Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17438 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yorita L.S. Bernadetta
"Pasca Reformasi 1998 stasiun-stasiun televisi bermunculan di Indonesia. Mereka bersaing untuk dapat tetap eksis. Maraknya program-program bertema kriminalitas di sejumlah besar stasiun televisi swasta nasional telah menciptakan suatu keadaan yang memprihatinkan bagi dinamika perkembangan pertelevisian Indonesia itu sendiri. Kritikan demi kritikan dilontarkan berbagai kalangan terhadap maraknya tayangan kriminalitas yang selalu hadir di ruang-ruang keluarga. Ironisnya, walaupun banyak pandangan yang tidak setuju dengan hadirnya berbagai bentuk tayangan kriminalitas, pada kenyataannya tayangan seperti itu terus berkembang dengan berbagai bentuknya. TV7 sebagai pendatang baru dalam industri televisi swasta tidak mau ketinggalan dalam memproduksi dan mendistribusikan (praktek komodifikasi) program sejenis, yang disebut dengan Tajuk Kriminal dan Perkotaan (TKP) yang saat ini dihadirkan setiap hari dua kali sehari dalam satu minggu (kecuali hari Sabtu hanya satu kali, yaitu pada siang hari).
Fokus tesis ini adalah berusaha menjelaskan bagaimana TV7 mengemas berita kriminalitas dalam program TKP, menggambarkan banyaknya pendapatan yang diperoleh stasiun televisi TV7 melalui tayangan TKP, menggambarkan audience profile tayangan TKP Siang, TKP Sore maupun TKP Malam dan mengevaluasi atau mengkritisi tanggungjawab sosial TV7 terhadap khalayaknya melalui tayangan kriminalitas TKP.
Dalam mengkritisi fenomena program bertema kriminalitas, tesis ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan paradigma kritis
dan bersifat deskriptif. Sementara metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan melalui studi literatur (kepustakaan), wawancara mendalam terhadap sejumlah narasumber yang berkompeten di TV7, serta melakukan observasi langsung terhadap tayangan program TKP tersebut.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa dengan semakin ketatnya persaingan antar industri televisi swasta di Indonesia saat ini, dimana seluruh stasiun televisi swasta nasional yang ada menayangkan program kriminalitas, mendorong para pengelola stasiun televisi untuk menciptakan peluang bisnis tertentu dengan menciptakan strategi programming yang disukai khalayak. Industri televisi adalah sebuah industri yang modalnya sangat besar, otomatis juga membutuhkan biaya operasional yang tidak sedikit, oleh sebab itu para pengelola stasiun televisi berusaha untuk mendapatkan keuntungan dengan menjual program yang "disukai" penonton dan seolah "memaksa? mereka untuk berargumentasi bahwa selama pemirsa dan. pengikian menyukai tayangan bertema kriminalitas ini, maka selama itu pula mereka akan memproduksi dan menayangkan (mendistribusikan) ke layar kaca pemirsa.
Bukti yang ditemukan juga menunjukkan bahwa membanjirnya iklan ke progam TKP mendorong managemen TV7 untuk terus menambah frekuensi penayangannya, dari yang semula sekali dalam satu hari menjadi dua kali dalam satu hari dalam seminggu. Ironisnya, program yang semula diklaim memiliki ciri khas karena ada segmentasi untuk iklan layanan masyarakat dalam program sore/malam hari ternyata dalam perjalanannya tak lebih dari sekedar bagian dari tekno kapitalis.
Implikasi hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa studi terhadap masalah-masalah isi program televisi bagi pemirsanya, khususnya studi ekonomi-politik yang terkait dengan komodifikasi program kriminalitas di televisi swasta, pada dasarnya perlu dikaji lebih lanjut secara kritis dan holistik dengan menyertakan dua entry point lainnya, yaitu spasialisasi dan strukturasi."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22181
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Kartikawati
"Selaras dengan maraknya perkembangan acara-acara televisi untuk menjaring para bintang baru telah menjadi suatu fenomena yang menarik didunia hiburan tidak hanya dari banyaknya peminat dan konsumen yang menikmati tetapi juga telah membuat suatu tambang emas bagi media-media yang mempopulerkannya termasuk disini adalah media cetak. Fenomena AFI yang awalnya diproduksi Indosiar akhirnya menarik minat Tabloid Gaul sebagai anak perusahaan Indosiar untuk memberitakan berbagai berita tentang para bintang AFI beserta gaya hidupnya.
Menyikapi kemunculan fenomena pemilihan para bintang AFI tersebut yang ternyata sebagai pengerukan keuntungan bagi media yang meliputnya maka peneliti terdorong untuk melakukan penelitian tentang mengapa Tabloid Gaul melakukan komodifikasi atas gaya hidup para bintang AFI tersebut dan ada tidaknya eksploitasi atas mereka dan juga pertimbangan-pertimbangan ekonomi politik serta landasan ideologis yang menjadi latar belakang komodifikasi tersebut.
Merujuk ke-concern-an tesis ini yaitu berusaha membongkar praktik-praktik komodifikasi dalam perspektif ekonomi politik media komunikasi media dan mencoba mengungkap motiftersembunyi dibalik itu semua.
Penelitian ini dilakukan dengan analisis wacana dari Norman Fairclough untuk melihat mengapa Tabloid Gaul melakukan komodifikasi gaya hidup para bintang AFI (Akademi Fantasi Indosiar) ini. Bagi Fairclough suatu teks yang diproduksi dan dikonsumsi tidak terlepas dari faktor praktek-praktek wacana ( discourse practice) yang menjadi mediasi antara teks itu sendiri dengan praktek sosiokultural(sociocultural practice). Pendekatan framing analysis dari Gamson dan Modigliani, pada level teks dipilih mengingat penulis yakin bahwa dengan adanya representasi makna dalam teks di Tabloid Gaul dapat menimbulkan wacana menarik tentang munculnya komodifikasi gaya hidup pars bintang API tersebut apabila dikaji dari sudut komunikasi.
Berdasarkan temuan data penelitian antara lain berisi bahwa, Pertama komodifikasi yang dilakukan Tabloid Gaul terhadap para bintang terutama para bintang AFI (Akademi Fantasi Indosiar sesungguhnya merupakan fenomena industri media sebagai industri bisnis yang berorientasi pada keuntungan. Kedua, upaya keras dari para bintang AFI sendiri dalam mempertahankan kepopuleran atas nama identitas yang telah diperoleh untuk dapat terus digunakan ataupun laku dipasar tetap saja melanggengkan adanya eksploitasi atas diri mereka untuk terus bertahan dalam dunia hiburan yang terus bergerak dengan penuh persaingan. Apa yang ditampilkan media juga telah melanggengkan banalitas media dimana para artis dan para bintang dikupas demi keuntungan semata. Ada kepentingan ekonomi politik yang dilakukan oleh para pemilik modal yang mendominasi yang notabene adalah sebuah kekuatan bisnis besar yang kuat di bidang media yaitu dari kelompok Salim Group sebagai pemilik Indosiar dengan anak perusahaan Tabloid Gaul ini, Ketiga, landasan ideologis yang mendasarinya tentu saja adalah landasan ideologi pasar yang mendasarkan pada logika M-C-M (Money-Commodities-Mare Money) sebagai kepentingan utama. sehingga Tabloid Gaul apabila dipandang dari sudut pandangan kritis dapat dilihat sebagai suatu yang lahir dari adanya dominasi atas kelompok yang satu terhadap kelompok yang lain yaitu adanya kekontrolan demi keuntungan dan menjadi agen kapitalis.
Implikasi hasil penelitian ini nantinya dapat memperkaya studi-studi kajian kritikal dengan ekonomi politik media yaitu komodifikasi dengan menyertakan secara lengkap dua enlrypoint Masco yaitu strukturasi dan spasialisasi untuk membedah sejumlah fenomena yang berkaitan dengan bintang dan gaya hidupnya. Sehingga untuk masa mendatang media dapat dirnanfaatkan secara maksimal tidak hanya sisi komersialisasi belaka dengan star fetihism dapat dikurangi dan para khalayak akan lebih merasakan manfaatnya."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noverio Cesar
"ABSTRACT
Kawasan Ekonomi Khusus KEK dipandang sebagai sebuah instrumen yang efektif untuk menarik investasi asing langsung. Implementasi KEK di Indonesia menghadapi berbagai macam permasalahan. Untuk memastikan bahwa KEK yang dimilikinya kompetitif, Indonesia harus belajar dari negara tetangga yang juga merupakan kompetitor, seperti Vietnam dan Thailand. Vietnam sudah berhasil menarik investasi asing langsung melalui implementasi KEK. Vietnam mencatatkan pertumbuhan investasi asing lansung tahunan tertinggi di antara negara-negara Asia Timur pada 1980-2013 dan menjadi penerima investasi asing langsung terbesar di Asia. Di sisi lain, Thailand berhasil menjadi pusat dari manufaktur kelas dunia melalui implementasi KEK. Tujuan dari riset ini adalah untuk mengetahui bagaimana Vietnam dan Thailand mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus ditinjau dari beberapa faktor, yaitu kondisi ekonomi politik, kebijakan industrialisasi, pelayanan investasi, pertumbuhan Kawasan Ekonomi Khusus, partisipasi dalam rantai nilai global, dan industri hijau.

ABSTRACT
Special Economic Zone SEZ is perceived as an effective instrument in attracting FDI. The development of SEZs in Indonesia has been facing a wide range of problems. To ensure its SEZs rsquo competitiveness, it is important for Indonesia to learn from its competitive neighboring countries, such as Vietnam and Thailand in developing SEZs. Vietnam has been successfully attracting foreign direct investment through the implementation of SEZs. It recorded the highest annual growth rate of net inflows of FDI, as percentage to GDP among other East Asia countries in 1980 2013 and being the largest FDI recipient in Asia. On the other hand, Thailand is becoming the center of world class manufacturing through the development of SEZs. This qualitative study aims to discover how Vietnam and Thailand develops its SEZs by looking at several factors, such as political economy landscape, industrial policy, investment services, growth of SEZs, global value chain participation, and green industrialization. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Komalasari
"ABSTRAK
The representation of womens interest through women Members of Parliament (MPs) is achieved if there is a connection between constituents and parliamentarians. In order to be able to establish cooperation, it requires a deep understanding of their behavior. This study reveals the variety of relationships and political economic affiliations that surround women MPs. The relationship has been built since the nomination period to become a member of parliament, which in turn raises various interests and pressures that women parliamentarians must respond to. By understanding the various interests and pressures faced by women MPs, civil society can design action plans that trigger positive responses so as to minimize the potential risks."
Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2019
305 JP 24:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Zainuddin Djafar
Jakarta: UI-Press, 2012
338.960 ZAI p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Syahrul Salam
"Jepang dan China saat ini dikenal sebagai dua negara yang memiliki pengaruh yang cukup besar di kawasan Asia Tenggara. Hal ini terlihat dari dinamika dan pola hubungan yang dibangun oleh China dan Jepang di ASEAN. Bagi Jepang sendiri, pola dan perannyy di ASEAN telah dijalin dalam waktu yang cukup lama, yakni semenjak tahun 1977. Dalam dua dekade, eksistensi dan peran Jepang di ASEAN terlihat sangat bpsar khususnya dalam peran-peran ekonomi dan juga politik. Sementara pola hubungan yang dibangun China dengan ASEAN barn secara formal dijalin pada awal tahun 1990an.
Pola hubungan dan peran strategis Jepang di ASEAN semakin terlihat ketika periode 1980an sampai awal tahun 1990an perekonornian negara-negara ASEAN terns mengalami pertumbuhan mengitu trend yang dijuluki dengan istilah the flying geese, teori angsa terbang dimana Jepang didalamnya memilnpin pertumbuhan dan kebangkitan perekonornian kawasan. Peran Jepang dalam pembangunan ASEAN yang paling menonjol adalah pada sumbangsih FDI, ODA dan juga perdagangan. Ketika periode krisis melanda ASEAN termasuk dalam hal ini adalah negara-negara Asia Timur, keberadaan dan peran Jepang di ASEAN dalam aspek ekonomi politik mengalami gangguan produktifltas.
Sementara itu, peran dan pola hubungan yang dibangun oleh Chlna dengan ASEAN terns mengalami kemajuan walaupun secara formal bare dimulai sekitar tahun 1991. Dalarn item hubungan dagang dan juga inisiasi kerjasama ASEAN China jugs menunjukan tree peningkatan. Ketika periode krisis melanda Asia, eksistensi China relatif cult-up bertahan dan kebal sehingga poly hubungan dan peran-peran ekonomi politiknya dengan ASEAN pun terns mengalamu peningkatan.
Dengan temuan seperti disebutkan di Was, tesis ini memunculkan satu pokok persoalan yakni apakah kehadiran China di ASEAN telah mengancam dominasi ekonomi politik Jepang di ASEAN khususnya periode pasca krisis yakni tahun 1999-2004. Untuk menganalisa sekaligus menjawab pertanyaan penelitian dalam permasalahan tesis, penulis menggunakan beberapa pendeltatan atau teori terkait seperti national interest, neo realis dan juga open regionalism.
Analisa dalam tesis ini menemukan beberapa poin panting; pertama bahwa peran Jepang di ASEAN pasca krisis mengalami fluktuasi dan dalam beberapa hal peran Jepang terlihat menurun. Kedua, Jepang sangat khawatir melihat China yang secara produktif terus berperan aktif dengan ASEAN. Hal ini karena kebangkitan dan pertumbuhan ekonomi China terus meningkatkan eskpansi dan kemitraan dengan negara-negara kawasan khususnya ASEAN.
Pada akhirnya, penulis menemukan beberapa hal terkait dengan ancaman China terhadap dominasi ekonomi politik Jepang di ASEAN. Pertama, periode pasca krisis peran dominasi keperuimpinan ekonomi politik Jepang di ASEAN mulai bergeser, akibat munculnya China dengan pengaruhnya yang prestisius dalam bidang ekonomi dan politik dan railiter. Kedua, peran dan dominasi ekonom politik Jepang di ASEAN yang mengalami pergeseran juga menyebabkan berkurangnya kontrol Jepang teradap pembarxgunan ekonomi politik di ASEAN. Ketiga, menguatnya trend regionalisme di Asia Timur dalam wujud FTA ASEAN China, telah meiahirkan satu bentuk potensi yang sangat besar yakni new emerging market dan keempat, trend China yang secara ekonomi politik terns mengalami peuguatan, berpotensi secara langsung mengancain keberadaan Jepang dalam kepemimpinan kawasan dan, kelima adalah kebangkitan ekonomi politik China telah berakibat secara langsung pada peningkatan alokasi anggaran militer tiap tahunnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21710
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Pratiwi
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19229
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasha
"Studi ini mempelajari tentang hubungan kausalitas antara koalisi mayoritas dan batu bara. Guna mendapatkan gambaran secara menyeluruh, kami melakukan analisis dengan menggunakan pendekatan text mining dan kuantitatif. Dalam hal ini, penggunaan metode text mining diperlukan guna menjelaskan fenomena pada metode kuantitatif. Perlakuan ini kami uji coba pada dua data set, yaitu data set ringkasan rapat DPR RI pada media daring (WikiDPR, Parlementaria Terkini, dan Tempo.co) dan data set ekspor batu bara dan koalisi mayoritas pada tingkatan DPRD RI (Data Bea Cukai Kemenkeu RI, Pemilu 2014-2019, dan BPS). Hipotesis yang kami bangun adalah penurunan volume ekspor batu bara ketika koalisi terbentuk. Studi ini berangkat dengan motivasi tunnelling effect (deduktif – induktif), yaitu pengukuran dampak dari kebijakan yang dihasilkan secara nasional (DPR RI) pada implementasi di tingkat provinsi (DPRD RI). Kami menggunakan metode Text Mining, Sentiment Analysis, dan Discourse Network Analysis untuk pendekatan text mining. Sementara itu, kami menggunakan Regression Discontinuity Design pada pendekatan kuantitatif. Studi ini menemukan adanya hubungan negatif, yaitu koalisi mayoritas tingkat DPRD RI tidak menurunkan volume ekspor batu bara. Temuan ini sejalan dengan hasil yang didapatkan pada pendekatan text mining, yaitu intensi yang dibangun oleh legislator di DPR RI yang mengerucut pada isu-isu perluasan lahan tambang pada tingkat daerah

This study investigates the causal relationship between majority coalition and coal. To obtain a complete picture, we conducted an analysis using both text mining and quantitative approaches. In this stance, the usage of text mining analysis is to explain pattern or phenomenon resulting in quantitative analysis. We use the method onto two datasets: published and open-source meeting summary text data from DPR RI on online media from 2014 to 2020 (WikiDPR, Parlementaria Terkini, and Tempo.co) also the coal export and coalition datasets of the DPRD RI from 2015 to 2021 (Customs Data of the Ministry of Finance of the Republic of Indonesia, General Commission of Election, and Statistics Indonesia). According to our hypothesis, when a coalition is formed, the volume of coal exported decreases. This study begins with the motivation of tunneling effects (deductive – inductive) on economic policy utilization, with the goal of determining the impact of national-level policies (DPR RI) to its provincial implementation (DPRD RI). We employ Text Mining, Sentiment Analysis, and Discourse Network Analysis in our text mining methods. Furthermore, we employ the Regression Discontinuity Design on a quantitative level. According to the findings of this study, the majority coalition in DPRD RI did not reduce the volume of coal exports. This finding is consistent with the findings of the text mining approach, in which we discovered that the type of discussion or conversation built by the legislator in the DPR RI was focused on the expansion of mining/smelter development also augmentation of production-distribution chain in the local area"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Findi Alexandi
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh terjadinya pengalihan penguasaan pengelolaan komoditas tepung terigu dari negara kepada swasta pascaliberalisasi pangan, yaitu dari Bulog kepada Bogasari Flour Mills. Saat ini, komoditas tepung terigu di Indonesia tidak hanya berfungsi sebagai komoditas pangan, tetapi juga berfungsi sebagai komoditas politik (political goods), dimana harga dan ketersediaannya dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Sebagai pijakan teoritis, penelitian ini menggunakan teori Negara Birokratik Otoriter dari Guillermo O?Donnel, teori Persekutuan Segitiga (Triple Alliance Theory) antara Negara, Burjuasi Nasional dan Modal Asing dari Peter Evans. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, sedangkan teknik analitis data menggunakan deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, penelusuran terhadap dokumen resmi negara seperti Undang-Undang No. 5 tentang 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Keppres No. 19 Tahun 1998 tentang Liberalisasi Pangan, Peraturan Menteri Perindustrian, Peraturan Menteri Perdagangan, Peraturan Menteri Keuangan dan wawancara mendalam dengan anggota KPPU.
Temuan di lapangan menunjukkan bahwa pascaliberalisasi pangan, terjadi konflik dan tarik-menarik kepentingan antarlembaga negara, yaitu antara Bappenas dengan Depperindag menyangkut penetapan BMAD (Bea Masuk Anti Dumping) bagi tepung terigu impor. Bappenas berargumen bahwa penetapan BMAD hanya akan menguntungkan produsen dominan yaitu Bogasari Flour Mills. Sedangkan menurut pihak Depperindag, penetapan BMAD dilakukan untuk melindungi produsen beskala kecil. Selanjutnya terjadi konflik kepentingan terjadi antara KPPU dengan Depperindag menyangkut penerapan SNI Secara Wajib Tepung Terigu. KPPU berpendapat penetapan SNI secara wajib merupakan bentuk hambatan masuk (barrier to entry) bagi tepung terigu impor. Sedangkan menurut Depperindag, kebijakan SNI wajib pada tepung terigu ditujukan untuk menjaga kualitas tepung terigu sebagai bahan pangan.
Implikasi teoritis menujukkan bahwa teori persekutuan segitiga antara negara dan burjuasi nasional dari Peter Evans masih berlaku dan relevan dalam pengelolaan industri tepung terigu pada era reformasi di Indonesia. Persekutuan antara Departemen Perindustrian dengan APTINDO, atau Persekutuan antara Departemen Perdagangan dengan Bogasari Flour Mills, terjadi dalam pengelolaan industri tepung terigu di Indonesia, meskipun melalui negosiasi politik dan konflik kepentingan. Intervensi negara melalui kebijakan penerapan SNI dan BMAD, maupun penanggungan PPN impor gandum oleh Departemen Keuangan, ditujukan untuk melindungi industri tepung terigu nasional dan memperkuat program ketahanan pangan nasional. Intervensi negara dalam stabilisasi harga empat bahan pangan pokok termasuk tepung terigu, dapat dijadikan sebagai alat politik APTINDO dan Bogasari Flour Mills dalam menekan pemerintah.

This research of background by transfer of power of managing wheat flour commodities from state to corporate, from Bulog to Bogasari Flour Mills after food liberalitation. Now, wheat flour commodities just not food commodities, but as a political goods, where rate of its prices and supplies can pressure the government. As theoretical stepping, this research use Authoritarian Bureaucratic State from Guillermo O?Donnel and Triple Alliance Theory between State, Local Capitalist and International Capitalist from Peter Evans. Research use the qualitative methode, is while technique analysis the data use analytical descriptive. Technique data collecting by library studies, searching document of states like Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 about Antimonopoly or Competition Policy, Keppres No. 19 Tahun 1998 about Food Liberalitation, Regulation from Ministry of Industry, Ministry of Trade, Ministry of Finance and interdepth interview with members of KPPU.
Research result indicate that after food liberalitation, there were conflicts of interest on state institution, the conflict between Bappenas with Depperindag about BMAD for wheat flour imported. Bappenas argue that BMAD just give a privilege for dominant firm like Bogasari Flour Mills. But Depperindag claimed that BMAD would protect the fringe firms. The next conflict between KPPU with Depperindag about SNI policy for wheat flour mills industries. KPPU argued SNI as a barrier to entry for wheat flour imported. But Depperindag claimed that SNI policy to wheat flour mills industries made to protect quality of wheat flour as food commodities.
Theory implication show that Triple Alliance Theory especially between State and Local Capitalist is relevan in managing wheat flour mills industry in Indonesia. Cooporation between Departement of Industry with APTINDO, or cooporation between Departement of Trade with Bogasari Flour Mills is a real fenomena in wheat flour industry in Indonesia, although with political negotiation dan conflict of interests. State intervention with SNI and BMAD policies, or handle of Value Added Tax policies for wheat imported by Departemen of Finance indicated to protect national wheat flour industries and support food security programe. State intervention on price stabilitation of four food commodities include wheat flour, can used as political tools by APTINDO and Bogasari Flour Mills to pressure the government."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
D888
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Vania Sapphira
"ABSTRAK
Global City merupakan salah satu bukti bahwa terdapat perkembangan isu kemunculan aktor internasional non-negara dalam kajian studi Hubungan Internasional. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis berbagai faktor yang mendorong Kota Hangzhou mampu mencapai predikat Global City. Dipilihnya Kota Hangzhou sebagai salah satu contoh kota yang mampu menggambarkan fenomena Global City saat ini karena penulis memiliki tujuan untuk melihat perkembangan Global City di negara berkembang dan kota lapis kedua. Dalam melakukan analisis, penulis menggunakan kerangka kerja analisis entrepreneurial city dan dibantu dengan pemahaman konsep diplomasi kota. Berdasarkan analisis yang dilakukan menggunakan kerangka kerja analisis tersebut, penulis menemukan bahwa faktor internal dan eksternal yang berperan dalam meningkatkan daya saing Kota Hangzhou saling bersinergi dan memengaruhi satu sama lain. Hal penting yang dapat dipelajari dari berkembangnya Global City di Cina khususnya di Kota Hangzhou adalah faktor historis Cina pada masa proses keterbukaan menjadi dasar kuat kota-kota mereka untuk beradaptasi terhadap perkembangan. Secara umum tulisan ini menyimpulkan bahwa tidak ada karakteristik tunggal yang mampu menggambarkan Global City yang berkembang di seluruh kota-kota di dunia. Tren yang terjadi dalam isu perkembangan Global City saat ini telah menggambarkan bahwa Global City tidak lagi menjadi status yang otomatis melekat pada kota-kota di negara besar seperti apa yang dipahami oleh kota-kota di negara Barat. Namun, saat ini kota-kota lapis kedua di negara berkembang pun mampu bergerak ke arah integrasi perekonomian global dan memiliki peran dalam dinamika ekonomi politik global.

ABSTRACT
Global City is one proof that the emergence of non-state international actors is one of the most discussed issue in the study of International Relations. Hangzhou City is one of the cities that characterized the development of the Global City issue nowadays. This paper aims to analyze various factors that have encouraged Hangzhou City to achieve the Global City status to explain the development of Global City issue in developing countries and second tier cities. In conducting the analysis in this paper, the author uses Entrepreneurial City as a framework thinking and assisted by understanding the concept of City Diplomacy. Based on the analysis carried out using the analytical framework, the authors found that internal and external factors in increasing the competitiveness of Hangzhou City work together and influence each other. The important thing that can be learned from the development of Global City issue in China, especially in Hangzhou City, is that China's historical factors in the process of openness have become a strong foundation for their cities to adapt to development. In general, this paper concludes that there is no single characteristic can describe Global City that develops in all cities in the world. Current trends in the issue of Global City have illustrated that Global City is no longer a status that automatically attached to cities in big countries as what is understood by cities in Western countries. However, nowadays the second tier cities in developing countries are able to move towards global economic integration and have a role in the dynamics of the global political economy."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>