Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166915 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mashudi
"Penelitian ini mengkaji tentang perubahan sosial akibat pembangunan perkebunan sawit di Desa Sembuluh, Kecamatan Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan, Provinsi Kalimantan Tengah. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan proses perubahan yang terjadi di tingkat masyarakat, yaitu bagaimana perubahan yang terjadi, dan bagaimana masyarakat merespon perubahan tersebut.
Kerangka konsep yang digunakan adalah pembangunan dan perubahan sosial. Pembangunan bukanlah istilah yang netral. Antara para perencana pembangunan dan masyarakat lokal mempunyai persepsi yang berbeda. Pada proses pembangunan perkebunan sawit, terdapat sebagian masyarakat yang mendukung, dan sebagian lainnya menolak program tersebut. Konsep perubahan sosial dalam penelitian ini mengacu pada konsep perubahan sosial menurut Soemardjan (1981) dan Cohen (1983). Perubahan sosial adalah perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai-nilai sosia!, pola tingkah laku antara kelompok dalam masyarakat, dan organisasi sosial masyarakat. Penyebab terjadinya perubahan sosial adalah adanya kontak antara masyarakat lokal dengan pihak luar yang memperkenalkan sesuatu yang baru, yang mana terdapat proses dinamis dari perubahan tersebut.
Indikator yang digunakan untuk melihat perubahan sosial dalam penelitian ini adalah: pertama, mata pencaharian hidup masyarakat, yaitu perubahan sistem mata pencaharian hidup masyarakat dari pekerjaan-pekerjaan yang mengandalkan ketersediaan surnberdaya alam, menjadi buruh di perusahaan perkebunan sawit. Kedua, pengusaan lahan, yaitu perubahan dari pola penguasaan lahan komunal merijadi individual dan komersial. Ketiga, kepemimpinan lokal dan organisasi sosial, yaitu perubahan dari dari kepemimpinan kepala desa yang mewakili pemerintahan pusat menjadi kepemimpinan yang berperan ganda, yaitu mewakili pemerintahan pusat, dan mewakili masyarakat ketika berhubungan dengan perusahan perkebunan sawit."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T 21478
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rd. Hasan Basri S.
"Masyarakat Suku Anak Dalam merupakan bagian dari kelompok masyarakat terasing yang berada di wilayah Propinsi Jambi dengan populasi seluruhnya 2.951 kepala keluarga atau 12.909 jiwa yang tersebar di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Batang Hari, Kabupaten Bungo Tebo dan Kabupaten Sarolangun Bangko. Mereka ini hidupnya terpencil, terisolasi, tertinggal di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial, politik dan agama. Untuk memenuhi kebutuhan hidup kesehariannya dilakukan dengan cara mengumpulkan hasil hutan dan berburu binatang.
Dalam menangani masyarakat terasing ini, pemerintah [Departemen Sosial] telah mengeluarkan suatu kebijakan yang secara yuridis formal tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 5/HUK/1994 tanggal 25 Januari 1994 tentang Program Pembinaan Kesejahteraan Sosial Masyarakat Terasing [PKSMT]. Pertimbangan dikeluarkannya kebijakan tersebut adalah bahwa masyarakat terasing bagian dari masyarakat Indonesia, memiliki berbagai masalah sosial yang perlu memperoleh pembinaan secara sistematik untuk meningkatkan taraf hidup mereka.
Program PKSMT ini mempunyai tujuan terentasnya masyarakat terasing dari ketertinggalan dan terbelakangan di berbagai bidang dan dapat beradaptasi dengan lingkungan sosial serta hidup sejajar dengan masyarakat lain yang lebih maju dan pada akhirnya menjadi masyarakat mandiri. Secara teknis program ini dilaksanakan melalui pola pendekatan Sistem Pemukiman Sosial [SPS] dengan empat tipe pemukiman yaitu: (1) tipe pemukiman di tempat asal atau insitu development (2) tipe pemukiman di tempat baru atau exsitu development (3) tipe stimulus pengembangan masyarakat, dan (4) tipe kesepakatan dan rujukan.
Dalam konteks ini maka pada tahun 1993/1994, Pemerintah Daerah Propinsi Jambi, Kanwil Departemen Sosial Propinsi Jambi dan instansi terkait telah melakukan pembinaan/bimbingan sosial kepada masyarakat Suku Anak Dalam khususnya yang berada di Desa Jebak Kecamatan Muara Tembesi Kabupaten Batang Hari. Pembinaan ini telah berhasil menetapkan masyarakat Suku Anak Dalam pada lokasi pemukiman menetap sebanyak 85 kepala keluarga atau 358 jiwa.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, tipe permukiman di tempat asal [insitu development/ cukup berpengaruh terhadap penataan wilayah di tempat asal masyarakat Suku Anak Dalam. Adanya sarana umum/sarana sosial yang tersedia di lokasi pemukiman disertai pula dengan bantuan stimulus berupa kebutuhan hidup sehari-hari selama 24 bulan serta bantuan peralatan kerja merupakan bagian yang terpenting dalam merubah dan membentuk perilaku sosial masyarakat Suku Anak Dalam sebagaimana yang dikehendaki.
Mereka telah mengenal pola bertani secara menetap, berkebun karet, memakan hasil pertanian dan memasarkannya pada masyarakat desa, dan pasar-pasar tradisional [green market] dan telah dapat mengembangkan rumah menjadi rumah permanen. Di bidang pendidikan mereka telah dapat membaca, menulis, berhitung dan menyekolahkan anak-anak pada sekolah dasar, dibidang agama mereka telah memeluk salah satu agama [lslam] dan menjalankan perintah agama, di bidang kesehatan mcreka telah memanfaatkan sarana kesehatan [Puskesmas].
Walaupun di satu sisi program PKSMT telah menunjukkan hasil ke arah pencapaian sasaran yang dikehendaki, pada sisi lain akan dapat terjadi kecenderungan dampak negatif [social attitude negative] dalam kehidupan masyarakat Suku Anak Dalam yaitu hilangnya sebagian budaya seperti ritus acara perkawinan yang sebenarnya dapat dipertahankan sebagai momentum pengembangan wisata budaya yang dikombinasikan dengan wisata alam setempat. Potensi produk wisata ini akan dapat menjadi nilai tambah tersendiri untuk menarik minat peningkatan jumlah kunjungan wisatawan ke lokasi setempat. Semua perubahan-perubahan sosial (fisik dan non fisik) pada masyarakat Suku Anak Dalam di lokasi penelitian, kami sajikan secara keseluruhan dalam tesis ini."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T919
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berger, Jhon Lis
"Penelitian tentang Dampak Pembangunan Jalan Lintas Kalimantan merupakan studi kasus pada desa-desa ruas jalan antara Palangkaraya dan Kuala Kapuas ini, mengambil lokasi di Kabupaten Kapuas yang merupakan salah satu dari 5 (lima) Kabupaten dan 1 (satu) Kota pada Propinsi Kalimantan Tengah.
Pembangunan Jalan Lintas Kalimantan merupakan salah satu kebijakan yang dilakukan pemerintah dengan tujuan untuk lebih memperlancar arus barang dan jasa serta mempercepat mobilitas manusia keseluruhan wilayah Kalimantan Tengah, serta mempercepat sasaran pembangunan lainnya, menghubungkan pusat-pusat produksi, pemasaran dan jalan yang mendorong sektor strategis lainnya seperti transmigrasi, pertanian, perkebunan, perindustrian, pertambangan dan sektor lainnya. Namun disadari juga setelah sekian lama pernbangunannya telah membawa dampak berupa perubahan sosial.
Pembangunan Prasarana Jalan Pada umumnya menimbulkan dampak berupa perubahan lingkungan. Penelitian ini mencoba melihat bagaimana masyarakat pedesaan bereaksi terhadap perubahan lingkungan mereka. Terutama pada pola pemukiman penduduk desa, mobilitas yang terjadi di kalangan penduduk setempat, serta interaksi yang terjadi antara kelompok-kelompok masyarakat di pedesaan dengan masyarakat kota lainnya serta pola pemilikan dan pemanfaatan lahan penduduk desa pada ruas Jalan Lintas Kalimantan.
Penelitian ini mencoba mendiskripsikan bentuk perubahan yang terjadi terutama pada sikap dan perilaku masyarakat desa pada pola pemukiman penduduk, pola mobilitas penduduk, pola interaksi masyarakat desa dan kota, serta pemilikan dan pemanfaatan lahan penduduk, dimana ada motif dan rangsangan yang mendorong masyarakat desa untuk bereaksi dengan lingkungannya. Hal ini menunjukkan telah terjadi suatu hubungan timbal balik yang dinamis antara pembangunan jalan tersebut dan perubahan pada penduduk setempat dalam usaha menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi di sekitar mereka.
Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, dimana metode ini merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengamatan langsung di lokasi penelitian dan mengadakan wawancara tidak terstruktur dan mendalam untuk memperoleh data-data mengenai perubahan yang terjadi sebagai dampak Pembangunan Jalan lintas Kalimantan terutama pada pola pemukiman, mobilitas penduduk, interaksi penduduk, dan pemilikan serta pemanfaatan lahan penduduk, sehingga diperoleh gambaran tentang Dampak Pembangunan Jalan lintas Kalimantan Terhadap Perubahan Perilaku Masyarakat di lokasi penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukan perubahan perilaku masyarakat desa pada pola pemukiman, mobilitas penduduk, interaksi penduduk, serta pemanfaatan dan pemilikan lahan ,merupakan perwujudan tindakan mayarakat desa yang didasarkan pada sikap yang dimiliki serta dirangsang oleh motif tertentu dan dipengaruhi oleh pembangunan Jalan Lintas Kalimantan yang memberikan kemudahan akses bagi penduduk dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Dalam hal ini masyarakat desa melihat adanya selective (daya pilih/ pilihan) pada penggunaan transportasi darat yang mudah dan murah serta bentuk-bentuk perolehan akses bagi jalan lainnya yang merangsang masyarakat desa untuk menentukan pilihan yang berhubungan erat dengan motif-motif dan sikap-sikap masyarakat desa itu sendiri."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T908
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neneng Nurbaeti Amien
"Kebijakan pembangunan perumahan di Kota dan Kabupaten Bandung ditetapkan untuk memenuhi laju pertumbuhan penduduk dan peningkatan PAD. Namun kebijakan yang dicanangkan Iebih ditekankan pada upaya pengadaan atau pasokan rumah (housing supply) dan kurang disesuaikan dengan ketersediaan lahan dan tuntutan kebutuhan perumahan sebagai kebutuhan sosial dan kultural (socio-cultural demand) yang mengandung aspek kualitas lingkungan yang manusiawi baik bagi pengguna maupun bagi masyarakat di sekitarnya.
Berbagai permasalahan sosial yang terjadi pada kegiatan pembangunan perumahan adalah : a) terjadinya proses marjinalisasi, yaitu peminggiran secara sistematis masyarakat petani karena beralih ke sektor usaha non pertanian dengan semakin terbatasnya lahan, b) terjadinya segregasi permukiman, yaitu komunitas lokal dan penghuni perumahan terpisah (segregated) oleh pagar pembatas yang dikonsepkan para pengembang dan perilaku eksklusif penghuni perumahan c) terjadinya perubahan nilai dan norma masyarakat yang disebabkan oleh berbagai kegiatan wisata yang ditawarkan para pengembang untuk menarik konsumen dalam management estate-nya.
Atas dasar kondisi di atas, maka penelitian ini bertujuan: a) mendeskripsikan sampai sejauh mana kegiatan pembangunan perumahan dan wisata berpotensi menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat yang bertempat tinggal disekitamya, b) mendeskripsikan dan menguji keeratan hubungan antara variabel-variabel sosial ekonomi dan sosial budaya yang dijadikan indikator dampak sosial dalam penelitian ini, dan c) menyusun rekomendasi pengelolaan Iingkungan sosial yang efektif rneminimalkan dampak negatif dari kegiatan perumahan dan wisata di desa Cihideung.
Metode studi yang digunakan dalam kajian ini menggunakan metode deskriptif dan eksplanatori atau verifikatif. Janis penelitian yang digunakan adalah korelasional untuk melihat keeratan hubungan antara variabel-variahel kegiatan pembangunan perumahan dan wisata dengan variabel-variabel sosial ekonomi dan budaya. Berdasarkan hasil pengujian normalitas data, diperoleh hasil data penelitian tidak berdistribusi normal, sehingga data dianalisa dengan metode statistik nonparametrik yaitu Korelasi Rank Spearman.
Hasil analisis dampak pembangunan perumahan dan wisata terhadap kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat desa Cihideung menunjukan : a) Kegiatan pembangunan perumahan dan wisata tidak terintegrasi dengan kondisi social kultural masyarakat, sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan fisik dan sosial balk primer maupun sekunder. Darnpak primer adalah terbatasnya lahan pertanian, pagar pembatas yang terlalu tinggi dan keragaman aktifitas wisata yang negatif. Terbatasnya lahan menimbulkan dampak lanjutan terhadap sumber air penduduk dan peluang kerja dan usaha. Keberadaan pagar pembatas telah menimbulkan dampak lanjutan berupa terspasialnya wilayah permukiman penduduk menjadi wilayah yang memiliki status ekonomi tinggi dan status ekonomi rendah. Aktifitas wisata telah menimbulkan dampak terhadap nilai, norma dan gangguan keamanan b) Analisis korelasi menunjukan perubahan pemilikan lahan tidak memiliki hubungan langsung dengan tingkat mobilitas mata pencahaarian tetapi memiliki hubungan positif dengan perubahan tingkat pendapatan, disatu sisi tingkat perubahan pendapatan memiiiki hubungan dengan tingkat mobilitas mata pencahariaan. Keragaman aktifitas perumahan memiliki hubungan dengan tingkat penilaian masyarakat terhadap aktifitas perumahan.
Kegiatan pembangunan perumahan yang tidak terintegrasi merupakan dimensi kekuasaan distributif yang dijalankan pare pengembang karena lemahnya kontrol Pemda Kabupaten Bandung terhadap kegiatan perumahan dan lemahnya partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan pembangunan. Dibutuhkan strategi pembangunan perumahan dan wisata yang berbasis pada terbatasnya sumber daya alam dan budaya lokal secara berkelanjutan yang dijalankan secara kolektif oleh stakeholders. Model yang disarankan adalah pembentukan Forum Pembangunan dan Pengelolaan Lingkungan Desa Cihideung oleh stakeholders guna membahas berbagal persoalan seputar pembangunan perumahan dan wisata dan pengelolaan dampak negatifnya.
Kegiatan pembangunan yang tidak terintegrasi membutuhkan penanganan di tingkat kebijakan. Forum menyusun Strategi Kebijakan Pembangunan Sosial Bidang Perumahan dan Wisata yang lebih lanjut dibahas bersama-sama DPRD dalam penyusunan Peraturan Daerah Pembangunan Perumahan dan Wisata.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14379
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Nengah Tri Sumadana
"Apabila kita mengamati proses pelaksanaan pembangunan di desa Karama, maka kita dapat melihat adanya beberapa karakteristik pembangunan desa yang kurang memperhatikan pengembangan aspek sosial kultural masyarakat setempat antara lain seperti kebijakan, strategi dan program pembangunan desa yang cenderung top down planning daripada bottom up planning, pembangunan desa lebih mengutamakan pembangunan ekonomi dan politik tanpa memberi posisi yang sepadan bagi pengembangan aspek sosial kultural masyarakat setempat, pembangunan desa cenderung mengadopsi pola-pola perilaku manajemen pembangunan dari negara maju dan kurang memberikan peluang bagi adanya akulturasi terhadap nilai-nilai kultural lokal ke dalam proses pembangunan bahkan ingin langsung menggeser nilai-nilai tersebut dengan memaksakan masuknya nilai-nilai baru. Hal ini menyebabkan timbulnya perbenturan nilai-nilai, antara nilai kultural lokal dan nilai modernisasi yang terkandung dalam pembangunan dan masyarakat Karama pun kemudian terperangkap dalam sejumlah pilihan yaitu antara meninggalkan nilai-nilai lama, menerima nilai-nilai baru atau melakukan akulturasi nilai-nilai sendiri dengan nilai-nilai baru yang terkandung dalam pembangunan desa.
Dampak lebih jauh adalah adanya kesenjangan antara antusiasme masyarakat saat melibatkan diri dalam berbagai arena sosial kultural dengan antusiasme saat pelaksanaan pembangunan desa. Dalam arena kehidupan sosial kultural seperti pada acara perkawinan, kematian, peringatan hari-hari besar agama, kenaikan Haji dan lain-lain, masyarakat desa Karama sangat aktif terlibat dan menunjukkan kebersamaan dan kesatuan mereka sebagai sebuah komunitas. Dan hal seperti itu tidak dapat kita saksikan dalam kegiatan-kegiatan pembangunan desa. Dengan demikian, masyarakat desa Karama pada dasarya memiliki sejumlah nilai-nilai kultural lokal yang aktif menuntun mereka dalam berucap, bersikap dan bertindak sebagaimana yang seharusnya dalam kehidupan sosial kulturalnya.
Mengingat keberhasilan pembangunan bukan hanya ditentukan oleh modal, teknologi dan ilmu pengetahuan tetapi juga faktor manusianya dan manusia dalam melakukan aktivitasnya digerakkan oleh serangkaian nilai-nilai yang tumbuh di dalam benak dan pikirannya yang diperolehnya dari kultur di mana dia tumbuh dewasa. Untuk memahami nilai-nilai yang terkandung dalam kultur masyarakat Karama sebagai bagian dari komunitas Mandar, maka kita perlu memahami institusi-institusi sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat Karama. Dalam penelitian ini, Penulis membatasi diri untuk meneliti institusi kekerabatan dan perkawinan adat Mandar di desa Karama. Dari pengkajian terhadap institusi tersebut, penulis mencoba menggali dan menguraikan nilai-nilai kultural yang terkandung didalamnya dan menganalisa peranan yang dapat dimainkan oleh nilai-nilai tersebut dalam proses pembangunan desa.
Untuk memahami sistem sosial kultural tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif dengan metode etnogafi. Penelitian ini melibatkan aktivitas belajar mengenai dunia orang yang telah belajar melihat, mendengar, berbicara, berpikir, dan bertindak dengan cara-cara yang berbeda. Peneliti tidak hanya mempelajari masyarakat, lebih dari itu peneliti belajar dari masyarakat. Melalui pengamatan terlibat dan wawancara mendalam, struktur analisa disusun dari hal yang dikatakan orang, dari cara orang bertindak, dan dari berbagai artefak yang digunakan orang.
Dan penelitian selama ini, Penulis menemukan sejumlah nilai-nilai kultural yang aktif menuntun masyarakat dalam setiap hubungan sosialnya. Nilai-nilai tersebut adalah (1) nilai siri' yang berarti malu, harga diri, martabat, dan tanggung jawab, (2) nilai dippakaraya yang mengkonsepsikan pernyataan hormat, (3) nilai siarioi mengkonsepsikan keharmonisan dalam setiap hubungan sosial, dan (4) sirondorondoi yang mengkonsepsikan solidaritas sosial yang kuat. Nilai-nilai tersebut memainkan sejumlah peranan dalam arena sosial mereka sehari-hari dan apabila nilai-nilai tersebut diakulturasi dan diadaptasi ke dalam pembangunan desa, diyakini akan dapat berperan positif bagi proses pembangunan di desa Karama."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T7703
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Ya`la
"Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana perubahan sosial komunitas Betawi di Kelurahan Kembangan Selatan, terutama setelah Kelurahan Kembangan akan dijadikan sentra primer baru-barat. Perubahan sosial yang dimaksud adalah menyangkut diferensiasi sosial, perubahan nilai-nilai, dan independensi sosial. Perubahan tersebut menyangkut kepemilikan tanah, pola pemukiman atau perumahan, pekerjaan dan penghasilan, pendidikan, perkawinan, praktek keagamaan, pandangan hidup dan orientasi politik, dan hubungan sosial. Seberapa jauh hal tersebut terjadi pada komunitas Betawi di Kembangan Selatan?
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi pola-pola perubahan sosial yang terjadi pada komunitas Betawi. Mengetahui pola-pola perubahan yang terjadi pada komunitas betawi. Memperoleh gambaran identifikasi pola-pola perubahan, dimana Kembangan Selatan diproyeksikan sebagai sentra primer baru di wilayah Jakarta Barat.
Penelitian ini mengunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus yang bermaksud mengungkap gambaran-gambaran perubahan-perubahan spesifik yang terjadi dalam suatu kelompok masyarakat, terutama yang menyangkut diferensiasi sosial, perubahan nilai-nilai, independensi sosial, dan kohesi sosial.
Temuan dalam penelitian ini adalah, perubahan sosial komunitas Betawi di Kembangan Selatan yang menjadi motor penggeraknya adalah perubahan kepemilikan tanah. Setelah tanah terjual terjadi diikuti arus urbanisasi sehingga diferensiasi okupasional dan diferensiasi fungsional. Kemudian terjadi ketegangan-ketegangan dalam perubahan nilai, dari nilai-nilai tradisional ke nilai-nilai modern, yang terlihat dari kelompok masyarakat yang tradisional dan modern dalam hal agama dan pendidikan. Makin meningkatnya kegiatan komersial di Kembangan Selatan seperti pekerjaan-pekerjaan di sektor informal.
Kesuksesan orang Betawi lebih ditentukan keturunan atau oscuber status. Mereka adaptif terhadap budaya luar selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama yang dianut yaitu agama Islam. Ajaran agama merupakan tuntunan hidup. Mereka bukan tergolong penduduk yang lintas daerah, lintas propinsi, mereka tergolong penduduk yang betah di wilayah. Komunitas Betawi di Kembangan Selatan makin kabur batas-batasnya baik dari segi jumlah penduduk, keturunan, dan wilayahnya. Mereka juga mengalami kekagetan budaya, karena perkembangan kota Jakarta yang terlalu cepat.
Kesimpulannya adalah pada komunitas Betawi di Kembangan Selatan terjadi diferensiasi sosial yang terdiri dari diferensiasi fungsional, dan okupasional, dalam hal kepemilikan tanah, pekerjaan, dan pola pemukiman. Terjadi perubahan nilai dalam hal agama, perkawinan, pendidikan. Kemudian juga terjadi independensi sosial dalam hal biaya perkawinan, pendidikan, dan hubungan sosial.
Pada akhirnya masyarakat komunitas Betawi di Kelurahan Kembangan Selatan dalam hal pekerjaan, pergaulan/interaksi sosial tidak lagi terbatas pada lingkup komunitas asli mereka. Sementara pendatang bukan lagi masalah bagi mereka, justru membuka cakrawala mereka akan adanya "orang lain", "budaya lain", di samping mereka. Dan yang lebih penting lagi pendatang menguntungkan bagi kelangsungan hidup dan pergaulan. Pada gilirannya semua ini menggambarkan suatu kohesi sosial yang kuat baik bagi penduduk komunitas Betawi itu sendiri maupun dengan warga-warga lain."
2000
T10245
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Suryono
Jakarta: Bumi Aksara, 2020
303.4 AGU t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Landsberger, Henry A.
Jakarta: Rajawali, 1981
303.4 LAN p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hefner, Robert W.
"Geger Tengger: Perubahan Sosial dan Perkelahian Politik adalah performa dari sebuah perubahan sosial yang terjadi di masyarakat suku, ketika menghadapi penetrasi politik dan klutural dari "luar". Intervensi Negara dalam proyek islamisasi, modernisasi sistem pertanian, dan perkelahian ideologis partai politik (aliran) berdampak serius bagi tatanan dan proses transformasi pencarian identitas sosial masyarakat pegunungan yang berwatak egaliter, non-hierarkis, tak berkelas dan tanpa basa-basi. "
Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, 1999
303.4 HEF g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>