Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102837 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Djarot Utomo
"Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 558/KMK.01/1999 tanggal 31 Desember 1999 tentang penetapan tarif bea masuk atas impor beras dan gula mulai berlaku tanggal 01 Januari 2000, tarif (bea masuk) impor beras sebesar Rp. 430 per kilogram. Dengan diberlakukannya tarif bea masuk tersebut diduga akan turut mempengaruhi harga beras dipasaran yang akan dirasakan oleh konsumen Indonesia. Hipotesa yang diajukan adalah harga eceran beras domestic dipengaruhi oleh tarif bea masuk impor dan variable lain yaitu selisih antara harga eceran beras domestic terhadap harga eceran beras dunia, kurs rupiah terhadap dollar Amerika, dan gross domestic product (GDP). Untuk mengetahui hal tersebut dilakukan pengkajian dengan pengolahan data menggunakan model regresi linier berganda dengan tingkat signifikansi a = 5%.
Dart hasil pengolahan data dengan regresi liner bergabda tersebut menunjukkan bahwa harga eceran beras Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh selisih antara harga eceran beras domestic terhadap harga eceran beras dunia (IP), kurs rupiah terhadap dollar Amerika (ER1), dan gross domestic product (GDP).
Namun koefisien dummy tarif impor beras adalah kurang signifikan, yang berarti bahwa dengan adanya pengenaan tarif tea masuk tidak signifikan pengaruhnya terhadap harga eceran beras domestik."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20541
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Embang Supiati
"Intervensi pemerintah pada komoditas gula dimulai sejak diterbitkannya Inpres No. 9 Tahun 1975 yang meliputi tiga hal yaitu, pertama kebijakan produksi gula yang meliputi kebijakan Tebu Rakyat Intensifikasi, kebijakan mendorong perkembangan industri gula ke luar Jawa dan menetapkan harga provenue gula. Kedua, kebijakan pemasaran (tataniaga) gula pasir dan ketiga, kebijakan harga gula.
Tingginya intervensi pemerintah pada waktu itu telah menyebabkan berbagai masalah inefisiensi dalam struktur pasar gula Indonesia, yang pada akhirnya mendorong rendahnya poduktivitas dan tingginya harga gula di tingkat konsumen serta meningkatnya impor gula. Kemudian adanya kesepakatan Pemerintah RI-IMF, yang tidak lagi memperbolehkan adanya subsidi pada industri gula, dan tuntutan dari WTO sebagai perwujudan dari perjanjian pelaksanaan liberalisasi perdagangan dunia, intervensi pemerintah pada industri pergulaan dicabut dengan dikeluarkannya Inpres No. 19 Tahun 1998 tanggal 21 januari 1998. Sejak itu industri pergulaan Indonesia yang seharusnya berjalan sesuai dengan mekanisme pasar, namun karena tidak adanya persiapan bagi industri antuk menghadapi liberalisasi perdagangan dunia, menimbulkan berbagai masalah baru di dalam struktur pasar gula Indonesia. Tidak adanya hambatan tarif pada saat itu menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh tarif bea masuk impor gula dan menganalisa faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pasar gula Indonesia.Melalui model persamaan simultan, dibangun model dasar pasar gula Indonesia dengan menggunakan data sekunder rangkai masa tahunan dari tahun 1984-2000 yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Model terdiri dari 9 persamaan yang terdiri dari 6 persamaan struktural/perilaku dan 3 persamaan identitas. Data diolah dengan menggunakan analisa regresi linear berganda dengan metode two steps least square (2 SLS) dan dengan bantuan program TSP versi 4.3A.
Hasil pendugaan model dengan tingkat signifikansi α = 5% , dimana nilai koefisien determinasi ( R2 ) masing-masing perilaku yang berkisar antara 0,6487 - 0,9970, menunjukkan bahwa secara umum variabel penentu yang dimasukkan dalam persamaan perilaku dalam penelitian ini menjelaskan dengan baik keragaman setiap variabel endogennya. Sementara itu nilai F yang berkisar antara 10,2347 - 998,23, dapat di interpretasikan bahwa secara bersama-sama variabel-variabel penentu berpengaruh nyata terhadap variabel endogen di setiap persamaan perilakunya.
Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa dari beberapa variabel yang berkaitan baik langsung maupun tidak langsung dengan keragaan pasar gula Indonesia, hanya variabel impor dan harga eceran yang dipengaruhi oleh bea masuk. Rendahnya tarif bea masuk yang dikenakan terhadap impor gula menyebabkan gula impor masuk ke Indonesia secara tak terkendali hingga menyebabkan menumpuknya stok gula di pasar dalam negeri. Menumpuknya stok gula akan merusak pasar gula dalam negeri karena harga gula menjadi rendah dan gula produksi dalam negeri terdesak oleh gula impor yang harganya lebih murah. Kondisi industri pergulaan yang demikian jika tidak segera teratasi akan menurunkan produksi gula nasional dan pada akhirnya ketergantungan Indonesia terhadap produsen gula luar negeri semakin tinggi.
Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa kenaikan harga provenue gula yang ditetapkan oleh pemerintah yang selama ini dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan petani tebu dan pabrik gula, ternyata telah meningkatkan marjin bagi pedagang perantara. Hal ini disebabkan kenaikan harga provenue lebih kecil dari kenaikan harga eceran akibatnya persentase harga provenue terhadap harga eceran juga semakin kecil, sedangkan selisih harga eceran terhadap harga provenue yang merupakan marjin pedagang semakin besar."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T8057
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S10210
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kholid Ali Akbar
"Kebijakan dalam pasar beras ditujukan untuk menstabilkan harga serta melindungi petani dan konsumen. Diantara kebijakan tersebut adalah monopoli impor beras dan ditetapkannya harga dasar gabah oleh pemerintah. Namun, monopoli impor telah dicabut pada September 1998 dan harga dasar telah diganti dengan harga pembelian pemerintah (HPP) pada Februari 2005. Tesis ini bertujuan untuk menganalis pengaruh pencabutan monopoli impor dan perubahan kebijakan penetapan harga dasar menjadi HPP terhadap disparitas harga gabah dan beras (marketing margin).
Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan analisis kointegrasi dan Error Correction Model (ECM) dengan pendekatan Autoregressive Distributed Lag (ARDL) dan bound test yang dikembangkan oleh Pesaran et al. (2001). Beberapa variabel yang relevan mempengaruhi marketing margin dimasukkan ke dalam model sebagai variabel kontrol, diantaranya curah hujan, kurs, volatilitas kurs, upah industri bahan makanan, volume impor dan ekspor beras, harga beras dunia, dan indeks harga transportasi. Penelitian ini juga disertai dengan studi lapangan sederhana untuk memperoleh informasi mengenai struktur pasar gabah.
Dari persamaan ECM yang didapatkan disimpulkan bahwa pencabutan monopoli impor beras dapat memperkecil marketing margin, sedangkan perubahan kebijakan dari harga dasar menjadi HPP justru dapat memperlebar marketing margin. Hal ini didukung oleh fakta yang ditemukan dari studi lapangan, bahwa terdapat kekuatan pedagang gabah yang bisa menekan harga gabah petani. Oleh karenanya, intervensi pemerintah melalui penetapan harga dasar masih sangat diperlukan untuk melindungi harga gabah petani.

Rice market policies intended to stabilize the prices and protect farmers and consumers. Among these policies are a monopoly on rice imports and the enactment of the floor price of grain by the government. However, the import monopoly was abolished in September 1998 and the floor price has been replaced with the government purchasing price (HPP) in February 2005. This thesis aims to analyze the influence of the revocation of the import monopoly and grain pricing policies changes on grain and rice price disparity (marketing margin).
To achieve these objectives, cointegration analysis and error correction model (ECM) with Autoregressive Distributed Lag (ARDL) approach and bound test developed by Pesaran et al. (2001) was used. Some relevant variables affect the marketing margin incorporated into the model as control variables, including rainfall, exchange rate, exchange rate volatility, wage of grocery industry, the volume of rice import and export, world rice prices, and the transportation price index. This study was also accompanied by a simple field study to obtain information on the structure of the grain market.
ECM showed that revocation monopoly on rice imports reduce marketing margins, while the change of a price policy from the floor price to the HPP can actually widen the marketing margin. This is supported by the facts found from field studies, that there is a force of grain traders that could push prices of grain. Therefore, government intervention through floor pricing is still needed to protect the farm price."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yeni Mulia Banjarsari
"Penelitian ini untuk menganalisa pengaruh pengenaan bea masuk anti dumping terhadap impor hot rolled coil/plate di Indonesia dari republik rakyat Cina, India, federasi Rusia dan Ukrania"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T27350
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Andi Winaya Mahdar
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh harga beras petani dalam negeri kurs, pendapatan per kapita, harga beras dunia, dummy kebijakan tarif impor beras dan dummy krisis pada tahun 1998/1999 terhadap harga eceran beras dalam negeri dalam jangka panjang dan pendek panjang. Periode penelitian adalah dari tahun 1992 sampai tahun 2006 dengan menggunakan data triwulanan. Pendekatan yang digunakan dalam tesis ini adalah Johansen Multivariate Co-Integration untuk melihat hubungan semua variabel dalam jangka panjang dan Error Correction Model untuk melihat hubungan jangka pendek.
Dari hasil uji Co-Integration dan hasil tes ECM dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan perilaku (pengaruh) dari variabel-variabel penjelas (harga beras di tingkat petani dalam negeri, kurs, pendapatan per kapita, harga beras dunia, dummy kebijakan tarif impor dan dummy krisis beras tahun 1998/1999) terhadap variabel terikat (harga eceran beras dalam negeri) dalam jangka panjang dan pendek. Dalam jangka panjang semua variabel penjelas yang berpengaruh positif dan signifikan berpengaruh terhadap harga eceran beras dalam negeri.
Sementara dalam jangka pendek, variabel harga beras di tingkat petani dalam negeri, harga beras dunia, dummy kebijakan tarif impor dan dummy krisis pada tahun I998/1999 tidak memiliki pengaruh signifikan pada peningkatan harga eceran beras dalam negeri dan memiliki arah yang positifl Variabel ECT (-1) mempunyai tanda negatif dan signifikan. Kondisi ini menunjukkan adanya hubungan antara keseimbangan jangka panjang dengan jangka pendek dan kernampuan untuk mengkoreksi kesalahan pada kondisi ketidakseimbangan menuju kondisi keseimbangan.

This study aims to analyze the influence of the domestic farmer price of rice farmer, exchange rate, income per capita, world price of rice, dummy import tariff policy and dummy crisis in 1998/|999 on domestic retail price of rice in the long term and short term. This study period was from 1992 until the year 2006 by using quarterly data. The approaches used in this study are Johansen Multivariate Co- lntegration to see long-term relationship of all variables and Error Correction Model (ECM) to see the relationship in the short term.
From the Co-Integration test results and ECM test results can be seen that there are differences in behavior (influence) of the explanatory variables (domestic farmer price of rice, exchange rate, income per capita, world price of rice, dummy import tariff policy and dummy rice crisis in 1998/ 1999) to bound variables (domestic retail price of rice) in the longterm and short term. in the long run all explanatory variables that influence positively and significantly impact to domestic retail price of rice.
While in the short run, variable domestic farmer price of rice, world price of rice, dummy import tariff policy and dummy crisis in |998/1999 do not have a significant influence on improving the domestic retail price of rice even has a positive direction. ECT(-l) show a negative and significant effect, it indicates that there is a relationship between long term and short term and the ability to correct for disequilibrium toward equilibrium condition."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T27832
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Irianta
"Beras merupakan bahan pangan pokok bagi 95 persen penduduk Indonesia yang jumlahnya cenderung terus meningkat. Dengan demikian, ketersediaan beras merupakan tolok ukur bagi ketahanan pangan nasional. Untuk meningkatkan produksi beras dalam negeri agar dapat menjamin ketersediaan beras nasional, pemerintah telah mendorong kegiatan usahatani padi karena usahatani padi merupakan kegiatan yang dapat menghasilkan padi yang dapat diolah menjadi beras dan merupakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi 21 juta rumah tangga tani di Indonesia. Dengan demikian, usahatani padi merupakan kegiatan yang strategis dalam program peningkatan produksi padi/beras dalam negeri.
Pada tahun 2004, produksi padi nasional diperkirakan mencapai 54,34 juta ton atau setara dengan 33,92 juta ton beras (Angka Ramalan III BPS). Dari total produksi padi nasional tersebut, padi sawah memberikan konstribusi sekitar 94,67% dari total produksi padi nasional. Sentra-sentra produksi padi terbesar antara lain terdapat di propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Konstribusi produksi padi dari propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan terhadap total produksi padi nasional pada tahun 2004, masing-masing adalah 15,61% , 16,56 % dan 7,19 %.
Untuk memberikan dukungan bagi peningkatan produksi padi dan pendapatan petani, pemerintah telah mengimplementasikan berbagai kebijakan perberasan. Pada periode sebelum krisis (1970-1996), pemerintah telah mengimplementasikan kebijakan harga dasar gabah (HDG), kebijakan subsidi benih, kebijakan subsidi pupuk, kebijakan subsidi kredit usahatani padi, manajemen stock dan monopoli impor oleh Bulog, penyediaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) untuk pengadaan gabah oleh Bulog, subsidi untuk Bulog dalam melakukan operasi pasar yaitu pada saat harga beras tinggi Bulog harus menjual dengan harga murah, dan kebijakan tarif impor beras. Pada periode krisis (1997-1999), pemerintah menerapkan kebijakan transisi yaitu menghapus semua kebijakan kecuali kebijakan harga dasar gabah dan melakukan liberalisasi impor beras dengan mencabut monopoli impor yang dipegang oleh Bulog dan menetapkan tarif bea masuk beras sebesar nol persen. Pada periode pasta krisis (2000-2004), pemerintah menerapkan harga dasar pembelian gabah oleh pemerintah (HDPP), kebijakan tarif impor beras dan pelarangan impor beras sejak 7anuari 2004 sampai dengan saat ini.
Globalisasi Perdagangan dapat menjadi ancaman bagi kelanasungan produksi padi nasional. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan produksi padi secara berkelanjutan. Permasalahan pokok dalam peningkatan produksi padi yang berkelanjutan antara lain adalah (1) Lemahnya daya saing padi sawah yang tercermin dari meningkatnya volume impor beras pada periode 1996-2001, (2) Rendahnya profltabilitas usahatani padi sawah yang tercermin dari masih banyaknya petani yang menerima harga gabah di bawah harga dasar yang ditetapkan pemerintah dan menurunnya nilai tukar petani (NTP) pada periode 1996-2001, dan (3) rendahnya tingkat proteksi pada usahatani padi sawah. IJntuk mengatasi permasalahan tersebut, sejak tahun 2000 pemerintah telah menerapkan kebijakan tarif impor beras dengan tujuan supaya dapat meningkatkan daya saing dan profitabilitas usahatani padi sehingga dapat memberikan dukungan bagi peningkatan produksi padi dan pendapatan petani.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan tarif impor beras terhadap dayasaing dan profitabilitas usahatani padi yang difokuskan pada komoditas padi sawah di propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan Periode 2002-2003. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Policy Analysis Matrix (PAM) karena merupakan salah satu metode yang paling banyak digunakan untuk menganalis kebijakan pertanian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya saing usahatani padi sawah di propinsi Sawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan pada periode 2002-2003 menunjukkan peningkatan yang tercermin dari menurunannya nilai PCR. Penurunan nilai PCR berarti menunjukkan peningkatan daya saing usahatani padi sawah di tiga propinsi tersebut. Nilai PCR padi sawah di propinsi Jawa Tengah menurun dari 0,57 menjadi 0,38; di propinsi Jawa Timur menurun dari 0,54 menjadi 0,43; dan di propinsi Sulawesi Selatan menurun dari 0,53 menjadi 0,36. Profitabilitas usahatani padi sawah juga menunjukkan peningkatan yang tercermin dari meningkatnya net transfer usahatani padi sawah di tiga propinsi tersebut. Peningkatan net transfer berarti menunjukkan peningkatan profitabilitas usahatani padi sawah di tiga propinsi tersebut. Net transfer usahatani padi sawah di propinsi Jawa Tengah meningkat dari Rp 900.194/ha menjadi Rp 2.084.490/ha; di propinsi Jawa Timur meningkat dari Rp 1.495.400/ha menjadi Rp 2.507.780/ha; dan di Sulawesi Selatan meningkat dari Rp 345.394/ha menjadi Rp 2.809.759/ha.
Peningkatan daya saing dan profitabilitas usahatani padi sawah di tiga propinsi tersebut terjadi karena adanya peningkatan proteksi dari kebijakan tarif impor beras. Peningkatan proteksi dari kebijakan tarif impor beras mengakibatkan peningkatan harga gabah di propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan pada periode 2002-2003. Selain terjadi peningkatan harga gabah yang disebabkan oleh Peningkatan proteksi dari kebijakan tarif impor beras, juga terjadi penurunan harga pupuk yang mengakibatkan peningkatan total penggunaan pupuk sehingga meningkatkan produktivitas padi sawah di tiga propinsi tersebut. Selanjutnya meningkatnya harga gabah dan produktivitas padi sawah tersebut mengakibatkan peningkatan pendapatan usahatani padi sawah di tiga propinsi tersebut. Meningkatnya pendapatan usahatani tersebut mengakibatkan peningkatan daya saing dan profitabilitas usahatani padi sawah di propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan pada periode 2002-2003.
Proteksi pada usahatani padi sawah di propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan pada periode 2002-2003 menunjukkan peningkatan yang tercermin dari peningkatan NPCO (Nominal Protection Coefficient on Output), penurunan NPCI (Nominal Protection Coefficient on Input), dan peningkatan EPC (Effective Protection Coefficient). Nilai NPCO usahatani padi sawah di tiga propinsi tersebut masing-masing adalah 1,26, 1,38 dan 1,08, dan pada tahun 2003 masing-masing adalah 1,43, 1,42, dan 1,52. Sedangkan nilai EPC usahatani padi sawah di tiga propinsi tersebut pada tahun 2002 masing-masing adalah 1,26, 1,40 dan 1,07, dan pada tahun 2003 masing-masing adalah 1,51, 1,47 dan 1,63. 8iia dikaitkan dengan tarif impor sebesar Rp 430/Kg (setara 30 % ad valorem), maka tingkat proteksi pada usahatani padi sawah di propinsi Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan pada tahun 2002 lebih kecil dari tarif impor beras tersebut sehingga belum memberikan proteksi yang efektif. Sebaliknya di propinsi Jawa Timur, tingkat proteksinya lebih besar dari tarif impor beras sehingga memberikan proteksi yang efektif. Pada tahun 2003, tingkat proteksi pada usahatani padi sawah di propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan lebih besar dari tarif impor beras sehingga memberikan proteksi yang efektif pada usahatani padi sawah di tiga propinsi tersebut.
Dari hasil analisis, terlihat bahwa model analisis PAM sangat sensitif terhadap perubahan asumsi-asumsi yang digunakan. Dalam analisis ini, nilai tukar rupiah pada tahun 2002 dan tahun 2003 masing-masing diasumsikan sebesar Rp 9.315,89/US$ dan Rp 8.792,20/US$ serta besarnya tarif impor beras diasumsikan sama dengan tarif impor beras yang ditetapkan pemerintah yaitu Rp 430/Kg (30% ad valorem). Jika nilai tukar rupiah menguat atau tarif impor beras diturunkan, maka harga aktual gabah akan menurun mendekati harga sosialnya. Penurunan harga aktual gabah tersebut akan mempengaruhi pendapatan usahatani padi sawah sehingga mempengaruhi daya saing dan profitabilitas usahatani padi sawah. Oleh karena itu, jika nilai tukar rupiah dan tarif impor beras berubah, maka pembuat kebijakan harus hati-hati dalam memutuskan kebijakan tersebut.
Secara ringkas dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa untuk memberikan dukungan bagi peningkatan produksi padi dan pendapatan petani, pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan perberasan nasional yaitu antara lain kebijakan harga dasar gabah dan beras, kebijakan subsidi benih, kebijakan subsidi pupuk, kebijakan subsidi bunga kredit usahatani, manajemen stock dan monopoli impor beras oleh Bulog, penyediaan KLBI (Kredit Likuiditas Bank Indonesia) untuk pengadaan beras oleh Bulog, subsidi untuk Bulog dalam melakukan operasi pasar yaitu pada saat harga beras tinggi Bulog harus menjual dengan harga murah, tarif impor beras sebesar Rp 430/Kg atau setara 30 % ad valorem dan pelarangan impor beras sejak Januari 2004 sampai dengan saat ini.
Kebijakan tarif impor beras yang telah diimplementasikan sejak tahun 2000 hingga saat ini memberikan dampak positif terhadap peningkatan daya saing dan profitabilitas usahatani padi sawah di propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan pada periode 2002-2003. Namun demikian, kebijakan tarif impor beras tersebut belum memberikan proteksi yang efektif pada usahatani padi sawah di propinsi Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan pada tahun 2002. Sebaliknya di propinsi Jawa Timur memberikan proteksi yang efektif. Selanjutnya pada tahun 2003, kebijakan tarif impor beras tersebut memberikan proteksi yang cukup efektif pada usahatani padi sawah di tiga propinsi tersebut. Model analisis PAM sangat sensitif terhadap perubahan asumsi-asumsi yang digunakan. Jika nilai tukar rupiah menguat atau tarif impor beras diturunkan, maka harga aktual gabah akan menurun mendekati harga sosialnya. Oleh karena itu, jika nilai tukar rupiah dan tarif impor beras berubah, maka pembuat kebijakan harus hati-hati dalam memutuskan kebijakan tersebut."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T17169
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfathul Arzia
"Impor bawang putih telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2011-2020 karena produksi dalam negeri hanya mencukupi sekitar tiga hingga lima persen dari kebutuhan masyarakat. Adanya tambahan pasokan bawang putih impor pada pasar dalam negeri akibat kebijakan impor tersebut diduga akan menurunkan harga eceran bawang putih. Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh volume impor bawang putih terhadap harga eceran bawang putih di Indonesia. Dengan menggunakan metode Distributed Lag Model (DL-Model) dan Vector Error Correction Model (VECM) serta data bulanan periode Januari 2011-Desember 2020, penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh volume impor bawang putih mulai dapat menurunkan harga eceran bawang putih setelah satu bulan pelaksanaan impor. Pengaruhnya terus signifikan hingga 6 bulan pasca pelaksanaan impor. Hasil ini menunjukkan bahwa dalam jangka waktu satu bulan (jangka pendek), kebijakan melakukan impor bawang putih belum mampu mempengaruhi harga eceran bawang putih. Namun dalam jangka panjang (setelah satu bulan hingga 6 bulan), kebijakan melakukan impor bawang putih signifikan mempengaruhi penurunan harga eceran bawang putih.

Garlic import has been carried out by Indonesian government in 2011-2020 because domestic production is only sufficient for about three to five percent of people’s needs. The addition supply of imported garlic in domestic market due to the import policy is expected to reduce garlic retail price. This study aims to examine the effect of garlic import volume on garlic retail price in Indonesia. By using Distributed Lag Model (DL-Model) and Vector Error Correction Model (VECM) with monthly data for Januari 2011 – December 2020, this study shows that the effect of garlic imports volume begins to reduce the retail price of garlic after one month of import implementation. The effect continues to be significant up to 6 months after the import implementation. These results indicate, within a period of one month (short term), the policy of importing garlic has not been able to affect the retail price of garlic. However, in the long term (after one month to 6 months), the policy of importing garlic significantly affects the decline in retail prices of garlic."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisinis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>