Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158927 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Santi Budi Handayani
"Pertumbuhan sektor industri Indonesia selain menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, juga menimbulkan ekstemalitas negatif bagi lingkungan hidup berupa kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan dan pencemaran. Pencemaran udara adalah salah satunya. Saat ini pencemaran udara di Indonesia, khususnya di kota besar, telah mencapai taraf yang cukup memprihatinkan. Pencemaran akan menurunkan kualitas sumber daya alam dan juga manusia, sehingga pada akhirnya akan mengurangi laju pertumbuhan ekonomi.
Studi ini dilakukan untuk menganalisis struktur perekonomian Indonesia, menganalisis keterkaitan antara output perekonomian dengan tingkat pencemaran udara secara sektoral untuk menentukan arah kebijakan ekonomi yang berwawasan lingkungan. Selain itu, studi ini bermaksud untuk mengetahui:
1. dampak diperkenalkannya kegiatan pembersihan polusi terhadap output dan
tingkat emisi polusi.
2. dampak penurunan subsidi listrik terhadap harga output dan biaya polusi.
Metodologi dalam studi ini menggunakan model Input-Output Leontief dan pengembangannya yaitu model Input-Output yang diperbesar (Augmented Leoinfief Model) dan model harga 1-0 (Price Model). Analisis struktur ekonomi menunjukkan bahwa saat ini yang menjadi sektor unggulan di Indonesia adalah sektor manufaktur karena memiliki nilai pengganda output dan indeks keterkaitan yang besar. Adapun sektor-sektor yang berbasis sumber daya alam ternyata tidak lagi mampu menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi walaupun porsinya terhadap PDB masih cukup besar.
Sementara itu, berdasarkan total polusi sektoral diketahui 3 sektor penyumbang polusi udara terbesar di Indonesia yaitu: sektor bangunan; sektor transportasi dan komunikasi; serta sektor listrik, gas dan air minum. Sektor transportasi dan sektor listrik menjadi pencemar udara terbesar karena keduanya sangat terkait dengan penggunaan bahan bakar yang berasal dari fosii sebagai inputnya. Namun demikian sektor-sektor yang memiliki pengganda polusi tertinggi (dan karenanya berpotensi paling besar dalam meningkatkan polusi jika perrnintaan akhir terhadap sektor-sektor ini meningkat) adalah: sektor pupuk dan pestisida; sektor listrik, gas dan air minum; serta sektor industri semen. Adapun sektor yang memiliki angka total polusi udara maupun pengganda polusi kecil biayanya merupakan sektor yang tergolong dalam pertanian.
Jika kita mengklasifikasi sektor-sektor berdasarkan indeks keterkaitan ke belakang (yang juga merupakan indeks pengganda output) dan indeks polusi maka, dengan kriteria indeks pengganda output besar dan indeks polusi kecil, kita dapat menentukan sektor-sektor yang dapat menjadi prioritas dalam pembangunan. Sektor-sektor yang memenuhi kriteria ini adalah: petemakan; industri makanan dan tembakau; produk kayu; pulp dan kertas; industri kimia; industri manufaktur lainnya; restoran dan hotel; serta sektor jasa jasa lainnya.
Simulasi pembersihan polusi menghasilkan dua hal panting. Pertama, adanya kegiatan ini menyebabkan angka pengganda polusi untuk setiap jenis polutan di setiap sektor turun. Artinya, dengan adanya kegiatan pembersihan polusi menyebabkan peningkatan polusi akibat kenaikan permintaan akhir tidaklah sebesar jika tidak ada kegiatan ini. Penurunan pengganda polusi ini juga dapat diartikan sebagai diterapkannya teknologi baru dalam pembuangan polusi yang lebih ramah lingkungan. Kedua, kegiatan pembersihan polusi ternyata tidak berdampak besar terhadap total output.
Sementara itu dari simulasi penurunan subsidi listrik sebesar 50% jugs dapat ditarik dua kesimpulan. Pertama, sebagian besar sektor mengalarni peningkatan harga output yang kurang signifikan. Kedua, biaya polusi juga meningkat walaupun jugs tidak terlalu tinggi. Untuk membersihkan 1 ton CO2 biayanya hanya naik sebesar 0,45%. Untuk membersihkan 1 ton S02 kenaikan biayanya adalah sebesar '1,56%. Adapun biaya pembersihan setiap ton polusi NOx hanya naik sebesar 2,89%."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20373
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amirul Ihsan
"Pemerintah Indonesia sebagai regulator mengatur spektrum keterkaitan dengan regulasi global, dimana ke depannya masih akan diatur yang terdiri dari empat alokasi spektrum, yaitu pada 700 MHz, 2,6 GHz, 3,3 & 3,5 GHz, 26 & 28 GHz. Mengenai penataan spektrum, penelitian ini berfokus pada frekuensi 3,5 GHz dan saat ini masih digunakan oleh satelit di Indonesia Timur, yang memiliki jumlah penduduk penggunaan satelit terbesar. Tujuan peneliltan untuk menganalisis dampak ekonomi di suatu wilayah yang ditimbulkan dari perubahan penggunaan teknologi dengan model Input-Output (IO). Model ini dijabarkan dalam tabel matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta keterkaitan antar satuan kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah, pada waktu periode tertentu. Data yang digunakan dari tabel Input- Output (IO) yang disusun oleh BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2016. Data tersebut di proses dengan nilai shock dari investasi 5G yang menghasilkan peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB). Dari hasil penelitian didapatkan investasi 5G di tiga provinsi yang menggunakan setelit memberikan dampak kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) yakni Papua sebesar Rp. 67.570.000.000 dengan kenaikan sebesar Rp. 94.976.690.000 (0,65%), Maluku Utara sebesar Rp. 20.010.000.000 memberikan dampak sebesar Rp. 25.268.770.000 (0,077%) dan terakhir Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar Rp. 18.390.000.000 dengan dampak 23.453.980.000 (0,03%). Hal tersebut menunjukkan bahwa kebijakan yang akan dilakukan pemerintahan dengan mengubah penggunaan frekuensi 3,5 GHz memberikan dampak postif sebesar 0,172% terhadap ekonomi di wilayah Indonesia Timur.

The Indonesian government as a regulator regulates the spectrum of linkage with global regulations, which in the future will still be regulated consisting of four spectrum allocations, namely at 700 MHz, 2,6 GHz, 3,3 & 3,5 GHz, 26 & 28 GHz. Regarding spectrum structuring, this study focuses on the 3.5 GHz frequency and is currently still used by satellites in Eastern Indonesia, which has the largest number of satellite usage populations. The purpose of the study is to analyse the economic impact in an area arising from changes in the use of technology with the Input-Output (IO) model. This model is described in a matrix table that presents information about transactions of goods and services and the interrelationships between units of economic activity in a region, at a certain period. The data used is from the Input-Output (I-O) table compiled by BPS (Central Statistics Agency) in 2016. The data is processed with the shock value of 5G investment which results in an increase in Gross Domestic Product (GDP). From the results of the study, it was found that 5G investment in three provinces using satellite had an impact on increasing Gross Domestic Product (GDP), namely Papua by Rp. 67.570.000.000 with an increase of Rp. 94.976.690.000 (0,65%), North Maluku by Rp. 20.010.000.000 with an impact of Rp. 25.268.770.000 (0,077%) and finally East Nusa Tenggara of Rp. 18.390.000.000 with an impact of 23.453.980.000 (0,03%). This shows that the policy that will be carried out by the government by changing the use of the 3.5 GHz frequency has a positive impact of 0.172% on the economy in Eastern Indonesia."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Wahyono
"Tesis ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan kondisi obyektif perekonomian Propinsi Jawa Tengah dengan melakukan analisis terhadap perubahan struktur dan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi selama periode 1988-2000. Hasil analisis diharapkan dapat dijadikan dasar bagi penyusunan kerangka kebijakan makro ekonomi regional agar pada era globalisasi dan otonomi daerah perekonomian. Propinsi Jawa Tengah mampu bersaing baik di pasar nasional maupun global.
Untuk maksud itu digunakan analisis input-output. Perubahan struktur ekonomi dianalisis dengan melakukan "static comparative" terhadap struktur yang terjadi pada keseimbangan baru pada tabel input-output Propinsi ]awa Tengah tahun 1988, 1993 dan 2000; yang meliputi struktur permintaan dan penawaran, struktur produksi dan struktur keterkaitan antar sektor. Sedangkan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi dianalisis dengan melakukan dekomposisi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan output dari sisi permintaan seperti peningkatan permintaan akhir domestik, peningkatan ekspor, substitusi impor dan perubahan teknologi yang tercermin dari perubahan koefisien input-output.
Hasil analisis menunjukan bahwa struktur perekonomian Propinsi Jawa Tengah didominasi oleh sektor industri pengolahan. Akan tetapi, proses produksi di sektor tersebut sangat rentan terhadap ketersediaan bahan baku dan bahan penolong impor. Akibatnya, pada periode krisis dominasi sektor industri pengolahan mengalami penurunan.
Pada seluruh periode (1988-2000), sumber pertumbuhan output yang dominan adalah peningkatan permintaan akhir domestik, terutama peningkatan konsumsi swasta, diikuti oleh ekspansi ekspor. Peranan ekspansi ekspor sebagai sumber pertumbuhan output akan semakin dominan. Hal ini dapat dilihat dari hasil perbandingan antara sub periode pertama (1988-1993) dengan sub periode kedua (1993-2000) yang menunjukan bahwa kontribusi ekspansi ekspor terhadap pertumbuhan output semakin meningkat.
Oleh karena itu, kerangka kebijakan ekonomi regional harus diarahkan untuk mengembangkan sektor-sektor produksi yang mempunyai keunggulan komparatif dan secara bertahap dapat meningkatkan efisiensi proses produksi agar barang dan jasa yang dihasilkan mempunyai keunggulan kompetitif sehingga perekonomian Propinsi Jawa Tengah mempunyai daya saing yang tinggi baik di pasar nasional maupun global. Dengan kerangka kebijakan tersebut diharapkan ekspor barang dan jasa sebagai sumber pertumbuhan output dapat ditingkatkan dan ketergantungannya pada barang dan jasa impor terutama barang dan jasa yang akan digunakan sebagai bahan baku dan bahan penolong (input antara) dapat berkurang."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12608
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suparman
"Tire importance of the role of electricity in economic activities is undeniable. In fact, all economic sectors are directly or indirectly associated with electricity. Electricity is required to sustain human needs and economic growth. Electricity disruption will impact on both of economic or non economic aspect. Tire strategy on electricity supply curtailment to minimaze economic or non economic losses is needed One of the approach able to be applied to analysis the macroeconomic effects incured by deficiency of electricity supply is input-output model. Parameter applied in strategy of electrical curtailment is output multiplier. Result of simulation indicates that electricity curtailment by considering output multiplier hence will be able to minimizes the macroeconomics impact."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
JUTE-20-3-Sep2006-195
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hidayat Amir
"Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui perubahan struktur perekonomian Jawa Timur pada periode tahun 1994 dan 2000 sebagai sumber pijakan bagi penentuan kebijakan pembangunan selanjutnya, (2) mengetahui berbagai sektor unggulan (key sector) dalam pembangunan perekonomian di Jawa Timur periode tahun 1994 dan 2000 dan keterkaitan antarsektor yang terjadi dalam perekonomian.
Penelitian ini merupakan salah satu dari sekian banyak analisis perekonomian dengan metode Input-Output. Hal baru yang dianalisis dalam penelitian ini adalah selain mengetahui tingkat keterkaitan antar sektor perekonomian, sektor unggulan, dan angka pengganda sektor ekonomi juga mencoba menggambarkan perubahan struktur perekonomian Jawa Timur tahun 1994 dan 2000 dengan grafik economic landscape. Hasil penelitian ini kemudian digunakan untuk analisis strategi pembangunan yang sebaiknya dilaksanakan untuk mencapai dampak pertumbuhan dan kemajuan ekonomi lain yang diharapkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur ekonomi Jawa Timur selama periode 1994 sampai 2000 telah terjadi perubahan struktur ekonomi walaupun tidak drastis. Hal ini ditunjukkan oleh visualisasi economic landscape dari nilai Multiplier Product Matrix (MPM) tahun 1994 dan 2000. Selain itu juga telah terjadi pergeseran dalam beberapa sektor unggulan dan angka pengganda sektoral. Peranan sektor industri lainnya dan sektor industri makanan, minuman dan tembakau sangat dominan dari sisi besaran outputnya, juga memiliki angka pengganda yang cukup tinggi.
Secara umum dapat dijelaskan bahwa sebaiknya pembangunan Jawa Timur diarahkan untuk menjadi: (1) Pusat Industri, yaitu industri lainnya dan indutri makanan, minuman dan tembakau, karena kedua sektor ini sangat menonjol peranannya dalam output maupun angka pengganda pendapatan dan tenaga kerja, (2) Pusat Perdagangan dan Distribusi, hal ini didukung oleh sektor perdagangan yang bergeser menjadi sektor unggulan pada tahun 2000 dengan peningkatan dan kontribusi output yang besar. Juga didukung oleh kondisi geografis yang strategis sebagai pintu timur dan barat serta penghubung Jawa Tengah dan Bali, dan (3) Pusat Pertanian, mengingat kondisi alami Jawa Timur sebagai daerah agraris yang menonjol. Juga penyerapan tenaga kerja di sektor ini sangat besar. Sehingga peningkatan pembangunan diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan penciptaan lapangan pekerjaan.

This research objectives are (1) identifying the changing of East Java's economic structures from 1994 -- 2000 as one of the policies considerations, (2) identifying the various development's key sectors in East Java and their linkage into the dynamics of development process from 1994 - 2000.
Those objectives made this research as one of the Input-Output Method's Research with the new focus on description of the structural changing in East Java's economic development in 1994 and 2000 by using Economic Landscape Graphic. This pattern will be useful for the policies recommendations.
This research shows that the East Java's economic structures from 1994 to 2000 has been change although not significant. This dynamics can be seen from the economic landscape graphic as visualization of Multiplier Product Matrix (MPM) values 1999 and 2000. Besides, there has been a regression at the various key sectors and multiplier sector index. At the output and the multiplier sector index, the significance of the other industrial sector and the foods and beverages and tobaccos sector are very dominant.
As the conclusions, the East Java's development process can be emphasized into three sectors: (1) as the industrial center, especially at the other industrial sector and the foods, beverages and tobaccos sector. These focuses will be significantly support the process because these two sectors are dominant in the output result, multiplier sector index, and their absorption on the labor force; (2) as the trade and distribution center, this reason is significantly supported with the changing trend of the key sectors into trade sector in 2000. Geographically, it is supported with its presence as the strategic "East and West Gate" and as the intermediary between Central Java and Bali; (3) as the agriculture center, remained by the objective of nature in East Java as the agrarian. These sectors are significantly support the improvement of increasing household income and creating new jobs.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20054
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hidayat Amir
"Penelitian ini memiliki dua tujuan. Pertama, menganalisis berbagai sektor unggulan (key sector) dalam perekonomian propinsi Jawa Timur antara tahun 1994 dan 2000. Kedua, mengidentifikasi perubahan struktur perekonomian Jawa Timur pada periode yang sama. Penelitian ini menggunakan analisis input-output yang telah banyak digunakan untuk menganalisis tingkat keterkaitan antar sektor perekonomian, sektor unggulan, dan angka pengganda sektor ekonomi. Lebih lanjut, perubahan struktur akan dianalisis dengan menggunakan metode yang disebut multiplier product matrix (MPM) yang dapat menggambarkan landscape suatu perekonomian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran dalam beberapa sektor unggulan dan angka pengganda sektoral peranan sektor industri lainnya dan sektor industri makanan, minuman dan tembakau sangat dominan dari sisi besaran outputnya, juga memiliki angka penggandaan yang cukup tinggi. Selain itu, berdasarkan analisis MPM terlihat pula perubahan struktur ekonomi Jawa Timur selama periode 1994 sampai 2000 walaupun tidak drastis. "
2005
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhtadi Ganda Sutrisna
"Penelitian ini menganalisa dampak pengembangan infrastruktur dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dengan analisa Model Input-Output Antar Daerah. Interaksi antar sektor dan antar wilayah koridor merupakan konsep yang mendasari bagaimana meningkatkan perekonomian suatu wilayah yang diakibatkan adanya permintaan akhir sektor tertentu dan di wilayah tertentu. Peningkatan perekonomian ditandai dengan meningkatnya output dan pendapatan masyarakat serta distribusinya. Sepuluh besar sektor pembangunan yang menjadi sektor kunci pembangunan terbanyak adalah Koridor Ekonomi (KE) II yakni 5 sektor kunci, kemudian KE-V sebanyak 2 sektor kunci, KE-I, KE-III dan KE-VI masing-masing 1 sektor kunci, sedangkan di KE-IV tidak ada sektor kunci yang terkait. Sektor kunci akan sangat mempengaruhi peningkatan output dan pendapatan masyarakat. Besar kecilnya pengaruh tersebut ditentukan oleh angka pengganda output atau pendapatan. Dampak investasi infrastruktur di dalam MP3EI eksisting, belum menunjukkan dampak yang optimum dibandingkan skenario yang dibuat.
Pilihan skenario terbaik sesuai komposisi investasi sesuai simulasi yang dibuat adalah sebagai berikut: a). Jika pertimbangannya hanya total output, maka skenario investasi terbaik adalah Skenario-1, Skenario-3, dan Skenario-2; b). Jika pertimbangannya hanya total pendapatan, maka skenario investasi terbaik adalah Skenario-2, Skenario-3 atau Skenario-1; c). Jika pertimbangannya hanya pemerataan output antar daerah, maka skenario investasi terbaik adalah Skenario-3, Skenario-1, dan Skenario-2; dan d). Jika pertimbangannya hanya pemerataan pendapatan antar wilayah, maka skenario terbaik adalah Skenario-3, Skenario-1, dan Skenario-2. Pembangunan perekonomian nasional di luar KE-I dan KE-II sampai saat ini belum dapat diandalkan dalam percepatan dan pemerataan perekonomian, namun memerlukan infrastuktur yang merata dan keberpihakan ke Kawasan Indonsesia Timur, mengingat hasil simulasi Skenario-4 menunjukkan hal yang lebih baik daripada program MP3EI (eksisting).

This research analyzes the impact of the infrastructure development in the MP3EI to the Indonesia?s economy by using an analysis model of Inter Regional Input-Output (IRIO). Interactions between sectors and between regions of the economic is the underlying concept of how to improve the economy of a region resulting from the existence of a certain sector of the final demand in a particular area. Improved economy characterized by increasing output and income of the community as well as its distribution. Ten major key sectors of the Indonesia development are as follows: Economic Corridor (EC)-II has 5 key sectors, then followed by EC-V with 2 key sectors, while EC- I, EC-III and EC-IV has only 1 key sector, whereas in the EC-VI has no key sector. Key sector would greatly influence an increase in output and income of the community. The influence of how great is determined by the multiplier number. The real impact of infrastructure investments (or existing) as mentioned in MP3EI, do not show the optimum impact compared to the scenarios created.
Best screenplay selection according to the composition of investments appropriate simulation made are as follows: a). If the reasoning is solely the total output, the best investment scenario is Scenario-1, Scenario, and Scenario-2; b). If the reasoning is just the total income, then the best investment scenario is Scenario-2, Scenario-3 or Scenario-1; c). If the reasoning is just equitable output between regions, it is the best investment scenario is Scenario 3, Scenario, and Scenario-2; and d). If the reasoning is just a revenue equalization between regions, the best scenario is Scenario 3, Scenario, and Scenario-2. Economic development outside of EC-I and EC-II to date has not been reliable in the acceleration and equitable distribution of national economy, but require a uniform infrastructure and alignments to Indonsesia Eastern Region, considering the results of the simulation Scenario-4 showed a better thing than a program MP3EI (existing).
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2011
T29641
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Suahasil Nazara
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005
339.23 Sua a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nasruddin Djoko Surjono
"Tesis ini mengkaji pengaruh kebijakan cukai terhadap permintaan rokok dan dampaknya terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya, Hipotesis penelitian ini adalah diduga kebijakan cukai akan berpengaruh terhadap permintaan rokok serta diduga multiplier sektor rokok akan berpengaruh besar terhadap sektor lainnya.
Untuk menjawab permasalahan di atas dilakukan pendekatan ekonometri dan input-output. Pendekatan ekonometri dilakukan melalui pengolahan data panel dengan metode fixed effect atas tiga model yang pernah dikembangkan oleh Wilkins, Yurekli, dan Hu (2002) yakni model permintaan konvensional, model permintaan adiksi miopik dan model permintaan adiksi rasional. Sedangkan pendekatan input-output dianalisis dari tabel 1-0 175 sektor tahuQ 2000 guna melihat pengaruh perubahan permintaan rokok terhadap output sektor perekonomian lainnya.
Hasil analisis ekonometri menunjukan bahwa antara tahun 1998-2003, model gerrrtintaan rokok yang memiliki variabel signifilkan serta memenuhi syarat uji statistik adalah model permintaan konvensional. Model ini menjelaskan bahwa permintaan rokok dipengaruhi oleh variabel harga, variabel pendapatan perkapita dan variabel dummy kebijakan pembatasan iklan rokok. Variabel harga jual eceran berpengaruh negatif terhadap permintaan rokok secara signifikan (rx=l %) pada periode 1998-2003. Dengan kenaikan harga sebesar Rp. 1,- maka akan terjadi penurunan permintaan rokok sebesar 270.000 batang. Oleh karena harga jual eceran merupakan bagian dari kebijakan cukai maka hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan cukai berpengaruh negative terhadap permintaan rokok.
Output multiplier dan income multiplier pada sektor rokok tidaklah besar dalarn perekonomian nasional, output multiplier sektor ini menduduki peringkat 118 diantara 175 sektor dalam perekonomian nasional. Dernikian pula pada income multiplier sektor rokok mentlu[luki peringkat 167 di antara 175 Setter perekonomian lainnya. Serta sektor ini termasuk dalam sektor yang orientasinya rendah dimana indek BL dan FL <1.
Selanjutnya, analisis ini dikembangkan lagi dengan melihat dampak perubahan permintaan rokok akibat kebijakan cukai dengan model input output. Hasil analisis menunjukan baliwa sembilan peringkat besar persentase perubahan output sektor yang terkena dampak kenaikan cukai adalah sektor rokok itu sendiri, sektor cengkeb, tembakau, tembakau olahan, barang dan jasa yang tidak termasuk dimanapun, barang barang dari kertas dan karton, kertas dan karton, pupuk dan terarkbir adalah sektor bank.

This study examines the effect of excise policy on demand for cigarette and the other economy sectors as well. The hypothesis of this research is that excise policy will effect to the demand for cigarettes and also has the greatest multiplier which will influence to the other sectors.
To answer the above question will be analyzed by econometric and input-output approach. Econometric approach will be carried out by using fixed effect based on three demand model specification which is developed by Wilkins, Yurekli dan Hu (2002) i.e. Conventional demand model, myopic addiction demand model and rational addiction demand model. Whereas input-output approach will be analyzed by input-output table for 175 sectors in the year of 2000 in order to describe the effect of changing demand for cigarettes on the other economy sectors.
The result of econometric analysis in the year of 1998 until 2003 is that the conventional demand model for cigarettes has significant variables and also meets the requirement of statistics test. The conventional demand model explains that the demand for cigarettes is influenced by variable of price, income per capita, and dummy variable of advertising cigarette restriction. Retail price of cigarette has effect negatively on demand for cigarette (a-1%) in 1998-2003. By increasing price of Rp. 1,-, it will decrease demand for cigarette as amount as 270.000 pieces. Because of retail price of cigarette is part excise policy it is indicated that excise policy has influence negatively to the demand for cigarette.
The output multiplier and income multiplier of cigarette sectors are not great enough in national economy, the income multiplier of cigarette sector has ranked number 167 among 175 other economy sectors. The cigarette sector is categorized as a sector which has weakly orientation or has backward linkage and forward linkage <1.
Moreover, the analysis will be carried by using input output model due to explain the demand for cigarette which effected excise policy. The result showed that 9 greatest ranking on percentage of sectors output which is effected by increasing excise policy is cigarette sector it self, cloves sector, tobacco processed product, goods and services which are not include in the other sectors, goods from carton papers, papers and carton, fertilizers and the last sector is banking sector.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T18876
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagdja Muljarijadi
"Penelitian ini mencoba untuk menganalisis dampak ekonomi pemekaran (pemisahan) wilayah Banten dari Propinsi Jawa Barat pada tahun 2000, yang bertujuan untuk menjawab apakah diperlukan reorientasi perencanaan pembangunan Propinsi Jawa Barat pasca pemekaran. Untuk maksud tersebut penelitian dilakukan dengan menganalisis beberapa. indikator kriteria, seperti analisis deskriptif, keterkaitan antar sektor, perubahan struktur ekonomi, dampak sektoral dari produktivitas tenaga kerja, multiplier sektoral, serta perubahan sisi biaya produksi dari input primer.
Informasi utama yang diperlukan adalah Label input-output Jawa Barat tahun 1999 (sebelum pemekaran) dan 2000 (sesudah pemekaran). Metode normalized coefficients dan biproportional projection digunakan sebagai analisis utama untuk melihat ada atau tidaknya perubahan struktur perekonomian pasca pemekaran. Selanjutnya dengan menggunakan metode principal component analysis, beberapa indikator kriteria digunakan sebagai dasar penentuan sektor-sektor unggulan di Jawa Barat.
Analisis ini menunjukkan bahwa perubahan struktur perekonomian tidak terjadi pada variabel-variabel yang terkait dengan demand driven dan sebaliknya untuk variabel yang lainnya. Selain itu juga tidak ditemukan perbedaan yang mencolok dari hasil-hasil analisis (terutama untuk 10 sektor kegiatan terbesar) yang didasarkan pada invers matrik Leontif pada perekonomian Jawa Barat sebelum dan pasca pemekaran wilayah Banten.
Analisis ini juga membuktikan bahwa sektor-sektor unggulan di Propinsi Jawa Barat pasca pemekaran tidak mengalami perubahan yang berarti, dibandingkan dengan sektor-sektor unggulan sebelum pemekaran. Oleh sebab itu kesimpulan akhir yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa seharusnya tidak diperlukan perubahan arah perencaan pembangunan yang berarti di Jawa Barat pasca pemekaran. wilayah Banten."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T4283
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>