Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 47855 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Setyadi
"Tujuan: Membandingkan angka keberhasilan dan kemudahan pemasangan sungkup faring proseal (LMP) yang difasilitasi rokuroniun dosis 0,2 mg/kg bb dengan rokuronium dosis 0.1 mg/kg bb.
Metode: Dilakukan uji klinik tersamar ganda pada 48 pasien yang menjalani operasi berencana dengan anesthesia umum. Pasien dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 24 pasien mendapat rokuronium dosis 0,2 mg/kg bb dan 24 pasien lainnya mendapat rokuronium dosis 0,1 mg/kg bb untuk memudahkan pemasangan LMP. Selama penelitian, dilakukan pengamatan frekuensi dan kemudahan upaya pemasangan serta perubahan hemodinamik. Data numerik akan dianalisis dengan uji t serta data nominal dengan uji x-kuadrat dan uji Fisher.
Hasil: Tidak ditemukan perbedaan berrnakna pada angka keberhasilan dan kemudahan pemasangan LMP antara kelompok yang mendapatkan rokuronium dosis 0,2 mg/kg bb dengan rokuronium 0,1 mg/kg bb. lnsiden gerakan, batuk dan relaksasi mandibula tidak berbeda bermakna. Satu kasus dari kelompok yang mendapatkan rokuronium dosis 0,1 mg/kg bb gagal dipasang dan mengalami laringospasme.
Kesimpulan: Pemberian rokuronium dosis 0,2 mg/kg bb mempunyai angka keberhasilan dan tingkat kemudahan yang sama dalam pemasangan LMP dengan rokuronium dosis 0,1 mg/kg bb.

Purpose: To compare success rate and ease grade on LMP insertion facilitated with rocuronium 0.2 mg/kgBW with rocuronium 0.1 mg/kgBW.
Methods: We performed a randomized, double-blind study in 48 patients under general anesthesia. Patients were randomized into two groups; 24 patients had rocuronium 0.1 mg/kgBW and others had rocuronium 0.2 mg/kgBW to facilitated LMP insertion. During the research, we observed the success rate and ease grade and also haemodynamic changes. For statistical analysis we used t-test, chi-square test and Fisher's test.
Results: There were no differences in patients who had rocuronium 0.1 mglkgBW and rocuronium 0.2 mg/kgBW to facilitated LMP insertion for success and ease grade. There were no significance in movement incidences; cough and mandibula relaxation. There is one patient from rocuronium 0.1 mg/kgBW group that failed because of laryngospasm.
Conclusion: LMP insertion with rocuronium 0.1 mg/kgBW and rocuronium 0.2 mg/kgBW have the same success rate and ease grade.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel William H.
"Pendahuluan: Kulit buah manggis memiliki khasiat antioksidan, antitumor, antiinflamasi, antialergi, antibakteri, antijamur dan antivirus. Kulit buah manggis memiliki kandungan zat aktif xanton, antosianin, tanin, fenol, dan lainnya. Proses penyembuhan fraktur tulang terdiri dari fase inflamasi sampai fase remodeling dengan khasiat antiinflamasi dan antioksidan yang berperan dalam proses penyembuhan fraktur tulang.
Tujuan: Mengetahui pengaruh ekstrak kulit buah manggis terhadap penyembuhan tulang.
Metode dan Bahan: Penelitian ini menggunakan enam ekor mencit (12 femur) yang terdiri dari 6 femur kanan diaplikasikan saline water, 3 femur kiri diaplikasikan ekstrak kulit buah manggis dosis 5 mg/kg, dan 3 femur kiri dengan dosis 20 mg/kg pada hari ke 2,4,6. Pembuatan defek dilakukan dengan bur bulat pada femur sebelum aplikasi. Semua mencit dikorbankan pada hari ke 7 dan selanjutnya ukuran diameter defek dievaluasi dengan alat digital radiografi.
Hasil: Terdapat penurunan ukuran diameter defek pada dosis 5 mg/kg yang tidak berbeda bermakna (p > 0,05) dengan saline water dan dosis 20 mg/kg.
Kesimpulan: Aplikasi ekstrak kulit buah manggis dapat menurunkan ukuran diameter defek tulang.

Background: Pericarp of mangosteen has effects of antioxidant, antitumor, antiinlammatory, antialergy, antibacterial, antifungal and antiviral. Pericarp of mangosteen contains active substances of xanthone, anthocyanin, tannins, phenols, and more. Bone fracture healing process consists of the inflammatory phase to a phase of remodeling with antiinflammatory and antioxidant properties that play a role in process of bone fracture healing.
Objective: Examine the extract of mangosteen peel on bone fracture healing.
Material and Methods: This study uses six mice (12 femur) consisting of 6 right femur that was applied saline water, 3 left femur was applied the extract of mangosteen peel with a dose of 5 mg/kg, and 3 left femur with a dose of 20 mg/kg on day 2, 4, 6. Defect is created with a round bur in femur before application. All mice were sacrificed on day 7 and then the diameter of defect is evaluated by means of digital radiography.
The Results: There was a decrease of the diameter of defects at the dose of 5 mg/kg that were not significantly different (p > 0.05) with saline water and a dose of 20 mg/kg.
Conclusion: Applications of mangosteen peel extract can decrease the size of diameter of bone defect.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S45054
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christian Danneto
"Pendahuluan : Percobaan insersi LMA yang berulang atau memanjang berkaitan dengan berbagai komplikasi. Masalah utama yang menjadi penyebab kegagalan insersi ialah ujung LMA yang dapat tertekuk ke arah kranial selama insersi. Diperlukan metode insersi LMA lainnya untuk meningkatkan angka keberhasilan insersi LMA.
Metode: Penelitian ini adalah uji klinis acak yang melibatkan 92 pasien berusia 18- 60 tahun yang dilakukan anestesia umum dengan LMA UniqueÒ. Pada metode manipulasi digiti intraoral, jari telunjuk tangan non dominan dimasukkan ke dalam mulut, melewati sisi ipsilateral dan berada di belakang cuff. Pada saat ujung cuff mendekati palatum, dilakukan fleksi jari telunjuk, kemudian tangan dominan mendorong LMA. Kelompok kontrol dilakukan insersi LMA dengan metode standar (tanpa manipulasi digiti intraoral).
Hasil: Insersi LMA dengan metode manipulasi digiti intraoral memiliki keberhasilan pada percobaan pertama yang lebih tinggi (100% dibandingkan 84,6%, p=0,012), waktu insersi yang lebih singkat (21,38 detik dibandingkan 32,42 detik, p<0,001), dan jumlah percobaan yang lebih sedikit (p=0,012). Pada kelompok perlakuan, didapatkan 10,9% nyeri tenggorokan dan 13,0% bercak darah setelah eksersi LMA. Terlipatnya ujung LMA dapat dicegah dengan menggunakan bantuan jari yang menahan mask tip agar tidak terlipat.
Simpulan: Metode manipulasi digiti intraoral untuk insersi LMA UniqueÒ memiliki keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode standar.

Introduction: Prolonged and multiple attempts at LMA insertion are associated with various complications. Primary issue leading to insertion failure is potential folding of the LMA tip towards the cranial direction. Another LMA insertion method is needed to improve the success rate of LMA insertion.
Methods: This research is a randomized clinical trial involving 92 patients aged 18-60 undergoing general anesthesia with the LMA UniqueÒ. In intraoral digit manipulation method, non-dominant index finger is inserted into the mouth, passing by the ipsilateral side and slightly behind the cuff. When the cuff tip approaches the palate, the index finger is flexed, and then the dominant hand pushes the LMA. The control group undergoes LMA insertion using standard method.
Results: LMA insertion with intraoral digit manipulation method has a higher success rate in first attempt (100% compared to 84.6%, p=0.012), shorter insertion time (21.38 seconds compared to 32.42 seconds, p<0.001), and fewer insertion attempts compared to the standard method (p=0.012). In treatment group, the incidence of sore throat and blood stain were 10.9% and 13.0%. The incidence of blood stain after LMA removal was 13.0%. The folding of the LMA tip can be prevented by using finger support to hold mask tip in place and prevent it from folding.
Conclusion: The intraoral digit manipulation method for LMA UniqueÒ insertion has a higher success rate compared to the standard method.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dona Ariska
"Latar Belakang: Tindakan untuk mengamankan jalan napas pada pasien anak sangat krusial pada unit gawat darurat maupun kondisi kegawatdaruratan pediatri. Perbedaan anatomi dan fisiologi saluran napas pada anak menyebabkan kesulitan dalam melakukan sungkup ventilasi, laringoskopi, dan intubasi endotrakeal. Pemeriksaan tes Mallampati modifikasi, jarak tiromental, dan jarak tragus ke nares dapat digunakan untuk memprediksi kesulitan visualisasi laring pada anak usia 1-5 tahun.
Metode: Penelitian ini merupakan uji diagnostik dengan desain potong lintang terhadap 165 pasien anak yang menjalani anestesi umum. Pengambilan data dilakukan di Instalasi Bedah Pusat, Kamar Bedah Kirana, Instalasi Bedah Kraniofasial, Instalasi Gawat Darurat RSUPN Cipto Mangunkusumo pada bulan Februari 2023 hingga Mei 2023. Visualisasi laring dilakukan oleh residen Anestesiologi dan Terapi Intensif tahap magang yang sudah melewati stase pediatri, >100x pengalaman intubasi pediatri. Usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, skor Mallampati modifikasi, jarak tiromental, jarak tragus ke nares diperiksa saat kunjungan praanestesia. Penilaian tingkat kesulitan visualisasi laring menggunakan derajat Cormack Lehane yang dikategorikan menjadi mudah dan sulit visualisasi laring. Analisis data dilakukan untuk menilai akurasi kombinasi variabel prediktor dalam memprediksi kesulitan visualisasi laring.
Hasil: Kesulitan visualisasi laring (Cormack Lehane 3 dan 4) ditemukan pada 26 (15,8%) pasien. Kombinasi tes Mallampati modifikasi, jarak tiromental, dan jarak tragus ke nares menghasilkan akurasi area di bawah kurva (AUC) terbaik (99,9%), diikuti oleh kombinasi Mallampati modifikasi dengan jarak tiromental (97,7%), Malampati modifikasi dengan tragus ke nares (97,7%), dan gabungan tiromental dengan tragus ke nares (94%). Tes Mallampati modifikasi memiliki kemampuan diagnostik terbaik dengan sensitivitas 96,1%, spesifisitas 99,2%, nilai prediksi positif 96,1%, dan akurasi AUC 97,7% dalam memprediksi kesulitan visualisasi laring. Berdasarkan model prediksi, Mallampati modifikasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap probabilitas kesulitan visualisasi laring (p<0,001).
Kesimpulan: Kombinasi tes Mallampati modifikasi, jarak tiromental, dan jarak tragus ke nares memiliki akurasi yang baik dalam memprediksi kesulitan visualisasi laring pada pasien anak 1-5 tahun.

Background: Securing the airway in pediatric emergency units and emergency pediatric conditions is crucial. Anatomical and physiological differences of the pediatric airway make it challenging to use ventilation masks, laryngoscopy, and endotracheal intubation. Modified Mallampati test, thyromental distance, and tragus-to-nares distance can be used to predict difficulties in visualizing the larynx in children aged 1-5 years.
Methods: This study was a cross-sectional diagnostic test involving 165 pediatric patients under general anesthesia. Research data collection was carried out at the Central Surgical Installation, Operating Room of Kirana, Craniofacial Surgical Instalation, Operating Room of Emergency Department, from February to May 2023. Laryngeal visualization was carried out by an Anesthesiology and Intensive Therapy resident at stage II, that has passed the pediatric rotation, experiencing >100x pediatric intubation. Age, gender, weight, height, modified Mallampati score, tiromental distance, tragus to nares distance was assessed during preanesthetic visit. The Cormack Lehane classification was used to grade the laryngeal view. Data was analysed to assess the accuracy of variable combination that predict the difficulty of laryngeal visualization.
Results: Difficulty of laryngeal visualization (Cormack Lehane 3 and 4) was found in 26 (15.8%) patients. The combination of the modified Mallampati test, thyromental distance and tragus-to-nares distance yielded the highest accuracy with AUC value (99.9%), followed by the combination of the modified Mallampati test and thyromental (97.7%), the combination of the modified Mallampati test and tragus-to-nares (97.7%), and the combination of thyromental and tragus-to-nares (94%). The results showed that the modified Mallampati test had the best diagnostic ability with a sensitivity of 96.1%, specificity of 99.2%, positive predictive value of 96.1%, Area Under the Curve (AUC) 97.7%, to predict difficulties in laryngeal visualization 97.7%. The predictive model showed that the modified Mallampati test had a significant impact on the probability of difficulty in laryngeal visualization (p<0.001).
Conclusion: Combination of modified Mallampathy test, tiromental distance, tragus to nares distance has a good accuracy in predicting the difficulty of larynx visualization in children of 1-5 years.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Evy Sjahrijati
"Tujuan : Membandingkan angka keberhasilan pemasangan LMP antara teknik klasik modifikasi dengan teknik introduser.
Metode :Uji klinik tersamar ganda. Penelitian dilakukan di Instalasi Bedah Pusat RSCM pada bulan Maret sampai dengan April 2004, pada 118 pasien dewasa yang menjalani operasi berencana dengan anesthesia umum. Pasien dibagi secara acak menjadi 2 kelompok; 59 pasein mendapat perlakuan teknik klasik modifikasi dan 59 pasien lainnya dengan teknik introduser. Apabila berhasil dilanjutkan dengan pemasangan OCT. Selama penelitian dilakukan pengamatan frekuensi upaya pemasangan, perubahan hemodinamik serta komplikasi yang timbul. Analisa statistik dilakukan dengan uji t untuk data numerik, uji x-kuadrat untuk data nominal, dengan tingkat kemaknaan p<0,05.
Hasil : Angka keberhasilan pemasangan LMP pada upaya pertama (96% vs 88,1%, p<0,05) lebih tinggi dengan teknik klasik modifikasi, tetapi angka keberhasilan setelah upaya ketiga adalah sama (98,3%) pada kedua kelompok. Angka Keberhasilan pemasangan OGT lebih tinggi pada kelompok teknik klasik modifikasi (86,2% vs 81,1%, p<0,05). Terdapat penurunan hemodinamik yang bermakna pada 1 menit setelah pemasangan LMP. Angka penurunan MAP (6,16% vs 10,25%) dan laju denyut jantung (1,5% vs. 6,83%) lebih kecil pada kelompok teknik klasik modifikasi daripada kelompok teknik introduser. Kamplikasi yang timbul pada penelitian ini adalah ditemukannya darah pada kaf ketika dilakukan ekstubasi (9,32%).
Kesimpulan : Teknik klasik modifikasi mempunyai angka keberhasilan pemasangan LMP yang sama dengan teknik introduser.

Background: The ProSeal laryngeal mask airway (PLMA) is a new laryngeal mask device with a modified cuff to improve seal and drainage tube to provide a channel for regurgitated fluid and gastric tube placement. In this present double blind, randomized, clinical study, we tested the hypothesis that the rate of successful) PLMA insertion using modified classical technique is higher than introducer technique.
Method : A hundred and eighteen adult patients that underwent elective surgery with general anesthesia were randomly allocated to modified classical technique and introducer technique groups. We compared the rate of successful PLMA insertion technique. Oro gastric tube insertion was attempted if there was no gas leak. We assessed hemodynamic responses and complications of insertion.
Result : First-attempt insertion successful rate (96% vs. 88,1%, p<0,05) was higher for the modified classical technique, but after the third attempt successful rate were similar (98,3%). Oro gastric tube placement was more successful with modified classical technique (86,2% vs 81,1%, p<0,05). There was a significant decrease in hemodynamic measurement at 1 minute after insertion of the PLMA. There was a smaller decrease in mean arterial pressure (6,16% vs 10,25%) and heart rate (1,5% vs. 6,83%) after insertion with modified classical technique compare with introducer technique. The only complication was the presence of blood on the device following removal (9,32%).
Conclusion : Modified classical technique has a similar ALMA insertion successfulf rate with introducer technique.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Widiarni
"Karsinoma laring merupakan keganasan didaerah Iaring dengan
insidensi berbeda didunia. Di Bagian THT RSCM karsinoma laring menempati
urutan ketiga setelah karsinoma nasofaring dan tumor ganas hidung dan
paranasal. Penatalaksanaan terdiri dari operasi laringektomi dengan atau
tanpa diseksi leher, radiasi, kemoterapi atau kombinasi tergantung dari
stadium. Dilakukan studi kohort untuk mengevaluasi keberhasilan terapi, efek
yang terjadi serta saat terjadinya efek.Bagaimana keberhasilan terapi
karsinonia Iaring dan faktor apa saja yang mempengaruhi keberhasilan
operasi merupakan pertanyaan yang ingin dijawab pada penelitian ini.
Periode 1992-1996 jumlah karsinoma laring 82 kasus, 12 % dan
seluruh keganasan dibidang THT. Karakteristik penderita dianalisis dari 80
kasus. Ungkat survival dianalisis dari 60 penderita yang dapat diikuti selama 1
tahun. Analisis data univariat menggunakan Kaplan Meier, analisis bivariat
menggunakan log rank test dan multivariat menggunakan cox regresion.
Hasil analisis survival, jumlah rokok, adanya metastasis jauh dan
stadium tumor akan meningkatkan risiko terjadinya kematian dengan
confidence interval bermakna. Rokok, kelenjar Iimf leher akan meningkatkan
risiko terjadinya residif dengan confidence Interval bermakna. Tingkat survival
keseluruhan 67.4% pada hari ke 914 hari. Bebas residif 34.6% pada 978 hari
dengan median survival 519 hari. Tingkat survival stadium I 100%, stadium ll
100% , turun 50% pada hari ke519. Stadium Ill tingkat survival 41.1% dengan
median survival 480 hari, stadium IV tingkat survival 23.3%."
Jakarta: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumi Yustiningsih
"Tujuan: Mengetahui pengurangan dosis induksi propofol pada kelompok yang diberikan koinduksi ketamin 0,3 mg/kgBB dibandingkan dengan kelompok yang diberikan koinduksi midazolam 0,03 mg/kgBB.
Metode: Uji Klinik Tersamar Ganda. Penelitian dilakukan di Instalasi Bedah Pusat RSCM pada hulan November sampai dengan Desember 2006, dengan jumlah sampel 46 pasien dewasa yang menjalani operasi berencana dan anestesia umum. Pasien dibagi secara acak ke dalam 2 kelompok; 23 pasien mendapatkan koinduksi ketamin 0,3 mg/kgBB dan 23 pasien Iainnya mendapatkan midazolam 0,03 mg/kgBB 2 menit sebelum induksi propofol. Induksi propofol dilakukan secara titrasi 30 mg/i0 detik. Dilakukan pencatatan dosis induksi propofol pada end point hilangnya respon verbal dan hilangnya respon terhadap jaw thrust serta respon hemodinamik 1 menit setelah induksi. Analisa statistik untuk melihat perbedaan rerata antara kedua periakuan menggunakan uji-t, sedangkan perbedaan pada dua kelompok data kategori diuji dengan uji chi-square dengan nilai signilikansi p<0,05 dengan interval kepercayaan 93%.
Hasil: Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara kedua kelompok perlakuan dalarn hal pengurangan dosis induksi propofol dan penurunan tekanan darah 1 manic setelah induksi propofol. Dosis induksi propofol pada kelompok ketamin 0,3 mg/kgBB lebih sedikit dibandingkan dengan midazolam 0,03 mg/kgBB. Ketamin 0,3 mg/kgBB lebih sedikit dalam efek penurunan tekanan darah akibat induksi propofol dibandingkan dengan midazolam 0,03 mg/kgBB.

Objective:
To observe the reduction of propofol induction dose in ketamin co induction 0,3 Mg/Kg BB compare with midazolam coinduction 0,03 mg/kgBB
Methods:
Double blinded randomized clinical trial. The study was conducted at Cipto Mangunkusuma Hospital Central-Surgery Room from November until December 2006 to 46 adult patients who went to elective surgery and general anesthesia Patients were divided randomly into two groups: The group consist of twenty-three patients give co induction ketamin 0,3 mg/kgBW The other twenty-three patients was given with 0,03 mg/kgBW of midazolam coinduction two minutes before the induction propofol. The records doses propofol induction using loss of response to verbal commands and loss. of response to jaw thrust stimulation as end point of induction. This study also observed the homodynamic response one minute after induction. T-test method was performed to identfy the mean difference between the two groups, while Chi Square method was performed to identify the frequency difference (categorical data) between the two groups. A 'p' value of <0.05 was considered statistically significant: with 95% confidence interval.
Conclusion:
There were .significant statistical differences between the two groups in a matter of reducing propofol induction doses and hemodynamic effects one minute after propofol induction. Propofol induction dose was less at ketamine group. Hemodynamic elects one minute after propofol induction, Ketamine 0,3 mg/kgBW was less in reducing blood pressure compared with midazolam 0,03 mg/kgBW.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18006
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ester Candrawati Musa
"Pasien kanker laring yang menjalani laringektomi total seringkali telah berada pada keadaan malnutrisi prabedah. Malnutrisi menyebabkan terlambatnya penyembuhan luka, timbul wound dehiscence, dan rentan terhadap infeksi. Nutrisi yang adekuat berupa makronutrien (karbohidrat, protein, lemak) dan mikronutrien (vitamin, mineral) berperan penting pada penyembuhan luka. Pasien pada serial kasus ini yaitu pasien karsinoma sel skuamosa laring pascalaringektomi total dan diseksi leher berusia 56-74 tahun yang dikonsulkan ke Gizi Klinik. Terapi medik gizi diberikan pada keempat pasien serial kasus sesuai dengan kondisi klinis masing-masing melalui jalur enteral. Suplementasi mikronutrien diberikan pada semua pasien. Hasil serial kasus ini menunjukkan bahwa selama perawatan di rumah sakit terdapat dua pasien yang mengalami kejadian wound dehiscence dan salah satu di antara kedua pasien tersebut juga mengalami fistula faringokutan. Keempat pasien pulang ke rumah dengan keadaan klinis yang membaik. Kesimpulan yang didapatkan yaitu selain terapi medik gizi yang adekuat untuk mempertahankan status gizi dalam mendukung proses penyembuhan luka, faktor usia dan perawatan luka turut berperan terhadap proses penyembuhan luka, namun hal ini masih memerlukan penelitian yang lebih lanjut.

Laryngeal cancer patients who undergo total laryngectomy often have preoperative malnutrition. Malnutrition causes delayed wound healing, wound dehiscence, and susceptibility to infection. Adequate nutrition in the form of macronutrients (carbohydrates, proteins, fats) and micronutrients (vitamins, minerals) play an important role in wound healing. Patients in this case series were undergone total laryngectomy and neck dissection due to squamous cell carcinoma, aged 56-74 years who were consulted to Clinical Nutrition. Nutritional medical therapy was given to all four cases according to their clinical conditions through the enteral pathway. Micronutrient supplementation was given to all patients. The results of this case series showed that during hospital treatment there were two patients who experienced a wound dehiscence and one of the them also had a pharyngocutaneous fistula. The four patients discharged with improvement in clinical conditions. In conclusions, not only need an adequate nutritional medical therapy to maintain nutritional status in supporting the healing process, but also age factors and wound care have contributed to the healing process. However, it still requires further research."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59189
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arti Indira
"Latar Belakang: Sebanyak 40 pasien kanker laring mengalami malnutrisi sebelum protokol terapi dimulai, dan meningkat menjadi 54 pasca laringektomi. Laringektomi total menyebabkan pasien bernapas melalui trakeostomi sehingga terjadi disabilitas fisik, perubahan psikis, dan juga masalah nutrisi. Radioterapi merupakan pilihan terapi pada kanker laring dan seringkali memengaruhi status gizi dan kapasitas fungsional.
Metode: Pasien kanker laring stadium III dan IV ini berusia antara 50 ndash;66 tahun. Seluruh pasien telah menjalani laringektomi dengan trakeostomi dan radioterapi eksterna, dan tiga orang menjalani kombinasi dengan kemoterapi. Dua orang menggunakan nasogastric tube NGT untuk asupan nutrisi dan dua orang dengan asupan per oral. Pasien memiliki hasil skrining MST > 2. Pemantauan dilakukan meliputi keluhan subjektif, kondisi klinis, tanda vital, pemeriksaan laboratorium, antropometri, komposisi tubuh, kapasitas fungsional dan analisis asupan 24 jam. Keempat pasien mendapatkan edukasi nutrisi, oral nutrition support ONS dan kapsul omega-3.
Hasil: Dari hasil pemantauan diketahui bahwa pasien kanker laring yang mendapatkan terapi nutrisi dapat meningkatkan asupan makanannya, berat badan, massa otot, kekuatan genggam tangan, dan kadar hemoglobin. Karnofsky Performance Score dari keempat pasien tidak mengalami perubahan.
Kesimpulan: Pemberian terapi nutrisi dapat memperbaiki status gizi, parameter laboratorium dan komposisi tubuh pada semua pasien dalam serial kasus ini.Kata Kunci: kanker laring; radioterapi; terapi medik gizi

Objective: Forty percent of laryngeal cancer patients were already malnourished before the therapy protocol began and increased to 54 post laryngectomy. Total laryngectomy causes the patient to breathe through the tracheostomy resulting physical disability, psychic changes, as well as nutritional problems. Radiotherapy is a treatment of choices for laryngeal cancer, often affects nutritional status and functional capacity.
Methods: Stages III and IV of laryngeal cancer patients aged 50 66 years old with. All patients had undergone laryngectomy with tracheostomy and external radiotherapy, and three patients underwent a combination with chemotherapy. Two patients used nasogastric tube NGT for nutritional intake and two patients with oral intake. All patients had a screening score of MST 2. Monitoring included subjective complaints, clinical conditions, vital signs, laboratory tests, anthropometric measured, body composition analysis, functional capacity and 24 hour records of intake analysis. All patients received nutritional counselling, oral nutrition support ONS and omega 3 capsules.
Results: From the result of monitoring, laryngeal cancer patients who get nutrition therapy could increased their food intakes, body weight, skeletal mass, handgrip strength, and hemoglobin level. The Karnofsky Performance Score of all patients was unchanged.
Conclusions: Nutritional therapy may improve nutritional status, laboratory parameters and body composition in laryngeal cancer patientsKey Word larynx cancer radiotherapy nutritional therapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Iovah, Brent Ryan
"Latar belakang: Kulit buah manggis diketahui memiliki banyak khasiat seperti antioksidan, antiinflamasi, antitumor, antivirus, antibakteri, antifungi, antihistamin, antimalaria dan lainnya. Dalam menjalankan perannya, banyak zat aktif yang ,menghambat penyembuhan fraktur sehingga diperlukan peran antioksidan.
Tujuan: Mengetahui efek ekstrak kulit buah manggis terhadap penyembuhan tulang.
Metode dan Bahan: Penelitian ini menggunakan model fraktur yaitu defek femur kiri-kanan pada 6 ekor mencit (12 femur). Kemudian diaplikasikan ekstrak kulit buah manggis dosis 20 mg/kg BB (3 femur kiri) dan 40 mg/kg BB (3 femur kiri) serta saline water sebagai kontrol (6 femur kanan) pada hari ke 2, 4 dan 6. Pada hari ke 7, semua mencit dikorbankan. Selanjutnya ukuran diameter defek dievaluasi dengan dental digital radiography.
Hasil: Terdapat penurunan ukuran diameter defek pada femur mencit yang diaplikasikan ekstrak kulit buah manggis dosis 40 mg/kg BB namun tidak berbeda bermakna bila dibandingkan dengan kontrol (saline water).
Kesimpulan: Aplikasi ekstrak kulit buah manggis dosis 40 mg/kg BB dapat menurunkan ukuran diameter defek pada tulang.

Background: Peel of mangosteen has many benefits such as antioxidant, anti-inflammatory, antitumor, antiviral, antibacterial, antifungal, antihistamine, antimalarial and others. It has a lot of active substances contained therein as xanthones, anthocyanins, phenols, tannins and others. In bone fractures, an increase of free radicals that are supposed to inhibit the bone fractures healing that required the antioxidants.
Objective: To examine the effect of mangosteen peel extract on bone healing.
Methods and Materials: This study uses fracture model that defects on left-right femur in 6 mice (12 femur). Then applied mangosteen peel extract doseges of 20 mg/kg (3 left femur), 40 mg/kg (3 left femur) and saline water as a control (6 right femur) on days 2, 4 and 6. On day 7, all mice were sacrificed. Furthermore, the diameter size of the defect was evaluated with dental digital radiography.
Results: There was a decrease in the diameter of the femoral defect in mice that are applied mangosteen peel extract dose of 40 mg/kg, but not significantly different when compared with saline water.
Conclusion: The application of mangosteen peel extract 40 mg/kg BW dosage can reduce the diameter size of the bone defect.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S44141
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>