Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 98337 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farida
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah (1)Untuk mengetahui pandangan suku Makassar terhadap budaya siri' terkait dengan tindak kekerasan. Dan (2) Untuk mengetahui keberadaan budaya siri' dalam masyarakat adat Makassar di kabupaten Gowa. (3) Untuk mengetahui mekanisme penegakan hak masyarakat adat Makassar di Gowa.
Penelitian ini mengambil lokasi pada suku Makassar di kabupaten Gowa, Dalam penelitian ini, penulis menggunakan observasi non partisipasi, karena penulis tidak ikut ambil bagian secara langsung di dalam perikehidupan atau situasi dari orang¬orang yang diobservasi. Wawancara dilakukan dengan beberapa tokoh masyarakat suku Makassar, pakar budaya dan juga beberapa masyarakat Makassar yang berada di kabupaten Gowa maupun masyarakat Makassar yang berada di luar kabupaten Gowa. Wawancara dilakukan secara langsung dengan menggunakan pedoman wawancara (wawancara tidak berstruktur). Hasil penelitian Berdasarkan analisis terhadap data primer dan data sekunder dapat dikemukakan bahwa: keberadaan kebudayaan siri' masyarakat adat Makassar di Kabupaten Gowa harus dipertahankan karena pada hakikatnya budaya siri' merupakan ajaran islam yang harus diamalkan dan orang-¬orang suku bangsa Makassar sangat takut kehilangan siri', karena siri' itu dianggap pemberian Tuhan yang hares dijaga.
Dari hasil analisis terhadap penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1)Bagi suku bangsa Makassar di kabupaten Gowa jika siri' dilanggar maka tindakan untuk menegakkan siri' tidaklah dipikirkan akibatnya. Sikap hidup masyarakat di kabupaten Gowa dilandasi dengan apa yang disebut siri' yang merupakan adat yang masih melembaga dan masih berpengaruh dalam kehidupan masyarakat adat di Gowa. (2) implementasi siri' yang berupa tindakan kekerasan bahkan sampai kepada pembunuhan dimaksudkan agar ada efek jera bagi orang yang membuat malu (appakasiri') agar tidak lagi melakukan perbuatan appakasiri' (mempermalukan). (3) telah terjadi pergeseran nilai dan makna siri' dimasyarakat adat Makassar disebabkan dua faktor yakni perubahan pengetahuan budaya (logika dan etika). Pewarisan nilai-¬nilai sejak kemerdekaan tidak memadai maka terjadilah kesimpang siuran dalam reaksi simbolik.
Saran: (1) Pada dasarnya masyarakat adat diwadahi oleh suatu lembaga yang disebut lembaga dan masyarakat adat. Begitu besarnya kedudukan dan perannya lembaga adat pada setiap daerah seyogyanya diformalkan dan diatur secara khusus dalam Peraturan Daerah (Perda). (2) bagi pelaku tindakan kekerasan akibat siri' diberikan hukuman penjara ringan clan pengenaan hukuman penjara berat terhadap pelaku pelanggaran (3) perlu revitalisasi lembaga masyarakat adat melalui pemberdayaan masyarat adat, pelembagaan budaya siri' sejak dini kepada anak-anak baik melalui pendidikan formal maupun non formal membuat kearifan-kearifan lokal berdasarkan siri ' na pacce ' dengan berpedoman pada panadakkang.

ABSTRACT
The purpose of this research is (I) to know the view of Makasar Ethnic toward Siri' culture connecting with hardness action. (2). to know the position of Siri' culture in the community of Makasar tradition in Gowa district. (3). To know the maintenance mechanism of straightening of traditional community Makassar right in Gowa
The research took place at Makassar ethnic in Gowa district, in the research, the writer used non participant observation, because the writer did not take part directly in the life or situation from the people observed. The interview has been done with some personage community of Makassar ethnics, the expert of culture and also several persons in Gowa district and the community outside of Gowa district. The interview has been done directly by using interview orientation (unstructural interview). The result of interview based on the analysis to primer data and secondary data can be told that the existence of siri culture community of Makassar custom in Gowa district must be maintained because in the reality siri culture is islamic teaching that must be done and the people of Makassar ethnic is very afraid lost of siri, because siri is considered as the present of the God that must be kept
From the result of analysis to the research has been got some conclusion as like: (1). For Makassar ethnic in Gowa district if siri is collided so the action for building siri is not thought the cause. The behaviour of community in Gowa district based on whether is called siri that is the tradition still customary and still influence in the life of community ethnic in Gowa (2). The implementation of siri as like hardness actions even until to the killing is aimed in order to have an effect of cured for the people making shy (appakasiri) in order not to do the activity appakasiri (making shy). (3). it has been happened the friction assess and mean siri' socialized by custom of Makassar which has been caused by two factors namely change of cultural knowledge (logic and ethics). Values endowment since Independence Day is not adequate hence happen unclearness in symbolic reaction.
Suggestion: (1) Basically socialize custom has been placed by an institute called institute and socialize custom. So the level of domiciling and its role institute custom in each formal area properly and arranged peculiarly in By Law of regional (Perda). (2) For action perpetrator hardness of siri effect was given a light imprisonment and the heavy imprisonment imposition to collision of siri perpetrator (3) need revitalization of institute of custom society through enable ness of society custom, cultural institute of siri' early on to good children through formal education and also non formal make local wisdom pursuant to siri' na pacce' by referring to panadakkang.
"
2007
T20776
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Azah Aziz
Bangi: Universiti Kebangsaan Malaysia, 2009
R 391.008.9 AZA r
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Suratri
"

Orang Tengger menarik untuk diteliti karena mereka berbeda dengan masyarakat lain yang hidup di wilayah Provinsi Jawa Timur. Orang Tengger adalah mereka yang sangat patuh menjalankan upacara-upacara adat dan sangat menjunjung tinggi kejujuran. Masalah penelitian dalam disertasi ini adalah orang keturunan Madura lebih memilih identitas utamanya sebagai orang Tengger. Pengumpulan data menggunakan metode pengamatan terlibat dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ethnic boundary atau batas sosial orang Tengger adalah memiliki atribut-atribut seperti sarung, bahasa Tengger, masyarakat petani, dan patuh melaksanakan upacara adat. Orang Tengger adalah mereka yang tinggal di wilayah Tengger, pekerja keras, egaliter, cinta damai dan selalu berbuat baik, patuh pada pemimpin dan patuh menjalankan aturan adat, menjaga ikatan kekeluargaan dan dekat dengan dunia roh. Mereka yang keturunan Madura pada akhirnya melakukan proses ‘menjadi Tengger’ untuk mendapatkan berbagai akses karena hanya orang Tengger yang memiliki legitimasi untuk mendapatkan akses tersebut. Akses-akses yang didapatkan adalah akses identitas sosial, akses pasar, akses modal, akses pengetahuan, akses melalui negosiasi dari relasi sosial lain, akses kehidupan yang lebih baik dan juga termasuk akses otoritas bagi orang Tengger asli. Upaya kuat orang Tengger untuk mempertahankan batas sosial atau ethnic boundary menghasilkan konstruksi sosial yang menggambarkan wilayah Tengger sebagai wilayah sakral yang hanya orang-orang tertentu yang dapat hidup di dalamnya dan merupakan tempat yang aman dan tentram, yang pada akhirnya memberikan orang Tengger otonomi penuh untuk mengelola wilayahnya dengan intervensi minimal dari pihak luar


Tengger people are interesting to study because they are different from other communities living in the East Java Province. Tengger people are those who are very obedient in carrying out traditional ceremonies and highly uphold honesty. The research problem in  this dissertation is those who are of Madurese descent prefer their main identity as Tengger people. The data collection used the observation method involved and in-depth interviews. The results of the study concluded that the "ethnic boundary" of Tengger people are to have attributes such as sarong, Tengger language, farming community, and obediently carrying out traditional ceremonies. Tengger people are those who live in the Tengger region, are hard-working, egalitarian, peace-loving and always do good, obey the leader and obey the customary rules, maintain family ties and are close to the spirit world. Those who are of Madurese descent eventually carry out the process of 'becoming Tengger' to get various accesses because only Tengger people have the legitimacy to obtain such access. Accesses obtained are access to social identity, market access, access to capital, access to knowledge, access through negotiations from other social relations, access to a better life and also include access to authority for original Tengger people. The Tengger's strong efforts to maintain 'ethnic boundary' resulted in a social construction that depicted the Tengger region as a sacred area that only certain people could live in and is a safe and peaceful place, which then ultimately give Tengger people full autonomy to manage their territory with minimal intervention from outside parties.

 

"
2019
D2640
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lee, Samuel Songhoom
Seoul: Seoul Selection, 2013
391.951 9 LEE h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Helen Susanti
"Tests 1m membahas mengena1 makna upacara perkawman Shmto yang
dtselenggarakan dt Togo JmJa Urutan upacara perkawman Shmto adalah sebagat
benkut Sanden Shubatsu no Gz Norzto Sojo Sezhaz no Gz Yubzwa no Kokan
Sezshz Sojo Tamagushz Hoten Shznzokuhaz no Gz dan Tazshutsu Masalah pokok
yang dtbahas dalam penehtlan 1m adalah 1) apa makna upacara perkawman
Shmto dt Togo JmJa 2) apa makna dan pakatan yang dtkenakan pada upacara
perkawman Shmto d1 Togo JmJa dan 3) apakah ada perbedaan antara upacara
perkawman Shmto yang umum dan upacara perkawman Shmto d1 Togo Jmja
Hastl penehtian menunJukkan bahwa ntual yang pentmg dalam upacara
perkawman Shmto adalah Shubatsu no Gz Norzto Sojo dan Tamagushz Hoten
yang bermakna pemumtan permohonan dan persembahan Makna upacara
perkawman Shmto adalah pembentahuan kepada Kam1 kepada kerabat dan ternan
mengena1 terbentuknya keluarga yang barn Selam 1tu JUga memihkl tuJuan untuk
memohon kepada Kam1 untuk memberkah perkawman mereka supaya btsa
membentuk keluarga yang bahagta Ada sedikit perbedaan yang terdapat dalam
upacara perkawman di Togo Jmja tetap1 bukan perbedaan makna

This thesis IS about the meanmg of Shmto weddmg ceremony held m Togo JmJa
Shmto weddmg sequence ts as follows Sanden, Shubatsu no Gz Norzto Sojo
Sezhaz no Gz Yubzwa no Kokan Sezshz Sojo Tamagushz Hoten Shznzokuhaz no Gz
and Tazshutsu The central Issues m th1s thesis are 1) what IS the meanmg of
Shmto weddmg ceremony m Togo JmJa 2) what 1s the meamng of clothmg worn
on Shmto weddmg ceremony, and 3) whether there ts a dtfference between a
pubhc Shmto weddmg ceremomes and marnage ceremomes m Togo JmJa Shmto
The results showed that the Important ntual m Shmto weddmg ceremony IS
Shubatsu no Gz Norzto Sojo dan Tamagushz Hoten whtch IS means punfymg,
supplicatiOn and offermgs The meamng of Shmto weddmg ceremony IS a notice
to us to relatives and fnends about the formation of a new family It also has the
purpose to plead wtth us to bless the1r marnage m order to form a happy family
There IS httle dtfference there ts m a marnage ceremony m Togo JmJa but not the
difference m meamng
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2012
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[ ABSTRAK
Laylat al-henna adalah sebuah tradisi yang berasal dari negara-negara Arab dan beberapa negara
di Asia Selatan. Semenjak Islam masuk ke Indonesia melalui orang Arab, Gujarat, dan Persia,
tradisi ini masuk dan dipertahankan oleh perempuan keturunan Arab-Indonesia di Otista, Jakarta
Timur menjelang hari pernikahannya sebagai simbol akan melepaskan masa lajang. Laylat alhenna
ditandai dengan penggunakan henna pada tangan dan kaki calon pengantin perempuan pada
dua atau sehari sebelum perayaan dan perayaannya biasanya terjadi pada malam hari menjelang
hari pernikahan. Tradisi ini hanya dihadiri oleh kaum perempuan di rumah atau tempat lain yang
disediakan calon pengantin perempuan. Penggunaan henna tersebut diyakini sebagai daya tarik,
kepercayaan leluhur, dan kesehatan. Tradisi ini masih dipertahankan sampai saat ini oleh
perempuan keturunan Arab di Indonesia. Laylat al-henna sudah dianggap layaknya suatu tahap
yang wajib dilakukan sebelum melakukan acara atau prosesi pernikahan. Tradisi laylat al-henna di
Indonesia juga mengalami percampuran antara budaya asli, yaitu Arab dan budaya setempat, yaitu
Indonesia.

ABSTRACTLaylat al-henna is a tradition that comes from Arab countries and some countries in South Asia.
Since Islam arrived in Indonesia through the Arabs, Gujarat, and Persia, this tradition entered and
maintained by the Arab-Indonesian woman in Jakarta ahead of her wedding day as a symbol will
be releasing the single. Laylat al-henna is characterized by the use of henna on the hands and feet
of the bride at the two or the day before the festivities and celebrations usually take place on the
night before the wedding day. This tradition is only attended by women at home or elsewhere
provided the bride. The use of henna is believed to be the charm, ancestral beliefs, and health. This
tradition is still maintained today by the women of Arab descent in Indonesia. Laylat al-henna has
been deemed appropriate, a step that must be done prior to the event or wedding procession. Laylat
al-henna traditions in Indonesia also experienced a mixture of origin culture, Arab and the local
culture, Indonesia., Laylat al-henna is a tradition that comes from Arab countries and some countries in South Asia.
Since Islam arrived in Indonesia through the Arabs, Gujarat, and Persia, this tradition entered and
maintained by the Arab-Indonesian woman in Jakarta ahead of her wedding day as a symbol will
be releasing the single. Laylat al-henna is characterized by the use of henna on the hands and feet
of the bride at the two or the day before the festivities and celebrations usually take place on the
night before the wedding day. This tradition is only attended by women at home or elsewhere
provided the bride. The use of henna is believed to be the charm, ancestral beliefs, and health. This
tradition is still maintained today by the women of Arab descent in Indonesia. Laylat al-henna has
been deemed appropriate, a step that must be done prior to the event or wedding procession. Laylat
al-henna traditions in Indonesia also experienced a mixture of origin culture, Arab and the local
culture, Indonesia.]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Amin
Pekanbaru: Yayasan Sagang, 2009
391 MUH b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Suraidah Hading
"Studi ini bertolak dari anggapan bahwa keluarga merupakan agen sosialisasi nilai-nilai gender yang diwujudkan dalam pola pengasuhan anak. Pola pengasuhan anak yang diterapkan dalam suatu etnis ditentukan oleh budaya dalam etnis itu dan telah membawa dampak yang tidak selalu positif pada anak-anak yang dibesarkan di dalamnya.
Studi ini bermaksud menyibak tabir yang menyelimuti pola pengasuhan anak perempuan. Dalam masyarakat yang menjunjung budaya siri' pendekatan kualitatif berperspektif perempuan digunakan untuk memahami permasalahan budaya itu. Maka, teori belajar sosial, dan pandangan feministik digunakan untuk dapat menjelaskan nilai-nilai budaya yang terwujud dalam pengasuhan anak. Hasil studi menunjukkan bahwa pola pengasuhan anak dalam budaya siri', Etnis Bugis Wajo, dipengaruhi oleh budaya patriarki. Hal itu telah melahirkan ketidakadilan gender terhadap anak perempuan yang berwujud marginalisasi, subordinasi, stereotipe, kekerasan, dan beban ganda.
Secara khusus, penelitian ini menunjukkan dua hal. Pertama, para perempuan yang patuh pada budaya siri', dilihat dari sisi budaya, dianggap pantas, tetapi dirugikan karena hak-haknya terpasung. Kedua, perempuan yang memberontak pada budaya siri' dianggap tidak sesuai dengan nilai budaya, tetapi memperoleh keuntungan, karena mampu menentukan kehidupannya sendiri.

Bugisnese Women in Siri’ Culture : A Study on Child Rearing and Its Impact on Wajo Bugisnese Women in South Sulawesi Province. The study is based on the assumption that family is a significant agent to socialize gender norms through child rearing practices. The child rearing practiced in an ethnicity is influenced by the culture held by the community, and the practices may not always bring positive effect to the children grow in the culture.
The study aims to discover the closed curtain covering rearing practices to girl child. In a society glorifies Sir/ culture, a qualitative-feministic approach of research needs to be used for that purpose. The study uses social learning theories and feministic ideas in comprehending how the culture and socialization practices might implant stereotypical self-concepts of women. Strong with patriarchal norms, the Siri culture maintains gender inequality to women - manifested in marginalization, subordination, stereotypes, multiple burdens and violence.
Specifically, the study points to two situations. Firstly, women who were submissive to the culture are seen culturally as those who were 'decent'. But actually they were shackled, their rights were denied. Secondly, women who resisted the culture were seen as 'indecent'. Yet, or however, they gained benefits, since they have their own selves. They were able to take stand and decide for her own lives.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T2313
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Rani Usman
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009
305.895 1 RAN e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>