Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 62148 dokumen yang sesuai dengan query
cover
W. Widjaya Chandra
"Dermatofitosis adalah infeksi jamur superfisial pada jaringan berkeratin, misalnya kulit, rambut, dan kuku, yang disebabkan oleh dermatofita. Secara garis besar, dermatofita dapat digolongkan ke dalam 3 genus, yaitu Trichophyton (7), Microsporum (M), dan Epidermophyton (E). Berdasarkan habitat primernya, dermatofita dibagi atas spesies yang bersifat antropofilik, zoofilik, dan geofilik. Pengetahuan mengenai jenis habitat tersebut dapat digunakan untuk melacak sumber penularan dermatofitosis.
Laporan marbiditas divisi Mikologi, Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK), Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Perusahaan Jawatan Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo (FKUI 1 Perjan RSCM), Jakarta antara Januari 1999 dan Desember 2003 menunjukkan jumlah pasien dermatofitosis sebesar 53,53 % dari total 7170 orang pasien baru yang berobat ke poliklinik divisi Mikologi. Tinea kruris danlatau korporis mencakup 92,4% dari seluruh pasien baru dermatofitosis.
Dermatofitosis dapat bersifat kronis residif dan dipengaruhi oleh faktor pejamu, agen, dan lingkungan. Faktor pejamu yang berperan antara lain keringat berlebihan, pakaian oklusif, diabetes melitus, sindrom Cushing, dan kondisi imunokompromais.
Spesies penyebab terjadinya kronisitas dan rekurensi tersering adalah T. rubrum. Trichophyton rubrum bersifat antropofilik sehingga kurang memicu respons peradangan pada pejamu dengan akibat infeksi menjadi kronis. Foster, dkk. melakukan survei epidemiologi infeksi jamur kulit di Amerika Serikat dari tahun 1999 sampai dengan 2002 dan menemukan bahwa T. rubrum merupakan jamur patogen utama penyebab tinea kruris dan/atau korporis."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azhar Fuadi
"ABSTRAK
Kualitas Mikrobiologi merupakan parameter yang sangat penting pada air
minum. Keberadaan mikroba dalam air minum bisa menjadi kasus
kesehatan masyarakat yang dapat menyebabkan banyak korban. Karena itu
kualitas mikrobiologi dalam air harus sangat diperhatikan. Kualitas
Mikrobiologi biasa dinyatakan dalam koliform. Residual klorin merupakan
bahan kimia yang paling umum digunakan sebagai disinfektan mikroba.
Kehadiran klor bebas dipercaya mampu mencegah pertumbuhan mikroba
didalam air. Oleh karena itu perlu untuk diketahui pengaruh residual klorin
terhadap kualitas mikrobiologi, untuk menjamin air bersih bebas dari
mikroba. Parameter lain seperti kekeruhan dan total zat organik juga
dianalisa pengaruhnya terhadap kualitas mikrobiologi.

ABSTRACT
Microbiological quality is a very important parameter in drinking water.
The existence of microbe especially pathogen in drinking water could
become a case of public health that causes a lot of victims. Therefore
microbiological quality in the water should be kept. Generally
microbiological quality in the water expressed in total coliform. Residual
chlorine is the most common chemicals used as disinfectants of
microorganism in water. The presence of free chlorine is believed to
prevent microbiological growth in water. Therefore it is necessary to note
the influence of residual chlorine to microbiological quality, to ensure the
clean water free from pathogens. Other parameters such as turbidity and
total organic matter were also analyzed its effect on microbiological
quality."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42165
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Elsa Dara Aullia
"Latar Belakang: Alginat mengandung mikroorganisme akibat paparan dari rongga mulut sehingga perlu prosedur desinfeksi. Desinfeksi dapat mempengaruhi sifat fisik seperti stabilitas dimensi, reproduksi detail dan kompatibilitas dengan gipsum. Indonesia telah memproduksi bahan cetak alginat sendiri. Belum ada penelitian mengenai pengaruh teknik desinfeksi penyemprotan terhadap sifat fisik alginat buatan Indonesia. Tujuan: Mengetahui perbedaan pengaruh teknik desinfeksi penyemprotan dengan larutan Natrium hipoklorit (NaOCl) 0,5%, Glutaraldehid 2% dan Klorheksidin 0,2% antara bahan cetak alginat buatan Indonesia (Hexalgin) dan buatan luar negeri (GC Aroma Fine Plus Normal Set) terhadap stabilitas dimensi, reproduksi detail dan kompatibilitasnya dengan gipsum (dental stone). Metode: Pembuatan 20 spesimen alginat buatan Indonesia dan 20 spesimen alginat buatan luar negeri mengikuti standar ISO 1563 dibagi ke dalam 4 kelompok perlakuan desinfeksi penyemprotan yaitu dengan NaOCl 0,5%, Glutaraldehid 2%, Klorheksidin 0,2% dan Kontrol kemudian didiamkan dalam kantung plastik zip lock selama 10 menit. Pengecoran dengan dental stone tipe III. Perubahan dimensi, reproduksi detail, dan kompatibilitas dengan gipsum diuji sesuai standar ISO 1563 dan 21563 dan diukur menggunakan kaliper digital dan dinilai dengan kamera digital dengan perbesaran 6,3x. Analisis data dengan uji statistik One Way Anova dan uji Pearson Chi-Square. Hasil: Rerata perubahan dimensi antara kelompok perlakuan desinfeksi penyemprotan dengan larutan disinfektan berbeda menunjukkan berbeda makna secara statistik (p<0,05) pada alginat buatan Indonesia maupun alginat buatan luar negeri. Rerata perubahan dimensi antara alginat buatan Indonesia dengan alginat buatan luar negeri tidak berbeda makna secara statistik (p≥0,05). Rerata perubahan dimensi pada hasil cetakan alginat buatan Indonesia dan buatan luar negeri secara berurutan setelah desinfeksi penyemprotan dengan NaOCl 0,5% (0,030±0,011% dan 0,016±0,011%), Glutaraldehid 2% (0,055±0,013% dan 0,041±0,013%), Klorheksidin 0,2% (0,078±0,015% dan 0,064±0,011%) dan Kontrol (0,011±0,011% dan 0,011±0,011%). Proporsi reproduksi detail dan kompatibilitas dengan gipsum konstan, yaitu seluruh garis tereproduksi dan kompatibilitas dengan skor 2. Kesimpulan: Perubahan dimensi alginat buatan Indonesia setelah desinfeksi penyemprotan dengan NaOCl 0,5%, Glutaraldehid 2%, dan Klorheksidin 0,2% dapat diterima secara klinis, mereproduksi detail dengan baik, dan kompatibel dengan dental stone tipe III. Desinfeksi dengan NaOCl 0,5% memberikan perubahan dimensi yang paling kecil.

Background: Alginate contains microorganisms due to exposure from the oral cavity, so it needs a disinfection procedure. Disinfection can affect physical properties such as dimensional stability, reproduction of details and compatibility with gypsum. Indonesia has produced its own alginate impression material. There has been no research on the effect of spraying disinfection techniques on the physical properties of Indonesian-made alginates. Objective: Determine the difference in the effect of spraying disinfection techniques with 0.5% sodium hypochlorite, 2% glutaraldehyde and 0.2% chlorhexidine between alginate impression materials made in Indonesia (Hexalgin) and alginate made in foreign countries (GC Aroma Fine Plus Normal Set) on dimensional stability, detail reproduction and compatibility with gypsum (dental stone). Methods: The manufacture of 20 specimens of alginate made in Indonesia and 20 specimens of alginate made in foreign countries following the ISO 1563 standard were divided into 4 spraying disinfection treatment groups, namely 0.5% NaOCl, 2% Glutaraldehyde, 0.2% Chlorhexidine and Control then left in a zip plastic bag lock for 10 minutes. Casting with dental stone type III. Dimensional changes, detail reproduction and compatibility with gypsum were tested according to ISO 1563 and 21563 standards and measured using digital calipers and assessed with a digital camera at 6.3x magnification. Data analysis with One Way Anova and Pearson Chi-Square statistical test. Results: The mean dimensional change between the spraying disinfection treatment groups with different disinfectant solutions showed statistically different meanings (p<0.05) for alginates made in Indonesia and foreign countries. The mean change in dimensions between alginate made in Indonesia and foreign countries did not differ in statistical significance (p≥0.05). The mean dimensional changes in the results of alginate impressions made in Indonesia and foreign countries after disinfection by spraying with 0.5% NaOCl (0.030±0.011% and 0.016±0.011%), Glutaraldehyde 2% (0.055±0.013% and 0.041±0.013%), Chlorhexidine 0.2% (0.078±0.015% and 0.064±0.011%) and Control (0.011±0.011% and 0.011±0.011%). The proportion of detail reproduction and compatibility with gypsum is constant, the entire line is reproduced and compatibility with a score of 2. Conclusion: Changes in the dimensions of alginate made in Indonesia after spray disinfection with 0.5% NaOCl, 2% Glutaraldehyde, and 0.2% Chlorhexidine are clinically acceptable, reproduce details well, and were compatible with dental stone type III. Disinfection with 0.5% NaOCl gave the smallest dimensional change."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Putri Komarudin
"Udara bersih merupakan kebutuhan utama manusia, namun kualitas udara dalam ruang menunjukkan bahwa tingkat polutan biologis di dalam ruangan jumlahnya cukup tinggi. Pada penelitian ini dilakukan rekayasa alat purifikasi udara dengan menggunakan multi teknologi, berupa HEPA filter, UV-C, plasma ion, dan fotokatalis berupa komposit Cu/g-C3N4/WO3. Kombinasi dilakukan untuk mengoptimasi proses disinfeksi dan meningkatkan waktu disinfeksi. Karakterisasi hasil sintensis katalis dilakukan dengan menggunakan teknik Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X-Ray (SEM-EDX), X-Ray Diffraction (XRD), Photoluminescene, dan Ultaviolet-Visible Diffuse Refelectance Spectroscopy (UV-Vis DRS). Penelitian ini dilakukan dengan sintesis katalis Cu/g-C3N4/WO3 dengan variasi dopan Cu (1, 2, dan 3%) dengan metode impregnasi basah. Komposisi katalis terbaik diuji dengan menggunakan uji dekolorisasi metilen biru dan uji disinfeksi bakteri pada fasa cair. 2% Cu/g-C3N4/WO3 yang merupakan katalis terbaik di lapiskan ke permukaan filter dan dilakukan pengujian disinfeksi bakteri dan jamur pada fasa udara dengan menggunakan alat purifikasi multi teknologi. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode aktif menggunakan alat sampling udara dan didapatkan kombinasi teknologi HEPA filter, UVC, plasma ion, dan fotokatalis merupakan kombinasi teknologi optimum yang dapat mendisinfeksi hingga 100% dalam waktu dua jam bakteri dan jamur di udara.

Clean air is a fundamental human necessity, yet indoor air quality shows that the level of biological pollutants indoors is quite high. This research involves the engineering of an air purification device using multiple technologies, including a HEPA filter, UV-C, plasma ion, and a photocatalyst composite of Cu/g-C₃N₄/WO₃. The combination aims to optimize the disinfection process and enhance the disinfection time. The catalyst synthesis results were characterized using techniques such as Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X-Ray (SEM-EDX), X-Ray Diffraction (XRD), Photoluminescence, and Ultraviolet-Visible Diffuse Reflectance Spectroscopy (UV-Vis DRS). The study synthesized the Cu/g-C₃N₄/WO₃ catalyst with varying Cu dopant levels (1%, 2%, and 3%) using the wet impregnation method. The best catalyst composition was tested using methylene blue decolorization and bacterial disinfection tests in the liquid phase. The best catalyst, 2% Cu/g-C₃N₄/WO₃, was then coated onto the filter surface and subjected to bacterial and fungal disinfection tests in the air phase using the multi-technology purification device. Testing was conducted using active air sampling methods, and the results showed that the combination of HEPA filter, UV-C, plasma ion, and photocatalyst was the optimal technology combination that could disinfect up to 100% of bacteria and fungi in the air within two hours."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekti Prameswari Susilo
"Berdasarkan prosedur tetap Metode Pembersihan dan Sanitasi Area Produksi Steril, PT. Kimia Farma Plant Jakarta telah melaksanakan kegiatan sanitasi secara rutin di area produksi steril yaitu pada kelas A, B dan C dengan menggunakan 3 jenis disifektan yang berbeda setiap minggu. Jenis disinfektan yang digunakan yaitu alkohol 70%, vesphene 0,8% dan Pre-Empt 1,5%. Namun, belum terdapat pengujian terhadap efektifitas disinfektan yang digunakan dalam proses sanitasi area produksi steril tersebut, sehingga belum diketahui apakah disinfektan yang digunakan telah efektif menekan pertumbuhan mikroba sesuai dengan syarat batas maksimal cemaran mikroba yang terdapat pada pedoman CPOB. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membuat protokol validasi uji efektivitas disinfektan yang dapat digunakan untuk memastikan bahwa disinfektan untuk sanitasi area produksi steril efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba. Pembuatan protokol mengacu pada berbagai sumber dan laporan hasil validasi dibuat berdasarkan pada contoh format protokol validasi metode yang telah baku dan digunakan di PT. Kimia Farma Plant Jakarta. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa protokol validasi uji efektivitas disinfektan yang telah dibuat dapat diterapkan untuk memastikan bahwa disinfektan untuk sanitasi area produksi steril efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba.

Based on the standard procedures for Cleaning and Sanitation Methods for Sterile Production Areas, PT. Kimia Farma Plant Jakarta has carried out routine sanitation activities in sterile production areas, namely class A, B, and C using 3 different types of disinfectants every week. The types of disinfectants used were 70% alcohol, 0.8% vesphene, and 1.5% Pre-Empt. However, there has been no testing of the effectiveness of the disinfectants used in the sanitation process of the sterile production area, so it is not yet known whether the disinfectants used have been effective in suppressing microbial growth in accordance with the maximum limit requirements for microbial contamination contained in the GMP guidelines. Therefore, this study aims to develop a validation protocol for testing the effectiveness of disinfectants that can be used to ensure that disinfectants for sanitation in sterile production areas are effective in inhibiting microbial growth. The preparation of the protocol refers to various sources and the validation results report is made based on the standardized method validation protocol format used in PT. Kimia Farma Plant Jakarta. Based on the results of the research that has been done, it can be concluded that the validation protocol for testing the effectiveness of disinfectants that have been made can be applied to ensure that disinfectants for sanitation in sterile production areas are effective in inhibiting microbial growth."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muthia Izza Firdaus
"Proses disinfeksi berperan penting pada instalasi pengolahan air dalam membunuh mikroorganisme patogen dalam air. Namun, proses disinfeksi memiliki potensi membentuk disinfection by-products (DBPs), seperti total trihalomethanes (TTHMs) dan haloacetic acids (HAA5s) yang bersifat karsinogenik bagi manusia. Sebagian besar IPA di Indonesia, termasuk IPA Cilandak, belum mengintegrasikan analisis potensi pembentukan DBPs dalam pemantauan rutin mereka karena terbatasnya fasilitas laboratorium dan sulitnya metode analisis yang diperlukan. Atas dasar tersebut, simulasi dengan software WatPro dilakukan untuk menganalisis pembentukan DBPs dan faktor yang paling mempengaruhinya. Hasil dari simulasi tersebut menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi TTHMs dan HAA5s yang terbentuk di IPA Cilandak berturut-turut sebesar 14.54 ±2.69 ug/L dan 38.17 ±2.56 ug/L. Nilai TTHMs dan HAA5s tersebut telah memenuhi standar baku mutu USEPA tahun 1998. Berdasarkan analisis sensitivitas, faktor yang paling memengaruhi pembentukan TTHMs dan HAA5s adalah parameter pH dengan kategori highly sensitive. Rekomendasi jangka pendek untuk meminimalisir DBPs adalah dengan mengontrol dosis klorin pada rentang 2.11 – 2.6 mg/L, mengatur dosis koagulan pada rentang 40 – 42 mg/L, serta dengan memantau paramater pada air baku, yaitu dengan kondisi pH maksimal 7.4, TOC maksimal 2.4 mg/L, dan UV254 maksimal 0.65 cm-1. Sementara itu, penggunaan teknologi Granular Activated Carbon (GAC) dapat dilakukan sebagai solusi jangka panjang.

The disinfection process plays a crucial role in water treatment plants by killing pathogenic microorganisms in water. However, the disinfection process has the potential to form disinfection by-products (DBPs), such as total trihalomethanes (TTHMs) and haloacetic acids (HAA5s), which are carcinogenic to humans. Most water treatment plants (WTPs) in Indonesia, including the Cilandak WTP, have not integrated the analysis of DBP formation potential into their routine monitoring due to limited laboratory facilities and the complexity of the required analytical methods. Therefore, a simulation using WatPro software was conducted to analyze DBP formation and the factors that most influence it. The simulation results showed that the average concentrations of TTHMs and HAA5s formed at the Cilandak WTP were 14.54 ±2.69 ug/L and 38.17 ±2.56 ug/L, respectively. These values comply with the USEPA standards of 1998. Based on sensitivity analysis, the factor most affecting the formation of TTHMs and HAA5s is the pH parameter, which is categorized as highly sensitive. Short-term recommendations to minimize DBPs include controlling the chlorine dose within the range of 2.11 – 2.6 mg/L, adjusting the coagulant dose within the range of 40 – 42 mg/L, and monitoring raw water parameters, with a maximum pH of 7.4, maximum TOC of 2.4 mg/L, and maximum UV254 of 0.65 cm-1. Meanwhile, the use of Granular Activated Carbon (GAC) technology can be implemented as a long-term solution."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rais Salsa Muhammad
"Brokoli merupakan golongan tanaman hortikultura yang menjadi sumber vitamin dan mineral. Masa simpan brokoli yang singkat karena perusakan oleh bakteri memerlukan solusi alternatif selain penggunaan klorin yang beracun. Ozon dapat berfungsi sebagai disinfektan yang tidak berbahaya bagi manusia dan telah diterapkan dalam pengawetan makanan dan produk pertanian. Penyemprotan gas ozon dilakukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri sehingga penurunan kualitas akibat pembusukan dapat diperlambat. Pada penelitian ini brokoli diawetkan dengan penyemprotan gas ozon untuk memperpanjang masa simpannya. Parameter kualitas brokoli yang dievaluasi berupa nilai Total Bakteri Mesofil Aerobik (TBMA), kandungan vitamin C, penurunan kadar air, dan uji organoleptik. Indikator tersebut kemudian dihubungkan dengan dosis dan durasi penyemprotan gas ozon, serta kemasan setelah dilakukan ozonasi sehingga diperoleh nilai-nilai optimum untuk melakukan pengawetan brokoli menggunakan gas ozon. Brokoli diozonasi dengan gas ozon dengan variasi dosis 46,8 mg/jam, 94,3 mg/jam, dan 143,5 mg/jam, durasi penyemprotan 2 menit, 3 menit, dan 6 menit. Brokoli yang sudah mengalami perlakuan divariasikan kemasannya berupa plastik, daun pisang, dan tanpa kemasan. Gas ozon mampu mengeliminasi TBMA hingga 98,3% dengan dosis ozon 94,27 mg/jam, menekan penurunan vitamin C dan kadar air hingga sebesar 18,9% dan 4,7% dengan melakukan penyemprotan gas selama 3 menit. Selain itu, penggunaan kemasan plastik yang menutupi seluruh permukaan brokoli merupakan kemasan yang paling baik dalam mempertahankan kualitas brokoli.

Broccoli is a group of horticulture plants which are source of vitamins and minerals. The short shelf life of broccoli due to bacterial destruction requires an alternative solution besides the use of toxic chlorine. Ozone can function as a disinfectant that is not harmful to humans and has been applied in food preservation and agricultural products. Ozone spraying is done to reduce bacterial growth so that quality degradation due to decay can be slowed. In this study broccoli is preserved by spraying ozone gas to extend its shelf life. Broccoli quality parameters evaluated by its total mesophyll aerobic bacteria (TBMA), vitamin C, water loss, and organoleptic tests. The indicatora are linked to the doses and duration of ozone gas spraying, as well as the packaging after ozonation, to obtain optimum values for preserving broccoli using ozone. Broccoli is oozonated with ozone gas at various doses of 46.8 mg/hour, 94.3 mg/hour, and 143.5 mg/hour, spraying duration of 2 minutes, 3 minutes and 6 minutes. Broccoli that has undergone treatment varies in the form of plastic packaging, banana leaves, and without packaging.Ozone spraying can eliminate TBMA up to 98.3% with an ozone dose of 94.27 mg/ hour, suppressing the vitamin C and water loss up to 18.9% and 4.7% by spraying ozone for 3 minutes. The use of plastic wrap packaging that covers the surface of broccoli completely is the best packaging to maintain the quality of broccoli."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nahida Rani
"Penelitian ini meninjau signifikansi kavitasi hidrodinamika terhadap ozonasi dan pengaruh laju alir air dalam disinfeksi bakteri Salmonella sp. Proses disinfeksi yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari tiga konfigurasi, yaitu secara ozonasi, secara kavitasi hidrodinamika, serta gabungan ozonasi dan kavitasi hidrodinamika. Variasi laju alir air yang digunakan pada masing-masing konfigurasi sebesar 2 L/menit, 3 L/menit, dan 4 L/menit. Ozon dihasilkan dengan menggunakan ozonator komersial dengan laju alir gas 1,37 L/menit, sedangkan pembangkit kavitasi yang digunakan adalah injektor venturi. Pada konfigurasi gabungan ozon dengan kavitasi hidrodinamika menunjukkan hasil yang terbaik dalam disinfeksi Salmonella sp. dengan laju alir air 4 L/menit. Pada laju alir air yang sama sebesar 4 L/menit, konfigurasi gabungan ini mencapai 100% disinfeksi Salmonella sp. dalam waktu kurang dari 15 menit. Pada konfigurasi ozon tunggal mencapai 100% disinfeksi sekitar 30 – 45 menit, sedangkan konfigurasi kavitasi tunggal hanya mencapai 99,69% hingga menit ke-60. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya kavitasi hidrodinamika yang dikombinasikan pada ozonasi serta laju alir air yang besar memberikan pengaruh yang optimum dan efektif dalam disinfeksi Salmonella sp.

This study observe the significance of hydrodynamic cavitation to ozonation and influence of water flowrate in the disinfection of Salmonella sp. In this study, disinfection process consists of three configurations, those are ozonation, hydrodynamic cavitation, as well as a combination of ozonation and hydrodynamic cavitation. Variation of water flowrate used in each configuration at 2 L/min, 3 L/min, and 4 L/min. Ozone is generated using a commercial ozonator at 1,37 L/min, while cavitation generator used venturi injector. In the configuration of the ozone combined with hydrodynamic cavitation showed the best results in disinfection of Salmonella sp. at 4 L/min. At the same water flowrate of 4 L/min, the combined configuration reached 100% disinfection of Salmonella sp. in less than 15 minutes. In the single ozone configuration reached 100% disinfection about 30-45 minutes, while the single cavitation configuration only reached 99,69% until minute 60. The results of this study indicate that the hydrodynamic cavitation combined on ozonation, and the high water flowrate gives optimum and effective condition in disinfection of Salmonella sp."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S58844
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tazkiaturrizki
"Proses disinfeksi membentuk produk sampingan disinfeksi (disinfection by-products, DBP) yang berbahaya bagi kesehatan. DBP terbentuk dari reaksi disinfektan dengan senyawa organik alami (natural organic matter, NOM) di dalam air. Trihalometan (THM) merupakan senyawa yang paling sering ditemui pada proses disinfeksi air minum dan sulit dihilangkan dengan pengolahan konvensional. Tujuan utama penelitian ini untuk mengetahui keberadaan prekursor NOM pembentuk THM dan penyisihan NOM dan THM menggunakan kombinasi proses adsorpsi (granular activated carbon, GAC) dan membran elektrokimia (MER) pada pengolahan air minum. Metode yang digunakan adalah analisis kualitas air pada 5 (lima) lokasi instalasi pengolahan air minum (IPAM) untuk mengetahui keberadaan prekursor NOM dilanjutkan dengan uji skala laboratorium untuk GAC yang kemudian dikombinasikan dengan MER. Analisis kinerja GAC dalam menurunkan senyawa NOM untuk meminimalisir potensi pembentukan senyawa THM dilakukan dengan variasi dosis karbon dan waktu reaksi. MER merupakan pengolahan lanjutan untuk menurunkan pembentukan THM melalui penyisihan NOM dan senyawa THM yang terbentuk di dalam pengolahan air minum dengan mempertimbangkan densitas arus dan waktu reaksi. Diperoleh hasil bahwa air baku air minum dari 5 IPAM mengandung NOM dengan konsentrasi rata-rata DOC 5,18 ± 1.99 mg/L dan SUVA 2,04 ± 1.02 L/mg m. Unit pengolahan IPAM konvensional hanya mampu menyisihkan NOM sebesar 4 – 60%. Penambahan unit GAC terbukti mampu meningkatkan efisiensi penyisihan NOM hingga 68%. Kondisi optimum dicapai pada waktu reaksi 5 jam untuk dosis karbon 1gr/L. MER mampu menyisihkan senyawa THM dengan efisiensi penyisihan 40 – 80% untuk kloroform dan bromodiklorometana sedangkan klorodibromometana dan bromoform penyisihannya 10 - 50%. Kombinasi pengolahan GAC lalu MER dapat meningkatkan penyisihan NOM hingga 90%, dan kombinasi MER lalu GAC mampu menurunkan THM secara lebih merata pada keempat senyawa THM dengan efisiensi 40 – 62%. Kondisi optimum pengolahan MER untuk penyisihan NOM dan THM pada densitas arus 20 mA cm-2 dan waktu reaksi 1 jam.

The disinfection process forms harmful disinfection by-products (DBP) of health. DBP is formed from the reaction of disinfectants with natural organic matter (NOM) in water. Trihalomethanes (THM) are the most frequent compounds found in drinking water disinfection processes and are difficult to remove by conventional treatment. This study aimed to determine the presence of NOM as precursors of THM and the removal of NOM and THM using a combination of adsorption processes (granular activated carbon, GAC) and electrochemical membranes reactor (MER) in drinking water treatment. The methods are water quality analysis at 5 (five) drinking water treatment plant (WTP) locations to determine the presence of NOM precursors followed by laboratory scale analysis of GAC then combined with MER. Analysis of GAC performance in reducing NOM compounds to minimize the potential for THM compound formation was carried out using varying carbon doses and reaction times. MER is an advanced treatment to reduce the formation of THM through the NOM and THM removal in drinking water treatment by considering current density and reaction time. The results showed that the raw water of drinking water from 5 WTPs contained NOM with an average concentration of DOC 5.18 ± 1.99 mg/L and SUVA 2.04 ± 1.02 L/mg m. Conventional WTP units are only able to remove 4-60% of NOM. The addition of a GAC unit was proven to increase the efficiency of NOM removal by up to 68%. The optimum condition was achieved at a reaction time of 5 hours for a carbon dose of 1gr/L. MER can remove THM compounds with a removal efficiency of 40 - 80% for chloroform and bromodichloromethane, while for chlorodibromomethane and bromoform, the removal efficiency is 10 - 50%. The combination of GAC and MER processing can increase NOM removal up to 90%, and the combination of MER and GAC can reduce THM more evenly in the four THM compounds with an efficiency of 40 - 62%. The optimum conditions for MER processing for NOM and THM removal were at a current density of 20 mA cm-2 and a reaction time of 1 hour."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2025
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2001
614.48 DIS
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>