Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 79709 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ridza Maya Meutia Aziz
"Subsektor industri mebel kayu berkembang menjadi tulang punggung perekonomian Kabupaten Jepara pascakrisis ekonomi 1997. Keberlanjutan sistem industri terancam oleh masalah pasokan bahan kayu jati yang semakin terbatas. Sejumlah upaya individual atau kolektif telah dilakukan untuk rnengatasi masalah ini. Dua upaya kolektif lintas sektor diteliti karena melibatkan aktor-aktor asosiasi kepentingan lokal (Asmindo Komda Jepara) yang berinteraksi dengan sejumlah aktor publik dan privat lainnya. Walau kesepakatan kerjasama antaraktor strategik berhasil dicapai dalam kedua upaya kolektif, pelaksanaan kerjasama sendiri terhambat sehingga dinilai tidak perlu dilanjutkan. Kedua upaya kolektif lintas sektor itu memperlihatkan pemanfaatan modal sosial oleh organisasi lokal dalam mengembangkan governance (tatakelola) untuk subsektor ekonomi daerah yang memfasilitasi upaya-upaya tertentu dari organisasi bersangkutan. Tujuan penelitian, dengan itu, adalah memahami sejauh apa modal sosial dapat dimanfaatkan oleh Asmindo Komda Jepara dalam (upaya-upaya kolektif lintas sektor untuk) memenuhi kebutuhan bahan kayu industri setempat pascakrisis ekonomi 1997. Penelitian bertolak dari model tatakelola Kooiman (2000:142-161) dan model teorisasi modal sosial Lin (2001:2-23) karena sama-sama menekankan kajian pada proses interaksi antaraktor yang memungkinkan suatu jaringan sosial terbangun dan melembaga.
Penelitian kualitatif ini bersifat eksplanatif melalui studi kasus, yaitu kasus WKJ (Warung Kayu Jepara) dan kasus perjalanan dinas ke KTI (Kawasan Timur Indonesia). Ada 18 narasumber (di Jakarta, Jepara, Raha, dan Semarang) yang diwawancarai (Oktober 2005-Maret 2006) secara langsung atau melalui telepon. Studi kepustakaan dan dokumentasi dilakukan sejak akhir 2004.
Pengamatan langsung ke Jepara dilakukan selama dua minggu pertama Januari 2006. lndustri mebel Jepara memperlihatkan sistem yang terbuka sehingga berbagai sumberdaya baru mudah mengalir lebih ke dalam sistem itu. Namun, aliran sejumlah sumberdaya tertentu lain (misalnya, jati Jawa) tidak mungkin sama cepat dan banyaknya karena dibalasi oleh sifat-sifatnya sendiri. Kasus Jepara menunjukkan bahwa kelangkaan suatu sumberdaya alam dapat mendorong masyarakat untuk mengubah bentuk tatakelola sumberdaya alam maupun perilaku mereka. Kedua kasus juga memperkuat pendapat Ali (2003:3) bahwa, dalam konflik yang faktor penyebabnya tidak tunggal, faktor lingkungan justru dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan kerjasama.
Berdasarkan penggolongan Kooiman (2000:154-161), kedua kasus merupakan proses talakelola derajat pertama, yaitu interaksi sosial politik yang bertujuan menyelesaikan masalah (dalam kasus WKJ) arau menciptakan kesempatan baru (dalam kasus perjalanan dinas ke KTI). Namun, secara umum, Jepara mulai mengarah pada tatakelola derajat kedua (pengembangan kelembagaan) dengan mode co-governing. Interaksi dalam kedua kasus berbentuk koordinasi di tingkat meso karena bersifat lintas organisasi (di tingkat aksi) dan terbatas untuk industri mebel kayu seternpat (di tingkat struktur). Para aktor asosiasi yang berposisi strategik telah memanfaatkan ikatan sosial yang lemah, yaitu hubungan mereka dengan aktor-aktor dari berbagai lembaga, sebagai (akses pada) jembatan dalam membangun jejaring untuk menangani masalah keterbatasan bahan kayu industri. Dalam kedua kasus, proses interaksi membangun jejaring ke luar asosiasi melibatkan interaksi antar-anggota asosiasi sendiri di dalam organisasi. Jaringan ?eksternal" asosiasi rnaupun jaringan ?internal? asosiasi tersebut Sama-sama terbangun sebagai hasil aksi-aksi instrumental.
Kedua kasus memperlihatkan bahwa posisi aktor asosiasi yang kurang kuat dalam jaringan ?eksternal? asosiasi telah diperkuat dengan memanfaatkan (akses pada) jembatan, tetapi cara ini tetap tidak dapat meningkalkan imbalan ekonomik (bahan kayu industri) dari aksi mereka. Posisi aktor yang lebih strategik dalam asosiasi juga tidak memudahkan aktor untuk mengakses dan memobilisir sumberdaya yang tenambat pada jaringan ?internal? asosiasi sendiri dan, selanjutnya, memberikan imbalan bahan kayu industri yang lebih besar.
Sesuai pendapal Lin (2001:19) bahwa pemanfaatan jembatan dipandang lebih penting daripada pemanfaatan posisi dalam aksi instrumental, para aktor asosiasi masih kurang memanfaatkan (akses pada) jembatan dalam kedua kasus, terutama di dalam jaringan ?internal? asosiasi sendiri, sehingga imbalan ekonomik (bahan kayu industri) dari aksi kurang sesuai dengan ekspetasi awal. Dalam kedua kasus, aktor-aktor asosiasi ternyata telah memanfaatkan (akses pada) jembatan untuk jaringan ?eksternal? asosiasi dengan lebih memanfaatkan posisi mereka di dalam (dan di luar) asosiasi sendiri, tanpa dukungan sumberdaya yang relatif memadai dari para anggota asosiasi lainnya. Penjembatanan (aliran informasi dan pengaruh) antaranggota asosiasi sendiri masih kurang efektif. Yang rnenghambat mobilisisasi sumberdaya dari para anggota asosiasi lain adalah kepercayaan antaranggota sendiri yang rendah. Anggota cenderung melihat sesama pengrajin lebih sebagai pesaing dan cenderung saling menahan informasi dan tidak mau menanggnng risiko bersama. Pengurus asosiasi juga menerima warisan stigma dari kepengurusan Iama, apalagi sebagian pengurus merupakan kelompok pertemanan dengan ikatan lebih kuat. Eksklusi juga dicerminkan oleh kenyataan bahwa, kepengurusan bergabung dalam asosiasi untuk tujuan strategik, sedangkan sebagian anggota bergabung belakangan untuk tujuan taktis.
Hal-hal di luar lingkup asosiasi ikut membuat pemanfaatan modal sosial oleh aktor-aktor asosiasi kurang efektif dalam kedua kasus. Dalam kasus WKJ, khususnya lingkup regional, aktor asosiasi mewakili kelompok yang berposisi Iemah akibat sumberdaya material dan keahlian membangun hubungan formal legal yang masih terbatas. Para aktor asosiasi harus mengakses jembatan untuk memperkuat posisi mereka tersebut, tetapi lemahnya umpan balik (tekanan sanksi) atas pelanggaran kerjasama ikut mencerminkan masih lemahnya political will dari contact persons untuk mendukung para aktor asosiasi. Dalam kasus peljalanan dinas ke KTI, selain karena mutu jati Muna berbeda dibandingkan mutu jati Jawa, pengadaan pasokan kayu jati alternatif ini dianggap telah menjadi tidak efisien karena pengaruh jaringan pembalakan liar yang jauh lebih kuat."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22300
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Dody N.D.
"Latar belakang penulis mengambil topik ini sebagai bahan karya akhir adalah karena melihat industri mebel kayu -yang memiliki keunggulan-keunggulan kompetitif nasional, ikut mengalami kemerosotan penjualan luar negeri (ekspor) selama masa krisis. Di industri mebel kayu, penurunan nilai ekspor memang terjadi secara signifikan. Ekspor kita menurun 52% dari US$ 531 juta tahun 1997 menjadi US$ 251 juta tahun 1998. Meskipun daya serap dunia terhadap mebel terus meningkat. Tetapi yang menjadi menarik adalah perkembangan di industri kecilnya. Nilai ekspor industri kecil mebel kayu Indonesia 1998 meningkat 16,7 kali (dalam rupiah), dan jika kita sesuaikan dalam dolar Amerika (US$ I Rp 9600,-) maka peningkatan itu menjadi berkisar 4 kali atau 400%. Tetap ada peningkatan yang signifikan.
Permasalahan yang selanjutnya dihadapi industri ini adalah bagaimana menghadapi persaingan global. Dimana, cepat atau lambat, pahit atau rnanis, terasa atau tidak, pola-pola tersebut akan segera kita hadapi sebagai komitmen dan perjanjian-perjanjian yang dirintis dalam GATT (General Agreement on Tariffs and Trade). Dimana dunia diarahkan kepada konsep pasar yang mengaburkan batas-batas negara. Sebuah pasar bebas dengan segala konsekuensinya. Ketika itu terjadi, keunggulan bersaing industri suatu bangsa akan benar-benar di tantang oleh sistem pasar ini. Industri yang berlaku ragu, baik itu dalam strategi, sistem produksi, ataupun dalam pelacakan/pencarian target pasar yang tepat, akan mengalami kelemahan-kelemahan dalam persaingan global.
Tujuan penulisan adalah untuk menentukan pendekatan strategi yang sebaiknya diadopsi industri kecil mebel kayu agar dapat bersaing di pasar yang lebih luas, pasar global. Untuk itu ada baiknya kita membuka kembali rumusan klasik keunggulan bersaing industri suatu bangsa, untuk melihat kembali (me-review) dan merekam data organisasi industri mebel kayu gima menyusun pendekatan strategi bersaing tersebut. Kemudian dianalisis kekuatan yang mempengaruhi persaingan dalam industri mebel kayu. Hingga didapat bahwa penurunan ekspor industri dan peningkatan ekspor industri kecil mebel kayu tidak-lah dapat dikatakan semata-mata sebagai dampak akibat menurunnya produktivitas industri besar dan menengah, atau akibat depresiasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika sehingga harga produk industri terasa Iebih murah. Meskipun kedua hal tersebut benar adanya karena keterbatasan data Dalam penalaran positif dapatlah diasumsikan bahwa kenaikan nilai ekspor juga diakibatkan meningkatnya daya saing industri akibat bersaing di kelasnya. Artinya, krisis ekonomi ternyata memberikan sinyal bahwa industri kecil mebel kayu nasional mempunyai keunggulan bersaing pada pasar tertentu.
Dengan kata lain, peningkatan nilai ekspor industri kecil tersebut memunculkan harapan bahwa industri kecil, dengan keuntungan fleksibilitas yang tínggi, kecepatan penyesuaian dan rendahnya beban biaya tetap, adalah kompetitif pada segmen pasar tertentu. Sehingga yang perlu dipertimbangkan adalah bagaimana mereduksi high cost economy (menekan tingginya biaya input industri), dimana kita mempunyaí fakior surnber daya yang mencukupi.
Adanya permasalahan global (global issue) seperti: manajemen standarisasi mutu produk dan manajemen mutu língkungan (ekolabelling) merupakan isu kritis yang segera perlu dicermati oleh pemerintah dan seluruh pelaku di industri kayu, bukan hanya industri mebel. Hal diatas dapat menjadi ancaman serius karena akan mengurangi daya saing produk industri, yang selanjutnya akan berdampak pada devisa sebesar USS 5 milyar dolar yang disumbangkan subsektor ini. Karenanya diperlukan pendekatan atau arah pengembangan agar industri dapat terus bersaing secara internasional.
Berdasarkan hasil analisa maka strategi pengembangan yang realistis dan berprospek untuk diadopsi oleh industri kecil mebel kayu nasional adalah strategi generik keunggulan biaya menyeluruh (cost leadership) pada target pasar global (broad market). Dengan strategi ini, industri diarahkan untuk mereduksi high cost economynya untuk mendapatkan profit margin yang lebih balk Hal ini selain memperkuat daya saing global, juga ditujukan untuk memberikan penawaran lebih menarik kepada pasar lokal. Menjadi penting karena selanjutnya, langsung atau tidak. akan mendukung eksistensi industri."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustinus Yanuar Mahendratama
"Studi Kelayakan Pemanfaatan BBM Sintetik Dari Batubara dan Biomassa Untuk Memenuhi Kebutuhan BBM Dalam Negeri? dilakukan untuk mengatasi kelangkaan bahan bakar di Indonesia karena potensinya sangat besar sedangkan biomassa dipilih dengan alasan dapat diperbaharui. BBM sintetik ini diperoleh melalui beberapa tahapan proses yaitu: gasifikasi, sintesis Fischer-Tropsch dan upgrading produk. Metode yang digunakan adalah metode tekno ekonomi menurut Leland Blank dan Anthony Tarquin dengan pertimbangan kajian teknis dari Borreighter dan Kreutz. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kilang BBM sintetik direkomendasikan untuk didirikan di Sumatera dan Kalimantan dengan kapasitas 1 kilang sebesar 104.415 bbl/day dengan harga produk gasoline dan diesel minimal sebesar Rp. 7.500 sehingga modal dapat kembali dalam waktu 6-7 tahun. Dari telaah ini maka dapat disimpulkan bahwa kilang BBM sintetik ini layak untuk segera dibangun di Indonesia.

The study Feasibility The Use Of Synthetic Fuel From Coal And Biomass In Order To Meet The Need Of Domestic Fuel? was done to overcome the scarcity of fuel in Indonesia because the potential is huge while biomass is selected because it is renewable. Synthetic fuel can be obtained through several stages : gasification, Fischer-Tropsch synthesis and product upgrading. The Method used is Techno Economic method according Leland Blank and Anthony Tarquin using consideration technical review from Borreighter and Kreutz. The result show that synthetic fuel refineries recommended to set up in Sumatera and Kalimantan at capacity 104.415 bbl/day with the gasoline and diesel price at least Rp. 7.500 so that capital can be back at 6-7 years. From this study can be concluded that the synthetic fuel refinery is feasible to be built in Indonesia."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
T30577
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Febe Bachtiar
"Konsep masyarakat Barat yang individualistik dan kapitalistik tidak memungkinkan (preclude) untuk melindungi hak-hak dari masyarakat lokal atau suku bangsa asli (traditional communities and indigenous people) atas kekayaan intelektual (traditional knowledge/folklore) mereka yang pada umumnya tidak dimiliki secara individual oleh anggota masyarakat yang bersangkutan (kolektif). Akibatnya, banyak terjadi peristiwa penyalahgunaan hak (misappropriation) atas karya-karya folklore Indonesia, dan potensi ekonominya lebih banyak dinikmati oleh orang asing daripada masyarakat adat Indonesia sendiri, seperti pada kasus misappropriation ukiran Jepara. Bertujuan untuk mengkaji konsep perlindungan HKI dalam rangka pemanfaatan potensi ekonomi folklore ukiran Jepara yang optimal bagi keuntungan masyarakat lokal/adat Jepara, tesis ini mengangkat pokok permasalahan tentang implementasi UU Hak Cipta sehubungan dengan Hak Terkait (Neighbouring Rights) pengrajin ukiran dan masyarakat lokal/adat Jepara, apa yang menjadi kendalanya dan bagaimanakah mekanisme perlindungan yang telah diterapkan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yang dilakukan dengan cara wawancara, dan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa UU Hak Cipta belum cukup merepresentasi Hak Terkait yang dimiliki oleh para pengrajin ukiran dan masyarakat lokal/adat Jepara sebagai komunitas pemangku asli folklore Jepara. Hal ini disebabkan pengaturan folklore yang masih abstrak dalam UU Hak Cipta, ciri masyarakatnya sendiri yang komunalistik dan religius serta tidak paham HKI dan mudahnya orang asing memperoleh perlindungan Hak Cipta atas karya folklore ukiran Jepara, sehingga masyarakat Jepara belum dapat menikmati potensi ekonomi ukiran Jepara dengan semaksimal mungkin. Walaupun demikian ada beberapa mekanisme perlindungan yang dapat diterapkan, yakni upaya hukum pidana, hukum perdata, tindakan dokumentasi sebagai sarana defensive protection, serta perlindungan Indikasi Geografis (IG). Oleh karena itu, Pemerintah perlu melakukan sosialisasi mengenai pentingnya perlindungan hukum atas folklore serta mengkaji ulang pengaturan folklore di dalam UU Hak Cipta.

The individualistic and capitalistic concept of the western communities precludes protection to traditional communities and indigenous people over their traditional knowledge/folklores which are generally owned collectively by members of the communities. This has resulted in misappropriation of the Indonesian folklores by foreigners who have enjoyed more benefits from the economic potentials of such folklores than the Indonesian traditional communities themselves, such as, in the case of the Jepara carvings. With a view to analyzing the concept of Intellectual Property Rights protection in the framework of exploiting economic potentials of the Jepara folkloric carvings for the optimum benefits of the local/traditional community in Jepara, this thesis brings forward the issues of implementation of the Copyright Law in relation to the neighboring rights of the carvers and the local/traditional community in Jepara, the obstacles thereof and the protection mechanism having been applied. The method of this study is juridical normative which is done by interviews, statutory approach and case approach.
The study shows that the Copyright Law has not sufficiently represented the neighboring rights of the carvers and the local/traditional community in Jepara as the original owners of the Jepara folklore. This is due to the still abstract stipulation of folklore in the Copyright Law, the characteristic of the community itself which is communalistic and religious and unfamiliar with the Intellectual Property Rights and the easy way in which foreigners may obtain copyrights protection over the Jepara folkloric carvings, all of which has prevented the Jepara community from enjoying the economic potentials of the Jepara folkloric carvings in the most beneficial way. However, some protection mechanisms are available, i.e. criminal law and civil law remedies, defensive protection by means of documentation, and geographical indication protection. In line with this, it would be necessary for the Government to socialize the importance of legal protection over folklores and to review the folklore provisions in the Copyright Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28574
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Hidayati
"Rendahnya taraf hidup dengan berbagai situasi dan kondisi yang dihadapi kelompok-kelompok ekonomis produktif adalah wujud kesenjangan dalam memperoleh pemerataan distribusi pendapatan dan rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomis. Akar permasalahan yang mencuat dipermukaan karena tidak adanya keseimbangan dalam memperoleh kesempatan untuk berkiprah mengembangkan sayap usahanya. Pembangunan dibidang ekonomi adalah satu-satunya tonggak dalam mengupayakan pemerataan yang diarahkan dengan menata struktur perekonomian tiga pelaku ekonomi nasional, yaitu semula dengan sistem perekonomian konglomerasi menjadi sistem perekonomian kerakyatan, dengan memberdayakan usaha kecil atau kelompok ekonomis produktif secara sistematis terpadu dan berkelanjutan. Salah satu program merupakan pencegahan kemerosotan dan mengangkat kembali mutu hidup masyarakat dari program JPS, yang dilaksanakan Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah melalui Proyek Pengembangan Program LEPMM, untuk mendorong tumbuhnya lembaga keuangan alternatif guna mempermudah akses dalam sumber permodalan bagi anggota kelompok usaha. Keberhasilan pengembangan program LEPMM sangat ditentukan adanya partisipasi dari anggota kelompok, namun didalam wujud partisipasi sangat banyak variabel-variabel yang mempengaruhinya diantaranya, tingkat kemampuan sosial ekonomi anggota kelompok dan pengetahuan anggota. Didalam penelitian ini akan diketahui hubungan variabel - variabel yang mempengaruhi tersebut, sehingga hubungan tersebut terlihat merupakan pendorong partisipasi anggota kelompok dalam melaksanakan program LEPMM sehingga tercapai sasaran dan tujuannya. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan secara setara antara kuantitatif dan kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah Lembaga Ekonomi Produktif Masyarakat Mandiri (LEPMM) yang berada di Kabupaten Tangerang: pengambilan sampel ditetapkan sebanyak 60 responden dilakukan secara acak sederhana yang berlokasi di Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten. Data yang dikumpulkan melalui instrumen berbentuk angket dengan tekhnik wawancara, dalam bentuk instrumen pengukuran Kemampuan sosial ekonomi, Pengetahuan anggota kelompok terhadap LEPMM, dan Partisipasi dalam pelaksanaan program LEPMM.
Dari permasalahan yang ada hasil penelitian menunjukkan bahwa : Pertama, terdapat hubungan positif antara kemampuan sosial ekonomi dengan partisipasi. Hubungan keduanya termasuk sedang ditunjukkan dengan adanya peningkatan kemampuan sosial ekonomi anggota kelompok karena adanya insiatif tinggi yang mendorong partisipasi anggota kelompok. Apabila dilakukan kontrol variabel pengetahuan maka kontribusi kemampuan sosial ekonomi memberikan peningkatan kepada partispasi yang cukup berarti. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan sosial ekonomi turut menentukan adanya variasi partisipasi. Kedua, terdapat hubungan positif antara pengetahuan dengan partisipasi. Hubungan keduanya adalah sedang, digambarkan dengan melakukan kontrol variabel kemampuan sosial ekonomi maka kontribusi yang diberikan oleh variabel pengetahuan terhadap partisipasi relatif cukup. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa kemampuan sosial ekonomi anggota turut menentukan adanya variasi partisipasi anggota dalam menunjang keberhasilan LEPMM. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah kemampuan sosial ekonomi dan pengetahuan memiliki hubungan yang signifikan terhadap tingkat partisipasi anggota. Sedangkan kontribusi masing masing variabel antara tingkat kemampuan sosial ekonomi dan tingkat pengetahuan adalah relatif sedang, berarti masih ada variabel lainnya yang mempengaruhi tingkat partisipasi anggota. Diharapkan penelitian dapat bermanfaat bagi pembuat kebijakan, Lembaga Swadaya Masyarakat anggota kelompok dan peneliti dalam kaitannya dengan pelaksanaan Program LEPMM."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12083
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Adella Putri
"Industri Pariwisata merupakan salah satu industri unggulan untuk menunjang ekonomi Prancis. Hal itu terbukti dengan posisi Prancis sebagai salah satu destinasi favorit wisatawan yang jumlah setiap tahunnya terus meningkat. Selain itu agar dapat tetap berjalan, industri pariwisata Prancis bergantung pada sektor-sektor penunjang lain. Saat krisis ekonomi menyerang negara-negara di dunia pada 2008, keadaan ekonomi internasional menjadi tidak stabil dan berpengaruh pada performa banyak sektor, salah satunya sektor industri pariwisata di Prancis. Berbagai dampak yang dialami oleh industri pariwisata dan sektor-sektor yang berhubungan dengannya menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi pelaku industri ini sekaligus bagi pemerintah Prancis. Artikel ini menjelaskan secara mendalam bagaimana krisis ekonomi 2008 mempegaruhi keadaan industri pariwisata Prancis dilihat dari berbagai sektor penunjangnya, seperti jumlah wisatawan yang masuk, akomodasi, transportasi, dan tenaga kerja, serta kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Prancis.

Tourism industry is one of the prime industries in supporting French economy. Its increasing number of tourists each year proves that France is one of the most favorite destinations Furthermore, in order to keep functioning, French tourism insdustry depends on other supporting sectors. When 2008 economic crisis occured around the world, international economic situation became unstable and affected the performance of many sectors, one of the them was French tourism industry. Many impacts received by the tourism industry and relating sectors are the challenge for players in this industry as well as French government. This article profoundly explicates how 2008 economic crisis affects French tourism industry seen from various supporting sectors, such as the number of incoming tourists, the accommodation, the transportation, and the workers, as well as the response issued by French government."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Subiar Djariah
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1984
S17114
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chaidir Basrie
"Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis yang merupakan integrasi dan kondisi tiap-tiap aspek dari kehidupan bangga dan negara. Pada hakekatnya ketahanan nasidnal adalah kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan hidupnya menuju kejayaan bangsa dan negara. Seperti halnya dengan Wawasan Nusantara Ketahanan Nasional di dalam GBHN juga ditetapkan sebagai pola dasar pembangunan nasional. Berhubung dengan itu maka arah dan sasaran
penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ialah dalam rangka mewujudkan wawasan Nusantara dan meningkatkan Ketahanan Nasional. Oleh karena itu, kedua masalah pokok yang menjadi fokus pembahasan dalam tesis ini, juga ditujukan arah dan sasarannya dalam rangka mewujudkan Wawasan Nusantara dan meningkatklan Ketahanan Nasional.
Pembahasan dalam tesis ini dilakukan dengan Cara pendekatan dan penggunaan penelitian tipe eksploratif."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1987
T41120
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novy Helena Catharina
"Kepala keluarga bertanggungjawab secara ekonomi memenuhi kebutuhan hidup anggota keluarga yang meliputi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Seorang kepala keluarga yang mengalami gangguan jiwa selepas dari pemasungan perlu menyesuaikan diri terhadap fungsi sosial yang meliputi kemampuan untuk bekerja dan terlibat dalam hubungan sosial. Tujuan penelitian adalah ini untuk mendeskripsikan pengalaman kepala keluarga paska pasung dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Pendekatan fenomenologi diterapkan untuk mengekplorasi pengalaman kepala keluarga. Sejumlah enam orang berpartisipasi dalam penelitian ini yang dipilih melalui metode purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam kemudian dianalisis dengan metode Colaizzi. Tiga tema dihasilkan dalam penelitian ini yaitu harga diri rendah sebagai respons perubahan peran paska pasung, penurunan kapasitas diri sebagai hambatan pemenuhan kebutuhan finansial keluarga, dan pemanfaatan dukungan sosial dan spiritual dalam pengembalian kepercayaan diri. Pasung berdampak pada penurunan kemampuan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) menjalankan peran sebagai kepala keluarga. Pemulihan kepercayaan diri dan peningkatan kualitas hidup ODGJ pasca pasung sebagai kepala keluarga dapat diperoleh dengan adanya penciptaan lapangan kerja serta dukungan dan penerimaan ODGJ di masyarakat.

The breadwinner of the family economically responsible for meeting the needs of all family members, including clothing, food, and housing needs. A breadwinner of the family with mental illness after pasung needs to adjust to social functions including the ability to work and be involved in social relations. Pasung is physical restraint and confinement by families of people with mental illness in the community. The study aimed to describe the experience of the breadwinner of family post-pasung to supply the economic needs of the family. This qualitative descriptive phenomenological study applied a purposive sampling in selecting the participants. Data were obtained through an in-depth interview with six participants. The data analyzed by Colaizzi’s method. The findings revealed that three themes, namely low self-esteem as a response to changes in the role after pasung, reduction of self-capacity as an obstacle the meeting family's financial needs, and utilization of social and spiritual support in returning confidence. Pasung has an impact on the decline of people with mental illness' ability to carry out the role of the breadwinner of the family. Restoring self-confidence and improving the quality of life for the breadwinner with mental illness after pasung can be obtained from creating employment opportunities, support, and accepting the people with mental illness in the community."
Depok : Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia , 2019
610 JKI 22:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>