Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 214656 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Husnan Nurjuman
"Media massa memiliki peran penting di tengah masyarakat, terutama di tengah masyarakat yang menjadikan pertarungan opini sebagai suatu hal yang penting. Media memengaruhi masyarakat dengan membangun suatu realitas pengetahuan dan media juga dipengaruhi oleh konteks sosial masyarakat. Salah satunya fenomena yang menarik adalah tentang isu pemahaman pluralisme dalam Islam yang ditampilkan oleh media Islam Indonesia_ Di tengah masyarakat Indonesia Islam seringkali dipahami sebagai suatu hal yang 'given', tidak dipahami sebagai suatu ajaran yang telah melewati proses sejarah yang panjang yang telah membuat intrepretasi terhadap Islam itu sendiri menjadi beragam. Hal itu membuat perbedaan pendapat dalam memahami Islam di tengah konteks masyarakat Indonesia menjadi suatu hal yang dianggap tidak lazim, bahkan dipandang sebagai hal yang membahayakan ajaran Islam itu sendiri. Bahkan tidak sedikit berbagai kasus kekerasan alas nama ajaran Islam juga terjadi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Sabili dan Syirah membingkai isu tentang perbedaan pemahaman tentang pluralisme dalam Islam dan untuk mengetahui bagaimana majalah Sabili dan Syir'ah memahami pluralisme dalam Islam yang disandarkan kepada berbagai pendapat para pemikir Islam dalam mendefinisikan dan mendeskripsikan Islam. Penelitian ini dilakukan dengan paradigma konstruksionisme yang diaplikasikan dengan pendekatan kualitatif dan teknik analisi framing Gamson. Dipayungi oleh teori tentang Konstruksi Realitas Peter Berger dan Hierarki pengaruh terhadap media dari Shoemaker dan Reese_
Temuan yang didapatkan mengenai bingkai Sabili dan Syir'ah dalam menampilkan isu pemahaman pluralisme dalam Islam menunjukkan majalah Sabili dan Syir'ah menampilkan isu pemahaman pluralisme secara berbeda. Sabili menampilkan bingkai bahwa: 1) Pluralisme mencampuradukkan agama, 2) Pluralisme harus dilawan, 3) Konsep turunan Pluralisme harus diwaspadai, 4) Pluralisme digemborkan oleh Dunia Barat. 5) {llama pemiliki otoritas pemahaman Islam, 4) Pluralisme menghina simbol sakral Islam, 6) Pengusung pluralisme adalah kaki tangan Barat_ Sedangkan Majalah Syir'ah rnenarnpilkan bingkai bahwa: 1) Pluralisme bukan mencampuradukkan agama, 2) Pluralisme mengajarkan kesamaan nilai universal agama, 3) Pluralisme membangun kasadaran menyikapi perbedaan agama, 4) Pluralisme bagian dari konsep dasar Islam, 5) Pengharaman pluralisme adalah kekeliruan pars ulama, 6) tJlama tidak menjadi sumber mutlak kebenaran, 7) Pengharaman pluralisme telah mendorong tindakan kekerasan, 8) Penyebaran pluralisme masih penuh tantangan_
Analisis tentang kecendrungan pemahaman pluralisme dalam Islam dilihat berdasarkan cara pandang terhadap Islam secara substansi (nilai) dan institusi (sistem keyakinan, ritual dan norma). Penelitian ini menunjukkan bahwa Majalah Sabili ditemukan sebagai majalah yang cenderung dengan pemikiran Islam dan pluralisme secara tekstual yang melihat Islam sebagai suatu kesatuan, tidak terpisah antara substansi dan institusi sehingga pluralisme kemudian menjadi suatu hal yang tidak dapat diterima. Sedangkan Syir'ah didapati cendrung memahami Islam dan pluralisme secara kontekstual, yang memahami Islam terdiri atas unsur substansi dan institusi. Syir'ah menerima pluralisme pada tataran substansi, namun tidak secara institusi, artinya pluralisme ada secara nilai, namun tidak dapat berkaitan dengan sistem keyakinan, ritual, dan norma.
Bingkai-bingkai dan berbagai kecenderungan ini muncul karena suatu kanteks yang melatari Sabili dan Syirah. Sabili adalah majalah yang didirikan kelompok Islam Tarbiyah yang pendekatannya terhadap ajaran Islam cenderung tekstual dan Sabili lahir di tengah intimidasi Orde Baru terhadap Islam yang melahirkan suatu pandangan tentang adanya konspirasi meminggirkan Islam. Lain halnya dengan Syir'ah yang dimotori aleh generasi muda akademis Islam yang cenderung melihat Islam sebagai kajian ilmu yang dipahami dari unsur metodologisnya yang kontekstual. Selain itu, Syir'ah lahir dari kelompok diskusi naungan Yayasan Desantara, yakni suatu lembaga swadaya masyarakat yang banyak bekerja sama dengan berbagai pihak intemasional dalam mengusung berbagai isu tentang pluralisme, HAM, dan demokrasi, termasuk dalam membingkai Islam.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21510
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feni Fasta
"Ketika perusahaan memperluas kekuasaannya pada berbagai media yang berbeda, pengalaman empirik kerap menunjukkan bahwa kepemilikan silang justeru membuat informasi lebih serupa dan memihak pemodal dibandingkan sebelumnya.
Penelitian ini menyandarkan diri pada kajian ekonomi politik media kritis, berupaya mengeksplorasi kontestasi antara kepemilikan silang Nary Tanoesoedibjo dengan pemberitaan di RCTI, TRIJAYA FM dan TRUST mengenai kasus NCD Fiktif yang dialaminya, dominasi dan hegemoni struktur terhadap agensi dalam mempengaruhi isi berita, berikut pola yang terbentuk karena itu.
Temuan yang didapat melalui wawancara rahasia dengan awak newsroom, pengamatan dan analisis isi media, sangat menarik_ Di sini, peneliti menemukan bahwa media massa yang bernaung di bawah Media Nusantara Citra (MNC), subholding Bimantara yang mengurusi bidang multimedia dan penyiaran, dapat disebut sebagai contoh yang memadai untuk menggambarkan bagaimana kontestasi, dominasi dan hegemoni terjadi. Newsroom yang sejatinya harus independen dan jauh dari intervensi struktur, justeru menjadi corong. Pada akhirnya, wujud isi media tetap penuh dengan pemberitaan yang dipesan untuk kepentingan pemiliknya. Pola yang terjadi adalah pola yang pada intinya mendukung Hary Tanoesoedibjo sebagai sosok yang tidak bersalah, sebagai korban dan menuding pihak-pihak lain sebagai 'brutus' yang menjatuhkan citra dirinya sebagai taipan media massa di Indonesia.
Secara akademis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai pemicu tumbuhnya ide untuk meneruskan penelitian dengan topik yang mengarah pada kasus kasus tertentu. Selain itu, berguna untuk pembuktian teori-teori dalam kajian ekonomi politik media. Secara praktis, dapat menggugah dan meneguhkan kesadaran para jurnalis dan mungkin pemilik jaringan lintas media massa bahwa penyajian isi media massa berkaitan dengan tanggungjawab moral dalam pembentukan opini publik.

When corporations expand their control over many different kinds of media (cross ownership) , they speak glowingly of providing richer public choices in information. But the empiric experience has been the common control of different media makes those media more alike than ever.
This research positioning itself to the critical political economy approach, tried to explore the contestation between Hary Tanoesoedibjo's cross ownership with the news in RCT1, TR1JAYA FM, and TRUST about NCD Fictive case of his own, domination and hegemony structure to the agency in persuading the news content, including the pattern which is made by.
What was found from the secret interview with newsroom personel, observation and media content analysis, very interesting. Here, the research found that mass medium which are standing under Media Nusantara Citra (MNC), Bimantara subholding which is care for multimedium field and broadcasting, can be take as a good example to describe how contestation domination and hegemony are happened. Newsroom which should be independent and far from structural intervension, became edge. Though once it happened a self dispute inside the journalist, in the end the news content still full with the news that are ordered for the owner self business. The exist frame was frame which is supporting Hary Tanoesoedibjo as innocent being, as victim and suspecting another sides as "Brutus" that tried to destroyed his image as king of mass media in Indonesia.
In academic way, this research can be set as provocation of idea to continuing the research with theme that leads to selected cases. Besides, it is.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21887
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The current trends in the examinaton of the role of media in bridging differences between the islamic and the western world indicate thet there is a concerted effort to strengthen the role of mass media as tools against war, violence and unrest. This article examines the many ways the media could and should become an integral part of peacekeeping efoorts."
JPMM 4:1 (2000/02)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Didik Pradjoko
"ABSTRAK
Wali Sanga: kang ingsun tresnani, ja wadi ja sumelang, anindakna Kuran Ian Kadise, tindak nabi miwah para ngalim tindakna kang kemit nyebaraken agami Islam kang mancorong, agamane para nabi kabeh, miwah para ratu-ratu Jawi dumugi semangkin, Islam kang den enut.
Wali Sanga: yang saya cintai , jangan takut, jangan khawatir. menjalankan perintah Qur'an dan Hadist, tindakan para nabi bersama orang-orang alim. jalankan dengan kesadaran ... menyebarkan agama Islam yang bersinar-sinar, agamanya semua nabi, jugs para raja-raja Jawa sampai sekarang, Islam yang di anut...
Judul utama tulisan ini diilhami oleh isi makalah Nancy K. Fiorida yang dipresentasikan dalam Simposium Tradisi Tulis Indonesia beberapa bulan yang lalu. Dalam makalahnya Nancy menyitir sebuah roman karya Louis Couperus yaitu Kekuatan yang Tak Tampak (De Stilfle Krachf), yang melukiskan gambaran tentang Islam dalam masa kolonial, di mana Islam dipandang sebagai hantu yang membayangi kekuasaan kolonial. Dalam roman Couperus tersebut, kekuatan Islam digambarkan dengan pemunculan figur haji misterius yang bagai hantu sekali-kali menampakkan diri pada saat-saat kritis dan juga pada roh 'fanatisme' yang dikhawatirkan akan tertularkan pada khalayak ramai. Makalah Nancy secara khusus melihat pengaruh tradisi santri dalam dunia Kepujanggaan di Keraton Surakarta, yang selama ini tidak tampak karena secara sengaja filologi kolonial telah mengembangkan "ke-tidak-penglihatan" pengaruh Islam atas manusia Jawa yang hidup dalam kekuasaan kolonial.
Apa yang ingin diungkapkan oleh Nancy juga menjadi pokok bahasan penulis, meski kurun dan subjeknya berbeda. Di sini penulis ingin mengkaji suatu dinamik Islam pada awal abad ke-20, di wilayah? "
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Loebby Loqman
"

Masalah asas praduga tak bersalah dalam hubungannya dengan pemberitaan media massa bukan hal baru. Sudah sering dilakukan diskusi, baik dalam lingkungan yang terbatas maupun dalam suatu seminar. Namun demikian masih terjadi perbedaan pendapat tentang asas tersebut dalam suatu pernberitaan oleh media massa.

Sejauh ini asas praduga tak bersalah dianggap hanya untuk dan berlaku bagi kegiatan di dalam masalah yang berkaitan dengan proses peradilan pidana. Sehingga terjadi ketidak pedulian masyarakat terhadap asas tersebut, kecuali apabila terjadi hal-hal yang tidak menyenangkan yang menimpa dirinya.

Asas tersebut dianut di Indonesia melalui ketentuan yang terdapat di dalam pasal 8 Undang-undang No. 14 Tahun 1970 tentang. Ketentuanketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang mengatakan:

Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan/ atau dihadapkan di depan Pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan Pengadilan yang. menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

Meskipun tidak secara eksplisit .menyatakan hal yang sama, asas tersebut diutarakan di dalam pasal 66 Undang-undang No. 8. Tahun 1981 tentang Kitab. Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dimana dikatakan:

'Tersangka atau terdakwa: tidak dibebani kewajiban pembuktian'

Sedangkan di dalam penjeiasan pasal tersebut mengatakan bahwa ketentuan dalam pasal. 66 KUHAP. tersebut adalah penjelmaan dari asas praduga.tak bersalah.

Oleh karena asas tersebut diatur di dalam ketentuan perundang-undangan. hukum pidana, banyak pendapat bahwa asas itu semata-mata hanya diperuntukkan hal-hal yang berhubungan dengan hukum pidana.

Berbeda dengan di dalam sistem hukum yang digunakan di Amerika Serikat, banyak asas yang berkaitan dengan hak terdakwa dicantumkan secara eksplisit di dalam konstitusinya. Sehingga bukan saja tentang hak warga secara menyeluruh, akan tetapi hak warga yang disangka atau diduga telah melakukan kejahatan, diatur dalam pasal-pasal konstitusi. Dengan demikian merupakan ketentuan yang amat mendasar dalam kehidupan hukum negara tersebut. Amandemen pertama dari konstitusi Amerika menjamin tentang kebebasan mengeluarkan pendapat, yang dapat dihubungkan dengan kebebasan pers.

"
Jakarta: UI-Press, 1994
PGB 0365
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Mustika
"One of the roles of the mass media is to inform. It means that its mainfunction is to retell many events or histories to its audience. In retelling these events mass media constructs many realities to become a meaningful story. Therefore, all mass media contens are constructed realities. The most interesting topic, especially for womens media, such as womens magazine, is career women. This paper tried to examine how career women or successful women are presented in woman transnational magazine in Indonesia. The writer used constructivist paradigm to understand how successful women are described on Profile Section in transnational womens magazine Her World Indonesia. Since Her World is categorized as a modern magazine, the writer assumed that it brought modern values. By using the Halliday and Hassan model of analysis or social semiotic analysis, the findings showed that Her Worlds criteria of prominent woman is a woman who works outside, has a bright career, and well-paid. But she is still concerned with her family and she is always referring her achievement to the support of her husband or her father."
Jakarta: Univ Budi Luhur Jakarta, 2014
384 COM 5:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Crone, Tom
Oxford: Focal Press, 1995
343.099 CRO l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Safrin
"Penelitian ini menggunakan pendekatan "Pembentukan Persepsi Mengenai Realitas Sosial oleh Media Massa" Asumsi dasar dari pendekatan ini ialah bahwa media massa memiliki peranan yang sangat besar dalam mempengaruhi khalayaknya. Namun demikian pembentukan persepsi itu tidak semata mata disebabkan oleh terpaan media massa Pengalaman seseorang dengan suatu realitas sosial, serta aktivitas komunikasi interpersonal tentang realitas dalam kehidupan sehari-hari, bisa membentuk persepsi pada realitas tersebut.
Bertitik tolak dari kondisi di atas, dalam penelitian ini ketiga variabel di atas akan dianalisis dalam kaitan dengan pembentukan persepsi pada realitas sosial. Variabel penggunaan media dikembangkan denngan memasukkan beberapa indikator seperti eksposur berita kriminalitas surat kabar non Pos Kota, eksposur berita kriminalitas Pos Kota, eksposur berita kriminalitas televisi dan majalah. Adapun 'realitas sosial" yang menjadi perhatian dalam penelitian ini ialah "realitas kriminalitas" dengan indikatornya yaitu pencurian, pencopetan, perampokan/pornografi, dan pembunuhan. Pembentukan persepsi diukur dengan menggunakan dua indikator yaitu rawan dan tidak rawan. Sedangkan lokasi penelitian dipilih dua kelurahan di wilayah Jakarta Pusat yang memiliki tingkat kriminalitas tinggi dan rendah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembentukan persepsi itu dipengaruhi oleh eksposur terhadap berita kriminalitas pada surat kabar yang memiliki isi spesifik tentang kriminalitas seperti Pos Kota dan daerah tempat tinggal khalayak. Hal mi terlihat pada khalayak yang membaca berita kriminal Pos Kota dan tinggal di wilayah yang tingkat kriminalitasnya rendah, pembentukan persepsi mereka berhubungan dengan membaca Pos Kota tersebut. Sedangkan bagi khalayak yang tinggal di wilayah tingkat kriminalitas tinggi, pembentukan persepsi mereka tidak berhubungan dengan media tersebut, meskipun khalayak ini iuga membaca berita kriminalitas dari surat kabar Pos Kota."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The discussion in this article is based on a research study of mass media reports about conflict in Indonesia.It focused on conflict at Ambon, Poso, Sambas and Sampit as reporting by Republika, Kompas and Media Indonesia. These area were assumed as the wider ethnic conflict than the ones at other places...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Fadil Azmi
"Ideologi bekerja melalui bahasa oleh karena itu mempelajari ideologi berarti mempelajari cara-cara di mana makna (pemberi makna) secara terus menerus menjalankan relasi dominasi. Hassan Hanafi menyebut teks sebagai praktik ideologi, dalam hal ini teks pun bersifat arbiter karena merupakan pilihan penulisnya pada satu maksud tertentu dari keragaman fenomena yang ia hadapi untuk sesuatu di masa mendatang. Tujuan penulisan teks tidak lain bersifat etis dan ideologis, disebut etis karena penulisan suatu momentum sejarah ke dalam teks berkaitan dengan keinginan memberi petunjuk tertulis kepada generasi mendatang, sementara ideologis karena teks merupakan sarana efektif untuk mewariskan kekuasaan. Bahasa kebijakan dalam Undang-undang pars dicurigai sebagai sebuah teks yang mengalami dinamika kepentingan antara kepentingan penguasa, kepentingan pemilik media dan kepentingan publik. Penelitian ini menyandarkan diri pada paradigma konstruktivisme. Alasannya adalah sebuah bahasa kebijakan, baik itu Undang-undang Pokok Pers No.21 Tahun 1982 dan Undang-undang Pers No. 40 Tahun 1999 merupakan hasil dari proses pembentukan realitas. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Metode yang digunakan dalarn penelitian ini adalah Hermeneutika Habermas. Hermeneutika memberikan fokus pada teks, pembacaan, pemahaman, tujuan penulisan, konteks, situasi historis, dan kondisi psikologis pembaca maupun pengarang teks. Adapun Hermeneutika Habermas merupakan hermeneutika kecurigaan karena berkepentingan untuk menyingkap tabir-tabir ideologis dibalik sebuah teks. Penelusuran data maupun analisis dilakukan pada tiga level pemahaman: Pemahaman langsung terhadap alam material dengan menginterpretasikan isi teks kebijakan, Pemahaman Manusia lain dengan meneliti pemahaman para penafsir terhadap teks kebijakan dan Pemahaman atas kebudayaan dengan meneliti fenomena regulasi kebijakan dikaitkan dengan situasi dan kondisi sosial dan ekonomi politik yang berlaku pada saat pembuatan teks kebijakan. Dari seluruh proses penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa pemaknaan terhadap Undang-undang Pokok Pers No. 21 Tahun 1982 dan Undang-undang Pers No. 40 Tahun 1999 tidak terlepas dari sejumlah faktor individu dan faktor sosial dalam dimensi situasi dan zaman yang melingkupinya. Pada Undan-gundang Pokok Pers No. 21 Tahun 1982, kekuasan terhadap kebebasan pers sepenuhnya tergantung kepada pemerintah, tidak hanya terhadap makna kebebasan pers itu sendiri, tapi juga undang-undang ini memberikan "kekuasaan penuh" kepada pemerintah untuk membuat peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kehidupan pers serta penempatan para birokrasi pada lembaga-lembaga yang berfungsi untuk mengontrol kehidupan pers. Pada Undang-undang Pers No. 40 tahun 1999, terlihat kuatnya "ideologi Pasar" pada kehidupan pers. Kekuasaan terhadap pers sepenuhnya tergantung pada pasar, kuat dugaan kehidupan pers menjadi monopoli konglomerasi media, pers lebih banyak menyajikan berita-berita yang di inginkan masyarakat dibandingkan berita-berita yang dibutuhkan oleh masyarakat. Pada kondisi ini, pers belum mampu menjalankan fungsinya sebagai ruang publik dalam proses demokratisasi yang dinamis. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa Undang-undang Pers No.40 tahun 1999, bukan merupakan UU lex specialis derogat lex generalis terhadap undang-undang lain seperti yang di kemukakan sebagian kalangan pers, dikarenakan undang-undang ini hanya mengatur tiga hal yang dapat dituduhkan terhadap pelanggaran jurnalistik yakni norma-norma agama, rasa kesusilaan masyarakat dan asas praduga tidak bersalah, di luar ketiga haI ini Undang-undang ini membuka diri diberlakukannya Undang-undang lain, di samping itu juga Undang-undang ini tidak memenuhi syarat untuk menjadikan dirinya sebagai lex specialis, yakni Rezim hukumnya tidak sama dan serumpun dengan undang-undang yang mau di lex specialrs-km, tidak adanya satu perbuatan dilarang oleh dua aturan yang berbeda dan tidak ada ancaman hukum dari lex specialis yang jauh lebih berat dari lex generalis. Kebebasan kehidupan pers, pada akhirnya merupakan keinginan semua pihak agar ruang publik sebagai wahana pengimplementasian kehidupan demokratis yang dinamis dapat berjalan, tetapi tentu saja kebebasan ini tidak boleh hanya sebatas kebebasan yang dimonopoli oleh segelintir orang, tetapi harus dibumikan menjadi kenyataan yang memberikan realitas kesempatan bagi semua elemen masyarakat dalam mengakses seluruh informasi yang dibutuhkannya. Kepentingan publik harus menjadi prioritas media massa, karenanya kebebasan pers harus didasarkan pada paradigma etis, norma hukum dan profesionalisme para jurnalis dalam menyajikan pemberitaannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21522
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>