Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175217 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bawono Ika Sutomo
"Permasalahan yang diteliti adalah mengani peredaran narkotika dan psikotropika di dalam Rumah Tahanan Negara X. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai terjadinya peredaran narkotika dan psikotropika,dan menggambarkan hubungan antara pengedar dengan kelompok (geng) dalam peredaran narkotika dan psikotropika di Rumah Tahanan Negara X.
Penelitian ini merujuk kepada pendapat Karen A. Joe bahwa setiap perdagangan narkotika dan psikotropika akan selalu melibatkan kelompok (geng). Hasil penelitian di dapat bahwa individu yang melakukan peredaran narkotika dan psikotropika karena mempunyai kesempatan mendapatkan uang dengan keuntungan yang tinggi sebagai upaya untuk bertahan hidup.
Terdapat kelompok (geng) yang melakukan peredaran narkotika dan psikotropika di Rumah Tahanan Negara X. Kelompok (geng) ini tidak memiliki keterikatan dan hanya terbatas pada pertemanan yang saling membutuhkan. Namun terdapat pula kelompok (geng) yang mempunyai kemiripan dengan kelompok (geng) teroganisir yang mempunyai keterikatan dalam kelompok dan sudah bertujuan untuk mencari keuntungan yang tinggi, hanya saja kelompok (geng) ini tidak mempunyai aturan tertulis, system hirarki atau struktur organisasi.

This study focuses on the distribution of narcotics and psychotropics in State Detention Facility X. The goal of the study is to describe the distribution of narcotics and psychotropics, and to describe the relations between distributors and groups (gangs) within the distribution lines of narcotics and psychotropics in State Detention Facility X.
This study derives from Karen A. Joe?s statement that distribution of narcotics and psychotropics always involve gangs. The study finds out that individuals become involved in the distribution of narcotics and psychotropics because of the opportunity of financial profits, as an attempt to survive.
Existing gangs are engaged in the distribution of narcotics and psychotropics in State Detention Facility X. Ties within these gangs are generally not binding, and are limited to interdependence. However, there are groups not unlike organized gangs with binding ties, and a goal of financial profits, only that these gangs do not have written rules, nor a hierarchy/organizational structure.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21500
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rulyanto
"ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh Rutan di Indonesia, dimana fungsi Rutan saat ini dikarenakan adanya masalah overkapasitas sering dijadikan sebagai tempat pembinaan narapidana. Hal ini tentunya tidak sejalan dengan fungsi Rutan yang hanya sebagai tempat pelayanan dan perawatan tahanan. Untuk itu diperlukan suatu model penyesuaian pembinaan sehingga Rutan dapat tetap memenuhi hak narapidana untuk mendapatkan pembinaan. Selain itu adanya fakta bahwa penanganan narapidana/tahanan kasus narkotika masih diperlakukan sama dengan narapidana/tahanan kasus lainnya, sehingga jauh dari prinsip rehabilitasi.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan menggunakan pendekatan integrative criminology dalam merumuskan model penyesuaian yang dapat diterapkan sesuai dengan kasus yang dihadapi. Dalam pengumpulan data, penelitian ini menggunakan wawancara dan observasi lapangan guna mendapatkan deskripsi kondisi lapangan di Rutan dan studi pustaka sebagai cara pemetaan teori guna mendapatkan model yang mempunyai dasar secara teoritis.
Hasil penelitian menunjukan akan adanya kebutuhan model penyesuaian terhadap penanganan narapidana narkotika, khususnya yang ditempatkan di Rutan seperti yang terjadi di Rutan Klas 1 Cipinang. Model penyesuaian menggabungkan kondisi dan praktek lapangan yang selama ini terjadi dengan prinsip penanganan pasien narkotika yang sesuai dengan UNODC.

ABSTRACT
This research was motivated by the constraints and problems faced by Rutan in Indonesia, where the function of Rutan due to overcapacity problem is often used as a place for coaching inmates. This is certainly not in line with the function of detention (Rutan) as a place for caring and serving the prisoners only. It requires an adjustment model of coaching so that detention (Rutan) can still fulfill the rights of prisoners to receive guidance. Besides, the fact that the handling of the prisoners / detainees of narcotics cases are still treated the same way as inmates / detainees of other cases, and it is far from the principles of rehabilitation. This study is a qualitative research, using integrative criminology approach in formulating the adjustment model that can be applied in accordance with the case at hand. In collecting the data, this study uses interviews and field observations in order to obtain a description of field conditions at the detention center, and literature researches as a way of mapping theory in order to obtain a model that has a theoretical basis. The results showed a need of adjustments model in handling the narcotics inmates, especially those who are placed in detention (Rutan) as occurred in Rutan Klas 1 Cipinang. The adjustment model incorporates the field conditions and practices that have been happening with the principle of treating patients with drugs that is in line with UNODC"
2016
T46463
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harman
"Tahanan yang ditempatkan di Rumah Tahanan Negara secara langsung akan merasakan penderitaan permulaan selama belum adanya putusan dari pengadilan pidana, yang memutuskan apakah perampasan kemerdekaan permulaan itu harus diakhiri atau harus dilanjutkan untuk kemudian diputuskan secara definitive. Perawatan /pelayanan tahanan dan Pembinaan terhadap narapidana harus berdasar pada asas pengayoman, persamaan perlakuan dan pelayanan pendidikan, penghormatan harkat dan martabat manusia. Dengan kata lain perlindungan terhadap Hak asasi manusia. Dalam tulisan ini merujuk kepada pendapat Donald Clemmer mengenai ciri kehidupan di dalam Rumah Tahanan Negara. Seperti Special Vocabulary, stratifikasi sosial, Primary Group, Leadership yang ada di Rumah Tahanan Negara Jakarta Timur. Hasil penelitian didapat bahwa Kehidupan di dalam Rumah Tahanan Negara Jakarta Timur Hama seperti di Lembaga Pemasyarakatan, para tahanan di perlakukan sama seperti narapidana di tempatkan bersama sama dalam satu tempat. Di temukan bahasa tersendiri yang mereka sebut bahasa Bonseng dan ada istilah-istilah yang digunakan oleh penghuni baik Tahanan maupun narapidana. Tidak ada Stratifikasi sosial yang ada hanya ketidaksamaan social (social inequality) merupakan hal yang universal dalam masyarakat manusia karena tidak ada masyarakat tanpa perbedaan antar individu. Tidak ditemukan kelompok-kelompok besar yang mempengaruhi kerja petugas atau menggangu keamanan, dan meskipun memiliki kepercayaan dan agama yang berbeda, tidak di temukan juga kelompok-kelompok berdasarkan agama. Yang ada hanya kelompok-kelompok kecil yang ditandai dengan adanya istilah Kepala Kamar, Kepala blok yang menjadi pemimpin, penghubung antara penghuni dengan petugas dan membantu petugas mengatur kegiatan bagi penghuni.

To know how the real life in a Detention House is, a research enables to give the picture about the life in it is needed. Someone's placement in the Detention House is the beginning of his liberty loss. A prisoner placed in Detention House will soon feel suffer because of the depressing conditions.The principles of inmates treatment and services should be based on the protection principality, treatment equality and education service as well as the appreciation of human rights. What is meant by life in Detention House here refers to what Donald Clemmer said about the characteristics of life in Detention House such as special vocabularies, social stratification, primary group, and leadership existing in East Jakarta Detention House. The social life in Detention House has a specific characteristic, in which the inmates interact and socialize in a strict social control. which forces them to create a new culture which only they can understand well.These make Detention House inmates have a very limited space for themselves, thus resulting in their creating a special culture so that they can survive, such as a special vocabularies among themselves called Bonseng language and other terms used only by inmates. There are no social stratification found in East Jakarta Detention House. Inmates do not have any authorities and they are not given any privileges. The writer did not find any big groups which affect the officers' work or disturb the security stability.in East Jakarta Detention House , either in men as well as in women sections. Though they have different beliefs and religions, groups based on their beliefs are not found. There are only small groups marked by terms like kepala kamar, kepala blok, someone acting as the connector between inmates and officials as well as helping officials to manage the inmates activity."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15080
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satriyo Waluyo
"Kondisi kelebihan daya tampung yang dialami oleh Rumah Tahanan Negara maupun Lembaga Pemasvarakatan sebagai salah satu faktor penunjang terjadinya perkelahian dan ketertiban di lingkungan Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan. Faktor lain yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban serta berdampak timbulnya perkelahian adalah masalah penempatan tahanan. Masalah lain yang timbul akibat pengaruh penempatan Narapidana yang tidak efektif ataui tidak sesuai dengan usia dan jenis kelamin diantanya mengakibatkan cara mereka memandang suatu permasalahan dalam lingkungan Rumah Tahanan Negara akan sangat bervariasi. Sehingga bila ini terus berlangsung akan memberi dampak negatif, sedikit saja terjadi masalah antara petugas dengan penghuni laki-laki maka akan memungkin terjadi hal-hal yang tidak diinginkan bisa saja terjadi demonstrasi karena ketidak puasannya dan penghuni laki-laki menuntut keadilan kepada Para petugas agar dapat diperlakukan sama antara penghuni laki-laki dan perempuan, bahkan berdampak terjadinya perkelahian antara sesama penghuni atau antara penghuni dengan petugas Rumah Tahanan Negara. Disamping itu karena adanya faktor perbedaan status antara narapidana dan orang Tahanan, menyebabkan terjadinya perbedaan hak dan kewajiban.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam menanggulangi masalah perkelahian di Rumah Tahanan Negara bias IIA Jakarta Timur, antara lain:
1. Hindari kelebihan daya tampung, dengan cara ini maka situasi lingkungan yang aman dan nyaman akan tercipta secara maksimal karena kegiatan-kegiatan pembinaan yang bersifat mendidik dapat berjalan dengan baik sehingga dapat terhindar perkelahian antara warga binaan;
2. Peningkatan kinerja petugas pengamanan Rumah Tahanan Negara;
3. Melakukan pendekatan secara psikologis antara petugas dengan warga binaannya sehingga para penghuni merasa dilindungi dan dihormati oleh petugas karena ia mau peduli dengan penderitaan yang sedang dialami selama di Rumah Tahanan Negara ini;
4. Melakukan penyuluhan-penyuluhan hukum.

The factors or the reason from fighting inside of the Prison or the Detention House. Over capacity condition was happen Government Detention House or socialization is one of the back up factor or real reason of fighting happening and regularity in the impairment of the government and socialization institution. The other reason or factor that can to disturb defense and is regularity and also can be any fighting occupation prisoner problem. The problem cause by ineffective occupation prisoner or to fit to the age and gender. One of the results how they'd see the problem in the impairment government detention house will be variable. So, if this situation keep going will raise negative effect, a little bit problems and the prisoner between staff detention house and then to give occasion will cause unwanted. Situation for such as like demonstration, because dissatisfactions and male prisoner to fight for justice to all the official can be treat as equal between male prisoner and female prisoner. Even thought will cause side effect fighting between each prisoner or with of the official government detention house. Beside that because of deferent factor static criminal will cause the deferent right and duties.
Many ways that can do to soft the problems in fighting government detention house East Jakarta Class II, such as:
1. Avoid over capacity, with this way the situation of surrounding will be safe and convenient, ifs because there are educating prisoner activity could prevent fighting among prisoner;
2.Improve performance staff detention house;
3.Good relationship between staff detention house and prisoner psychologically will make prisoner feel respected and comfortable;
4. Socialization legal and law system.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15073
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heriyanto Syafrie
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S6255
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Afithasari
"Narapidana dan narapidana ibu hamil memiliki kebutuhan tambahan terkait hal ini pemenuhan hak kesehatannya di Rumah Tahanan Negara. Hak ini penting karena berhubungan langsung dengan ibu hamil dan juga untuk kesehatan janin itu mengandung. Tesis ini menjelaskan tentang pemenuhan hak atas kesehatan ibu hamil yang dilakukan oleh Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIA Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan mewawancarai 3 (tiga) orang narapidana wanita hamil yang berada di Rutan Kelas IIA, Jakarta Timur. Benda Tujuannya untuk mengetahui pengalaman dan kebutuhan narapidana wanita hamil, terutama dalam upaya memenuhi kesehatan Rutan Kelas IIA Jakarta Timur sebagai Unit Pelayanan Teknis yang bertugas melindungi HAM Tahanan dan narapidana manusia. Analisis penelitian ini menggunakan Perspektif Hak Asasi Manusia dan Teori Hukum Feminis. Berdasarkan hasil didapat, Rutan Kelas IIA Jakarta Timur melakukan 4 upaya kesehatan yaitu upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif bagi narapidana dan tahanan perempuan hamil. Namun upaya kesehatan belum terpenuhi dengan baik karena Beberapa kendala tersebut antara lain kondisi overcrowding yang terjadi, anggaran fasilitas dan staf yang tidak memadai serta terbatas di pusat penahanan.

Pregnant women prisoners and prisoners have additional needs in this regard to fulfill their right to health in State Detention Centers. This right is important because it is directly related to pregnant women and also for the health of the fetus that is pregnant. This thesis describes the fulfillment of the rights to health of pregnant women carried out by the Class IIA State Detention Center (Rutan), East Jakarta. This study used a qualitative approach by interviewing 3 (three) pregnant female prisoners who were in the Class IIA Detention Center, East Jakarta. Object The aim is to find out the experiences and needs of pregnant women prisoners, especially in an effort to fulfill the health of the Class IIA Prison in East Jakarta as a Technical Service Unit in charge of protecting the human rights of prisoners and human prisoners. The analysis of this research uses the Human Rights Perspective and Feminist Legal Theory. Based on the results obtained, East Jakarta Class IIA Rutan has made 4 health efforts, namely promotive, preventive, curative, and rehabilitative efforts for pregnant women inmates and prisoners. However, health efforts have not been fulfilled properly due to some of these constraints, including overcrowding conditions, insufficient budget for facilities and staff and limited in detention centers."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliawan Dwi Nugroho
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S6370
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudarmanto
"Pengembangan sumber daya manusia (SDM) dalam organisasi harus ditangani secara serius. Hal ini dikarenakan pengelolaan SDM yang baik akan berdampak pada kestabilan organisasi dan upaya pencapaian tujuan / sasaran dan atau target organisasi. Salah satu aspek pengembangan SDM yang sangat penting diperhatikan adalah perencanaan dan pengembangan karir yang berpengaruh pada peningkatan motivasi kerja karyawan.
Motivasi kerja yang merupakan dorongan dalam diri seorang karyawan untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik akan dapat dipertahankan apabila organisasi dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan karyawaannya. Salah satu kebutuhan karyawan yang perlu diperhatikan adalah pengembangan karir yakni proses mengidentifikasi potensi karir pegawai, mencari dan menerapkan cara-cara yang tepat untuk mengembangkan potensi tersebut. Untuk mengetahui kaftan antara pengembangan karir dan motivasi kerja karyawan di lingkungan Rumah Tahanan Negara Kelas I Jakarta Pusat dilakukan penelitian deskriptif dengan menggunakan kuisioner sebagai alat (instrumen) pengumpul data primer indikator instrumen penelitian untuk mengungkap pengembangan karir terdiri dari; minat pada pekerjaan, tujuan pegawai dalam bekerja, seleksi dan ujian kemampuan, kesanggupan pegawai, kesempatan, pekerjaan yang sesuai, pekerjaan yang selesai. Sedangkan indikator motivasi kerja mengacu pada teori Herzberg yakni terdiri atas aspek: prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kenyamanan tempat kerja, kemajuan dalam karir.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara pengembangan karir dengan motivasi kerja karyawan. Oleh karena itu dilakukan uji korelasi dengan mempergunakan alat bantu SPSS 11.0. for windows. Dari hasil uji korelasi Spearman rho diketahui bahwa terdapat hubungan signifikan positif antara variabel X dengan variabel Y. Artinya semakin baik pengembangan karir (variable X), maka motivasi kerja karyawan (variable Y) di lingkunan penelitian ini akan semakin baik pula. Dengan kata lain persepsi dan pemahaman responden yang diolah dalam analisis korelasi secara kwantitatif memperlihatkan bahwa responden penelitian ini menyetujui bahwa semakin baik pengembangan karir, maka motivasi kerja karyawan akan semakin baik.
Berdasarkan hasil penelitian ini, saran atau rekomendasi yang ingin disampaikan oleh peneliti adalah perlu dilakukan perbaikan dan pembenahan dalam sistem pengembangan karir di lingkungan Rumah Tahanan Negara Kelas I Jakarta Pusat. Pengembangan karir hares disesuaikan dengan tuntutan dan tujuan karyawan dalam bekerja sehingga motivasi kerja karyawan dapat lebih dioptimalkan. Selain itu perencanaan dan pengembangan karir yang tidak saja menguntungkan karyawan secara pribadi tetapi juga menguntungakan organisasi perlu disusun dan distandarkan. Artinya setiap karyawan mendapat perlakuan yang lama dalam pengembangan karir dan menempatkan orang yang tepat pads tempat yang tepat. Penempatan seorang karyawan secara tepat akan meningkatkan motivasi kerja dan profesionalisme kerja serta kemampuannya dalam bekerja. Informasi akan perencanaan pengembangan karir perlu ditingkatkan dan dikembangkan sehingga pegawai dapat mempersiapkan diri dan mengembangkan diri serta mempersiapkan pengembangan karirnya kelak.
Perlu dilakukan rotasi kerja secara internal bagi seluruh pegawai yang telah memenuhi syarat secara kepangkatan dan golongan, guna meningkatkan motivasi kerja pegawai walaupun mereka tidak memilki kesempatan kenaikan pangkat namun mengetahui dan berwawasan pekerjaan dilingkungan instansi. Hal ini juga akan tetap menjaga motivasi mereka dalam bekerja dan instansi terlindungi dari masalah kecemburuan sosial sekaligus menunjang perbaikan dan pembenahan dalam sistem pengembangan karir di lingkungan Rumah Tahanan Negara Kelas I Jakarta Pusat.
Dilakukanya pengusulan pada lembaga yang lebih tinggi agar kuota struktural ditambah berkenaan dengan beban tugas khususnya biding pengamanan, juga dapat secara internal menambahkan jabatan struktural terhadap sub kerja guna menangani oprasional internal instansi.

The development of human resources in organization must be handled seriously. It is because good management of human resources will give positive impact for the stability of organization and any efforts to obtain goals and or target organization.
Motivation of work which is internal vigor to make a good work can be maintained lithe organization can satisfy the need of the employee. One of the needs of the employee which should be looked after is career arrangement. It can be categorized into three which are identification of potential career of the employee, find and implement suitable instrument to develop its capability. To explore the relation of career arrangement on motivation of' work descriptive research is examined using questionnaire as the instrument to collect data. The indicators in the instrument are interest, goal, selection and capability test, capability, opportunity, and suitability. Meanwhile indicators of motivations of work based on Hertz berg theory are performance acknowledgment, the work itself, responsibility, satisfaction and career advancement.
This research aims to identify the correlation of career arrangement on employee's motivation of work. For that reason, correlation test shows that there is positive and significant relation between X variable and Y variable. It means that better career arrangement (X) will improve employee's motivation of work. In other word, respondent's perceptions and understanding which are analyzed in the quantitative correlation analysis shows that the respondents agree that the better career arrangement, motivation of work will improved.
Based on the research, suggestion recommendation which is released here is that there is a need of improvement in the career arrangement system in the Detention Center Central Jakarta. Career arrangement should be fitted with the demand and goals of the employees; hence their motivation can be optimized. Beside, planning and development of career should be standardized. It means that every employee obtains equal treatment in the career and placement arrangement. Good placement of an employee will improve motivation and professionalism of work. Information on career arrangement should be improved and developed; hence the employee can prepare themselves in the future.
Work replacement and rotation internally are needed for employees that have pass in position and classifications, it means can motivated and get more knowledge's for them even they already know that there is no career adjustment. It will keep their motivation and reduces all kinds of disputes and also makes any better and system and career arrangements in the Detention Center Central Jakarta,
Asking for more quota of structural addition to the higher level, especially in security parts, will help to caring of every internals problems.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21625
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Ayu Noorsinta Hidayati
"Penelitian ini mengkaji permasalahan yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Rutan Salemba dengan fokus pada konsistensi dan koherensi rangkaian kebijakan narkoba di tingkat kebijakan dan tingkat organisasi serta bagaimana implementasi kebijakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba dilaksanakan. Untuk melihat implementasi rangkaian kebijakan ini dipergunakan Hirarki Kebijakan Broomley dengan faktor-faktor yang mempengaruhi berdasarkan teori implementasi kebijakan Edwards 111. Kebijakan dikaji sejak pada policy level, organizational level, dan operational level. Pada tingkat operational level inilah, implementasi kebijakan diukur berdasarkan faktor komunikasi, sumberdaya, struktur organisasi dan sikap pelaksana kebijakan. Paradigma yang digunakan pada penelitian ini adalah positivis dengan pendekatan kuantitatif deskriptif.
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini, yang merupakan data kualitatif, terbagi menjadi dua jenis yaitu data mengenai rangkaian kebijakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Rutan Salemba dan data mengenai pola interaksi petugas pengamanan, tahanan/narapidana dan pengunjung. Untuk mengumpulkan data yang berhubungan dengan rangkaian kebijakan digunakanlah metode studi kepustakaan dan wawancara dengan Kepala Pusat Penegakan Hukum BNN, Direktur Bina Khusus Narkotika Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan Kepala Rutan Salemba. Sedangkan data mengenai pola interaksi dalam pengimplementasian kebijakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba diperoleh dengan melakukan observasi tidak terlibat dan wawancara dengan pihak petugas Rutan Salemba, tahanan/narapidana dan pengunjung.
Rangkaian kebijakan narkoba pada tingkat policy level yang ditetapkan sejak tahun 1976 dengan yang diberlakukan saat ini memiliki konsistensi dan koherensi karena pembahan yang terjadi tetap berfokus pada tujuan yang sama yaitu Indonesia bebas narkoba. Konsistensi dan koherensi yang terdapat pada policy leverlini juga ternyata berlanjut pada kebijakan-kebijakan yang ditetapkan pada organizational level, meskipun antara satu kebijakan dengan kebijakan lainnya yang terdapat pada tingkat organisasi ditetapkan dalam waktu yang cukup lama.
Pada tahap pelaksanaan kebijakan diketahui sebagai pengkomunikasian kebijakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Rutan Salemba dilakukan dengan cukup baik, kebijakan juga dianggap jelas dan sesuai dengan kebutuhan Rutan Salemba. Karenanya baik petugas pengamanan Rutan Salemba, tahanan/narapidana dan pengunjung cukup paham mengenai kebijakan ini. Akan tetapi, meskipun Rutan Salemba memiliki struktur organisasi birokrasi modern dan komunikasi dilaksanakan secara efektif ternyata kebijakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba kurang efektif dilaksanakan di Rutan Salemba. Dikatakan demikian karena petugas pengamanan Rutan Salemba dalam melakukan pengimplementasian kebijakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba bersikap permisif dan cenderung komformis dalam menangani rnasalah narkoba ini.
Sikap petugas pengamanan ini muncul disebabkan kondisi over capacity yang luar biasa, yang tidak diikuti dengan memadainya sarana dan prasarana yang disediakan, jumlah dan kualitas (skills) petugas pengamanan yang sangat tidak memadai, tidak sesuainya penghasilan yang diperoleh petugas dengan resiko pekerjaan, serta tidak adanya mekanisme pemberian insentif bagi petugas Rutan Salemba yang berhasil melakukan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Keadaan ini terbaca oleh tahanan/narapidana dan juga pengunjung dan dianggap peluang untuk memasukkan, mengedarkan dan rnenggunakan narkoba di Rutan Salemba. Akibatnya dengan diiming-imingi sejumlah uang petugas dapat dimanfaatkan untuk memasukkan narkoba ke dalam Rutan Salemba."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22637
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hafizh Rasko Jadiyantara
"Tesis ini membahas tentang pengembangan standar pembinaan narapidana teroris juga perlu dilakukan untuk ditujukan kepada semua narapidana teroris, khususnya yang berada di Rutan Khusus Terorisme, karena hal tersebut sangat penting dan dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena upaya derakalisasi masih belum membuahkan hasil yang maksimal hingga saat ini, yang mana hal ini terbukti dari temuan banyak residivis yang mengulangi perbuatannya menunjukkan tidak efektifnya pembinaan narapidana teroris, sehingga meskipun telah mendapat pelatihan di Lapas, pemahaman dan ideologi radikal yang dimiliki oleh narapidana terorisme sulit dihilangkan. Oleh sebab itu peneliti sangat tertarik untuk membahas mengenai deradikalisasi yang di laksanakan di Rutan khusus teroris di Cikeas. Akibatnya, sangat penting bahwa penjara teroris khusus dibangun untuk memberikan pelatihan unik bagi tahanan teroris, terutama dalam inisiatif deradikalisasi. Teori dan konsep yang digunakan adalah teori evaluasi kebijakan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang diawali dengan pendekatan deskriptif untuk menganalisis persoalan yang ada. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian lapangan dengan tipe penelitian deskripstif eksploratif. Hasil penelitian ini menunjukkan proses deradikalisasi di Rutan khusus teroris Cikeas, dilakukan dengan 4 (empat) tahapan, yaitu identifikasi dan penilaian, rehabilitasi, reedukasi, dan reintegrasi sosial, yang mana pada tahapan rehabilitasi ini ditemukan permasalah terkait belum optimalnya pendampingan yang dilaksanakan kepada para tahanan teroris yang ada di Rutan khusus teroris Cikeas, dan ketiadaan standar pengukuran keberhasilan pelaksanaan program deradikalisasi yang diterapkan di Rutan khusus teroris Cikeas.

This thesis discusses the development of training standards for terrorist convicts which also need to be addressed to all terrorist convicts, especially those in the Special Terrorism Prison, because this is very important and needed. This is because the efforts to deracize have not yielded maximum results to date, which is evident from the findings of many recidivists who repeat their actions showing the ineffectiveness of coaching terrorist convicts, so that even though they have received training in prisons, the understanding and radical ideology possessed by them Terrorism convicts are hard to get rid of. Therefore researchers are very interested in discussing deradicalization carried out in the special terrorist detention center in Cikeas. As a result, it is imperative that special terrorist prisons are built to provide terrorist prisoners with unique training, especially in deradicalization initiatives. The theory and concept used is the theory of policy evaluation. This study uses a qualitative method that begins with a descriptive approach to analyze the existing problems. The method used in this study is a field research method with exploratory descriptive research type. The results of this study indicate that the deradicalization process at the Cikeas Special Terror Detention Center was carried out in 4 (four) stages, namely identification and assessment, rehabilitation, re-education, and social reintegration, in which at this rehabilitation stage problems were found related to the not optimal assistance provided to detainees. terrorists in the Cikeas Special Terror Detention Center, and the absence of a standard for measuring the success of the implementation of the deradicalization program implemented in the Cikeas Special Terror Detention Center."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>