Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129706 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syarif Usman
"Pesatnya perkembangan zaman diikuti adanya perubahan, dengan adanya tersebut setiap individu dituntut beraaptasi tidak terkecuali individu yang bekerja di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara yang selanjutnya di sebut Petugas Pemasya rakatan (UU No.1211995)
Adanya perubahan yang demikian cepat tersebut menimbulkan konsekuensi; salah satu konsekuensi yang timbul akibat perubahan tersebut adalah meningkatnya tindak kriminal. Dengan tingginya tindak kejahatan mengakibatkan semakin meningkatnya jumlah penghuni di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara untuk selanjutnya disebut LAPAS dan RUTAN. Data terakhir pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Banten, bahwa isi LAPAS dan RUTAN telah over kapasitas 10 - 15%. Keadaan ini menimbulkan konsekuensi kerja yaitu semakin tinggi tuntutan terhadap tuntutan pekerjaan petugas seperti dikatakan Maslach, 1994 , bahwa salah satu bidang pekerjaan yang cenderung memiliki konsekuensi tinggi adalah pada Sector Human Sevice Selling. Pekerjaan yang dilakukan petugas LAPAS dan RUTAN merupakan bentuk pekerjaan pada sector tersebut yaitu suatu bentuk pekerjaan dengan resiko yang tinggi.
Dengan tingginya tuntutan pekerjaan tersebut mengharuskan petugas untuk mampu menyesuaikan diri. Penyesuaian diri ini dapat dimulai dari sikap petugas dalam merubah nilai-nilai kerja yang negatif menjadi positif dan memperthankan hal-hal positif serta meningkatkannya agar lebih optimal. Bila hal ini tidak disikapi dengan baik, maka akan menimbulkan konsekuensi kerja yang negatif. Salah satu diantaranya adalah stress. Pada dasarnya stress dibutuhkan seseorang dalam batas-batas yang wajar, bila seseorang mampu menganggap stress sebagai motovasi diri untuk meningkatkan prestasi kerja, maka hal itu bersifat fungsional, akan tetapi dapat juga berdampak negatif bila seseorang tidak mampu mengatasinya.
Oleh karena itu perlu adanya pengkajian yang mendalam tentang bagaimana upaya yang harus dilakukan terhadap petugas LAPAS dan RUTAN agar mereka dapat menyikapi nilai-nilai kerja yang ada serta mengubah perilakunya secara positif dan menghindarkan diri dari stress yang berakibat negatif yang dapat menurunkan kinerja petugas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Nilai-nilai Kerja terhadap Stress petugas RUTAN Rangkasbitung serta memberikan gambaran tentang jenis-jenis stress yang dialaminya. Populasi penelitian adalah pegawai RUTAN Rangkasbitung yang berjumlah 40 responden. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner tertutup yang terdiri dari 2 bagian. Bagian pertama berisi tentang pertanyaan umum yang berkaitan dengan karakteristik responden. Bagian ke2 berkaitan dengan variabel Nilai-nilai Kerja (X) dan Stress Petugas (Y) pada RUTAN Rangkasbitung. Pengolahan analisis data menggunakan komputer dengan program SPSS 11.5 for Window dengan metode korelasi Pearsen. Sedangkan intuk menguji hubungan antara nilai-nilai kerja dan stress petugas digunakan korelasi.
Hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan model regresi linier sederhana menunjukkan bahwa variabel Nilai-nilai Kerja mempunyai pengaruh yang signifikan sebesar 0,202 terhadap stress petugas dengan koefisien beta sebesar 0,357. Nilai koefisien beta sebesar 0.357 menunjukkan bahwa besarnya variabel nilai-nilai kerja dalam menerangkan variabel stress sebesar 35,7%, sisanya diiterangkan oleh factor lain (64,3%).
Dengan demikian dari penelitian in dapat diambil kesimpulan bahwa ada pengaruh antara nilai-nilai kerja terhadap stress petugas. Saran-saran yang dapat dilakukan dari 3 factor utama nilai-nilai kerja yang berpengaruh, terdiri dari factor kesadaran kerja, suasana kerja, dan manajemen kerja terhadap tingkat stress petugas adalah:karena tingkat kesadaran kerja petugas berpengaruh negatif terhadap stress kerja maka untuk meningkatkan kesadaran kerja petugas perlu dilakukan langkah-langkah secara optimal melalui kebijakan-kebijakan pimpinan secara terus menerus. Karena factor suasana kerja berpengaruh positif terhadap stress kerja maka suasana kerja yang telah baik perlu terus dipertahankan dan jika mungkin terus ditingkatkan. Karena factor manajemen kerja berpengaruh negatif terhadap stress kerja maka perlu terus diupayakan peningkatan efektifitas manajemen kerja yang pada akhirnya dapat menurunkan tingkat stress pegawai.

Problems emerged in the individual officers at State Prison in responding to conditions outside the working environment or work unit called 'off the job' is financial problems, problems with children, physical, marriage and domestic problems, changes at the house environment and other personal problems, and the 'on the job' problems such as overloaded responsibility, lack of authority, ambiguous role, interpersonal conflicts, etc. These can influence emotion, thinking process and condition which if not manage properly will lead to distress and decreasing level of daily working performance.
Basically distress is natural to anyone at the reasonable level, when someone can regard distress as a self motivation in improving work performance and hence, distress plays a functional role. Distress can also be negative even destructive to someone's work performance when it failed to be controlled. Without distress, work challenge is non existence and work performance tends to be low. When distress progressing, work performance tend to be enhanced because distress can help someone to enforce every available resources to fulfill various needs and work as well as served to be in someone's maturity process. However, when distress reaches the peak, this level will tend to be lowering the work performance. The officer will lose the ability to control and incapable to make decisions and his/her attitude become erratic. The extreme result will be the nonexistences of someone's performance, because he/she is ill, despair, quitting or ran away from work and possibly being !et out. Therefore, it is necessary to make an in-depth study on what efforts need to be taken by officers of State Prison (RUTAN) in order to make use of distress positively and overcome high level of distress which will lead to the decrease of performance.
This research aimed to give description of work distress on officers at RUTAN Rangkasbitung and to explain the forms of work distress. Furthermore this research aimed to determine the influence of distress to officers' performance. The research will be used to give additional information or description on work distress related to the work of RUTAN's officers and it can be used by Indonesian government, in particular the Department of Law and Human Rights, to serve as a model to make further decision concerning individual officers at RUTAN.
The research resulted in most of officers at RUTAN Rangkasbitung have high level of work distress. This distress has three indicators: physical, attitude and emotional changes. It assumed that everyone has distress, with different individual level and ways of responding to it.
Distress happened in everyone with various ways, provoking different responds although in the same level of distress, hence this can caused different level of distress even though has the same work condition.
Based on the relation between supervisor and subordinates and vice versa; the symptoms of lack of concentration and over anxiousness take place. This relation shows a very significant and positive relation. Hence, low up to intermediate level of distress will stimulate the body and improving the ability to react. At that time someone often can work better, intensively or swiftly. However to much distress put unreachable demands on someone, causing lower performance. Intermediate distress can also have negative influence on long term performance, because the on going intensity of distress can weaken the energy resources which caused lowering of performance as well.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22397
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bangun Setia Putra
"Penelitian ini membahas faktor-faktor penyebab stres kerja pada perawat pelaksana Rumah Sakit Tugu Ibu Cimanggis tahun 2013. Faktor-faktor yang diteliti meliputi faktor intrinsik pekerjaan (beban kerja, shift kerja, rutinitas kerja), faktor ekstrinsik pekerjaan (peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan interpersonal perawat dengan rekan kerja, atasan kerja, pasien, dan keluarga) serta faktor karakteristik responden (jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, status pernikahan, lama masa kerja).
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional. Teknik pengumpulan data menggunakan metode kuisioner. Jumlah responden yang diperoleh sebanyak 99 responden dari bagian unit rawat inap, ICU, IGD, Perinatologi dan kamar bedah.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 35 responden (35,4%) mengalami tingkat stres sedang dan 64 responden (64,6%) mengalami tingkat stres ringan. Faktor-faktor yang memiliki hubungan yang bermakna dengan stres kerja berdasarkan uji statistik yang dilakukan diantaranya beban kerja, shift kerja, rutinitas kerja, pengembangan karir, hubungan interpersonal dengan rekan kerja serta hubungan interpersonal dengan pasien.

This research discusses the factors that causes work stress in executive nurses Tugu Ibu Hospital Cimanggis in 2013. Factors examined included intrinsic job factors (workload, shift work, work routines), extrinsic job factors (role in the organiation, career development, interpersonal relationships with co-workers, supervisors, patients, and families) and respondent characteristics factors (gender, age, education level, martial status, length of service). This research is quantitative study with cross-sectional approach. Technique of data collection used questionnaire. The number of respondents are 99 respondents from inpatient unit, intensive care unit, emergency unit, Perinatology and surgical room. The results showed that 35 respondents (35,4%) had moderate stress levels and 64 respondents (64,6%) had mild stress levels. The factors that had a significant association with work stress based on statistical tests are workload, shift work, work routines, career development, interpersonal relationships with co-workers and interpersonal relationships with patients."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S47270
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Ronggo Dwi Wibowo
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis gambaran stres kerja dan faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada perawat di rumah sakit Bhayangkara Tk. III Anton Soedjarwo Pontianak Tahun 2022. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan desain studi cross sectional. Sampel penelitian ini adalah perawat di rumah sakit Bhayangkara Tk. III Anton Soedjarwo Pontianak. Pengambilan data dilakukan dengan pengisian kuesioner online dan wawancara. Analisis data dilakukan secara statistik deskriptif dan inferensial dengan menggunakan uji analisis regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 24,4% perawat mengalami stres kerja dan terdapat hubungan yang signifikan antara beban kerja, ambiguitas peran, hubungan interpersonal, usia, jenis kelamin, masa kerja dengan stres kerja. Pihak rumah sakit Bhayangkara Tk. III Anton Soedjarwo Pontianak diharapkan agar memperhatikan tingkat stres kerja yang dialami perawatnya dan membuat strategi serta tindakan untuk mengendalikan faktor-faktor yang dapat berhubungan stres kerja.

This study aims to analyze the description of work stress and the factors of work-related stress on nurses at Bhayangkara Tk. III Anton Soedjarwo Pontianak in 2022 Hospital. This research uses quantitative research methods with a cross sectional study design approach. The sample of this study were nurses at Bhayangkara Tk. III Anton Soedjarwo Pontianak Hospital. Data were collected by filling out online questionnaires and interviews. Data analysis was carried out by descriptive and inferential statistics using logistic regression analysis. The results showed that as many as 24.4% of nurses experienced work stress and there was a significant relationship between workload, role ambiguity, interpersonal relationships, age, gender, years of employment with work stress. The Bhayangkara Tk. III Anton Soedjarwo Pontianak Hospital is expected to pay attention to the level of work stress experienced by nurses and make strategies and actions to control factors that can relate to work stress."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Piniji Lestari
"Stres merupakan hal yang sudah menjadi fenomena di masyarakat pada saat ini. Stres dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, termasuk pekerjaan. Dalam pekerjaan itu sendiri terdapat istilah yang disebut beban kerja. Dalam penelitian ini, dilakukan pengukuran beban kerja dengan menggunakan metode NASA-TLX dan SWAT. Di sisi lain juga dibuat modifikasi kuesioner stres untuk mengukur tingkat stres pekerja. Kemudian dari kedua hasil tersebut, yaitu pengukuran beban kerja dan stres pekerja dilakukan uji ANOVA untuk mengetahui adanya pengaruh beban kerja NASA-TLX terhadap stres pekerja dan pengaruh beban kerja SWAT terhadap stres pekerja.

Stress is a matter that has become a phenomenon in society at this time. Stress can be caused by a variety of things, including work. In the work itself there is a term called workload. In this study, measurement of workload have been done by using the NASA-TLX and SWAT. On the other side, stress questionnaire modification also made to measure the stress level of workers. Then from the results, that is the measurement of workload and stress workers have been done ANOVA test to determine the influence of workload NASA-TLX on worker stress and the influence of workload SWAT on worker stress."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
T45675
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martha Landauw
"Pendahuluan: Pemilu 2019 di Indonesia merupakan pemilu pertama yang dilaksanakan serentak dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) harus menyelesaikan penghitungan suara di hari yang sama dengan penambahan kertas suara. Keadaan ini menyebabkan petugas KPPS meninggal dan sakit diduga akibat stres dan kelelahan akibat beban kerja yang berlebihan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan respon stres pada petugas KPPS Pemilu 2019.  
Metode: Desain studi potong lintang menggunakan data sekunder dilakukan terhadap masalah yang diteliti meliputi 80 data petugas KPPS di TPS di Jakarta, Banten, dan Yogyakarta. Stresor kerja dan respons stres dinilai dengan NBJSQ bahasa Indonesia. Beberapa model regresi logistik digunakan untuk mengeksplorasi faktor-faktor yang terkait dengan respons stres.
Hasil: Stresor pekerjaan yang paling dirasakan oleh petugas KPPS Pemilu 2019 dalam penelitian ini adalah kelebihan beban kerja kuantitatif (47,5). Respon stres yang paling banyak terjadi pada petugas KPPS Pemilu 2019 dalam penelitian ini adalah kelelahan (17,5%). Tidak ada hubungan antara stresor pekerjaan dan faktor individu dengan respon stres (p>0,05).
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa kelebihan beban kerja kuantitatif merupakan stresor kerja utama di kalangan petugas KPPS pada pemilihan umum 2019. Stresor tersebut dapat memicu kejadian serangan jantung pada individu yang memiliki predisposisi.

Introduction: The 2019 general election in Indonesia was the first general election to be held simultaneously and election officers (KPPS) had to complete the vote count on the same day with additional ballot papers. This situation caused high mortality and morbidity among KPPS officers due to stress and fatigue caused by job overload. This study was aimed to explore the factors related stress response in 2019 election KPPS officers.
Methods: A cross-sectional study design was conducted to the issue under the study included 80 data of KPPS officers at Polling Station (TPS) in Jakarta, Banten, and Yogyakarta. Occupational stressor and stress response was assesed with NBJSQ bahasa Indonesia. Multiple logistic regression models were used to explore factors associated with stress response.
Results: The most perceived occupational stressor experienced by the 2019 General Election KPPS officers in this study were quantitative job overload (47,5%).The stress response that occurred in the 2019 General Election KPPS officers in this study was fatigue (17.5%). There was no relationship between occupational stressor and individual factors with stress response (p>0.05). The stressor can trigger the incidence of heart attacks in predisposed individuals.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Tri Handayani
"Stres kerja merupakan reaksi negatif dari seseorang terhadap tekanan yang dibebankan kepada mereka dari adanya tuntutan, hambatan atau peluang. Burnout syndrome adalah proses yang disebabkan oleh stres pekerjaan yang tidak teratasi sehingga menyebabkan kelelahan emosi, perubahan kepribadian serta penurunan pencapaian pribadi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara tingkat stres kerja dengan Burnout Syndrome juga dapat menjadi pedoman untuk meningkatkan kesehatan jiwa tenaga keperawatan. Metode penelitian menggunakan metode Cross Sectional kepada 165 perawat di RSUD Jati Padang dan Rumah Sakit Fatmawati. Pengukuran tingkat stres kerja dengan menggunakan kuesioner OSI-R (Occupational Stres Inventory-Revised) dan Burnout Syndrome diukur dengan kuesioner MBI-HSS (Maslach Burnout Inventory-Human Service Survey). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perawat termasuk dalam tingkat stress kerja sedang dan Burnout Syndrome sedang. Uji korelasi antara tingkat stres kerja dengan Burnout Syndrome diukur menggunakan uji Chi Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan (p 0,001 < ɑ). Hasil ini menunjukkan bahwa jika tingkat stres kerja semakin tinggi, maka perawat mengalami burnout syndrome tinggi juga, begitu pula sebaliknya. Peneliti selanjutnya dapat menganalisa setiap komponen stres kerja dan Burnout Syndrome, serta mengindentifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi stres kerja dan juga Burnout Syndrome.

Job stress is a negative reaction from a person to the pressure imposed on them from demands, obstacles, or opportunities. Burnout syndrome is a process caused by unresolved work stress that causes emotional exhaustion, personality changes, and decreased personal achievement. This study aims to obtain an overview of the relationship between work stress levels and Burnout Syndrome which can also be a guide for improving the mental health of nursing staff. The research method used the Cross-Sectional method to 165 nurses at Jati Padang Hospital and Fatmawati Hospital. Measurement of work stress level using the OSI-R (Occupational Stress Inventory-Revised) questionnaire and Burnout Syndrome measured by the MBI-HSS (Maslach Burnout Inventory-Human Service Survey) questionnaire. The results showed that most of the nurses included in the level of moderate work stress and moderate Burnout Syndrome. The correlation test between the level of work stress and Burnout Syndrome measured using the Chi-Square test showed that there was a significant relationship (p 0.001 < ɑ). These results indicate that if the level of work stress is higher, then nurses experience high burnout syndrome as well, and vice versa. The next researcher can analyze each component of work stress and Burnout Syndrome, and identify the factors that cause."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lolyta Aditya Puteri
"ABSTRAK
Penelitian ini dilatar belakangi karena stres kerja telah menjadi perhatian lama dari industri perawatan kesehatan. Pekerjaan petugas kesehatan dalam pelayanan di suatu organisasi kesehatan seperti rumah sakit dapat dianggap sebagai salah satu profesi yang paling stres karena menghasilkan efek negatif seperti kelelahan, absensi, niat karyawan untuk meninggalkan pekerjaannya, mengurangi kepuasan pasien, dan kesalahan diagnosis atau pengobatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sumber stres utama yang berhubungan dengan pekerjaan serta mengetahui perbedaan tingkat stres kerja di antara tiga divisi yaitu medis, penunjang medis dan penunjang umum. Alat ukur stres kerja yang digunakan yaitu Job Stress Survey (JSS). Penelitian ini mengambil sebuah studi kasus pada Rumah Sakit Grha Permata Ibu Depok. Responden penelitian ini berjumlah 181 orang karyawandariRumah Sakit Grha Permata Ibu Depok. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif, serta analisis data dilakukan dengan uji beda Analysis of Variance (ANOVA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat stres berdasarkan skala severity, akan tetapi pada skala frequency dan index tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada indikator job pressure dan lack of organizational support sedangkan pada indikator job stres dikedua skala tersebut terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat stres antar tiga divisi medis, penunjang medis, penunjang umum.

ABSTRACT
The background of this research because of work stress has been a long concern of the health care industry. Employment in the service of health workers in a health organization such as a hospital can be considered as one of the most stressful professions because it produces negative effects such as fatigue, absenteeism, employee intent to leave his job, reduced patient satisfaction, and fault diagnosis or treatment. The purpose of this study was to determine the main source of stress associated with the job as well as knowing the difference between the level of work stress in three divisions, that is medical, medical support and general support. Work stress measuring instrument used Job Stress Survey (JSS). This research takes a case study at the Grha Permata Ibu Hospital, Depok. The numbered of respondents is 181 employees of the Grha Permata Ibu Hospital, Depok. The design research is quantitative descriptive, and the data analysis do by different test of Analysis of Variance (ANOVA). The results showed that there are significant differences on the level of stress based on scale of severity, but on a scale of frequency and the index there are no significant differences in indicators of job pressure and lack of organizational support, while the indicator of job stress in both scale are significant differences on the level stress among three divisions medical, medical support, general support.
"
2016
S64073
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfia Dyah Ayu Swastika
"Perusahaan startup saat ini banyak diminati oleh generasi milenial Indonesia. Dibalik sisi positif bekerja di perusahaan startup, juga terdapat dampak negatif yang disebabkan tingginya tekanan kerja dan banyaknya tugas yang mengakibatkan menurunnya kualitas tidur. Memiliki perceived social support yang baik dapat membantu menjaga dampak stres kerja terhadap kualitas tidur. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh moderasi perceived social support terhadap hubungan stres kerja dan kualitas tidur pekerja perusahaan startup. Kualitas tidur diukur dengan PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index), stres kerja diukur dengan JSS (Job Stress Survey) dan perceived social support diukur dengan MSPSS (Multidimensional Scale of Perceived Social Support). Hasil penelitian menemukan model statistik signifikan (p<0,05) dengan 27,61% skor kualitas tidur dijelaskan oleh stres kerja dan perceived social support. Stres kerja (β=0,1558, t(143), p<0,05) dan perceived social support (β=-0,0800, t(143), p<0,05) mempengaruhi kualitas tidur pekerja perusahaan startup secara signifikan. Namun, Perceived social support tidak dapat memoderatori hubungan stres kerja dan kualitas tidur (β=0,0036, t(143), p>0,05). Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan penelitian gagal membuktikan hipotesis utama, seperti sistem bekerja di rumah dan stres yang diakibatkan kecemasan saat pandemi

Startup companies currently preferred by Indonesian millennials. Beside all the upsides of working in a startup company, there are also the downsides, such as job stress caused by lot of tasks and working ambiguity which can lead to poor sleep quality. One of the things that can help maintain effect of job stress to sleep quality is perceived social support. This research is aimed to assess the effect of perceived social support moderation to job stress and sleep quality in startup employees. Sleep quality was assessed with PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index), job stress was assessed with JSS (Job Stress Survey) and perceived social support was assessed with MSPSS (Multidimensional Scale of Perceived Social Support). This research found a statistically significant model (p<0.05) with sleep quality score of 27,61% explained with job stress and perceived social support. Job stress (β=0,1558, t(143), p<0,05) and perceived social support (β=-0,0800, t(143), p<0,05) affected sleep quality of startup employees significantly. However, perceived social support could not moderate job stress and sleep quality (β=0,0036, t(143), p>0,05). There were few things that made this research fail to prove alternative hypotheses, i.e., work from home system and stress due anxiety during pandemic.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jurika Chrisna
"Latar belakang dan tujuan.
Abortus spontan merupakan salah satu masalah kesehatan reproduksi yang cukup mempengaruhi kondisi fisik dan psikis pekerja di PT.X, Tangerang. Selama kurun waktu tahun 2000 - 2003 ditemukan sebanyak 14.67% sampai 20.33% kasus per tahunnya. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai abortus spontan yang terjadi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, khususnya stresor dan stres kerja.
Metode.
Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol, pada 300 orang pekerja perempuan di unit produksi sebuah pabrik sepatu olah raga di Tangerang. Kasus adalah subyek yang pernah hamil dan mengalami abortus spontan selama kurun waktu tahun 2000 - 2003. Kontrol adalah subyek yang pernah hamil namun tidak pernah mengalami abortus spontan selama kurun waktu yang sama. Kelompok kasus dan kontrol diambil dari departemen yang sama, dengan perbandingan 1 kasus dipadankan dengan 2 kontrol. Kasus dan kontrol didapatkan dari data kesakitan pada perusahaan tersebut. Instrumen pengukuran stresor kerja menggunakan Survei Diagnostik Stres dan SCL-90 (Symptom Check List) untuk mengukur adanya kelainan psikopatologi/stres kerja.
Hasil dan kesimpulan.
Stresor kerja yang dominan terjadi pada pekerja di perusahaan sepatu ini tersebut adalah beban kerja kualitatif berlebih. Ada hubungan yang bermakna antara keenam jenis stresor kerja dengan terjadinya abortus spontan (OR 2.45 - 4.68) dan kelainan psikopatologis (OR 1.91 - 2.56). Namun tidak ditemukan keterkaitan antara kelainan psikopatologis/stres kerja dengan terjadinya abortus spontan.

Analysis of the relationship between occupational stress and spontaneous abortion among of footwear factory employees at PT: X in Tangerang (thesis). Jakarta: University ofBackground and objectives. Spontaneous abortion is one of reproductive heath problem which influence physical and psychological condition among female workers at sport shoes PT. X, Tangerang. The incidence is 14.67 % - 20.33% per year of pregnancy on 2000 -2004 The objective of this study is to get overview about the case and influence factors, especially about stressor and occupational stress
Methods. This research use case-control study design at 300 female workers at production unit in a spar/shoe factory in Tangerang. Case is subject which have pregnant and spontaneous abortion during 2000 -- 2003. Control is subject which have pregnant but have never got spontaneous abortion at the same time. Group of cases and control taken from a same department, 1 case compared with 2 controls. Both of group taken from company morbidity data. Measurement instrument of occupational stressor used Diagnostic Stress Survey and SCL (Symptom Check List) for identified occupational stress/psychopathological disorders.
Result and conclusion. Qualitative over workload is the most of occupational stressor which happened among workers. There was a relationship between occupational stressor with spontaneous abortion (OR 2.45 - 4.68) and psychopathologic disorders (OR 1.91 - 2.56). But there is no relationship between psychopathologic disorders/occupational stress with spontaneous abortion).
"
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T13624
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Purnama
"Stress kerja kerap menjangkiti banyak pihak di tempat kerja. Dari sejumlah penjelasan para ahli, stress kerja ini bisa menimbulkan dampak baik (eustress), tetapi sekaligus buruk (distress) bagi yang bersangkutan dan bagi organisasi atau perusahaan. Orang yang terkena stres kerja cenderung jadi tidak produktif, tidak tertantang untuk menunjukan kehebatannya, secara tidak sadar malah menujukan kebodohannya, bermalas malasan, tidak efektif dan tidak efisien, Secara kalkulasi manajemen tentunya ini merugikan organisasi atau perusahaan, apalagi jika pekerja yang terkena stress kerja ini jumlahnya banyak.
PT.TI adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang industry Farmasi, dengan Kantor pusat terletak di Jakarta Pusat, Produk yang dihasilkan oleh PT.TI di pasarkan oleh para medical representative yang merupakan ujung tombak perusahaan. Sebagai ujung tombak perusahaan para medical representative PT. TI di wilayah Jakarta Barat kerap mengalami stressor yang tinggi sehingga timbul stress kerja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengekplorasi secara mendalam tentang faktor risiko stress kerja pada medical Representative PT. TI di Jakarta Barat tahun 2013, dengan menggunakan metode kualitatif. Dari hasil penelitian didapatkan karakteristik faktor individu, faktor organisasi dan faktor ekstraorganisasi sebagai stressor stress kerja pada medical representative PT.TI di Jakarta Barat.

Job stress is often affects to many people in the workplace. Explanations from the experts, job stress can lead to better effect (eustress), but also bad (distress) for the concerned and for the organization or company. People affected by job stress tend to be non-productive, does not challenged to show his prowess, even unconsciously attribute stupidity, laze lazy, ineffective and inefficient, in calculation of course management is detrimental to the organization or company, especially if workers are exposed to stress this job.
PT.TI is a company engaged in the Pharmaceutical industry, with the headquarters located in Central Jakarta, products produced by PT.TI marketed by the medical representative who is spearheading the company. As the spearhead of the medical representative company PT. TI in West Jakarta often experience a high stressor causing job stress.
This study aims to explore in depth about the risk factors of work stress on Medical Representative PT. TI in West Jakarta in 2013, using qualitative methods. From the results, the characteristics of the individual factors, organizational factors and factors ekstraorganisasi as stressors on job stress PT.TI on medical representative in West Jakarta.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>