Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170136 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Patria Vittarina Sarisetyaningtyas
"Varisela atau cacar air merupakan penyakit menular yang biasanya mengenai anak, namun dapat pula terjadi pada dewasa muda yang rentan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius. Varisela merupakan penyakit yang bersifat universal, diperkirakan 60 juta kasus terjadi di dunia setiap tahunnya. Sebuah survai di jepang menunjukkan angka kejadian terbanyak terjadi pada anak usia kurang dari 6 tahun. Di Eropa dan Amerika, 90% kasus terjadi pada anak di bawah usia 10 tahun, kurang dari 5% pada usia lebih dari 15 tahun, sedangkan sisanya terjadi pada orang dewasa. Di Indonesia, angka kejadian varisela di rumah sakit yang ada tidak mencernunkan keadaan sebenamya karena pada umumnya pasien berobat jalan ke Puskesmas, praktek swasta dokter umum, spesialis anak, atau spesialis kulit. Data rumah sakit menunjukkan kelompok umur terbesar yang menderita varisela adalah pada kelompok usia 5 sampai 14 tahun.
Secara khas varisela ditandai dengan gejala demam, nyeri kepala, malaise, anoreksi, batuk pilek, radang tenggorok dan pruritus. Gejala sistemik tersebut menetap 2-3 hari dan pruritus 3-5 hari. Setelah awitan lesi kulit, papul baru berubah menjadi krusta, dalam 3-4 hari (rata-rata 1-7 hari). Rata-rata waktu untuk terjadinya krusta adalah 6 hari (2-12 hari) dan penyembuhan total 16 hari (7-34 hari).
Anak sehat (imunokompeten), apabila menderita varisela secara konvensional hanya mendapat terapi simtomatik. Asildovir oral tidak direkomendasi secara rutin untuk pengobatan varisela tanpa komplikasi pada anak imunokompeten Keuntungan klinis dari pemberian terapi antivirus masih merupakan kontroversi. Pertimbangan lain, berkaitan dengan masalah biaya pengobatan, terbatasnya data efikasi terapi antivirus bila terapi dimulai setelah 24 jam timbulnya lesi kulit dan kemungkinan timbulnya resistensi virus.
Pada umumnya infeksi virus menurunkan sistem kekebalan tubuh yang dapat bersifat sementara. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan kekebalan tubuh misalnya dengan menggunakan obat imunomodulator. Obat imunomodulator dapat bersifat irnunostimulan atau imunosupresor 9 Pada umumnya imunostimulan digunakan sebagai obat tambahan atau ajuvan dalam upaya menyembuhkan infeksi sehingga apabila terdapat indikasi penggunaan antibiotik maka pemberian antibiotik tetap diberikan. Ajuvan yang dimaksud adalah substansi yang dapat membantu kerja substansi Iainnya, dalam hal ini substansi tersebut mempunyai kesanggupan untuk memodifikasi respons imun."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21405
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dorothy Sinur Christabella
"ABSTRAK
<
Kasus dengue masih tinggi di negara-negara endemik, salah satunya Indonesia. Tingkat insidensi penyakit demam berdarah dengue meningkat sejak tahun 1968 sampai 2015. Hingga saat ini belum ada obat antivirus spesifik untuk infeksi dengue. Salah satu penelitian mengenai pengobatan dengue dilakukan dengan menggunakan bahan natural. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa fraksi n-heksana ekstrak daun kenikir memiliki potensi sebagai antivirus DENV dengan nilai IC50, CC50, dan SI sebesar 1.497 μg/ml, 33.247 μg/ml dan 22.209 secara berurutan. Akan tetapi, bagaimana mekanisme penghambatan replikasi DENV paling tepat belum diketahui. Penelitian ini merupakan studi eksperimental menggunakan DENV Serotipe 2 Strain NGC dan sel HUH7it-1 yang membandingkan 2 mekanisme hambatan yaitu sesudah infeksi (post infeksi) dan saat-sesudah infeksi (pre-post infeksi). Penentuan persentase penghambatan DENV menggunakan uji focus assay. Sedangkan penentuan persentase viabilitas sel HUH7it-1 menggunakan uji MTT yang dibandingkan dengan nilai viabilitas kontrol DMSO untuk mengetahui efek toksisitas ekstrak. Dari uji tersebut, didapatkan persentase penghambatan DENV dan viabilitas pada mekanisme sesudah infeksi adalah 15,43% dan 138,53%. Sedangkan persentase penghambatan DENV dan viabilitas pada mekanisme saat-sesudah infeksi adalah 6,44% dan 118,12%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa mekanisme penghambatan antivirus ekstrak daun kenikir fraksi n-heksana adalah pada sesudah infeksi virus

ABSTRACT
Dengue cases are still high in endemic countries, one of them is Indonesia. The incidence rate of dengue hemorrhagic fever had been increasing since 1968 to 2015. Until now, specific antiviral drug for dengue infection has not been found. One of the research about dengue treatment used natural products. A recent study showed that n-hexane fraction of Cosmos caudatus had the potency of being DENV antiviral drug with the value of IC50, CC50 and SI, 1.497 μg/ml, 33.247 μg/ml and 22.209, respectively. However, the inhibitory mechanism of DENV replication has not been known. This is an experimental study using DENV Serotype 2 Strain NGC and HUH7it-1 cell line that compare 2 inhibitory mechanism, which are post infection and pre-post infection. The inhibitory percentage use focus assay test. And the viability perventage of HUH7it-1 cell is measured by MTT assay to determine the toxicity effect of the extract. From this experiment, the inhibitory percentage of DENV and viability of cell from the post-infection mechanism are 15,43% and 138,53% respectively. Meanwhile the inhibitory percentage and viability from the pre-post infection mechanism are 6,44% and 118,12%. This shows that the inhibitory antiviral mechanism of Cosmos caudatus leaves n-hexane fraction with higher effects is post infection.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutaryana
"Campak adalah penyakit virus akut(paramyxavirus) sangat mudah menular melalui udara atau kontak langsung namun tergolong penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Di Indonesia penyakit campak telah masuk pada tahap reduksi dengan cakupan imunisasi (>90 %) namun Case fatality rate (CFR) eukup tinggi yaitu sekitar 1,7 - 2,4 oleh karena itu penelitian kearah mencari faktor penyebab penyakit campak pads balita dalam hal ini dibatasi pada faktor kesehatan lingkungan dan karakteristik anak balita yang berkaitan dengan kejadian penyakit campak pada balita menjadi sangat beralasan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi frekwensi, hubungan dan mencari model faktor kesehatan lingkungan (16 variabel) dan karakteristik anak balita (5 variabel ) dengan kejadian penyakit campak pada balita. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Garut dengan metode kasus kontrol, jumlali sampel masing masing 150 kasus dan 150 kontrol total 300 sampel (1:1), rentang waktu antara Bolan Juli 2000 aid Bulan Desember 2001.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 21 Variabel yang dilakukan uji hubungan bevariat ada 15 variabel yang memiliki hubungan bermakna dengan p 0.05 (hipotesis ditolak). Dan 5 variabel p > 0.05 (hipotesis gagal ditolak).
Model akhir tanpa interaksi didapat lima variabel utama yang berhubungan dengan kejadian campak adalah Imunisasi nilai B (3.340), Jendela (1.468), Vit A ( 1.319), Kepadatan ( 0.885) dan Cahaya (0.846) dengan konstanta -5.218. Faktor paling dominan adalah imunisasi dengan OR 28.228 pada CI 95 % 11.789-67.588, sedangkan setelah melalui uji interaksi terdapat dua variabel tunggal dan 2 yang berinteraksi yaitu 1286 (Imunisasi), 1,393 (Cahaya by Jendela), 0.933 (Kepadatan), dan 0.947 (Cahaya by Vit A) dengan konstanta -3.951 faktor paling dominan yang dapat mempengaruhi kejadian campak adalah Imunisasi dengan nilai B = 3.951 dengan QR = 26.72 nilai C195 % = 11.301-63.201
Untuk aplikasi penanganan program ini tentu memerlukan strategi khusus, yang intinya perlu pelayanan kesehatan masyarakat yang komprehensif berupa pelayanan promosi dan pencegahan berupa pelayanan intensif pelaksanaan imunisasi dan pemberian vitamin A serta melaksanakan perbaikan kesehatan lingkungan fisik rumah terutama sistem pencahayaan, jendelanisasi, dan pengurangan kepadatan kamar.

Measles is an accute viruses deseases (paramyxovirus)_ It is very easy infected to other people direct contact, but can be prevented by immunization. In Indonesia measles deseases is in reduction phase with immunimtion trap >90 %, but the Case fatality rate (CFR) is high between 1.7 - 2.4. There efor the study to find the risk factor of measles on childhood in this case is limited on environtmenal health factor and the characteristic of childhood that is associated with measles incidence of childhood is very reasonable.
The purpose of this study is to know the distribution anda freqkfency, the association and find the environment health factors model (16 variables) and characteristik of childhood (5 variable) with the measles incidence on Childhood at Garut District 2000-2001 year.
This study was being done at Garut district using case control method_ The sample of this study is 300 ehilldhood (150 cases and 150 control) the study last from July 2000 --- Descember 2000. The result of this study showed that from 21 variable there is 16 variabels is significant because p < 0.05.
The multivariate final model are : immunization B velue (3.340), Windows (1.468), Vit A ( 1.319), Crowding ( 0.885) and Lighting (0.846), constanta -5.218. The strenght of Factor is immunization with OR 28.228 at CI 95 % 11389-67.588.
Interaksi test result is 3.286 (Imunisation), 1.393 (Light by windows), 0.933 (Croeding, and 0.947 (Lighting by Vit A), constanta -3.951 and strenght factor is Imunisation with B value = 3.951 , OR = 26.72 Cl 95 % = 11.301-63.201
Sugestion for program Aplication cocerning measles program in Garut District is a comprehensif action, covering Promotion, prevention, Curative dan Rehabilitation. The priority program are Immunization programe, Vitamin A, and Rehabilitation of Window, sistem of Lighting Room and reduction of Ovbercrowding.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T8197
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwinanda Aidina Fitrani
"Latar belakang: Infeksi virus Epstein-Barr (EBV) dapat menjadi infeksi oportunistik pada anak dengan HIV. Gejala infeksi EBV sulit dibedakan dengan infeksi HIV dan bersifat laten. Infeksi EBV laten dapat reaktivasi mulai dari gangguan limfoproliferatif hingga terjadinya keganasan. Di Indonesia belum ada data mengenai infeksi EBV pada anak dengan HIV.
Tujuan: Mengetahui proporsi, karakteristik dan faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya infeksi EBV pada anak dengan HIV di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Metode: Penelitian potong lintang untuk melihat karakteristik infeksi EBV pada anak dengan HIV dan faktor-faktor yang berhubungan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, periode bulan September 2020 hingga Februari 2021. Sampel darah diambil untuk dilakukan pemeriksaan PCR EBV kualitatif (whole blood), darah perifer lengkap, kadar CD4 dan viral load HIV.
Hasil: Total subyek 83 anak dengan HIV. Proporsi subyek terinfeksi EBV sebesar 28,9%, dengan rerata usia 9,58 tahun. Limfadenopati merupakan gejala terbanyak, meskipun tidak dapat dibedakan dengan infeksi lain. Dua anak mengalami keganasan akibat EBV yaitu Limfoma Non Hodgkin dan leiomiosarkoma. Sebanyak 75% subyek terinfeksi EBV yang berusia di bawah 12 tahun mengalami anemia (rerata Hb 10,68 ± 2,86 g/dL), dapat disebabkan infeksi EBV atau penyebab lain. Hasil analisis bivariat menunjukkan kadar viral load HIV > 1000 kopi/mL berhubungan dengan terjadinya infeksi EBV pada subyek (OR 2,69 (1,015-7,141); P = 0,043).
Simpulan: Proporsi anak dengan HIV yang terinfeksi EBV di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta adalah 28,9%, dengan kadar viral load HIV > 1000 kopi/mL berhubungan dengan terjadinya infeksi EBV pada anak dengan HIV.

Background: Epstein-Barr virus (EBV) infection can be an opportunistic infection in HIV-infected children. EBV infection is difficult to be differentiated from HIV infection, and it can be latent. Latent EBV infection can reactivate into lymphoproliferative disorders and malignancy. There is no data on EBV infection in HIV-infected children in Indonesia.
Objective: To identify the proportion, manifestations and factors associated with EBV infection in HIV-infected children in Dr. Cipto Mangunkusumo National Central Hospital Jakarta.
Methods: Cross-sectional study to examine the manifestations of EBV infection in HIV-infected children and it’s associated factors in Dr. Cipto Mangunkusumo National Central Hospital Jakarta, during September 2020 to February 2021. Blood samples were taken to examine qualitative EBV PCR (whole blood), complete blood count, CD4 levels and HIV viral load.
Results: Total subjects were 83 HIV-infected children. The proportion of children infected with EBV was 28.9%, with mean age 9.58 years. Lymphadenopathy was the most common symptoms, although it was difficult to differentiate from other infections. Two children have malignancy due to EBV, namely Non-Hodgkin's lymphoma and leiomyosarcoma. Total 75% of EBV-infected subjects under 12 years of age were anemic (mean Hb 10.68 ± 2.86 g/dL), could be due to EBV infection or other causes. Bivariate analysis showed HIV viral load levels > 1000 copies/mL were associated with EBV infection in subjects (OR 2.69 (1.015-7.141); P = 0.043).
Conclusion: The proportion of EBV infection in HIV-infected children in Dr. Cipto Mangunkusumo National Central Hospital Jakarta is 28.9%, with HIV viral load levels > 1000 copies/mL were associated with the EBV infection in HIV-infected children.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilla Calista
"Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang diakibatkan oleh virus dengue. Tiap tahunnya, kematian akibat DBD di Indonesia terus meningkat. Daun kenikir (Cosmos caudatus) merupakan salah satu bahan natural yang digunakan sebagai antiviral terhadap dengue. Hal ini dikarenakan daun kenikir mengandung zat flavonoid aktif yang memiliki efek antiviral Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan mekanisme penghambatan ekstrak daun kenikir fraksi n-heksana pada reseptor sel Huh7it-1 dengan penempelan virus dengue secara in vitro. Efek antivirus dilihat menggunakan 2 kali nilai IC50 yaitu 2.994 μg/ml pada sel Huh7it-1. Mekanisme yang dibandingkan ialah pada pemberian reseptor dan saat penempelan. Penentuan presentase penghambatan dihitung melalui perbandingan jumlah focus perlakuan dan kontrol DMSO dikalikan 100%.
Viabilitas sel pada penelitian dihitung dengan menggunakan MTT assay dan dibandingkan dengan nilai viabilitas kontrol DMSO. Presentase penghambatan infektivitas virus dengue pada reseptor dan penempelan menggunakan ekstrak daun kenikir fraksi n-heksana bernilai negatif sebesar -23,21% dan -5,37% secara berurutan sehingga menunjukkan peningkatan infektivitas. Pada uji viabilitas sel reseptor ditunjukkan angka 103,9294%. Sedangkan, pada penempelan virus viabilitas sel 96,8284%. Ekstrak daun kenikir berpotensi menjadi antivirus melalui metode penghambatan reseptor meskipun bukan pada penghambatan proses penempelan virus pada sel. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mencari mekanisme terbaik dalam inhibisi DENV serta mencari tahu molekul spesifik sebagai target protein dari ekstrak daun kenikir fraksi n-heksana."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saur Maruli Evan Johannes
"Penyakit akibat virus dengue (DENV) masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Hingga saat ini belum ada terapi definitif untuk infeksi DENV. Berbagai penelitian dilakukan untuk mencari antiviral terhadap DENV. Salah satu jenis tumbuhan yang memiliki potensi antiviral adalah Calophyllum macrophyllum (C.macrophyllum). Penelitian ini akan melihat efek antiviral yang dimiliki oleh ekstrak kulit batang C.macrophyllum terhadap DENV. Efeknya sebagai antiviral akan dilihat dari nilai IC50 (kemampuan inhibisi replikasi) dan CC50 (tingkat sitotoksisitas). Perbandingan antara nilai CC50 terhadap IC50 akan menghasilkan nilai indeks selektivitas (SI). Penelitian ini akan dilakukan secara in vitro menggunakan sel Huh7it-1 yang diinfeksikan DENV. Konsentrasi ekstrak yang digunakan adalah 10, 20, 40, 80, 160, dan 320 μg/mL. Metode Focus Assay digunakan untuk mendapatkan nilai IC50 dan MTT Assay untuk mencari nilai CC50. Nilai IC50 yang didapat sebesar 49,75 μg/ml dan CC50 dari sel tanpa infeksi DENV sebesar >320 μg/ml. Nilai SI yang didapat sebesar >6,43. Analisis statistik menunjukkan perbedaan pada semua konsentrasi. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak kulit batang C.macrophyllum memiliki efek inhibisi terhadap replikasi DENV in vitro dan efek sitotoksik yang kecil, sehingga memiliki potensi sebagai antiviral DENV.

Disease caused by dengue virus (DENV) is still a major health problem in Indonesia. There is no definitive therapy for DENV infection. Many researches have been done to search for DENV antivirus. One of plants with potential antiviral effect is Calophyllum macrophyllum (C.macrophyllum). This research was done to evaluate antiviral effect of Calophyllum macrophyllum bark extract on DENV. Antiviral effect was evaluated by IC50 (replication inhibition property) value and CC50 (Cytotoxic level) value. The selectivity index (SI) was the ratio between CC50 and IC50. This research was done by in vitro method with Huh7it cells that were infected by DENV. Extract concentrations used in this research were 10, 20, 40, 80, 160, and 320 μg/mL. Focus assay technique was used to determine IC50 value and MTT assay technique for CC50 value. The value of IC50 was 49.75 μg/ml and CC50 from uninfected cells was >320 μg/ml. The value of SI was >6.43. Statistical analysis showed significant difference in all concentrations. It could be concluded that bark extract of C.macrophyllum had inhibition property on DENV replication in vitro with minimum cytotoxic effect.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fakhri Zahir
"Infeksi virus dengue (DENV) saat ini menjadi masalah infeksi yang paling besar di seluruh dunia dalam 50 tahun terakhir. Masalah ini terjadi di seluruh dunia dan 70% dari seluruh kasus terletak di Asia Tenggara, ditambah lagi angka fatality case di Indonesia akibat DENV termasuk yang tertinggi. Meski demikian hingga saat ini belum ada antivirus yang efektif yang mampu melawan infeksi DENV. Ekstrak daun Mesua ferrea merupakan ekstrak tanaman yang diduga memiliki efek antiviral terhadap DENV. Dalam penelitian ini akan dicari daya hambat antiviral ekstrak daun Mesua ferrea (IC50) serta efek sitotoksiknya terhadap sel Huh7it-1 (CC50), dan angka indeks selektivitas (SI). Dalam penelitian ini digunakan sel Huh7it-1 yang diinfeksi DENV dan dalam penelitian ini dipakai konsentrasi ekstrak sebesar 320, 160, 80, 40, 20, dan 10 g/mL. Nilai SI didapatkan dengan cara membagi nilai CC50 dengan IC50. Pada proses analisis data digunakan uji Kruskal-Wallis dengan uji post hoc Mann-Whitney. Dari hasil penelitian didapatkan angka IC50 dari ekstrak daun Mesua ferrea adalah 118,49 g/mL, angka CC50 sebesar 189,68 g/mL, dan angka SI sebesar 1,6. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya angka SI sebesar 1,6 dirasa relatif kecil dan dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun Mesua ferrea tidak terlalu berpotensi sebagai antivirus DENV.

Dengue viral infection today is still a huge burden in the world over the last five decade. This problem has affected the world and 70% of all cases happened in South East Asia. Furthermore Indonesia has higher fatality case compared to other countries. Nevertheless the antiviral for DENV has not been found yet. Mesua ferrea leaves extract is one of the natural extracts that may has antiviral effect to DENV. In this research we figured out inhibitory concentration of Mesua ferrea leaves extract to DENV and the toxicity to Huh7it-1 cells. This research tried to find selectivity index (SI) of Mesua ferrea leaves extract. Huh7it-1 cells were used as host cells. The concentration of the extract that we used in this research was 640, 320, 160, 80, 40, 20 and 10 g/mL. Using Kruskall-Wallis with Mann-Whitney as a post hoc for the data analysis, we found that the IC50 of Mesua ferrea leaves extract 118,49 g/mL, CC50 value189,68 g/mL, and SI was 1,6. Compared to prior research, the SI of Mesua ferrea leaves extract relatively low, therefore it's not too potential to be used as the antiviral for DENV."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Utami
"Wabah infeksi virus banyak terjadi di lingkungan fasilitas kesehatan, seperti puskesmas. Transmisi virus di lingkungan puskesmas ini tidak hanya memberikan dampak buruk kepada pasien, namun juga kepada perawat maupun dokter yang bekerja di puskesmas.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi serta mengetahui ada atau tidaknya asam nukleat milik Respiratory Syncytial Virus (RSV) dan Enterovirus 71 di lingkungan Puskesmas Ciracas, Jakarta Timur menggunakan Reverse Transcription- Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Permukaan benda pengambilan sampel dipilih berdasarkan kemungkinan sering kontak langsung dengan pengunjung Puskesmas dan kemungkinan terjadinya transmisi virus. Sampel diambil menggunakan metode swab, yang kemudian dilakukan proses ekstraksi RNA, dan sintesis cDNA dengan bantuan enzim Reverse Transcriptase. Sampel selanjutnya dapat digunakan untuk proses PCR dan elektroforesis. Total 32 sampel semua menunjukkan hasil yang negatif, yaitu tidak ditemukan asam nukleat milik RSV dan EV-71 di sampel. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya protokol kebersihan yang ketat di Puskesmas Kecamatan Ciracas yang sudah dijalankan dengan baik untuk meminimalkan kontaminasi virus ke lingkungan Puskesmas.

Outbreaks of virus can often occur in healthcare settings, such as primary health care. Transmission virus in primary health care environment represents a serious risk not only for patients, also for both staff and doctor. The aim of this study was to detection of Respiratory Syncytial Virus (RSV) and Enterovirus 71 nucleic acids on Environmental Surface in Ciracas Primary Health Care, East Jakarta using Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). The following sampling sites have been recommended based on high-touch surfaces with health visitors and possible transmission virus routes. The samples was taken using swab, and then used samples for RNA extraction and cDNA synthesis by using Reverse Transcription enzyme. The samples can then be used in PCR and electophoresis. In total 32 surface samples were collected and 32 surface samples tested negative for both RSV and Enterovirus 71 nucleic acids. The negative result caused by effective hygiene procedures have been applied in Ciracas Primary Health Care to prevent and minimize the contamination and spread of the virus in environment."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rindra Yusianto
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008
005.16 RIN v
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Setiawan
"Measles immunization has been introduced since 1960, thereby markedly reducing the number of cases in developed countries. However, measles epidemics still occur even in developed countries. In the United States, in 1988-1992 an increase in the number of measles cases reaching 50,000 cases was reported. Some of these cases occurred in previously immunized patients. This was thought to be caused by genetic mutation of the measles virus, aside from weaknesses of the vaccine and low immunization coverage.
Since measles immunization was employed in Indonesia, the number of measles patients has decreased. However, epidemics are still frequently reported. About 15-30% of reported cases occurred in those previously immunized, raising the question of whether a genetic difference exists between the wild-type measles virus circulating in Indonesia and the vaccine virus being used. Such a difference may lead to the differences in the antigenicity of the wild-type and vaccine viruses, rendering the resulting antibody incapable of neutralizing the wild-type viruses. Based on the above, this study is aimed to demonstrate the extent of genetic and antigenic differences between the wild-type and vaccine measles viruses.
We conducted an experimental laboratory study to sequence the N, H, and F genes of the wild-type measles viruses (G2, G3, and D9) and the CAM-70 vaccine virus. To show antigenic differences, the wild-type viruses (G2, G3, and D9) and the CAM-70 and Schwarz viruses were injected to BALB/c mice. Serum antibodies of the mice were analyzed using ELISA, cross-neutralization test, and immunoblotting using antigens from the respective viruses.
Results of this study showed that the wild-type and the vaccine viruses differ in the sequence of the N gene by 73-79 nucleotides, resulting in amino acid substitution of 17-24 residues; the H gene by 60-99 nucleotides, resulting in amino acid substitution of 13-29 residues; the F gene by 71-88 nucleotides, resulting in amino acid substitution of 4-3 I residues. Differences between the wild-type and the CAM-70 and Schwarz vaccine viruses were also found in the epitope site of the CTL and antibodies, which are important to virus antigenicity.
We conclude that a significant difference in antigenicity exists between the wild-type measles viruses circulating in Indonesia with the CAM-70 measles virus. We also found the immunogenicity of the CAM-70 and Schwarz vaccine viruses to be lower than that of the wild-type viruses."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
D620
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>