Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115294 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zainul Hidayat
"Tujuan pembangunan nasional di Indonesia adalah terciptanya masyarakat yang utuh dan berkualitas. Pada tahun 2005 kualitas penduduk Indonesia berdasarkan indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berada pada urutan ke 110 dari 174 nega-negara di dunia. Rendahnya IPM antara lain disebabkan rendahnya status gizi dan kesehatan masyarakat. Status gizi dan kesehatan masyarakat. Lebih dari 50 persen penduduk Indonesia mengalami kekurangan gizi. Permasalahan kekurangan gizi seringkali dikesampingkan dan dilupakan. Padahal kekurangan gizi dalam siklus kehidupan dapat berakibat pada kematian bayi, kematian balita, kematian ibu dan rendahnya angka harapan hidup.
Kesehatan balita merupakan salah satu indikator penting dalam kualitas hidup di negara-negara berkembang. Faktor mempengaruhi status kesehatan balita adalah kesehatan dan asupan gizi, kesehatan lingkungan sekitar dan kesehatan bawaan anak. Karena itu, penelitian tentang status gizi balita masih tetap memiliki relevan dan sangat diharapkan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui determinan asupan gizi dan kesehatan rumah tangga serta pengaruhnya terhadap status gizi balita di Indonesia. Penelitian menggunakan data Susenas 2004 kor dan modul kesehatan. Sampel yang digunakan mencakup rumah tangga yang memiliki balita. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumiah 10.314 rumah tangga dan balita. Metode analisis untuk menjelaskan faktor yang mempengaruhi status gizi balita adalah metode Two Stage Least Square (TSLS).
Asupan gizi rumah tangga selain dipengaruhi pengeluaran rumah tangga, juga bergantung pada tingkat pendidikan ibu. Perubahan gizi yang diakibatkan perubahan pengeluaran bergantung tingkat pendidikan ibu. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu penambahannya semakin kecil. Dampak pendidikan ibu terhadap perubahan asupan gizi bergantung tingkat pengeluaran rumah tangga dan daerah tempat tinggalnya. Peningkatan asupan gizi akan berpengaruh terhadap peningkatan kesehatan rumah tangga. Sementara penurunan kesehatan rumah tangga terjadi di daerah perkotaan. Kondisi lingkungan rumah tangga (WC dan Air) berpengaruh positif terhadap kesehatan rumah tangga.
Kesehatan rumah tangga dan asupan gizi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap status gizi balita. Dampak perubahan kesehatan rumah tangga akan semakin besar terhadap status gizi balita jika balita memiliki berat badan diatas rata-rata. Sedangkan dampak asupan gizi terhadap status gizi balita bergantung pada tingkat pengeluaran makanan rumah tangga. Selain itu, pendidikan ibu berpengaruh signifikan terhadap status gizi balita, terutama di daerah perkotaan."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T20338
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marina Arifin
"Status gizi memegang peran penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan produktifitas, menurunkan daya tahan serta meningkatkan kesakitan dan kematian. PMT JPS-BK merupakan salah sate kegiatan pelayanan program JPS-BK dalam rangka mencegah semakin memburuknya status kesehatan dan gizi masyarakat terutama keluarga miskin yang diakibatkan adanya krisis ekonomi. Adapun tujuan dari PMT tersebut adalah mempertahankan dan meningkatkan status gizi anak balita keluarga miskin.
PMT IPS-BK pada anak balita telah dilaksanakan semenjak tahun 1999 di Kabupaten Indragiri Hilir, namun hingga saat ini prevalensi gizi kurang dan gizi buruk tetap tinggi yaitu gizi buruk sebesar 5,0 % tahun 2001 dan gizi kurang 1,9 % tahun 2001. Disamping itu angka ini lebih tinggi dari angka propinsi Riau pada tahun yang sama sehingga perlu dilakukan penelitian hubungan antara PMT JPS-BK dan faktor-faktor lain dengan status gizi anak balita.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan status gizi balita sebelum dan sesudah Pemberian Makanan Tambahan program JPS-BK setelah dikontrol dengan variabel penyakit infeksi, konsumsi energi dan konsumsi protein.
Desain penelitian yang digunakan adalah one group pre and postest. Dimana perbedaan status gizi dilihat dan sebelum dan sesudah PMT JPS-BK. Sampel penelitian adalah anak balita usia antara 12 - 59 bulan yang mempunyai data penimbangan berat badan sebelum dan sesudah PMT JPS-BK. Besar sampel dalam penelitian ini adalah 165 anak balita.
Hasil penelitian memperlihatkan prevalensi gizi kurang sebelum PMT JPS-BK sebanyak 70 anak (42,4 %) dan sesudah PMT JPS-BK menurun menjadi 60 anak (36,4 %). Berdasarkan hasil uji 11rMc1Vemar terdapat perbedaan yang bermakna antara status gizi sebelum dan sesudah PMT JPS-BK. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penurunan prevalensi gizi kurang tidak begitu besar sehingga penelitian ini menyarankan agar program PMT JPS-BK lebih berhasil, maka pemberian makanan perlu dilakukan dengan model ibu asuh sehingga petugas dapat memantau dan mengawasi PMT yang dikonsumsi anak. Disamping itu PMT yang diberikan diharapkan sesuai dengan komposisi zat gizi yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan.
Daftar bacaan : 52 (1971- 2003)

The Relationship between Providing Supplement Foods (PSF) JPS-BX and Other Factors of Infants Nutrition Status (12 - 59 months) in Indragiri Hilir Regency in the Year 2002 Nutrition status has a significant role in improving the quality of human resources. Insufficiency of nutrition could restrain physical improvements and intellectual developments, decrease productivity, decrease immunity, and increase illness and causality. PSF JPS-BK is one of the JPS-BK service program activities in the prevention of health status and society nutrition degeneration, specially the impoverished families which caused by the economic crisis. Whereas, the objectives of the PSF is to maintain and improve nutrition status of infants of impoverished families.
PSF JPS-BK of infants has been undertaken since 1999 in lndragiri Hilir Regency, but until now the nutrition prevalence of less nutrition and bad nutrition are still high in which bad nutrition is 5,0 % in 2001 and less nutrition is 1,9 % in 2001. Beside that, this number is higher from the number of Riau Province in the same year, thus a study of the relationship of PSF JPS-BK and other factors of infants nutrition status needs to be undertaken
This study is to find out the differences of infants nutrition status before and after Providing Supplement Foods in JPS-BK program subsequent to being controlled with infection illness variable, energy consumptions, and protein consumptions.
The research design which is used is one group pre- and post test. Whereas the differences of nutrition status is observed before and after PSF JPS-BK. The samples are infants aged between 12 - 59 months which has weight measurement data before and after PSF WS-BIC The amounts of samples in this study are 165 infants.
The result of the study shows that the less nutrition prevalence before PSF JPSBK is 70 children (42,2 %) and after PSF JPS-BK decrease to 60 children (36,4 %). Based on the McNemar test result, there is a significant difference between nutrition status before and after PSF JPS-BK.
From the result of this study, it can be concluded that the decrease of less nutrition prevalence is not quite high, thus this study recommends that in order for the PSF JPS-BK program to be successful, providing of foods need to be undertaken through foster mother model so that the officers could monitor and supervise the PSF consumptions by the children. Furthermore, the provided PSF is expected to be in accordance to the composition of nutrition elements, which is established by the Health Ministry.
Bibliography Iist : 52 (1971-- 2003)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T11258
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azrimaidaliza
"Hasil pemantauan gizi dan kesehatan (Nutrition and Health Surveillance System/NSS) tahun I999-2003 menunjukkan tingginya prevalensi gizi kurang (berat badan menurut umur <-2 SD dari median NCHS), yaitu di atas 30% (klasifikasi WHO) pada balita di daerah kumuh perkotaan maupun pedesaan. Prevalensi gizi kurang tersebut lebih tinggi di daerah kumuh perkotaan dibandingkan daerah kumuh pedesaan. Kota Jakarta merupakan salah satu daerah kumuh perkotaan yang terrnasuk dalam daerah pengumpulan data NSS. Di daerah ini, prevalensi gizi kurang tinggi pada anak usia 12-23 bulan (Juni-September 2003), yaitu 42% dan prevalensi ASI eksklusif paling rendah dibandingkan dengan ketiga daerah kumuh perkotaan lainnya (Surabaya, Semarang dan Makassar), yaitu hanya 1%.
Penelitian ini merupakan penelitian survei menggunakan data sekunder NSS yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak umur 6-24 bulan daerah kumuh perkotaan di Jakarta tahun 2003. Jumlah sampel sebanyak 1031 anak dan analisis data meliputi univariat, bivariat dan multivariat. Analisis multivariat menggunakan analisis Regresi Logistik Ganda.
Hasil penelitian menunjukkan anak umur 18-24 bulan berisiko mengalami gizi kurang 3,041 kali dan anak umur 12-17 bulan berisiko mengalami gizi kurang 2,443 kali dibanding anak umur 6-11 bulan. Kemudian anak dengan berat badan lahir < 2,5 kg berisiko mengalami gizi kurang 3,018 kali dibanding anak dengan berat badan lahir > 2,5 kg. Selanjutnya ibu dengan IMT S 18,5 berisiko mempunyai anak gizi kurang sebesar 1,828 kali dibanding ibu dengan IMT > 18,5. Adapun keluarga dengan jumlah balita > 2 orang berisiko mempunyai anak gizi kurang 1,407 kali dibanding keluarga dengan jumlah balita 1 orang. Faktor paling dominan berhubungan dengan status gizi anak adalah umur bayi/anak berikutnya berat badan lahir, IMT ibu dan jumlah balita. Umur bayi/anak terutama umur 18-24 bulan berisiko lebih besar menderita gizi kurang karena pada umur tersebut anak mulai mengalarni gangguan pertumbuhan akibat efek kurnulatif dani faktor ASI dan makanan yang tidal( diberikan secara adekuat pada umur sebelumnya. Di samping itu, anak mempunyai riwayat berat badan lahir rendah sehingga sulit mengejar ketinggalan pertumbuhannya, status gizi ibu yang kurang balk dan banyaknya balita dalam keluarga berdampak pada pertumbuhan anak. Oleh karena itu, perlu pemantauan status gizi anak, status gizi ibu prahamil, selama hamil dan pasta hamil. Selain itu, perlu penyuluhan mengenai pemberian MP-ASI umur 4-6 bulan dan pemberian makanan tambahan pada anak serta suplementasi vitamin pada ibu.

Nutrition and Health Surveillance System (NSS) year 1999-2003 shows prevalence of underweight (weight for age < -2 SD from NCHS median) is very high , that is above 30% (WHO classification) on infant at rural and urban slum areas. An underweight prevalence at urban slum areas is higher than rural slum areas. Jakarta is the one of slum area that include in NSS data collection area. In this area, prevalence of underweight children 12-23 months of age (June-September 2003), is 42% and prevalence of exclusive breastfeeding is the lowest compared with other three urban slum areas (Surabaya, Semarang and Makassar), is only 1%.
This research is a survey research using NSS secondary data that aimed to identify factors that related with nutrient status of children 6-24 months of age in urban slum of Jakarta year 2003. Total sample are 1031 children and data analysis consist of univariate, bivariate and multivariate. Multivariate analysis use double logistic regression analysis.
Research result show child 18-24 months of age have risk in having underweight 3,041 times and child 12-17 months of age have risk in having underweight 2,443 times compared with child 6-11 months of age. Moreover, child with birth weight < 2,5 kilo have risk in having underweight 3,018 times compared with child with birth weight >. 2,5 kilo. While mother with Body Mass Index (BMI)
BMI > 18,5. Meanwhile family with under-five child member > 2 have risk 1,407 times in having underweight child compared to family with one under-five child member. The most dominant factor related to child nutrient status is child age, after that birth weight, mother's BMI and under-five child member. Child 18-24 months of age have bigger risk in having underweight because, at that age, the child begin to have growth problem result from cumulative effect from breastfeeding factor and not enough food given at previous age. Besides that, child with low birth weight record is difficult to catch up their growth, mother nutrient status and the amount of under-five child impact to child growth. Thus, the need of children nutrient status surveillance, mother nutrient status of before pregnancy, during pregnancy and after pregnancy. Besides that, the need of health promotion about complementary feeding 4-6 month age and extra food distribution to child and vitamin supplement to mother."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20084
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titih Huriah
"Tahapan perkembangan yang paling penting pada masa balita adalah periode usia bawah tiga tahun. Pada masa ini perilaku ibu dalam memenuhi kebutuhan nutrisi akan berpengaruh terhadap status gizi balita. Tujuan dari penelitian adaiah teridentifikasinya hubungan antara perilaku ibu dcngan status gizi balita.
Desain yang digunakan adalah potong lintang, dengan besar sampel yang diteliti 100 orang. Pengumpulan data mcngenai status gizi dilakukan dengan penimbangan berat badan anak kemudian membandingkan dengan indeks BB/U. Sedangkan untuk perilaku ibu melalui kuesioner dan penilaian asupan makanan balita. Analisa statistik dilakukan dengan uji Chi Square, dan untuk melihat faktor yang paling dominan mempengaruhi status gizi batita digunakan uji regresi logistik ganda pemodelan faktor resiko dengan metode enter. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku ibu dengan status gizi balita (p value = 0,050).
Hasil analisis multivariat mcnunjukkan bahwa variabei tingkat pendidikan sebagai faktor confounding dalam hubungan antara periiaku ibu dalam memenuhi kebutuhan gizi dan status gizi balita. Variabel yang paling dominan mempengaruhi status gizi balita adalah tingkat pendidikan ibu. Saran yang diajukan adalah agar dilakukan peningkatan pengetahuan gizi khususnya mengenai perilaku ibu dalam memenuhi kebutuhan gizi kepada para ibu dari para kader dengan melakukan berbagai pelatihan.

The most important development period at less than five years old is children under three years (toddler). In this period, mother behavior to fulfill requirement of nutrition will give an impact on the-status of nutrition of the toddler. The purpose of this research was to identify the relationship between mother behavior and the status of nutrition of the toddler.
This study used cross sectional design which was the samples of 100 children. Data collection on status of nutrition was examining by scale of child body weight and then compare with the index of BB/U. The mother behavior was by a questioner and assessment of toddler food intake. Chi square was used to examine the relationship between mother behavior and status of nutrition of the toddler. To determine the dominant factor influence status of nutrition of the toddler used double logistic regression test, model of risk factor by enter method. The result of this study was shows that there are significant relation between mother behavior and status of nutrition of the toddler (p value = 0,050).
Multivariate analysis result indicated that the mother education level as a confounding factor on relation between mother behavior to fulfill requirement of nutrition and status of nutrition of the toddler. The conclusion of this study was the mother's education level is dominant variable that influence status of nutrition of the toddler. The suggestion was in order to increase knowledge of nutrition especially regarding mother behavior in fulfill requirement of nutrition by various training for all mothers and health social workers.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2006
T18051
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hermansyah
"Penyakit Kurang Energi Protein (KEP) merupakan bentuk kekurangan gizi yang terutama terjadi pada anak-anak umur dibawah lima tahun (balita) dan merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia yang perlu ditanggulangi. Masalah gizi memiliki dimensi yang luas, tidak hanya merupakan masalah kesehatan tetapi juga meliputi masalah sosial, ekonomi, budaya, pola asuh, pendidikan dan Iingkungan. Faktor pencetus munculnya masalah gizi dapat berbeda antara wilayah ataupun antara kelompok masyarakat, bahkan akar masalah ini dapat berbeda antara kelompok usia balita.
Kondisi krisis ekonomi yang terus berkelanjutan sampan saat ini, akan menyebabkan daya beli pada masyarakat secara umum menjadi menurun, karena disatu pihak relatif banyak yang kehilangan sumber mata pencaharian sementara dipihak lain adanya peningkatan harga barang dan jasa. Hal ini dapat mengakibatkan dampak buruk terhadap kesehatan dan gizi masyarakat terutama keluarga miskin.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian KEP anak umur 6 - 59 bulan terutama pads keluarga miskin di daerah IDT Kota Sawahlunto. Faktor-faktor yang diteliti adalah konsumsi energi, konsumsi protein, pemberian kolostrum, pemberian ASI, pemberian makanan tambahan (PMT), diare, ISPA, berat badan lahir umur anak, jenis kelamin anak, pendidikan ibu, pekerjaan ibu clan jumlah anggota keluarga.
Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang (cross sectional) dengan pendekatan kuantitatif. Responden dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang mempunyai anak umur 6 - 59 bulan di daerah IDT Kota Sawahlunto dan tergolong dalam kelompok keluarga miskin. Analisis data dilakukan analisis multivariat regresi logistik dengan jumlah sampel sebanyak 430 orang.
Hasil pengolahan dan analisis data didapatkan bahwa prevalensi KEP anak umur 6 - 59 bulan pada keluarga miskin di daerah IDT Kota Sawahlunto adalah sebesar 21,6%. Kemudian anak dengan konsumsi energi kurang berisiko untuk menderita KEP 29,42 kali (95% CI : 9,266 - 93,387) dibandingkan anak yang memperoleh konsumsi energi cukup dan anak dengan konsumsi protein kurang berisiko untuk menderita KEP 2,99 kali (95% CI : 1,043 - 8,585) dibandingkan anak yang memperoleh konsumsi protein cukup. Sementara itu anak dengan pola menyusui secara Non Eksklusif berisiko untuk menderita KEP 6,69 kali (95% CI : 2,490 - 17,968) dibandingkan anak yang memiliki pola menyusui secara Eksklusif, anak yang mengalami sakit Diare berisiko untuk menderita KEP 7,74 kali (95% CI: 2,383 - 25,126) dibandingkan anak yang tidak sakit Diare dan anak yang mengalami sakit ISPA berisiko untuk menderita KEP 17,71 kali (95% Cl : 6,167 -- 50,830) dibandingkan anak yang tidak sakit ISPA Selanjutnya anak dengan berat badan lahir rendah berisiko untuk menderita KEP 4,3 I kali (95% CI : 1,342 -- 13,867) dibandingkan anak yang mempunyai berat badan lahir normal serta anak yang tinggal dalam lingkungan keluarga besar berisiko untuk menderita KEP 6,39 kali (95% CI : 2,350 -- 17,372) dibandingkan anak yang tinggal dalam lingkungan keluarga kecil.
Disimpulkan bahwa kejadian KEP anak umur 6 - 59 bulan terutama pada keluarga miskin di daerah IDT Kota Sawahlunto berhubungan erat dengan faktor konsumsi energi, ISPA, Diare, pemberian ASI, jumlah anggota keluarga, berat badan lahir serta konsumsi protein."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T 2747
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Apoina Kartini
"ABSTRAK
Titik berat Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua (PIP II) dan prioritas Repelita VI adalah pada bidang ekonomi seiring dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kualitas SDM ditentukan oleh kualitas fisik dan non fisik yang saling berkaitan. Salah satu upaya meningkatkan kualitas SDM, khususnya kualitas fisik, adalah peningkatan kesegaran jasmani di kalangan masyarakat, terutama di kalangan pelajar. Penelitian Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI (1993) menyimpulkan bahwa lebih dari 40 persen murid SD di delapan propinsi di Indonesia mempunyai tingkat kesegaran jasmani yang rendah.
Tujuan dari penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang tingkat kesegaran jasmani murid SD di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah dan hubungannya dengan jenis kelamin, umur, status gizi menurut antropometri, status anemi, dan kondisi ekonomi orangtua.
Penelitian ini bersifat analitik dengan menggunakan rancangan belah lintang (cross sectional). Data yang digunakan adalah data sekunder yang merupakan basil penelitian `Kemitraan Indonesia untuk Perkembangan Anak? (Mitra) tahun 1995 di Kabupaten Karanganyar. Sampel dari penelitian ini adalah 539 murid di 51 SD di Kabupaten Karanganyar, yang terbagi menjadi dua kelompok umur, yaitu kelompok umur 8-9 tahun dan kelompok umur 11-13 tahun. Pengukuran tingkat kesegaran jasmani dilakukan dengan Harvard Step Test yang telah dimodifikasi.
Hasil penelitian menunjukkan 19,4 persen murid laki-laki dan 49,6 persen murid perempuan mempunyai tingkat kesegaran jasmani yang rendah (`kurang' sampai `sangat kurang'). Didapatkan 26,1 persen murid SD yang mempunyai status gizi kurang berdasarkan indeks BB/TB, dan murid yang menderita anemia sebanyak 17,1 persen. Terdapat perbedaan bermakna rata-rata skor kesegaran jasmani antara murid laki-laki dan murid perempuan (p<0,05), dimana rata-rata skor kesegaran jasmani murid laki-laki lebih tinggi dibandingkan murid perempuan., Didapatkan perbedaan bermakna rata-rata skor kesegaran jasmani antara murid kelompok umur 8-9 tahun dan murid kelompok umur 11-13 tahun (p<0,05), dimana rata-rata skor kesegaran jasmani murid kelompok umur 8-9 tahun lebih tinggi dibandingkan murid kelompok umur 11-13 tahun. Tidak ada perbedaan bermakna rata-rata skor kesegaran jasmani di antara tiga kategori status gizi berdasarkan indeks BB/TB (p>0,05). Bila digunakan indeks TB/U dan BBIU didapatkan perbedaan bermakna rata-rata skor kesegaran jasmani di antara empat kategori status gizi (p<0,05), dimana rata-rata skor kesegaran jasmani tertinggi justru pada status gizi buruk. Terdapat perbedaan bermakna rata-rata skor kesegaran jasmani antara murid yang anemia dan murid yang tidak anemia (p<0,05), dimana rata-rata skor kesegaran jasmani murid yang anemia lebih tinggi dibandingkan murid yang tidak anemia. Tidak didapatkan perbedaan bermakna rata-rata skor kesegaran jasmani di antara tiga kategori kondisi ekonomi orangtua murid (p>0,05).
Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa masih banyak murid SD di Kabupaten Karanganyar yang mempunyai tingkat kesegaran jasmani rendah, sehingga diperlukan upaya-upaya untuk mengatasinya. Upaya-upaya tersebut antara lain dapat dilakukan dengan melaksanakan program pendidikan kesegaran jasmani/olahraga di sekolah-sekolah yang lebih mengarah pada peningkatan aktifitas fisik murid, dan diadakannya program peningkatan status gizi murid, terutama untuk murid yang mempunyai status gizi `kurang', misalnya dengan pemberian makanan tambahan (PMT-AS).

ABSTRACT
Factors Associated With Physical Fitness Among Primary School Children In Karanganyar District, Central Java, 1995Human resources development is one of the main objectives of the Indonesian second longterm development (PJP 10. The quality of human resources is determined by human physical and non physical quality. One of the effort to improve the quality of human resources, especially physical quality, is improvement the physical fitness. Research from Centre of Physical Fitness and Recreation, Education Department and Culture Republic of Indonesia (1993) concludes that more than 40 percents elementary student for eight provinces in Indonesia have low physical fitness level.
The aim of this study is to get information on physical fitness level among elementary school children in Karanganyar District, Central Java and the relationship with sex, age, nutritional status (anthropometrics), anemia status, and parents' economic status.
The study was conducted in 51 elementary scholls in Karanganyar District, Central Java in a cross sectional manner. Secondary data from "Mitra" Project (1995) was used. The total sample was 539 students aged 8-13. The children's physical fitness level were examined by the Harvard Step Test that has been modified.
The study showed that 19,4 percents boy student and 49,6 percents girl student have low physical fitness level. There are 26,1 percents students that have Protein Energy Malnutrition (PEM) is based on Weight/Height (WIH), and there are 17,1 percents students suffer from anemia. Statistic analysis with t-test showed that there was significantly difference for average score of physical fitness between boy student and girl student (p< 0,05). There was significantly difference of average score for physical fitness between student 8-9 years and 11-13 years. Statistic analysis with Analysis of Variance (Anova) test showed that there was no significantly difference average score for physical fitness between three nutritional status categories based on WIH (p>0,05). Based on Height/Age (H/A) and Weight/Age (W/A) index, there were significantly difference for average score of physical fitness between four nutritional status categories (p<0,05). Statistic analysis with t-test showed that there was significantly difference for average score of physical fitness between student gets anemia and without anemia (p<0,05). Statistic analysis with Anova showed that there was no significantly difference for average score of physical fitness between three economic condition categories from the parents (p>0,05).
The study showed that a lot of elementary school children in Karanganyar District have low physical fitness level. So that needed some efforts to overcome about it, The efforts can be done by doing sport education at school that aimed for student physical activity improvement, being improvement program of student nutritional status, especially for student that has low nutritional status for example by giving additional food (PMT-AS).
"
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ecky Bachtar
1990
T58500
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Wandini
"Secara umum studi cross sectional ini bertujuan untuk mengetahui status gizi dan praktik pemberian makan yang diterima oleh anak usia 0-59 bulan yang tinggal di panti asuhan di Jakarta. Penelitian dilakukan di tiga panti asuhan yang dikhususkan untuk menampung anak usia balita. Sebanyak 144 anak usia balita di panti dilibatkan dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil studi, sebesar 21.9% anak termasuk dalam kategori gizi kurang, 35.2% pendek, dan 6,5% kurus. Hampir 90% anak yang kebutuhan protein dan vitamin A nya terpenuhi, namun lebih dari 90% anak yang kebutuhan zinc nya tidak terpenuhi. Pada kenyataannya, kandungan gizi pada makanan yang disajikan oleh panti pun tidak memenuhi kebutuhan anak untuk zinc.
Penelitian ini menemukan beberapa praktik pemberian makan yang tidak tepat seperti, tipe makanan dan respond pengasuh yang tidak tepat, juga praktik pemberian makan saat anak sakit dan dalam masa pemulihan. 71,5% anak menderita ISPA dan 22,2% menderita diare, sementara 18.8% anak menderita ISPA dan diare. Penelitian ini menemukan beberapa praktik yang tidak tepat seperti dalam hal penanganan makanan, penggunaan botol makanan (bottle feeding), tidak praktik cuci tangan yang tidak dilakukan oleh anak maupun pengasuh ketika menyajikan makanan atau menyuapi anak, serta beberapa hal lain yang dapat memungkinkan terjadinya kontaminasi silang ataupun memudahkan terjadinya penyebaran penyakit menular.

In general, this cross sectional study aims to explore nutritional status and feeding practice received by orphanage children aged 0-59 months in Jakarta. This study was conducted in three orphanages that are specifically accomodate under five children. Totally, 144 under five children in the orphanages were included in this study. This study found, 21.9% of children were underweight, 35.2% were stunting, and 6.5% were wasting. Almost 90% children had adequate protein and vitamin A, but more than 90% of them had zinc inadequacy. In fact, nutrient content in the food served by orphanage was also not fulfilled child's requirement for zinc.
This study found inappropriate feeding practice received by children, i.e in appropriate food type, inappropriate respond from caregiver during feeding and improper feeding during illness and recovery. 71.5% of children were suffered from ARI, 22.2% suffered from diarrhea and 18.8% children suffered from ARI and diarrhea. This study found some inappropriate practice of food handling such as the use of bottle feeding, hand-washing which was not practiced by children or caregivers when serve food or feeding children, as well as some other things that could allow cross-contamination, or facilitate the spread of infectious diseases.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31539
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sacha Audindra
"Latar Belakang: Prevalensi infeksi parasit usus masih tinggi di Indonesia, terutama pada anak-anak usia sekolah karena beberapa faktor termasuk kebersihan yang buruk, faktor sosial ekonomi, perilaku, dan penduduk yang padat. Saat ini faktor-faktor tersebut masih ditemukan di Indonesia, sehingga angka infeksi masih tinggi. Nutrisi dan infeksi parasit memiliki hubungan erat. Infeksi parasite usus dapat menyebabkan gangguan penyerapan makanan dan status gizi pada anak usia sekolah yang membutuhkan nutrisi yang cukup untuk tumbuh. Infeksi parasit usus sebagai penyebab kekurangan gizi masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat dan dapat menunda pertumbuhan anak.Metode: Sampel diperoleh dari SDN Kalibata 04, Jakarta Selatan dengan cara mengumpulkan tinja dari murid kelas 1-5. Secara total ada 157 anak mengumpulkan sampel mereka. Pemeriksaan langsung dari tinja dilakukan di Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia menggunakan lugol dan eosin. Data status gizi didapatkan dengan pemeriksaan fisik langsung berat dan tinggi badan yang digunakan untuk menghitung persentil indeks massa tubuh IMT. Setelah itu, data dianalisis menggunakan uji Chi-square; SPSS versi 20 untuk mengetahui apakah ada hubungan antara infeksi parasit usus dan status gizi.Hasil: Sampel diperiksa sebanyak 157 tinja dan ditemukan adanya 60 anak 38.2 positif terinfeksi dengan berbagai macam parasit. Sebagian besar infeksi disebabkan oleh B. hominis, yang menginfeksi 44 anak 69,4. Infeksi lain disebabkan oleh G. intestinalis 15,3, T. trichiura 1,4, cacing tambang 1,4, dan infeksi campuran B. hominis dan E. coli 4,2 , dan B.hominis dengan G. intestinalis 4,2. Dari total anak yang terinfeksi, 17 anak 28,3 memiliki IMT di bawah 5 persentil, dianggap sebagai kekurangan gizi. Secara statistik, terdapat hubungan antara infeksi parasit usus dan status gizi di SDN Kalibata 04, Jakarta Selatan. Kesimpulan: Kejadian infeksi parasit usus di SDN Kalibata 04 adalah 38,2 dengan 28,3 dari anak-anak yang terinfeksi memiliki gizi kurang. Pada penelitian ini bisa disimpulkan ada hubungan antara infeksi parasit usus dan status gizi di SDN Kalibata 04, Jakarta Selatan.

Background Prevalence of intestinal parasitic infection still high in Indonesia, especially in the school aged children. Several factors including poor hygiene, socioeconomic factors, behavior, and crowded population have a contribution in this high prevalence. Nutrition and parasitic infection are closely linked. Intestinal parasitic infection can cause malabsorption and malnutrition especially in school aged children while they need adequate nutrition intake to grow. Therefore, intestinal parasite infection in school aged children is become a major public health problem since it will delay their growth.Methods Sample is obtained from SDN Kalibata 04, South Jakarta by collecting the children's stool from 1st 5th grade. Direct examination of the stool is conducted in the Parasitology Department, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia by Lugol and eosin staining. Additionally, data of nutritional status was obtained by direct physical examination of the weight and height of the children and then they were used to calculate the BMI percentile. Thereafter, data was analyzed using Chi square test, SPSS version 20 to know is there any association between intestinal parasitic infection and nutritional status.Results From the total 157 stool examined in the laboratory, there were 60 38.2 children positively infected with various kinds of intestinal parasites. Mostly the infection is caused by B. hominis, which infect 44 children 69.4 . Other infection is caused by G. intestinalis 15.3, T. trichiura 1.4, hookworm 1.4, and mixed infection of B. hominis and E. coli 4.2, and B.hominis with G. intestinalis 4.2 . From the total of infected children, 17 children 28.3 have BMI below 5th percentile, and it was considered as malnourished. Moreover, 67 uninfected children have healthy weight. Statistically, there is association between intestinal parasitic infection and nutritional status in SDN Kalibata 04, South Jakarta. Conclusion The incidence of intestinal parasitic infection in SDN Kalibata 04 is 38.2. Moreover, 28.3 of the infected children were malnourished and it is suggested that children with intestinal parasite infection has low nutritional status in SDN Kalibata 04, South Jakarta. "
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Zainudin
"Zinc merupakan mikronutrien yang mempengaruhi status gizi anak usia 10-12 tahun. Status gizi yang tidak ideal merupakan salah satu masalah kesehatan anak usia sekolah 10-12 tahun di SD Negeri X Kampung Serang yang lokasinya berdekatan dengan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Bantar Gebang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui status gizi anak usia sekolah dan hubungannya dengan asupan zinc dari makanan. Desain penelitian adalah cross-sectional. Pengambilan data dilakukan pada bulan Januari 2011 dari hasil pengukuran antopometri dan wawancara survei konsumsi makanan (Food Frequency Questionnaire) pada 68 subjek dengan yang dipilih berdasarkan consecutive sampling. Data yang terkumpul kemudian diolah melalui nutrisurvey untuk mengetahui asupan zinc dalam makanan sedangkan data status gizi didapat dari klasifikasi berdasarkan IMT/U, BB/U dan TB/U. Mayoritas responden memiliki status gizi kurang, yakni 51.2% berdasarkan BB/U dan 51.5% berdasarkan TB/U. Dilihat dari asupannya, 67 responden (99%) memiliki asupan zinc kurang. Dari uji statistik (Fisher), diketahui terdapat hubungan tidak bermakna antara asupan zinc dengan status gizi anak, baik berdasarkan IMT/U, BB/U maupun TB/U dengan nilai probabilitas masing-masing adalah p=0.879, p=0.576 dan p=0.515 (p>0.05). Disimpulkan bahwa status gizi dan asupan zinc pada anak sekolah usia 10-12 tahun di SDN X tidak memiliki hubungan yang bermakna.

Zinc is a micronutrient that affects nutritional status of children aged 10-12 years. Nutritional status which is not ideal is one of the health problems of children aged 10- 12 years in the SDN X, Serang Village, which is located close to the Final Disposal Waste Bantar Gebang. The purpose of this study is to determine the nutritional status of school-age children and its relation to zinc intake from food. The research is designed using cross sectional method. The data was collected in January 2011 from an antopometri measurement and an interview of food consumption in 68 subjects based on consecutive sampling. The data then processed through nutrisurvey to know he intake of zinc in the diet while the nutritional status data was classified based on weight-age percentil, height-age percentil and body mass index-age percentil. Most respondents have less nutritional status, which is 51.2% based on weight-age percentil and 51.5% based on height-age percentil. 67 respondents (99%) have less zinc intake. Based on statistical tests (Fisher), there is no significant relationship between zinc intake and nutritional status of children based on the weight-age percentil, height-age percentil and body mass index-age percentil with probability value p = 0879, p = 0576 and p = 0515 (p> 0.05). In conclusion, nutritional status of school children aged 10-12 years in SDN X has no significant relationship with zinc intake."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>