Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149179 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tita Dewi Sugiartin
"Investor melakukan investasi dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan dari tingkat pengembalian yaitu berupa capital gain dari kenaikan harga saham dan deviden. Dalam pasar modal, instrumen investasi mengandung unsur ketidakpercayaan ataupun resiko. Resiko ini disebabkan karena harga saham senantiasa berubah dan tidak dapat diprediksi secara tepat akibat pergerakannya yang fluktuatif.
Nilai (value) suatu perusahaan dapat ditentukan dari kinerja keuangan perusahaan tersebut selama periode tertentu. Ada berbagai metode yang dapat digunakan untuk menilai suatu perusahaan seperi PER (price to earning ratio), ROI (return on investment), ROE (return on equity), ROA (return on aseO, EVA (economic value added), dan MVA (market value added) suatu metode yang tergolong bare.
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kinerja perusahaan dengan menggunakan metode ROI, EVA dan MVA. Industri farmasi dipilih sebagai objek penelitian. Terdapat 9 perusahaan yang terdaftar sebagai perusahaan publik di industri ini, yakni Daria-Varia Labolatoria, Indofarma, Kimia Farma, Kalbe Farma, Merck, Pyridam Farina, Shering Plough, Bristol-Myers dan Tempo Scan. Kurun waktu yang dipilih dalam penelitian ini dari tahun 2003 hingga tahun 2005.
Dui basil perhitungan ROI diperoleh bahwa semua perusahaan pads industri farmasi memiliki nilai 1Z 01 yang berfluktuasi. Sepanjang periode penelitian Merck menghasilkan nilai RQl tertinggi dibandingkan perusahaan lain. Nilai ROl terendah selam dua tahun berturut-turut (2004-2005) dicapai oleh Schering Plough. Berdasarkan perhitungan kinerja menggunakan EVA , sepanjang tahun 2003-2005 Kalbe Farma, Merck, Bristol-Myers dan Tempo Scan yang memiliki nilai EVA positif. lndofarrna menghasilkan nilai EVA positif pada tahun 2004 dan 2005. Darya-Varia menghasilkan nilai EVA positif baru pada tahun 2005. Seiebihnya nilai EVA yang dimiliki perusahaan lain mencatat angka negatif_ Pyridam Farma memiliki nilai EVA terendah sepanjang periode penelitian. Perhitungan kinerja dengan menggunakan MVA menghasilkan bahwa nilai MVA tertinggi dicapai oleh Darya-Varia. Posisi kedua dicapai oleh Kalbe Farma. Nilai MVA perusahaan ini terus meningkat berbeda dengan perusahaan lain yang nilainya fluktuasi. Nilai MVA terendah dicapai oleh Pyridam Farma yang sepanjang tahun 2003-2005 rnemiliki nilai MVA negatif. Hal ini menyiratkan bahwa perusahaan ini tidak mampu menciptakan nilai secara internal maupun ekstemal.
Perhitungan kinerja dengan menggunakan ROI menghasilkan penilaian yang sederhana karena hanya melibatkan komponen laba bersih dan total assets. Penilaian ini hanya berdasarkan pada laba secara akutansi sehingga sulit untuk mengetahui apakah perusahaan berhasil menciptakan nilai. Sementara perhitungan kinerja berdasarkan EVA dan MVA mampu menggambarkan kondisi riel perusahaan karena dalam kedua metode tersebut melibatkan perhitungan biaya modal atas investasi yang dilakukan sehingga dapal dikelahui apakah perusahaan malnpu menciptakan return alas investasi yang telah ditanamkan.

Investors do some investment with a goal to gain earnings from repayment level which is capital gain of increasing share and dividend price. In capital market, instrument of investment have a distrust or doubt or risk point. This risk has been caused by share price that always changing continuously and not be able to predict w exact amount for vary moves.
Value of company can be seen freedom company's finance performance in some period of lime. There are some methods that can be used to calculate the company's value such as PER (Price to Earnings Ratio), ROI (Return On investment), ROE, (Return On Equity) ROA(Return On Asset), EVA (Economic Value Added and MVA (Market Value Added).
This study is aimed to evaluate the firm?s performance using methods of ROl, EVA and MVA. Pharmacy industry is chosen as observation object. There are 9 firms that registered at BEI in this industry, such as Darya-Varia Labolatoria, Indofarma, Kimia Parma, Kalbe Farina, Merck, Pyridam Farina, Schering Plough, Bristol-Myers Squibb and Tempo Scan Pacific. The period that is chooser for the study is started from 2003 to 2005.
All firms in this industry have fluctuate movements using ROI method. During certain period (2003-2005), Merck have highest ROI compared by others. Schering Plough achieve the lowest within 2 period (2004-2005). During 2003 to 2005 by using EVA
Method, Kai/re Farina, Merck, Bristol-Myers and Tempo Scan have positive EVA. lndojar ma get improvement and have positive EVA in 2004 and 2005. Darya-Varia achieves positive EVA in 2005. The others only have negative EVA. During period of this study Pyridam Farina get the lowest EVA. Using MVA method, Darya-Varia achieves the highest EVA. The other side, Kalbe Farma as second position get positive EVA and increasing year by year. The lowest position is achieved by Pyridam Farina. It shows that Pyridam not able to create value internally and externally.
Evaluating performance using RDI is the simple evaluation. This method is just involved net income and total assets. ROl is based accounting profit and d cult to know whether the firms are able to create value or not. Whereas, using EVA and MVA method as evaluating performance are able to give real performance of the firm because that method is involve the calculation on capital cost of investing. Therefore the return of invested capital can be known."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19761
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Djuwita
"Industri jasa telekomunikasi saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan suatu industri tidak lerlepas dari persaingan para pelaku di dalamnya. Slruktur industri mempunyai pengaruh yang kuat dalam menentukan aturan permainan.
Telekomunikasi merupakan wahana yang menghubungkan seseorang dengan orang lain melalui media telekomunikasi. Sesuai dengan fungsinya tersebut, maka jika diidentifikasi ada beberapa jasa pengganti yang dapat mengambil alih Cungsi tersebut Bari jasa telekomunikasi, salah satunya adalah jasa transportasi.
Kondisi seperti ini mengakibatkan terjadinya persaingan dalam lingkungan bisnis yang kompetitif. Upaya yang dapat dilakukan perusahaan untuk memenangkan persaingan adalah dengan meningkatkan kinerja perusahaan, karena sebagai perusahaan yang telah go public, bail; buruknya kinerja perusahaan akan mempengaruhi nilai perusahaan tersebut di mala investor.
Kekayaan pemegang saham ditentukan oleh internal performance dan external performance. Variabel yang digunakan untuk mengukur internal performance perusahaan dapat dihitung berdasarkan prinsip-prinsip accounting based atau economic based. Return on investment (ROI) merupakan salah satu ukuran infernal performance yang perhitungannya mendasarkan pada prinsip akuntansi, sedangkan economic value added (EVA) jugs lermasuk ukuran internal performance yang dihitung berdasarkan prinsip ekonomi. Kinerja eksternal perusahaan dapat diukur dengan menggunakan marker value added (MVA), vaitu metode yang tergolong baru berdasarkan pada value based management. Penentuan shareholders value creation dengan menggunakan metode MVA dilakukan melalui usaha dan keputusan yang dibuat oleh pihak manajemen perusahaan dalam menginvestasikan modal yang dipercayakan invest.
Jika perusahaan menunjukkan kinerja yang balk dari waktu ke waktu, maka book value perusahaan tersebut akan meningkat, dan kemungkinan investor akan menawar saham perusahaan tersebut dengan harga yang tinggi dengan harapan memperoleh earning yang tinggi di masa yang akan datang, sehingga menyebabkan marker value perusahaan meningkat. Bila marker value perusahaan dibandingkan dengan modal yang dikoniribusikan oleh investor menunjukkan hasil yang positif (the excess price tag), hal itu merupakan akibat dari keberhasilan operasi pada masa yang lalu atau dengan kata lain merupakan hasil kinerja yang baik.
Penelitian ini bermaksud untuk menguji kembali pengaruh antara ROI dengan MVA dan anlara EVA dengan MVA. Konsep EVA memang menawarkan banyak kelebihan dalam mengukur penciptaan nilai suatu perusahaan, tetapi perlu diteliti apakah konsep EVA tersebut dapat diterapkan oleh investor di Indonesia.
Perusahaan yang dijadikan sampel adalah 10 perusahaan yang listing di Bursa Efek Jakarta yang termasuk dalam kategori sektor jasa yang terdiri dad 3 perusahaan yang bergerak dalam industri telekomunikasi dan 7 perusahaan dalam industri Transportasi.
Perhilungan return on investment (ROI) masing-masing perusahaan untuk periode 2003-2005 dengan menggunakan data yang berasal dari laporan keuangan masing-masing perusahaan pada periode 2003-2005. Economic Value Added (EVA) masing-masing perusahaan untuk periode 2002-2005 dihitung dengan terlebih dahulu menghitung net operating profit after taxes (NOPAT), invested capital, dan cost of capital. Sedangkan perhitungan market value added (MVA) masing-masing perusahaan untuk periode 2003-2005 dapat dilakukan dengan lebih dahulu menghitung marker value dan invested capital. Selanjutnya dilakukan uji korelasi, uji regresi, dan uji koefisien korelasi antara ROI dengan MVA dan antara EVA dengan MVA.
Hasil perhitungan kinerja masing-masing perusahaan berdasarkan metode ROI menunjukkan bahwa PT. Indonesian Satellite Corporation mencapai ROI tertinggi yaitu sebesar 23,34% pada tahun 2003 sedangkan ROI terendah dihasilkan oleh PT. Mitra Rajasa yaitu sebesar -32,79%, PT. Infoasia Teknologi Global pada tahun 2004 mencapai ROI tertinggi sebesar 12,01%, sedangkan PT. Steady Safe menghasilkan ROI terendah sebesar -20,04%. Pada tahun pengamatan 2005 ROI tertinggi dicapai oleh PT. Telekomunikasi Indonesia sebesar 12,86%, dan pada tahun tersebut PT. Steady Safe kembali menghasilkan ROI terendah sebesar negatif 16,84%.
Hasil perhitungan kinerja masing-masing perusahaan berdasarkan metode EVA menunjukkan bahwa standardised EVA terbesar pada tahun 2003 yaitu sebesar 0,6449 dicapai oleh PT. Indonesian Satellite Corporation. Sedangkan Standardised EVA terendah tahun 2003 dicapai oleh PT. Mitra Rajasa dengan nilai sebesar -0,2518. PT. Infoasia Teknologi Global pada tahun 2004 menghasilkan standardised EVA tertinggi sebesar 0,1467, sedangkan PT. Steady Safe menghasilkan standardised EVA terendah sebesar -0,4389. selanjutnya pada tahun 2005 PT. Samudra Indonesia menghasilkan standardised EVA terbesar sebesar 0,1148 dan PT. Mitra Rajasa menghasilkan standardised EVA terendah yaitu sebesar -0, 2176.
Hasil perhitungan kinerja masing-masing perusahaan berdasarkan metode MVA menunjukkan bahwa standardised MVA terbesar pada tahun 2003 dicapai oleh PT. Steady Sale dengan nilai standardised MVA sebesar 3,3137, sedangkan pada tahun 2004 standardised MVA terbesar dicapai PT. Infoasia Teknologi GIobal sebesar 3,7904 dan pada tahun 2005 standardised MVA PT. Steady Safe sebesar 3,1601. Sedangkan standardised MVA terendah selama periode penelitian dicapai oleh PT. Humpuss Intermoda Transp. sebesar -0,6886 pada lahun 2003, kemudian untuk tahun 2004 standardised MVA terendah dicapai oleh PT. Centris Multi Persada yaitu sebesar -0,6266 dan pada tahun 2005 dicapai oleh PT. Mitra Rajasa yai lu sebesar -0,5874.
Hasil perhitungan kinerja perusahaan dengan ketiga metode (ROI, EVA, dan MVA) dapat dikelompokkan menjadi empat model, yaitu model A yang mans baik ROI atau EVA maupun MVA bemilai positif, model B yang mana ROI atau EVA bernilai negalif sedangkan MVA bemilai positif, model C yang mana ROI alau EVA bemilai positif sedangkan MVA bemilai negatif, serta model D yang mana bail: ROI atau EVA dan MVA bemilai negalif.
Berdasarkan uji korelasi diperoleh hasil bahwa terdapat korelasi yang lemah dan searah antara ROI dengan MVA dan antara EVA dengan MVA Sedangkan uji regresi menunjukkan hasil bahwa baik ROI maupun EVA tidak mempengaruhi MVA.

Nowadays, the telecommunication industry has grown very rapidly. The grow f an industry always influenced by the contribution degree of its players. The industrial structure also has a great affect on determining the rules of the game.
The telecommunication is a mean to connect a person to the others through a communication medias. As the function to connect people, there are several services that able to take over it function, such as: the transportation services.
This leads to the competitiveness within the competitive business environment. The effort which the company could take in order to win this competition is to keep its performance rising, because as a public company, its performance will affect its value investor's eyes.
The shareholders' wealth are measured by internal performance and external performance. The variables used as internal performance yardsticks are can be calculated using either accounting based or economic based. Return on investment (ROI) is one of the internal performance measurements using the principals of accounting, whilst the EVA also is one the internal performance measurements using the principals of economics. External performance of company is measured by market value added (MVA). MVA is new method using value based management. In management's attempts and decision making to Increase shareholder value as measured by the market value of a company, they continuously influence, directly or indirectly, those variables that affected shareholder wealthy.
The company's performance increasing significantly, the book value of company will also increase, and the probability of investor bargain for its stocks on higher price to earn more capital gain and dividend will increase too, and it makes the company's market value increases. As this occurs, the different between the company's market value and the capital contributed-by investors (MVA) represents the excess price tag the marker assigns to the company as a result of it past operating successes.
This research goal is to test again the relationship between R01 with M VA and EVA with MVA. The EVA concept offer many advantages in estimating the value of the company, but it requires further observation whether the concept can be applied by investor in Indonesia.
The company's sample are 10 companies that listed in Jakarta Stock Exchange and from service sector, there are 3 companies of telecomunication industry and 7 companies of transportation industry.
The calculation of return on investment (ROI) in each of companies in 2003-2005 can be had by using each of companies finance report in its time. Economic Value Added (LVA) of each company /or periocle 2002-2005 have to he calculated first by compute net operating pro/it after tares (NOPA1). invested capital, and cost of capital, And calculation of market value added (MVA) ,for each company jbr periode 2003-201)5 can he done by calculating market value and invested capital. Furthermore. we can do correlation rest. Regression test and correlation coeficiency test between ROI and MVA as also between EVA and MVA.
The result of performance calculation of each company shown that PT Indonesian Satellite Corporation reached 29.48% as it is the highest R0I in 2003 while the lowest ROl came from PT. Mirra Rajasa, -32,79%. PT Infoasia Teknologi Global reached highest ROI 12.01% in 2004 and PT Steady Safe resulted the lowest ROI of -20.04%. In analyzing year of 2005, the highest ROI came from PT. Telekomunikasi Indonesia of 12,86%, while in the same year, PT Steady Safe again had the lowest RO1, of-16.84%.
Performance calculation result of each company based EVA method shown that PT. Indonesian Satellite Corporation reached 0,6449 as it is the highest standardized EVA in 2003 while the lowest standardized EVA came from PT. Mitra Rajasa, -0,2518. PT lnfoasia Teknologi Global reached highest standardized EVA 0.1467 in 2004 and PT Steady Safe resulted the lowest Standardized EVA of -0,4389. In analyzing year of 2005, the highest standardized EVA came from PT: Samudra Indonesia of 0.1148, while in the same year, PT. Mitra Rajasa again had the lowest standardized EVA, of -0,2176.
The result of each company's performance based on MVA method shown that the biggest MVA in 2003 was reached by PT. Steady Safe with value of standardized MVA of 3,3137, while the biggest standardized MVA resulted by PT. Infoasia Teknologi Global of 3, 7904 in 2004 and by PT Steady Safe in 2005 as it reached its value of 3,160I. The result also shown that the lowest of standardised MVA during research time was reached by PT. Hwnpuss Internoda Transp. of -0,6886 in 2003, and followed by PT. Centris Multi Persada of -0,6266 in 2004 and PT. Mitra Rajasa of -0,5874 in 2005.
The result of each company's performance based on those method (ROI EVA, and MVA) can be classified into four model, these are A model which is ROI or EVA is positive and so is MVA, B model which is ROI or EVA is negative but MVA is positive, C model which is ROI or EVA is negative but MVA is positive, and D model which is all of RO1, EVA, and MVA are negative.
Based on correlation test, a weak correlation between ROI and MVA as well as EVA and MVA, the relationship are positive. But based on regression test, we come to a conclusion that both ROI and EVA did not influence MVA."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19710
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Eliaska
"Pelaksanaan program pelatihan yang dilakukan oleh suatu perusahaan dapat dikatakan sebagai suatu investasi di dalam bidang tenaga kerja. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengembalian investasi pelatihan atau return on investment (ROI) pelatihan bagi perusahaan tersebut. Dengan diketahuinya ROI pelatihan tersebut akan menjadi pedoman atau pertimbangan manajemen perusahaan untuk mengambil keputusan tentang perlu atau tidaknya program pelatihan tersebut diteruskan di masa yang akan datang.
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang bergerak di bidang jasa perhotelan yaitu Sheraton Bandung Hotel and Towers. Cara mengumpulkan data penelitian ini yaitu melalui riset lapangan dengan cara wawancara terstruktur dan tidak terstruktur, review dokumentasi dan riset kepustakaan. Data yang dikumpulkan tersebut digunakan untuk menganalisa dan menghitung ROI pelatihan tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ROI pelatihan yang diperoleh Sheraton Bandung dari pelatihan yang diselenggarakan pada tahun 2001 adalah sebesar 348%. Besamya ROI yang diperoleh tersebut menunjukkan pelatihan tersebut efektif dimana kepuasan tamu hotel pada tahun 2001 meningkat demikian pula halnya dengan perolehan profit hotel tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T1646
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barizah Ghassani
"Studi literatur yang ada masih memberikan kesimpulan yang bervariasi mengenai pengaruh diversifikasi pendapatan terhadap value dan kinerja bank. Penelitian ini meneliti pengaruh diversifikasi pendapatan yang dilakukan oleh bank terhadap value dan kinerja bank yang menggunakan proksi market to book untuk value dan menggunakan proksi return on equity unuk kinerja. Observasi dilakukan terhadap 16 bank di Indonesia selama kurun waktu 2002-2011. Data yang digunakan merupakan data panel yang bersumber dari data bank terkait. Dengan menggunakan model estimasi Ordinary Least Square - Fixed Effect, didapatkan hasil bahwa diversifikasi pendapatan bank memiliki pengaruh yang signifikan terhadap value dan kinerja bank.

Existing studies still provide various results regarding the impact of revenue diversification of a bank to its value and performance. This research examines the impact of revenue diversification of a bank to its value and performance with using market to book value as a value proxy and using return on equity as a performance proxy. This observation uses Ordinary Least Square - Fixed Effect on 16 banks in Indonesia for period the period of 2002-2011. It is found that bank revenue diversification affects both value and its performance."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S46763
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Kazhimi
"Sebagai negara berkembang, di Indonesia saat ini sedang marak pelaksanaan pembangunan infrastruktur. Kemudian  Terdapat proyek-proyek infrastruktur (khususnya proyek jalan tol) yang masuk dalam proyek strategis nasional namun memiliki kelayakan yang rendah secara finansial , hal ini menjadi kasus penelitian untuk  memperoleh skenario/skema investasi agar proyek tersebut bisa tetap dapat diimplementasikan sesuai dengan rencana pemerintah. Analisis akan dilakukan dengan melakukan studi kasus yang mendalam tentang proyek Infrastruktur yang memiliki tingkat kelayakan investasi yang rendah di Indonesia. Studi kasus dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang suatu masalah, serta melakukan identifikasi bagaimana solusi/strategi terbaik untuk meningkatkan kelayakan proyek ini agar dapat tetap diimplementasikan serta  mengetahui dampak dari penerapan skenario terbaik terhadap kelayakan finansial nya. Berdasarkan analisis yang dilakukan, pembangunan jalan tol hanya sampai Besuki ternyata merupakan skenario terbaik yang menghasilkan tingkat kelayakan terbaik. Alternatif lain adalah dukungan pemerintah untuk menyelesaikan jalan tol dari Besuki hingga Banyuwangi. Adanya dukungan pemerintah berupa VGF agar jalan tol Probolinggo Banyuwangi dapat terhubung dan memberikan tingkat pengembalian investasi yang menguntungkan bagi investor, dalam hal ini Badan Usaha Jalan Tol.

As a developing country, Indonesia is currently rampant in implementing infrastructure development. However, there are infrastructure projects (especially toll road projects) that are included in the National Strategic Project (PSN) but have low financial feasibility. Despite this, they are economically and socially politically feasible, and require a particular strategy to ensure the project can still be implemented. The analysis will be conducted by conducting in-depth case studies on infrastructure projects with low investment feasibility in Indonesia. These case studies aim to obtain a clear picture of the problem and identify the best solution/strategy to improve the feasibility of the project, enabling its implementation. Additionally, the impact of implementing the best scenario on its financial feasibility will be determined. Based on the analysis results, shortening the toll road segment is the best scenario that offers the highest financial feasibility. The second alternative involves seeking construction support from the Government to complete the toll road from Besuki to Banyuwangi, which represents the final stretch of the toll road on Java Island. The provision of VGF (Viability Gap Funding) in the form of construction support aims to facilitate the connection of the Probolinggo-Banyuwangi toll road and ensure a profitable rate of return on investment for Toll Road Business Entities, who are the investors in this project."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Gardatama Atmadibrata
"ABSTRAK

Skripsi ini memberikan penjelasan yang komprehensif mengenai Analisis Yuridis Penerapan LPS Rate dalam Simpanan Deposito Terhadap Perlindungan Nasabah yang dihubungkan dengan fenomena banyaknya bank-bank yang menerapkan bunga simpanan deposito diatas ketentuan yang ditetapkan di dalam LPS Rate. Hal ini nantinya dapat membahayakan nasabah dimana simpanannya tidak akan dijaminkan oleh LPS dikarenakan simpanan tersebut dianggap sebagai simpanan tidak layak bayar karena telah menikmati keuntungan yang tidak wajar. Dari permasalahan tersebut maka pokok permasalahan yang dapat ditarik adalah bagaimana pengaturan dan konsep perlindungan nasabah terkait dengan ketentuan LPS Rate di dalam simpanan deposito dan bagaimana implementasi dari pengaturan mengenai LPS Rate terkait dengan simpanan deposito ditinjau dari hukum perbankan di Indonesia.


ABSTRACT

This Thesis Provides a comprehensive explanation about Juridicial Analysis of the application of LPS in the savings deposits rate againts the protection of the customers associated with the phenomenon of large banks that apply interest savings deposits on the conditions set out in the LPS Rate. This can evetually harm the customer where they deposit savings would not be warranted by LPS because the deposits are considered as savings is not worth paying for having enjoyed an unnatural advantage. Of these problems then the principal problem that can be drawn is how is the regulation and customer protection concept is related to the provision of LPS in the savings deposit rate and how is the implementation of the arrangements regarding LPS Rate associated with savings deposits of the Indonesian Banking law

"
Universitas Indonesia, 2014
S56692
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Dinaya
"Basle Accord 2 yang memasukkan risiko pasar dan risiko operasional selain risiko kredit dalam perhitungan CAR bank, telah mempengaruhi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Penelitian ini mencoba meneliti korelasi antara risiko kredit dan risiko pasar terhadap return saham bank-bank di Indonesia pada tahun 2002-2003. Risiko pasar dibagi menjadi dua yaitu risiko tingkat bunga dan risiko nilai tukar. Dalam penelitian ini return saham dicerminkan sebagai investor.
Variable terikat adalah return saham bank dan variabel bebas adalah risiko kredit, risiko tingkat bunga, dan risiko nilai tukar. Variabel-variabel ini diregresi dengan multiple regression. Sampel yang diambil adalah bank-bank umum swasta devisa yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2002-2003.
Hasil yang diperoleh yaitu tidak ada hubungan yang signifikan antara return saham bank dengan risiko kredit, risiko tingkat bunga, dan risiko nilai tukar. Dari nilai R2 sebesar 0.134 menunjukkan bahwa hanya 13,4% dari return saham dijelaskan oleh risiko kredit dan risiko nilai tukar sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.
Standard deviasi return saham sebesar 0,0063 lebih kecil nilainya dibandingkan dengan standard error of estimate yang sebesar 0,0069. Dari perbandingan ini dapat dikatakan baliwa model II kurang bagus dalam bertindak sebagai predictor, dan sebaliknya return saham itu sendiri yang lebih bagus sebagai prediktornya. Dari hasil ini menggambarkan bahwa investor pada saat ini masih memprediksi return saham dari data return saham historikalnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T15704
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hully Cahyantoro
"Economic Value added (EVA) yang dikembangkan oleh lembaga konsultan Stem Stewart & Co. adalah financial performance measurement dan sistem manajemen yang mulai berkembang pada sekitar tahun 1990-an. EVA fungsi utamanya adalah sebagai peralatan untuk mengevaluasi kinerja manajemen relatif terhadap tujuan untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham (shareholder wealth). Sementara itu, Market Value Added (MVA) adalah harga pasar perusahaan dikurangi dengan modal yang telah diinvestasikan. Secara teori, terdapat hubungan langsung antara EVA dan MVA dimana MVA adalah present value dari tingkat EVA di mass depan dengan discounted pada biaya atas modal (cost of capital).
EVA dan MVA adalah peralatan yang berguna untuk mengukur kinerja manajemen. Logikanya jika sebuah perusahaan memiliki nila EVA/MVA yang tinggi berarti mereka memiliki kinerja yang sangat baik dan memiliki tingkat pengembalian (return) yang baik pula dari saham - saham perusahaan tersebut. Berarti pula, EVA/MVA dapat digunakan dalam strategi investasi untuk melakukan pemilihan saham dengan memilih saham - saham yang memiliki nilai EVAIMVA yang terbaik. Sebuah studi yang dilakukan oleh Bernstein dan Pigler mencoba untuk menguji strategi berdasarkan EVAIMVA ini dengan membentuk portofolio yang terdiri dan 50 saham dari S&P500 yang memiliki nilai EVA tertinggi pada 31 Januari dalam periode 1987 - 1990 setiap tahunnya. Mereka mengamati performance dari portofolio ini selama 12 bulan berikumya. Hasil dari studi Bernstein dan Pigler menunjukkan bahwa EVA adalah alat yang tidak cukup berguna dalam melakukan pemilihan saham. Strategi investasi berdasarkan pada EVA kinerjanya berada dibawah S&P500 (underperformed). Studi lanjutan dari studi sebelumnya yang melakukan pengujian terhadap EVA dalam memilih saham dilanjutkan kembali oleh Bernstein untuk menguji nilai dari pertumbuhan EVA (bukan nilai absolute EVA) sebagai alat untuk melakukan pemilihan saham. Bernstein melakukan pengujian strategi investasi menggunakan EVA growth dan MVA growth dengan membentuk portofolio yang terdiri dari lima puluh saham dari S&P500 yang memiliki prosentase perubahan EVA dan MVA tertinggi per 31 Januari selama periode 1987 - 1996 setiap tahunnya. Selanjutnya mereka menguji performance dari portofolio tersebut selama 12 bulan kemudian. Hasilnya menunjukkan bahwa strategi investasi pembentukan portofolio berdasarkan EVA growth lebih buruk hasilnya daripada berdasarkan absolut EVA dan kinerjanya berada di bawah S&P (underperformed). Sebaliknya strategi berdasarkan MVA growth kinerjanya berada diatas strategi berdasarkan nilai absolut MVA dan juga berada diatas S&P500 (outperformed).
Mengikuti apa yang telah dilakukan oleh studi Bernstein dan Pigler di atas tetapi diaplikasikan pada pasar modal dan periode yang berbeda, studi yang dilakukan ini memcoba membuat portofolio yang terdiri dari 5 saham dari LQ45 di Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang memiliki nilai EVAIMVA tertinggi bail( absolute maupun growth untuk tiap tahun selama 2003 - 2004. Data EVAIMVA perusahaan publik di Indonesia yang dipakai adalah publikasi dari majalah bisnis SWA yang merupakan basil studi mereka bersama dengan MarkPlus & Co, MAKSI FE UI dan dibantu oleh beberapa praktisi pasar modal di Indonesia. Data EVAIMVA ini kemudian digunakan untuk membentuk sebuah portofolio berdasarkan pada empat strategi yang berbeda
1. Strategi ke-1 : Portofolio yang terdiri dari 5 Saham dari LQ45 yang memiliki nila absolute EVA tertinggi pada periode 2003 - 2004 setiap tahunnya (Portofolio S I-03 dan S1-04). Strategi ke-2 : Portofolio yang terdiri dari 5 saham dari LQ45 yang memiliki nilai EVA growth tertinggi pada periode 2003 - 2004 setiap tahunnya (Portofolio S2-03 dan S2-04)
Strategi ke-3 : Portofolio yang terdiri dari 5 Saham dari LQ45 yang memiliki nila absolute MVA tertinggi pada periode 2003 - 2004 setiap tahunnya (Portofolio S3-03 dan S3-04)
Strategi ke-4 : Portofolio yang terdiri dad 5 saham dari LQ45 yang memiliki nilai MVA growth tertinggi pada periode 2003 - 2004 setiap tahunnya (Portofolio S4-03 dan S4-04)
Kemudian dalam karya akhir ini dilakukan pengukuran kinerja dari tiap - tiap portofolio dengan menggunakan Sharpe, Treynor dan Jensen selama 12 bulan kedepan dari saat portofolio tersebut dibentuk dan membandingkannya dengan market performance (IHSG dan indek LQ45). Akhirnya dalam karya akhir ini dilakukan pemeringkatan dari flap - tiap portofolio dari masing - masing strategi untuk menemukan srategi terbaik sampai strategi terburuk. Pada akhirnya kita akan mendapatkan jawaban atas pertanyaan apakah kita mendapatkan basil yang sama dengan studi yang dilakukan oleh Bernstein dan Pigler ? Ternyata didapatkan bahwa peringkat strategi pembentukan portofolio secara berurutan dari yang paling baik sampai yang paling buruk adalah, strategi pembentukan portofolio berdasarkan : MVA growth. EVA growth, absolut MVA dan terakhir berdasarkan absolut EVA. Berarti hasil yang didapatkan ini sama dengan Bernstein dan Pigler untuk peringkat 1 (terbaik) dan peringkat 4 (terburuk) tetapi mendapatkan hasil yang berkebalikan untuk peringkat 3 dan 4.

Economic Value added (EVA) developed by the consulting firm of Stem Stewart & Co. is a corporate financial performance measurement and management system which has grown in popularity in the 1990's. EVA is primary function is as a tool to evaluate management performance relative to the goal of maximizing shareholder wealth. Meanwhile Market Value Added (MVA) is market value of the firm minus invested capital. In theory, there is a direct relationship between EVA and MVA in that MVA is equal to the present value of future level of EVA discounted at the cost of capital.
EVA and MVA are useful tools for measuring the performance of management. Logically, if a company has high EVAJMVA means that they has high performance and has high expected return on their stock. It also means, EVAIMVA can be used in an investment strategy by selecting stock of firms that generate best amounts of EVAIMVA. A study from Bernstein and Pigler tried to examine this EVAJMVA base strategy. Bernstein and Pigler formed portfolio of the fifty stocks within S&P 500 that had the highest EVA as of January 3151 of each year over period 1987 - 1990. They tracked the performance of this portfolio over the subsequent twelve months. The result of the Bernstein and Pigler study show that EVA is not useful tool for selecting stock. The investment strategy based on EVA underperformed the S&P500. Extend study a previous assessment of EVA's value in the stock selection process by Bernstein was to examine the value of growth EVA (rather than just the absolute value of EVA) as a stock selection screen. Bernstein examine investment strategies using growth in EVA and MVA by forming portfolio of the fifty stock within the S&P500 that had the highest percent change in EVA and MVA as of January 3I" of each year over the period 1987 to 1996. They then tracked the performance of this portfolio over the subsequent twelve months. The results indicated that the strategy based on EVA growth performed worse than the strategy based on the level of EVA and underperformed the S&P500. In contrast the investment strategy based on the level of MVA, the investment strategy based on MVA growth performed better than the strategy based on the level of MVA and also outperformed the S&P500.
Inspiring by Bernstein and Pigler study above but applied in different capital market and period, this study tried to construct portfolio of the five stock within LQ45 in Jakarta Stock Exchange that have the highest EVA/MVA both absolute and growth of each year over period 2003 - 2004. EVA/MVA data of public company in Indonesia were published by S WA business magazine as a result of their study together with MarkPlus & Co and MAKSI FE UI. This EVAIMVA data were used to construct portfolio of the five stock were formed by using four different strategies:
1st strategy : Portfolio of five stock form five company from LQ45 with highest absolute EVA over period 2003 and 2004 (Portfolio S I-03 & S I-04)
2nd strategy : portfolio of five stock from five company from LQ45 with highest EVA growth over period 2003 and 2004 (Portfolio S2-03 & S2-04)
3rd strategy : portfolio of five stock from five company from LQ45 with highest absolute MVA over period 2003 and 2004 (Portfolio S3-03 & S3-04)
4th strategy : portfolio of five stock from five company from LQ45 with highest EVA growth over period 2003 and 2004 (Portfolio S4-03 & S4-04)
Then we tracked the performance of each portfolio using Sharpe, Treynor, and Jensen over the subsequent twelve months and compare the result to Market performance (IHSG and LQ45
index). Finally, we rank the performance result of each portfolio of each strategy and Market performance to find the best until the best worst strategy. In the different period and different capital market, do we have the same result as Berstein and Pigler Study? This research shown that 1st rank and latest rank consistent with Bernstein and Pigler study which were the best strategy was using MVA growth as stock selection and the worst strategy was based on absolute EVA. On contrary, rank 2nd and 3rd have difference result between this research and Bernstein and Pigler study.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18300
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Phillips, Jack
"This issue outlines the ways HR practitioners (1) can demonstrate how training affects the organization's bottom line, (2) can explain the linkage between HR and business strategies, and (3) can illustrate a level of accountability for the HR department. It describes methods of collecting data, isolating the effects of training, and the barriers and benefits to ROI."
Alexandria, VA: [American Society for Training and Development Press, American Society for Training and Development Press], 2000
e20428989
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Boncau Fakkari Maza
"Sebagai salah satu pilihan investasi, reksa dana pada umumnya memiliki tingkat return di atas instrumen investasi perbankan, seperti tabungan dan deposito. Hal ini dikarenakan para pengelola reksa dana sesuai dengan peraturan pemerintah diberi keleluasaan yang lebih lugs dalam mengelola dana nasabahnya dibandingkan dengan para pengelola dana di perbankan. Ditambah lagi sampai saat ini laba bersih yang diterima oleh pemegang unit penyertaan bukan merupakan obyek pajak penghasilan, tidak seperti tabungan dan deposito.
Reksa dana saham adalah reksa dana yang pada 80% portofolionya menempatkan dana pada saham. Adanya indikasi bahwa saham memberikan tingkat pengembalian tertinggi bila dibanding instrumen pasar modal lainnya membuat reksa dana saham menjadi pilihan investasi yang sangat menarik. Karena itulah penulis ingin mengkaji kinerja reksa dana saham di Indonesia.
Reksa dana pada dasarnya merupakan suatu portofolio sehingga untuk mengukur kinerjanya dapat digunakan metode pengukuran portofolio. Ada tiga metode yang lazim digunakan untuk mengukur kinerja portofolio, yaitu: Sharpe, Traynor, dan Jensen. Reksa dana yang menjadi obyek penelitian ini adalah reksa dana saham, yaitu reksa dana yang menempatkan invcstasitiya minimal 80% pada saham.
Dalam mengukur kinerja reksa dana, penelitian hanya pada pengukuran kinerja berdasarkan data keuntungan historis, sehingga tingkat keuntungan rnasing-masing reksa dana dapat dibandingkan antara sate dengan lainnya, serta dengan tingkat keuntungan pasar dan deposito. Pengukuran kinerja reksa dana saham dilakukan dengan membandingkan tingkat risiko dan tingkat keuntungannya. Reksadana saham tersebut kemudian dibandingkan dengan LQ45 dan deposito.
Reksa dana saham pada umumnya memiliki kinerja yang lebih baik dari kinerja pasar saham karena reksa dana saham merupakan portofolio dari saham-saham yang dikelola dengan baik dan profesional. Sebagai portofolio yang sudah diracik sedemikian rupa, maka risiko reksa dana saham menjadi lebih kecil karena hanya mencakup risiko yang bersifat sistematik, dengan kata lain resikoyang bersifat nonsistematik dapat diminimalisir. Return reksa dana saham juga diharapkan lebih tinggi karena tujuan dari pembentukan portofolio reksa dana saham adalah untuk mengoptimalkan return.

As one of the investment preference, in general managed-fund owns extent return on banking investment instrument such as deposit and giro. It is caused by managers of managed-fund have been provided the wide opportunity in managing their customer's fund compared with other fund's manager in the banking. In addition that up to present, the net return received by unit shareholder does not constitute object of income tax both like deposit and savings.
The stock of Reksadana is managed-fund which about 80% of its portfolio place the fund on the stock. There is indication that stock provides extent of high return compared with instrument of other capital market results in managed-fund of stock becomes interesting investment, and so that the researcher would like to observe the performance of managed-fund of stock in Indonesia.
Reksadana, basically is a portfolio and in order to measure its performance might be needed a method of portfolio measurement. There are three main methods used to measure the performance of portfolio, such as Sharpe, Treynor, and Jansen. Reksadana that become object of this study is stock managed-fund that is managed-fund placing its investment at least 80% of its stock.
In measuring the performance of managed-fund, the researcher only measure the performance based on historical advantage, till the extent of advantage of each managed-fund might be compared with one another, and the extent of savings and deposit. The measurement of stock managed-fund is performed by comparing risk extent and extent of its advantage. Reksadana then is compared with LQ45 and deposit.
In general, the stock Reksadana owns better performance than performance of stock market due to stock managed-fund is portfolio of stocks that managed well and professional. As portfolio that has been formalized as such, so risk of managed-fund becomes smaller because only covers the systematic risk. In other word, the non-systematic risk is minimally.,The managed-hind return is also expected to be higher because the objective of managed-fund stock portfolio is to get optimum return.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T18251
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>