand, smoking, eat and drink at workplace and organic solvent level in workplace.
Method : The design of this study was cross sectionai,and the total number of sample were 138 footwear workers. Data collecting was conducted to interview, direct monitoring and measuring personal sampling at workplace which checking by Gas Chromatography technique. Neurotoxic symptoms detected by Swedish Q16 Quetionnaire. Data collecting was done on September-October 2006. All data research result processing by Statistic Program SPSS version 11.5.
Result : Identification of glue has result that content of yellow glue are toluene (45,3%), benzene (5,18%) dan metyl etyl ketone (18,68%), white glue content are : toluene (41,31%), benzene (3,52%) dan acetone (19,24%). Degree of toluene at workplace was average 1,12 ppm, and range 2,48 ppm to 0,33 ppm. Highest complaint from subject are : tingling ((62,3%), headache (62,3%), fatigue (56,5%). Study's subject neurotoxic symptoms prevalence was 55,8%. On bivariate analysis, age factor, work periode, body mass index, have related to neurotoxic symptoms outcome. On multivariate analysis be found that age < 28 years have risk six time to experience with neurotoxie symptoms, (p0,000; OR = 6,235). Examination on finger tapping test to be done as sub sampling on 53 subject and the result is unnormally on right hand 47,2% and left hand 43,3%.
Conclutions : Prevalence of neurotoxicity symptoms in informal sector footwear workers at Ciomas Bogor was 55,8%. Age factor was related to the neurotoxic symptoms (OR = 6,235 ; p = 0,000).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58507
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ummyatul Hajrah
"ABSTRAK
Pada proses produksi alas kaki, lem sering digunakan sebagai bahan perekat yang mengandung benzena. Benzena telah ditetapkan sebagai bahan karsinogen pada manusia dimana jalur pajanan utama melalui inhalasi.Pajanan benzena terhadap tubuh mempunyai dampak yang sangat buruk pada kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi tingkat risiko kesehatan pekerja menurut pajanan benzena udara di lingkungan kerja dan mengetahui gambaranintake non karsinogen dan intakekarsinogen pajanan benzena terhadap gejala gangguan pernapasan pekerja. Penelitian ini merupakan studi cross-sectional dan pendekatan analisis risiko pada pekerja di empat industri alas kaki informal di Desa Pagelaran, Ciomas, Bogor pada Agustus ndash; September 2017. Jumlah sampel sebanyak 96 pekerja yang diperoleh dengan metode purposif sampling. Sampel udara sebanyak 12 titik untuk mengukur konsentrasi benzena di dalam ruang kerja yang diukur dengan alat perangkap udara dan instrument Gas Chromatography GC . Data pekerja diperoleh melalui wawancara, pengukuran tinggi badan denganmicrotoise dan berat badan menggunakan alat timbangan. Hasil penelitian menujukkan 21pekerja memiliki risiko kanker ECR>1?10-4 dan11 pekerjamemiliki risiko non kanker real time RQ

ABSTRACT
In the production process of footwear, glue is often used as an adhesive material containing benzene. Benzene has been established as a carcinogenic substance in humans where the main exposure pathway is through inhalation. Benzene exposure to the body has a very bad impact on healtuat h. This study aims to estimate the level of occupational health risk by exposure to benzene in the work place and to know the scope of non carcinogenic intake and carcinogen intake of benzene exposure against respiratory symptoms. This study uses cross sectional study design and risk analysis approaches to workers in four informal footwear industries located in Pagelaran, Ciomas, Bogor in August to September 2017. The total sample is 96 workers obtained by purposive sampling method. Air samples of 12 points to measure benzene concentrations in the workspace as measured by air trapping device and Gas Chromatography GC instrument. Workers data obtained through interviews, measurements of height with microtoise and weight using the instrument weighing scale. The results showed 21 workers had cancer risk ECR 1 10 4 and 11 workers had non cancer risk real time RQ "
2018
T49669
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fea Firdani
"Toluena merupakan pelarut organik aromatik yang paling sering digunakan pada industri yang dapat menimbulkan risiko kesehatan bagi pekerja yang terpajan. Asam hipurat adalah biomarker penanda terjadinya pajanan toluena di dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pajanan toluena terhadap tingkat risiko RQ dan kadar asam hipurat urin pada pekerja industri alas kaki. Penelitian menggunakan desain cross sectional di tiga industri alas kaki yang berada di Ciomas Bogor. Jumlah sampel 40 pekerja dengan pemilihan sampel multistage random sampling. Sampel udara diambil sebanyak 9 titik untuk mengukur konsentrasi toluena di tempat kerja dan di analisis dengan Gas Chromatografi GC . Sampel urin diambil pada pekerja untuk mengukur kadar asam hipurat dengan menggunakan alat UPLC MS/MS. Tingkat risiko RQ dihitung dengan membandingkan nilai asupan intake dengan dosis acuan Reference Concentration . Data karakteristik individu diperoleh melalui wawancara. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konsentrasi toluena di udara p value 0,001 , umur p value 0,004 , lama kerja p value 0,004 , tugas kerja p value 0,013 dengan tingkat risiko RQ , namun berat badan, jenis kelamin, status merokok dan kebiasaan minum kopi tidak ada hubungan dengan tingkat risiko RQ . Tidak ada hubungan antara konsentrasi toluena di udara, umur, lama kerja, tugas kerja, berat badan, jenis kelamin, status merokok dan kebiasaan minum kopi dengan kadar asam hipurat urin pekerja. Analisis multivariat menunjukan bahwa tingkat risiko RQ dipengaruhi oleh konsentrasi toluena, lama kerja dan tugas kerja secara bersamaan setelah dikontrol dengan variabel lainnya dengan persamaan regresi linear : Tingkat risiko RQ = -3,335 0,913 Konsentrasi toluena 1,07 Lama kerja ndash; 0,345 Tugas kerja . Disarankan pekerja menggunakan alat pelindung diri, melakukan rotasi kerja dan pekerja pengeleman ditempatkan diruangan dengan ventilasi terbuka.

Toluene is organic solvents aromatic most often used in industry that can give a health risk to exposed workers. Toluene exposure can be determined by measuring the biomarker in the urine is hippuric acid. This research to analysis effect of toluene exposure to risk quotient RQ and urinary hippuric acid on informal footwear industries workers. This study used cross sectional design in three informal footwear industries which are located in Ciomas Bogor. Number of samples is 40 workers with sample selection of multistage random sampling. Air samples were collected at 9 points to measure toluene concentrations in the workplace and analyzed with Gas Chromatography GC . Urine samples were collected on the workers to measures levels of hippuric acid using UPLC MS MS. Estimation risk quotient RQ is compare the value of intake with Reference Concentration RfC . The results showed that there was significant correlation between toluene concentration p value 0,001 , age p value 0,004 , length of work p value 0,004 , work assignment p value 0,013 with risk quotient RQ , but there was no relation weight, sex, smoking and drinking coffee with risk quotient RQ . There was no relation between toluene consentration, age, length of work, work assignment, weight, sex, smoking and drinking coffee with urinary hippuric acid. Multivariate analysis showed that risk quotient RQ was influenced by toluene concentration, length of work and work assignment after controlled with other variables with a linear regression equation Risk Quotient RQ 3,335 0,913 toluene concentration 1,07 length of work ndash 0,345 work assignment. Workers should use personal protective equipment, doing work rotation and workers who work using glue are placed in the room with open ventilation."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T49076
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridcho Andrian Am
"Bagian terpenting yang tidak terpisahkan dalam proses pembuatan alas kaki adalahpenggunaan bahan perekat dan cat yang mengandung pelarut xilena. Apabila terpajanxilena, maka akan berakibat pada gangguan sistem saraf pusat. Tingkat pajanan xilenayang telah diterima oleh tubuh dapat dilihat melalui kadar Asam Metil Hipurat AMH dalam urin. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat risikodan peranan pajanan inhalasi xilena terhadap gangguan kesehatan. Penelitian inimenggunakan rancangan potong lintang. Lokasi penelitian berada di tiga bengkel alaskaki di Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan dilakukan pada bulan September ndash;Oktober 2017. Adapun sampel penelitian terdiri dari pekerja sebanyak 40 orang; danlingkungan yaitu xilena di 9 titik pengukuran. Sampel pekerja diambil informasimengenai karakteristik, pola aktivitas, kadar AMH dalam urin, dan gejala neurotoksik.Seluruh informasi diambil pada saat jam kerja berlangsung melalui wawancara. Khususurin, diambil pada saat jam kerja berakhir dan dianalisis dengan UPLC MS/MS.Selanjutnya, pengukuran xilena dilakukan dengan menggunakan kromatografi gas.Kemudian, tingkat risiko RQ pajanan xilena dianalisis dengan menggunakanpendekatan ARKL. Analisis hubungan antar variabel menggunakan uji t independen konsentrasi xilena dengan gejala neurotoksik dan kadar AMH dengan gejalaneurotoksik dan regresi linier sederhana konsentrasi xilena dengan kadar AMH . Darihasil penelitian, konsentrasi xilena di seluruh bengkel adalah 3,58E-03 mg/m3 median dengan konsentrasi tertinggi di titik sampel 6 3,16E-02 mg/m3 dengan kadar AMHdalam urin seluruh pekerja adalah sebesar 1,00E-04 g/g kreatinin median dan lebihdari setengah 57,5 pekerja negatif gejala neurotoksik. Berdasarkan perhitungannilai RQ, seluruh pekerja tidak terdapat risiko RQ le;1 terhadap pajanan xilena. Batasmaksimum konsentrasi xilena yang direkomendasikan batas maksimum adalah selama25 tahun ke depan sebesar 0,2593 mg/m3 laki ndash; laki dan 0,30182 mg/m3 perempuan .Untuk hasil uji, secara statistik tidak terdapat hubungan antara konsentrasi xilena danAMH p = 0,511 , konsentrasi xilena pada pekerja dengan positif-negatif gejalaneurotoksik p = 0,969 , serta kadar AMH pada pekerja dengan positif-negatif gejalaneurotoksik.

The use of adhesives and paints containing xylenes play important rule in footwearmanufacturing. Xylene exposure can affect the central nervous system such assymptoms of headache, fatigue, short term memory disorders, time response disorders,numerical ability disorders, equilibrium and balance changes. To determine the levelof exposure can be conducted by measuring the levels of methylhippuric acids MHA in urine. The aim of this study was to describe the risk of xylenes exposure to workers 39 health. This study used cross sectional design and conducted in three footwearworkshops in Ciomas, Bogor Regency in September October 2017. The study sampleconsisted of 40 workers and 9 point measurements of xylenes in indoor air. For workersamples, information concerning characteristics, activity patterns, and neurotoxicsymptoms were taken during working hours through interviews. Especially, urine MHA was taken at the end of work hours and analyzed with UPLC MS MS.Furthermore, xylenes measurements were carried out using gas chromatography. Then,the risk level RQ of xylenes exposure was analyzed using ARKL approach. For theanalysis of relationships among variables using independent t test xylenes withneurotoxic symptoms and MHA levels with neurotoxic symptoms and simple linearregression xylenes with MHA levels . From the results, the concentration of xylenesin the workshops was 3.58E 03 mg m3 median with the highest concentration atsample point 6 3.16E 02 mg m3 . MHA in the urine of all workers were 0.000100 g gof creatinine median and more than half 57.5 of workers had negative neurotoxicsymptoms. All workers have no risk to health RQ le 1 and recommended maximumlimit of xylenes concentration over the next 25 years of 0.2593 mg m3 male and0.30182 mg m3 female. From the statistical results, there was no statisticallysignificant relationship between xylenes concentration and MHA p 0,511 , xylenesin workers with positive and negative neurotoxic symptoms p 0.969 , and MHAlevels in workers with positive and negative neurotoxic symptoms."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50606
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Ika Sofia
"ABSTRAK
Pekerja industri sepatu informal berisiko terhadap dampak kesehatan akibat
pajanan benzena yang terdapat dalam lem sepatu. Penelitian ini betujuan
mendeskripsikan hubungan antara lama bekerja, jenis pekerjaan, dan penggunaan
APD dengan jumlah leukosit dan eritrosit pada pekerja industri sepatu informal di
Kecamatan Ciomas. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan responden
sebanyak 259 pekerja. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara lama bekerja, jenis pekerjaan, dan penggunaan
APD dengan jumlah leukosit dan eritrosit dalam darah pada pekerja industri sepatu
informal di Kecamatan Ciomas. Namun terdapat perbedaan risiko pada kelompok
pekerja yang dibagi berdasarkan variabel independen terhadap variabel dependen

ABSTRACT
Shoe industry workers are at risk for the health effects of exposure to
benzene that is contained in shoe glue. This study aims to describe the relationship
between length of work, type of work, and the use of PPE with leukocytes count
and erythrocytes count in the informal shoe industry workers in Sub-District
Ciomas. This study uses secondary data with respondents as many as 259 workers.
The results of this study indicate that there is no significant relationship between
length of work, type of work, and the use of PPE with leukocytes count and
erythrocytes count in the informal shoe industry workers in Sub-District Ciomas.
However, there are risk differences in the groups of workers towards dependent
variables."
2016
S64902
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Istiati Suraningsih
"Pendahuluan: Gangguan pendengaran pada pekega selain disebahkan oleh bising di tempat kelja juga dapet disebabkan oleh bahan kimia termasuk pelarut organik. Toluen termasuk pelarut organik yang banyak digunakan indnstri seklcr informal alas kaki. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahni prevalensi gangguan pendengaran sensorineural (SNHL) dan di lakukan peda bulan Januari-Juli 2008.
Metode: Desaill penelitian adalah cross sectional dengan subyek penelitian sebanyak 85 orang pekega alas kaki di Desa Mekarjaya-Ciomas. Pengumpulan data dilakuklm dengan menggunakan kuesinner, pengamatan langsung dan pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan audiometri di lapangan menggunakan audiometric booth. Data lfngkungan kerja diperoleh dengan melakukan penguktnan kadar toluen menggunakan teknik Gas Chromatography, pengukuran bising menggWlakan Sound Level Meter dan pengukuran ventilasi tempat kerja. Data di anal isis dengan SPSS II .5. Semua variabel dilakukan uji bivariat, variabel dengan nibu p < 0.25, dilakukan uji multivariat rnenggunakan Stata 6.
Hasil: Jenis pelamt organik tertinggi yang terkandung dalarn lem adalah toluen (46.45%). Kadar toluen di tempat kega terendah 0Jl003 ppm dan tertinggi 4.8663 ppm. lntensitas bising tempat kerja dibawah 85 dB. tidak mempWlyai hubungan bermakna dengan terjadinya SNHL. Pada analisis bivariat terdapet empat faktor yang dapat dilakukan analisis multivariat yaitu: Umur, kadar toluen, mobilitas dan kegiatan lain. Dari faktur-faktor tersebut, faktor yang dvminan mempunyai hubungan dengan kejadian SNHL adalah kadar toluen (OR5.87 dan Cl = 1.739 - 19.834) hal ini menunjukkan bahwa responden yang terpajan toluen dengan kadar lebih besar dari 0.22 ppm (walaupun dibawah NAB) mempunyai risiko menferita SNHL hampir enam kali lebih besar dibandingkan responden dengan pajanan toulen di bawah 0.22 ppm.

Introduction: Hearing defect of worker can be caused by chemical. included solvent. Toluene is one of organic solvent were often use in industry, especially in footwear industry. The objective of this study was to examine prevalence on sensorineural hearing loss (SNHL).This study was conducted in Januari to July 2008.
Method: Design of research was cross sectional involving 85 workers in village Mekarjaya-Ciomas. Data coUectiun was made using by questioner. observation and examination on workplace applying audiometric booth. Environment data of toluen exposure was collected and measured through Gas Chromatography, noise level was measured using Sound Level Meter and ventilation was also measured. SPSS version 11.5 was used for data analysis. Subsequently, bivariate analysis was selected to examine data, variables of value p < 0.25 were chosen for multivariate analysis using state 6.
Results: The highest organic solvent content is toluene within glue (46.45%). Measurement on toluent in workplace at lowest level was 0.0003 ppm and was 4.&663 ppm at the highest. Noise intensity at workplace was under 85 dB, and has no significance on SNHL. Resu1t of bivariate analysis there are four factors used for multivariate analysis such as age. solvent level, mobility and other activities. Out of these factors a dominant to SNHL were to1uen level (OR = 5.87 and Cl =1.739- 19.&34), this showed that respondent with higher than 0.22 ppm (although under NAB) has a higher risk on SNHL up to six timer greater than the respondent of toulen lower than 0.22.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T31662
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nelmi Silvia, auhtor
"Latar Belakang : Industri pemotongan batu memiliki potensi bahaya berupa debu batu yang dihasilkan dari proses pemotongan batu. Debu batu berpotensi besar masuk dan mengendap di saluran napas pekerja yang terpajan debu batu tersebut. Dalam penelitian ini ingin diketahui hubungan pajanan debu batu dan faktor lainnya dengan gangguan fungsi paru.
Metode Penelitian : Desain penelitian cross sectional dengan analisis regresi logistik. Subjek penelitian diambil secara cluster sampling. Tingkat pajanan debu batu ditentukan dengan metode semikuantitatif dan faktor-faktor lainnya dengan kuesioner. Pemeriksaan fungsi paru dilakukan dengan menggunakan alat spirometer.
Hasil : Subjek penelitian adalah 70 pekerja laki-laki industri pemotongan batu informal dengan masa kerja lebih dari 5 tahun. Sebanyak 21,4% subjek mengalami gangguan fungsi paru, dengan gangguan fungsi paru restriksi sebanyak 14,3% dan gangguan fungsi paru obstruksi sebanyak 7,1%. Faktor risiko yang berhubungan bermakna dengan gangguan fungsi paru adalah tingkat pajanan debu batu. Faktor umur, pendidikan, status gizi, kebiasaan olahraga, kebiasaan merokok, masa kerja, kebiasaan menggunakan alat pelindung diri (APD) dan penyediaan APD tidak memperlihatkan hubungan bermakna dengan gangguan fungsi paru. Subjek dengan tingkat pajanan debu batu tinggi mempunyai risiko 5,889 kali mengalami gangguan fungsi paru dibandingkan subjek dengan tingkat pajanan debu batu rendah [ odds rasio suaian (ORa) = 5,889; interval kepercayaan (CI) 95% = 1,436-24,153)].
Kesimpulan : Didapatkan hubungan bermakna antara tingkat pajanan debu batu dengan gangguan fungsi paru. Perlu dilakukan pengendalian terhadap pajanan debu batu untuk mencegah risiko gangguan fungsi paru pada pekerja industri pemotongan batu.

Background : Stone cutting industry have a potential hazard in stone dust resulted from stone cutting process. Stone dust has a significant potential to enter and settle inside exposed worker’s respiratory tract. This study aims to identify the relationship between stone dust exposure and other factors with lung function disorder.
Method : This study was a cross-sectional study with logistic regression analysis. Study’s subjects were taken with cluster sampling method. Level of stone dust exposure was determined by semi-quantitative method and the other factors were identified by a questionnaire. Lung function was tested with a spirometer.
Results : Study’s subject was 70 male informal stone cutting industry workers with more than 5 years of service. In this study, it was found that lung function disorders was 21.4%, which restrictive lung function disorder was 14.3% and the obstructive lung function disorder was 7.1%. Risk factor significantly related to lung function disorder was stone dust level of exposure. Age, education, nutritional status, exercise habit, smoking habit, length of employment, habit of using personal protective equipment (PPE) and provision of PPE showed no significant relationship with lung function disorder. Subjects with high level of stone dust exposure had 5.889 times the risk of lung function disorder compared to subjects with low level of stone dust exposure [adjusted odds ratio(ORa) = 5.889; 95% confidence interval (CI) = 1.436 - 24.153)].
Conclusion : The level of stone dust exposure significantly related to lung function disorder. Control measures are needed for stone dust exposure to prevent the risk of lung function disorder in stone cutting industry workers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Motivasi
"Masalah kesehatan dan keselamatan kerja di bengkel pembuatan alas kaki diakibatkan oleh lemahnya manajemen risiko, sehingga dibutuhkan pengkajian risiko dalam rangka pengelolaan risiko. Penelitian ini berisi analisis risiko kesehatan dan keselamatan kerja di Bengkel Pembuatan Alas Kaki Tahun 2016. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai tingkat risiko kesehatan dan keselamatan kerja pada setiap tahapan proses produksi alas kaki. Penilaian risiko menggunakan metode W.T. Fine yaitu dengan menganalisis nilai konsekuensi, pajanan dan kemungkinan.
Hasil penelitian menyatakan bahwa level risiko yang dimiliki pada setiap langkah kerja meliputi level very high yaitu bahaya kimia, level priority 1 yaitu bahaya ergonomi dan bahaya mekanik, level substantial yaitu desain kerja (housekeeping), level priority 3 yaitu bahaya kinetik dan acceptable yaitu bahaya psikososial.

Occupational health and safety problems in small and medium enterprises are caused by lack of risk management. This research aimed to assess the OHS risk level at five small shoes industries. Risk assessment was done by implementing W.T Fine method to analyze risk level by scoring the level of probability, exposure and consequence.
This study found that the risk of chemical hazard (solvent vapor from glue) was very high; the risk of ergonomic and mechanical hazard were categorized as priority 1, the risk of poor housekeeping was substantial; the risk of kinetic hazard was priority 3; and the risk of psychosocial hazards was acceptable.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S63542
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lukman Hakim
"Penelitian ini membahas tentang analsis perilaku berisiko pada pekerja bengkel las sektor informal di jalan raya ciomas kota Bogor. Tujuan dibuatnya penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku berisiko yang terjadi di Bengkel Las Informal. Populasi yang digunakan adalah 6 (Enam) pekerja Bengkel Las Informal dari 6 (Enam) Bengkel Las Informal.
Desain penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan metode kualitatif. Tekhnik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dan observasi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori ABC yang menyatakan bahwa PErilaku dipengaruhi oleh faktor Anteseden dan Konsekuensi.
Hasil penelitian menemukan bahwa kurangnya kepedulian, persepsi, pengawasan yang buruk, tidak adanya peraturan, ketersediaan APD, dan adanya sanksi dan penghargaan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku berisiko pekerja.

This study discusses about analysis on the risk behavior of workers in the informal sector welding ciomas Street Bogor city. Objective of this study was to describe the risk behaviors that occurred in Informal Welding shop. The population used is 6 (Six) Workshop Las Informal workers from 6 (Six) Informal Welding shop.
This research is a case study with qualitative methods. Techniques of data collection was conducted through in-depth interviews and observation. The theory used in this study is the ABC theory which states that behavior is influenced by Antecedents and Consequences factors.
The study found that a lack of awareness, perception, poor supervision, lack of regulations, availability of PPE, and the existence of Punishment and rewards are all factors that influence the behavior of workers at risk.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S52567
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>