Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5169 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Levenstern, Mary Kerney
New York: Avery Publ. , 1992
616.994 LEV e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wilis Okti Pamungkas
"Metil paraben telah digunakan sebagai bahan pengawet selama lebih dari 50 tahun karena dianggap non toksik. Namun, penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa metil paraben dapat terakumulasi dalam tubuh dan dapat menyebabkan oxidative stress sehingga terjadi kerusakan DNA dengan membentuk 8-OHdG. Studi ini bertujuan untuk mengetahui adanya pembentukan kerusakan oksidatif DNA akibat paparan metil paraben yang berinteraksi dengan logam tembaga (I). Studi dilakukan secara in vitro melalui reaksi Fenton dan secara in vivo. Pada studi in vitro, 2’-deoxyguanosine direaksikan dengan metil paraben bersama logam tembaga (I) pada waktu inkubasi dan pH yang bervariasi. Studi in vivo dilakukan dengan memberikan paparan metil paraben, logam tembaga (I) maupun metil paraben dan tembaga (I) pada Rattus norvegicus.
Hasil studi in vitro dianalisis dengan menggunakan LC-MS/MS dan plasma dianalisis dengan ELISA kit untuk mengetahui konsentrasi 8-OHdG yang terbentuk. Berdasarkan hasil studi menunjukkan bahwa baik metil paraben maupun logam tembaga (I) dapat memicu pembentukan 8-OHdG baik pada studi in vitro maupun pada studi in vivo. Pada Studi in vivo, metil paraben tidak memberikan efek sinergis terhadap logam tembaga (I) pada pembentukan 8-OHdG, karena penambahan metil paraben ternyata menurunkan konsentrasi 8-OHdG yang dihasilkan pada paparan logam tembaga (I).

Methyl paraben has been used as a preservative for more than 50 years because it is considered as non-toxic substance. However, recent research shows that methyl parabens can accumulate in the body and can cause oxidative stress resulting in DNA damage by forming 8-OHdG. This study aims to determine the formation of oxidative damage to DNA due to exposure to methyl paraben which interacts with copper (I). The study was carried out in vitro through the Fenton reaction and in vivo. In vitro study, 2'-deoxyguanosine was reacted with methyl paraben with copper (I) at various incubation and pH times. While in vivo studies were carried out by giving exposure to methyl paraben, copper (I) and methyl paraben with copper (I) on Rattus norvegicus.
The results of in vitro studies were analyzed using LC-MS / MS and plasma were analyzed by ELISA kit to determine the formed 8-OHdG concentration. Based on the results of the study, it was shown that both methyl paraben and copper metal could trigger the formation of 8-OHdG in both in vitro studies and in vivo studies. In in vivo study, methyl paraben did not provide a synergistic effect on metal copper (I) on the formation of 8-OHdG, because the addition of methyl paraben apparently reduced the concentration of 8-OHdG produced by exposure to copper (I) metal.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T52748
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Sulistyaningsih
"Kanker serviks merupakan kanker yang menduduki urutan pertama dari kejadian kanker ginekologi perempuan. Kanker serviks merupakan kanker kedua paling banyak pada wanita yang tinggal di negara yang tertinggal dengan perkiraan 570.000 kasus baru pada tahun 2018. Kanker serviks sangat mempengaruhi kualitas hidup penderita dan keluarganya serta beban pembiayaan kesehatan oleh pemerintah. Masih tingginya kejadian kanker serviks bisa disebabkan karena faktor risiko yang belum tertangani secara baik di masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif dan menggunakan disain studi case control. Sumber data yang digunakan adalah data primer. Terdapat sebanyak 166 sampel yang terdiri dari 83 kasus dan 83 kontrol sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Berdasarkan hasil analisis terdapat hubungan yang signifikan antara usia pertama kontak seksual dengan kejadian kanker serviks dengan nilai odds ratio sebesar 3,20 (p value: 0,001.; 95% CI: 1,626-6,299). Selain itu faktor risko lain seperti jumlah pasangan (OR=4,91; p value: 0,000; 95% CI: 1,884-12,845), paritas (OR=2,84; p value: 0,001; 95% CI: 1,510-5,357), pil oral kontrasepsi (OR=2,74; p value: 0,002.; 95% CI: 1,452-5,197) juga berhubungan secara signifikan dengan kejadian kanker serviks. Terdapat beberapa faktor risiko yang tidak berhubungan secara statistik antara lain merokok (OR=2,23; p value: 0,075; 95% CI: 0,910-5,564), personal hygiene (OR=1,48; p value: 0,212; 95% CI: 0,799-2,727) dan status gizi (OR=1,18; p value: 0,755; 95% CI: 0,356-4,150). Penting untuk membuat berbagai program promosi kesehatan dengan kegiatan sosialisasi dan KIE terkait faktor risiko kejadian kanker serviks.

Cervical cancer is the most common type of gynecologic cancer in women. In the least developed countries, cervical cancer is the second most common type of cancer with 570.000 new cases in 2018 . Cervical cancer significantly influences patients’ quality of life and places a financial burden on the government. The high number of cervical cancer cases can be due to poor management of its risk factor in society. This is a quantitative case-control study using primary data. A total of 166 samples are gathered based on inclusion and exclusion criteria. These samples were then divided equally into the control and case groups, making each group have 83 subjects. Based on data analysis, there is a significant relationship between the age of first sexual intercourse and cervical cancer with an odds ratio of 3,20 (p-value: 0,001.; 95% CI: 1,626-6,299). Moreover, other risk factors such as the number of sexual partners (OR=4,91; p-value: 0,000; 95% CI: 1,884-12,845), parity (OR=2,84; p-value: 0,001; 95% CI: 1,510-5,357), usage of oral contraception (OR=2,74; p-value: 0,002.; 95% CI: 1,452-5,197) also play a significant part in the occurrence of cervical cancer. On the other hand, some risk factors does not correlate with cervical cancer statistically, including smoking (OR=2,23; p-value: 0,075; 95% CI: 0,910-5,564), personal hygiene (OR=1,48; p-value: 0,212; 95% CI: 0,799-2,727) and nutritional status (OR=1,18; p-value: 0,755; 95% CI: 0,356- 4,150). It is important to develop various health promotion programs including social activities and counseling about risk factors of cervical cancer."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edel Herbitya
"Latar Belakang. Demam neutropenia adalah salah satu kegawatdaruratan di bidang onkologi medis dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi, menyebabkan pembiayaan kesehatan yang tinggi serta memicu luaran klinis yang buruk. Oleh karena itu, klinisi perlu mengenali faktor-faktor risiko untuk mencegah demam neutropenia. Skor FENCE merupakan model prediksi demam neutropenia pada pasien yang menjalani kemoterapi siklus pertama.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan validasi skor FENCE dalam memprediksi risiko terjadinya demam neutropenia pada pasien kanker padat dan limfoma yang menjalani kemoterapi siklus pertama.
Metode. Penelitian ini memiliki desain kohort retrospektif dengan menggunakan data rekam medis pada pasien kanker padat dan limfoma yang menjalani kemoterapi siklus pertama di RS Kanker Dharmais pada tahun 2020. Identifikasi penilaian skor FENCE akan dievaluasi saat akan menjalani kemoterapi siklus pertama. Data terkumpul dianalisis uji kalibrasi dengan Hosmer-Lemeshow dan uji diskriminasi dengan Area Under the Curve(AUC) dalam memprediksi risiko terjadinya demam neutropenia.
Hasil. Diantara 700 pasien, proporsi demam neutropenia adalah 13,3% dengan mortalitas sebesar 21,5%. Mayoritas subjek adalah wanita (70,4%), usia < 65 tahun (91,6%) dengan median usia 49 tahun, kanker payudara (44%), dan stadium lanjut (54,7%). Skor FENCE memiliki performa kalibrasi yang baik (p = 0,354, koefisien korelasi r = 0,979). Performa diskriminasi skor FENCE baik dengan AUC 0,816 (IK95% 0,771 – 0,862).
Kesimpulan. Performa kalibrasi dan diskriminasi skor FENCE dalam memprediksi risiko terjadinya demam neutropenia pada pasien kanker padat dan limfoma adalah baik. 

Background. Febrile neutropenia is an emergency case in the medical oncology field with high morbidity and mortality rates, causing high health costs, and leading to poor clinical outcomes. Therefore, clinicians need to identify risk factors to prevent febrile neutropenia. The FENCE score is a prediction model of febrile neutropenia in patients undergoing the first cycle of chemotherapy.
Aim. This study aims to validate the FENCE score in predicting the risk of febrile neutropenia in solid cancer and lymphoma patients undergoing the first cycle of chemotherapy.
Methods. In this study, a retrospective cohort design was used using medical records of solid cancer and lymphoma patients who underwent the first cycle of chemotherapy at Dharmais Cancer Hospital in 2020.The identification of the FENCE score will be evaluated when undergoing the first cycle of chemotherapy. Collected data were analyzed using the Hosmer-Lemeshow test for the calibration performance and the Area Under the Curve (AUC) test for the discrimination performance in predicting the risk of febrile neutropenia.
Results. Among 700 patients, 13.3% had febrile neutropenia, with a mortality rate of 21.5%. The majority were females (70.4%), age < 65 years (91.6%) with a median age of 49 years, breast cancer (44%), and advanced stage (54.7%). The FENCE score had good calibration performance (p = 0.354, coefficient of correlation r = 0.979). The discrimination performance of FENCE score was good with AUC 0.816 (95%CI 0.771 – 0.862).
Conclusion. The calibration and discrimination performance of FENCE score in predicting the risk of febrile neutropenia in solid cancer and lymphoma is good. 
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Taruli Rohana
"Kanker serviks (leher rahim) merupakan masalah kesehatan yang penting bagi wanita di seluruh dunia dan merupakan penyebab kematian utama kanker pada wanita di negara-negara yang sedang berkembang. Kanker ini adalah jenis kanker ketiga yang paling umum pada wanita, dimana lebih dari 1,4 juta wanita di seluruh dunia mengalaminya. Setiap tahun, lebih dari 460.000 kasus terjadi dan 80% nya ada di negara-negara berkembang dan sekitar 231.000 wanita meninggal karena penyakit tersebut. Menurut perkiraan Depkes RI (2000) insidens kanker serviks sebesar 100 per 100 ribu penduduk per tahun.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui determinan kejadian karsinoma serviks pada peserta program pencegahan kanker serviks "see and treat" metode pemeriksaan IVA dan dinilai determinan apa saja yang memberikan kontribusi terbesar terhadap kejadian karsinoma serviks. Penelitian ini merupakan studi observasional dengan menggunakan data sekunder yang berasal dari kerjasama Female Cancer Programme, MFS "See and Treat" Project Leiden University Medical Center Leiden, The Netherlands dengan delapan universitas di Indonesia dan data dikumpulkan dengan desain potong lintang (cross sectional). Urutan analisis data meliputi univariat, bivariat dan multivariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel utama yang paling dominan mempengaruhi kejadian karsinoma serviks adalah cairan vagina dimana nilai p=0,000 OR=4,17 (95% CI:2,61-6,65). Variabel interaksi yang berhubungan dengan kejadian karsinoma serviks adalah cairan vagina abnormal (berlebihan, berbau dan berwarna kekuningan) dengan usia pertama kali menikah nilai p=0,003, OR=0,88 (95%CI:0,34-2,23). Perlu digalakkan bimbingan dan penyuluhan tentang determinan utama yang berhubungan dengan kejadian karsinoma serviks melalui media yang efektif dan efisien sehingga dapat memotivasi khususnya para wanita untuk memeriksakan organ reproduksinya secara berkala.

Cervical Cancer is one of the important healthy things for women in the world and one of the eminent death causes of cancer for women in the developing country. This cancer is the third common cancer where are more than 1.4 million women in the world suffering from it. Every year, there are more than 460.000 cases and 80% of those happen in developing country and around 231.000 women die because of this disease.
The purpose for this research is to know occurrence determinant cervical carcinoma for participant cervical cancer preventive "see and treat" program inspection method IV A and what kind of determination value which give the big contribution to cervical carcinoma. This research constitutes of observational study using secondary data from Female Cancer Program, MFS "See and Treat" Project Leiden University Medical Center Leiden, The Netherlands with eight famous universities in Indonesia cooperated and collected data with cross sectional design. The sequences of data analysis cover univariate, bivariate and multivariate analyses.
The result of research shows that the prime variable which is the very dominant cause of cervical carcinoma case is vagina liquid where is the vagina liquid value p=0,000 OR=4,17 (95% CI:2,61-6,65). Interaction variable which related with cervical carcinoma case is liquid abnormality of vagina value from women with marital age p=0,003 OR=0,88 (95% CI:0,34-2,23). We need to give lead and illumination about prime determination that relates to cervical cancer carcinoma by effective and efficient media so it can give motivation especially for women to checking up their reproduction organ periodically."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T28383
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Chendy Permatasari Wibowo
"Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pembentukan DNA Adduct 8-OHdG akibat kerusakan oksidatif DNA yang disebabkan oleh paparan akrilamida (1 mg/kg BB) dan Cu (II) (10 mg/kg BB). Studi in vivo dilakukan dengan menggunakan kelompok tikus (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley yang diberi paparan selama 28 hari dan dilakukan pengambilan sampel urin setiap 7 hari. Studi in vitro dilakukan dengan mereaksikan 2-„deoksiguanosin pH 7,4 dengan akrilamida, Cu (II), H2O2 melalui reaksi Fenton-like pada suhu 37 °C. Analisis 8-OHdG dilakukan dengan instrumentasi LC-MS/MS ionisasi positif, fasa terbalik, dengan gradien elusi campuran ammonium asetat 20mM dan asetonitril. Hasil studi in vivo menunjukkan bahwa paparan akrilamida, Cu, dan gabungan akrilamida + Cu (II) mengakibatkan adanya kerusakan DNA yang dapat menimbulkan risiko kanker. Kelompok paparan gabungan akrilamida + Cu (II) menunjukkan kadar yang paling tinggi, hal ini menunjukkan adanya kesinergisan antara akrilamida dan Cu (II) pada pembentukan kadar 8-OHdG. Pengujian kadar 8-OHdG secara berkala menunjukkan kadar 8-OHdG yang semakin meningkat seiring dengan lamanya waktu paparan. Hasil studi in vitro menunjukkan bahwa akrilamida tidak menginduksi pembentukan 8-OHdG secara langsung, melainkan perlu adanya proses metabolisme terlebih dahulu.

This study was conducted to analyze the formation of 8-OHdG DNA Adduct due to oxidative DNA damage caused by exposure to acrylamide (1 mg / kg BB) and Cu (II) (10 mg / kg BW). In vivo studies were carried out using a group of Sprague Dawley rats (Rattus norvegicus) that were exposed for 28 days of exposure and urine samples were taken every 7 days. In vitro studies were carried out by reacting 2-oksdeoxiguanosine pH 7.4 with acrylamide, Cu (II), H2O2 through Fenton-like reaction at 37 ° C. The 8-OHdG analysis was performed with positive ionization LC-MS / MS instrumentation, reversed phase system, with a mixture of elution gradient of ammonium acetate 20mM and acetonitrile. The results of in vivo studies showed that acrylamide, Cu, and acrylamide combined Cu (II) exposure caused DNA damage that could cause cancer risk. The exposure group of acrylamide combined Cu (II) combined showed the highest levels, this indicates a synergy between acrylamide and Cu (II) in the formation of 8-OHdG levels. Periodic analysis of 8-OHdG levels shows that 8-OHdG levels are increasing along with the length of time of exposure. In vitro testing shows that acrylamide does not directly induce the formation of 8-OHdG, but rather requires a metabolic process first."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Rachmasari
"Antioksidan t-BHQ dapat meningkatkan kerusakan oksidatif DNA yang ditandai dengan jumlah 8-OHdG yang meningkat. Logam TiO2 yang digunakan untuk pemutih pada cat tembok dan di tambahkan diproduk rumah tangga juga mampu meningkatkan jumlah 8-OHdG di dalam tubuh. 8-OHdG terbentuk dari hasil reaksi antara Reactive Oxidative Species (ROS) dalam bentuk hidroksil radikal. Pada penelitian ini dilakukan studi pembentukan adduct dengan mereaksikan 2?-deoksiguanosin dan guanosin dengan senyawa t-BHQ dan TiO2 dalam variasi pH, temperatur dan waktu inkubasi.
Hasil 8-OHdG yang terbentuk dianalisa menggunakan instrumen HPLC detector UV pada panjang gelombang 254 nm dengan fasa gerak buffer fosfat dan metanol (95:5) dan laju alir 0,85 mL/menit. Dari hasil penelitian diketahui adduct dG yang terbentuk paling banyak pada kondisi temperatur 60oC, waktu inkubasi 6 jam dan pH 8,5 diperoleh %adduct 39,62%. Sedangkan, adduct guanosin diukur secara kualitatif dari luas peak yang dihasilkan didapatkan adduct paling besar pada kondisi yang sama.

Antioxidant t - BHQ which may increase oxidative damage to DNA is characterized by the increasing number of 8 - OHdG. Metal TiO2, used to bleach the paint on the wall and add in households product, is also able to increase the number of 8 - OHdG in the body. 8 - OHdG is formed from the reaction between Reactive Oxidative Species (ROS) in the hydroxyl radicals’ form. In this research the formation’s study of adducts by reacting 2' - deoksiguanosin and guanosine with t - BHQ compounds and TiO2 in the variation of pH, temperature and incubation time.
Results of 8-OHdG formed were analyzed using HPLC instrument with UV detector at a wavelength of 254 nm, using a mobile phase of phosphate buffer and methanol (95:5) and a flow rate of 0.85 mL / min. The survey results revealed that dG adducts formed at most 60 ° C in temperature, incubation time of 6 hours and a pH of 8.5 %adducts obtained 39.62 %. Meanwhile, guanosine adducts measured qualitatively from the broad peak produced most major adducts obtained under the same conditions.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S54487
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arminta Utari
"Pada penelitian ini telah dilakukan analisis pembentukan senyawa 8-hidroksi-2’-deoksiguanosin (8-OHdG) sebagai penanda kerusakan oksidatif DNA yang diakibatkan oleh paparan senyawa akrilamida dan logam kromium heksavalen (Cr(VI)). Studi in vitro dilakukan melalui reaksi senyawa 2’-deoksiguanosin dengan akrilamida, logam Cr(VI), asam askorbat, dan H2O2 berdasarkan prinsip reaksi Fenton-like pada variasi pH inkubasi 7,4 dan 8,4, suhu inkubasi 37 dan 60 °C, serta waktu inkubasi 7 dan 12 jam. Analisis senyawa 8-OHdG dilakukan menggunakan UHPLC fasa terbalik dengan fasa gerak berupa campuran penyangga natrium fosfat pH 6,7 : metanol (85:15). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa paparan akrilamida dan Cr(VI) secara in vitro menyebabkan pembentukan 8-OHdG dengan konsentrasi rendah, serta penambahan asam askorbat mampu meningkatkan pembentukan 8-OHdG. Konsentrasi 8-OHdG tertinggi pada sampel tanpa asam askorbat diperoleh dengan kondisi suhu inkubasi 60 °C, serta pada sampel dengan asam askorbat diperoleh dengan kondisi pH inkubasi 7,4, suhu inkubasi 37 °C, dan waktu inkubasi 7 jam.

This research aims to investigate 8-hydroxy-2’-deoxyguanosine (8-OHdG) formation as a biomarker of DNA oxidative damage following acrylamide and hexavalent chromium (Cr(VI)) exposure. In vitro study was carried out through reactions between 2’-deoxyguanosine, acrylamide, Cr(VI),  and reducing agent with respect to Fenton-like principles. Samples at pH 7.4 and 8.4 were incubated for 7 and 12 hours under 37 and 60ºC to find the correlation between 8-OHdG concentration over several pH, time, and temperature conditions. Analysis was performed by reversed-phase UHPLC using sodium phosphate buffer pH 6.7 : methanol (85:15) as mobile phase. Results show that low concentration of 8-OHdG could be linked to acrylamide and Cr(VI) exposure, and ascorbic acid might have a role in increasing 8-OHdG to higher concentration. The highest concentration of 8-OHdG was obtained at 60°C in samples without the presence of ascorbic acid, and at pH 7.4, 37 °C, and 7 hours of incubation in samples with the presence of ascorbic acid.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Willy Kristianto
"Sinamaldehid merupakan senyawa kimia yang banyak digunakan dalam bidang industri dan mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut strukturnya, sinamaldehid merupakan senyawa tak jenuh, yang dapat memicu produksi ROS dalam tubuh. ROS ini dapat bereaksi dengan DNA atau protein dan membentuk DNA Adduct. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis terbentuknya DNA Adduct 8-OHdG akibat kerusakan oksidatif DNA yang disebabkan oleh paparan sinamaldehid. Studi in vitro dilakukan dengan mereaksikan 2`-deoksiguanosin dengan sinamaldehid melalui reaksi Fenton-like. Reaksi dilakukan pada pH 7,4 dan 8,4, pada suhu 37 °C serta waktu inkubasi 7 dan 12 jam. Studi in vivo dilakukan dengan menggunakan kelompok tikus putih (Rattus norvegicus) yang dikenai paparan sinamaldehid (200 mg/kg BB) dan CuSO4 (10 mg/kg BB) selama 28 hari. Sampel urine diambil setiap minggunya. Analisis pembentukan 8-OHdG dilakukan menggunakan instrumen LC-MS/MS dengan kromatografi fase terbalik. Fasa gerak yang digunakan adalah campuran ammonium asetat 20 mM pH 4 dan asetonitril dengan gradien elusi. Hasil studi in vivo menunjukkan bahwa paparan sinamaldehid, Cu(II), dan H2O2 dapat menyebabkan pembentukan 8-OHdG, dengan produk terbanyak pada pH 7,4 dan waktu inkubasi 12 jam. Hasil studi in vivo menunjukkan bahwa paparan sinamaldehid dan Cu(II) dapat menyebabkan pembentukan 8-OHdG. Waktu pemaparan yang lebih lama menunjukkan peningkatan kadar sinamaldehid dalam urine tikus.

Cinnamaldehyde is a chemical compound that is widely used in industrial fields and is easily found in everyday life. According to the structure, cinnamaldehyde is an unsaturated compound, which can trigger the production of ROS in the body. This ROS can react with DNA or proteins and form DNA adducts. This study aims to analyze the formation of 8-OHdG DNA Adduct due to oxidative DNA damage caused by exposure to cinnamaldehyde. In vitro studies were carried out by reacting 2`-deoxiguanosine with cinnamaldehyde, Cu(II), and H2O2 through a fenton-like reaction. The reaction was carried out at pH 7.4 and 8.4, at 37 °C and incubation times of 7 and 12 hours. In vivo studies were carried out using a group of white mice (Rattus norvegicus) which were exposed to cinnamaldehyde (200 mg/kg BW) and CuSO4 (10 mg/kg BW) for 28 days. Urine samples are taken every week. Analysis of the formation of 8-OHdG using an LC-MS/MS instrument with reverse phase chromatography. The mobile phase used was a mixture of 20 mM ammonium acetate pH 4 and acetonitrile with elution gradient. The results of in vivo studies showed that exposure to cinnamaldehyde, Cu(II), and H2O2 can cause the formation of 8-OHdG, with the most products at pH 7.4 and 12 hours incubation time. The results of in vivo studies indicate that exposure to cinnamaldehyde and Cu(II) can cause the formation of 8-OHdG. Longer exposure times showed increased levels of cinnamaldehyde in rat urine."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dery Damayanti
"Dalam penelitian ini, pembentukan DNA Adduct 8-Hidroksi-2-Deoksiguanosin (8-OHdG) sebagai biomarker kerusakan DNA dilakukan dengan mereaksikan basa 2'deoxyguanosine dengan TBHQ, dengan penambahan paparan logam kromium melalui reaksi seperti Fenton dan askorbat AC id. Reaksi dilakukan dengan variasi pH (7,4 dan 8,4), suhu (37C dan 60OC), dan waktu inkubasi (7 dan 12 jam). 8-OHdG dianalisis menggunakan fase terbalik UHPLC dengan detektor UV pada panjang gelombang 254 nm. Kondisi optimum untuk menganalisis 8-OHdG menggunakan eluen dengan campuran buffer fosfat pH 6,7 10 mM dan metanol berada pada rasio 85:15. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan TBHQ juga logam Cr (VI) dapat meningkatkan konsentrasi 8-OHdG. Penambahan pereaksi seperti Fenton dan asam askorbat juga dapat meningkatkan konsentrasi 8-OHdG yang dihasilkan. Sebagian besar 8-OHdG terbentuk lebih tinggi untuk reaksi pada pH 7,4, suhu 60OC, dan waktu inkubasi 12 jam.

In this research, the formation of DNA 8-Hydroxy-2-Deoxiguanosin (8-OHdG) as a biomarker of DNA damage was carried out by reacting 2deoxyguanosine bases with TBHQ, with the addition of chromium metal exposure through reactions such as Fenton and AC id ascorbate. The reaction was carried out with variations in pH (7.4 and 8.4), temperature (37C and 60OC), and incubation time (7 and 12 hours). 8-OHdG was analyzed using reverse phase UHPLC with a UV detector at a wavelength of 254 nm. The optimum conditions for analyzing 8-OHdG using eluents with a phosphate buffer mixture of pH 6.7 10 mM and methanol are at a ratio of 85:15. The results of this study indicate that the addition of TBHQ as well as Cr (VI) metal can increase the concentration of 8-OHdG. Addition of reagents such as Fenton and ascorbic acid can also increase the concentration of 8-OHdG produced. Most of the 8-OHdG formed was higher for the reaction at pH 7.4, temperature 60oC, and incubation time of 12 hours.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>