Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92617 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rinaningsih
"Dewasa ini, Industri Telekomunikasi di dunia maupun di Indonesia merupakan industri yang mengalami tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan industri lainnya. Hal ini terjadi karena makin dikuasainya semua bidang kehidupan oleh telekomunikasi itu send in. Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia dan tingkat penetrasi yang masih rendah merupakan faktor tambahan lain yang menyebabkan tingginya tingkat pertumbuhan industri telekomunikasi di Indonesia.
Selain teknologi telekomunikasi berbasis kabel, dalam industri telekomunikasi juga digunakan teknologi nir-kabel. Dalam teknologi telekomunikasi nir-kabel ada beberapa teknologi selular dengan standar teknis yang berbeda yaitu TDMA, FDMA, GSM dan CDMA. Di Indonesia, disamping teknologi TDMA, FDMA dan GSM, mulai tahun 2003 digunakan juga teknologi CDMA. Teknologi ini diakui mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan ketiga teknologi nir-kabel lainnya.
PT. Bakrie Telecom Tbk merupakan perusahaan penyediaan dan penyelenggaraart jasa telekomunikasi yang memiliki dua produk utama yaitu Ratelindo yang merupakan lavanan axed Wireless Access dengan teknologi E-TDMA dan Esia yang merupakan layanan Limited Mobility dan menggunakan teknologi CDMA 2000 IX. Salah satu yang dapat menjadi keunggulan dari suatu operator telekomunikasi adalah jangkauan geografis. Untuk memperoieh keunggulan tersebut diperlukan pembangunan infrastruktur yang membutuhkan investasi yang sangat besar jumlahnya (capital intensive). Untuk memenuhi kebutuhan dananya, maka PT.Bakrie Telecom Tbk melakukan IPO (Initial Public Offering) pada awal Januari 2006 dengan harga penawaran saham sebesar Rp 110,- per lembar saham untuk 5,5 milliar lembar saham yang ditawarkan dengan nilai nominal Rp 100,- per lembar saham.
Untuk mengetahui kewajaran atas harga penawaran saham tersebut, maka pada Karya Akhir ini Penulis mencoba melakukan valuasi atas harga penawaran saham perdana PT. Bakrie Telecom Tbk tersebut dengan menggunakan analisis fundamental secara top down approach. Metode yang digunakan adalah Free Cash Flow to Equity (FCFE) dengan two stage model. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa nilai intrinsik dari harga saham tersebut adalah Rp 154,- dan berdasarkan analisis sensitivitas nilai terendah Rp 127,- dan tertinggi Rp 189,- Dengan demikian harga saham pada saat IPO tersebut lebih rendah dari nilai intrinsiknya (undervalued).
Berdasarkan penelitian baik di dalam maupun di luar negeri, merupakan hal umum terjadi bagi harga saham dari perusahaan yang melakukan IPO. Hal tersebut terjadi karena beberapa alasan antara lain yaitu merupakan salah satu cara perusahaan untuk membujuk uninformed investor untuk berpartisipasi dalam IPO.

Nowadays, telecommunications industry is among industries that grow fastest along with the importance of telecommunication as part and life of modern societies and the fast development of telecommunication technologies. Moreover Indonesia is in turning point in developing modern telecommunication infrastructure because teledensity, especially for fixed line, is relatively low.
In telecommunication technology, there are some technologies used by telecommunication service provider e.g TDMA, FDMA and GSM. A relatively newer technology that contributes to a significant growth in the country's telecommunication industry comes from CDMA technology, both for cellular and fixed wireless based. It posses mobility and features similar to those offered by cellular providers, and fixed wireless service quality may exceed GSM cellular service quality due to more efficient radio frequency spectrum usage.
PT. Bakie Telecom Tbk is a telecommunication network operator and service provider having two main product, i.e Ratelindo which is fixed wireless access service using E-TDMA technology and Esia which is limited mobility telecommunication service applying CDMA 2000 Ix technology.
One of competitive advantage of a network operator is geographical coverage. To have such competitive advantage, PT. Bakrie Telecom need to develop infrastructure requiring huge investment (capital intensive). To attract the required investment, PT. Bakrie Telecom Tbk conducted IPO (Initial Public Offering) in the early of January 2006 with initial stock price Rp 130; per stock sheet for 5,5 billion stock sheet offered to market with nominal value of Rp 100,- per stock sheet.
To evaluate the feasibility of initial stock price, in this Final Project, the writer, try to evaluate through valuation to the offered initial stock price of PT. Bakrie Telecom Tbk by using fundamental analysis in top down approach. The method used in this Final Project is Free Cash Flow to Equity (FCFE) with two stage model. Based on the writer's calculation, it is known that intrinsic value of the initial stock price is Rp 154. The writer also tries to calculate the stock price using sensitivity analysis and the result is Rp 127 as the lowest price and Rp 189 as the highest one. Thereby, the price of stock at the IPO is lower than its intrinsic value (undervalued).
Based on research either in Indonesia and abroad, undervalued stock was generally happened to stock price of companies conducting IPO. This is the case for some reasons among others one of ways companies conducted to persuade uninformed investor to participate in IPC."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19717
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moch. Choirur Rofiq
"Penelitian dalam karya akhir ini menggunakan pendekatan analisis fundamental Top-down Approach yang diawali dengan melakukan analisis indikator makro ekonomi, analisis industri dimana perusahaan itu berada, dan analisis perusahan itu sendiri. Berdasarkan hasil analisis fundamental dengan metode Free Cash Flow lo Equity diperoleh nilai intrinsik harga saham sebesar Rp 1.675,-. Penilaian tersebut menggunakan asumsi-asumsi tertentu dan reguired risk of return sebesar 17,42%. Dengan demikian, harga saham perhitungan analisis fundamental sebesar Rp 1.675,- berada dialas harga saham yang ditawarakan pada saat IPO sebesar Rp 1.080,- atau harga IPO undervalued harga analisis fundamental. Sementara itu, berdasarkan analisis dan perbandingan rasio PER dan rasio PBV menunjukkan bahwa kedua rasio lebih rendah dibanding rasio rata-rata industri sektor keuangan. Keputusan emiten dan penjamin menawarakan harga saham pada saat IPO dibawah nilai harga intrinsiknya (undervahted) berharap penawaran haraga saham tersebut diminati investor sehingga jumlah saham yang ditawarkan dapat terjual seluruhnya. Sementara itu, dari sisi investor harga yang saham yang rendah tersebut diharapkan mengalami kenaikan pada saat saham diperdagangkan di pasar sekunder harganya mendekati keseimbangan.

The research in this thesis has been designed using a fundamental analytical approach, Top-down Approach, which started by conducting a macroeconomic indicator analysis, industrial analysis, and company analysis. By implementing the free cash flow to equity model, the assumptions of intrinsic shares price valuation have been determined. Based on fundamental analysis using the Free Cash Flow to Equity method, the result shows that the intrinsic shares price value is Rp 1,675,-. This valuation uses particular assumptions and required risk of retum of 17.42%. As a result, the shares price based on fundamental analysis calculation is Rp 1,675,-, above the IPO shares price of Rp 1,080,- which means that the IPO price is undervalued compared to its fundamental analysis price. In addition, based on analysis and comparison of PER ratio and PBV ratio the result shows that both ratios are lower than the ratio of average LQ45 Banking. The decision of issuer and underwriter to offer the IPO shares price lower than its intrinsic price (undervalued) was based on the expectation that the offering shares price will be attractive to the investors and all shares will be sold out. On the other hand, the investors expect that the shares price will rise to its equilibrium level when shares are traded in the secondary market and creates gain to the investors."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T26509
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Moch. Choirur Rofiq
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T216509
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hayu Kurniasih
"Pelaksanaan IPO memberikan risiko bagi masing-masing pihak yang terlibat, utamanya terhadap Emiten, Penjamin Emisi Efek, dan investor. Dari beberapa IPO, terdapat nuansa harga saham yang kemahalan, kemurahan, ataupun menyangkut distribusi saham yang dipandang tidak adil. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum yuridis normatif dengan pendekatan secara sosio-legal.
Hasil penelitian adalah pertama, tidak terdapat perbedaan perlakuan antara penetapan harga saham dan penjatahan saham dalam IPO yang dilakukan oleh BUMN dan perusahaan swasta. Kedua, Manajer Penjatahan mengutamakan memberikan jatah saham kepada investor institusi daripada kepada investor ritel. Pelaksanaan penjatahan yang selama ini dilakukan membuat tujuan utama dari pelaksanaan IPO yaitu menjual saham kepada investor ritel menjadi tidak tercapai.
Disarankan untuk memberikan kuota yang lebih besar terhadap porsi Penjatahan Terpusat dengan mencantumkan jumlah presentase tertentu dalam peraturan penjatahan yang diterbitkan oleh OJK.

There is a risk in Initial Public Offering for the parties involved, particularly for the Issuer, Underwriters, and investor. From the previous IPO, there are some nuance that the price is too high, too low, or regarding share distribution which is consider unfair. The research methode is a normative yuridisch with a sosio-legal approach.
The research result are, first, there is no differentiation regarding how to set the price and share allotment in IPO which is done by State Owned Company and private company. Secondly, Allotment Manager prefers to give more allotment to institution investors than to retail investors. The share allotment which has been done lately make the purpose of IPO, which is make the public own the share cannot be accomplished.
It is suggested to give bigger quota to Pooling Allotment portion with setting a certain percentage in OJK regulation."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39217
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Chandra Dewi
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S6015
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S9771
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aries Apriansyah
"Pertumbuhan aset industri perbankan syariah selama sepuluh terakhir rata-rata diatas 40%. Pertumbuhan tinggi tentunya juga menggerus modal. Sementara di sisi lain, Bank Indonesia mensyaratkan tingkat modal minimum tertentu untuk menentukan tingkat kesehatan bank. Kondisi tersebut juga terjadi pada PT Bank Syariah Mandiri (BSM). Untuk dapat terus berekspansi di tengah industri yang tumbuh sangat pesat, BSM tidak mungkin hanya mengandalkan setoran modal dari pemiliknya yaitu PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Sehingga, rencana Initial Public Offering (IPO) pada tahun 2014 menjadi salah satu opsi. Valuasi harga saham BSM diperlukan untuk menentukan kisaran nilai wajar saham agar sesuai dengan kondisi dan proyeksi kinerja fundamental perusahaan di masa yang akan datang. Pada asumsi kondisi normal, pendekatan Dividen Discount Model menghasilkan nilai intrinsik per lembar saham BSM sebesar Rp45.009, pendeketan Free Cash Flow to Equity menghasilkan nilai intrinsik Rp234.103, pendekatan Relative Valuation menghasilkan nilai intrinsik Rp44.074, dan pendekatan Abnormal Earnings menghasilkan nilai intrinsik per lembar saham BSM sebesar Rp214.550. Harga saham tersebut masih terlalu besar, sehingga strategi stock split seratus-untuk-satu menjadi opsi ideal untuk menurunkan harga saham tanpa mengurangi nilai intrinsiknya.

The Average of asset growth of Islamic banking industry during the last ten years is above 40%. High growth would also erode the capital. While on the other side, Bank Indonesia requires a certain minimum level of capital to determine the soundness of banks. This condition also occurs in PT Bank Syariah Mandiri (BSM). To be able to continue to expand in the rapidly growing industry, BSM may not rely solely on the payment of capital from its owners, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Thus, Initial Public Offering (IPO) plans in 2014 become one of the feasible options. Stock price valuation of BSM is needed to determine the fair value of the stock to fit the shape and projection of the company's fundamental performance in the future. On the assumption of normal conditions, Dividend Discount Model approach produces an BSM intrinsic value per share at Rp45.009, Free Cash Flow to Equity at Rp234.103, Relative Valuation approach at Rp44.074, and Abnormal Earnings approach produces an intrinsic value per share at Rp214.550. The stock prices produce by theese methods are still too large, thus stock split strategy at one hundred-for-one is an ideal option to lower the stock prices without reducing its intrinsic value."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dodot Tri Widodo
"Bank Mega sebagai salah satu bank swasta nasional yang berdiri sejak 15 April 1959 mempunyai kinerja yang cukup mengesankan selama krisis berlangsung. Kinerja perusahaan sejak diambil alih oleh grup Para pada 28 Maret 1996 senantiasa mengalami peningkatan sampai dengan sekarang. Untuk keperluan ekspansi dan meningkatkan jumlah penyaluran kredit, maka Bank Mega melakukan penawaran umum saham pada tanggal 27-30 Maret 2000 dan pcncatatan di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya dilakukan tanggal 17 April 2000. Momentum ini dimanfaatkan perusahaan ditengah beberapa penghargaan yang telah diterima dari berbagai pihak atas prestasi yang diraih selama ini.
Penilaian atas harga saham perdana pada saat IPO dilakukan dengan menggunakan metode Top Down, Three Step Approach, dimana dikatakan bahwa kondisi perekonomian secara umum, dan industri dimana perusahaan tersebut bergerak akan mempengaruhi kondisi perusahaan yang pada akhirnya mempengaruhi harga saham suatu perusahaan. Langkah-langkah dalam menggunakan metode tersebut adalah 1). Analisa ekonomi makro 2). Analisa industri dimana perusahaan bergerak. dan 3).
Perkembangan perekonomian makro secara simultan mempengaruhi industri perbankan nasional. Saat terjadi puncak krisis ekonomi antara tahun 1997 sampai 1999 industri perbankan tidak mengalami pertumbuhan, bahkan turun drastis kinerjanya. Hal ini bisa dilihat dari angka perolehan laba,jumlah kredit bermasalah, dan pertumbuhan asetnya. Kinerja industri keuangan dan perbankan yang sedang turun ini berpengaruh juga terhadap kinerja saham bank-bank yang sudah go publik, dimana harga saham turun cukup tajam. Hanya sedikit perusahaan perbankan yang berhasil membukukan kinerja dengan baik, dan salah satunya adalah Bank Mega. Hal ini bisa dilihat pada peningkatan jumlah aset, dana pihak ketiga, penyaluran kredit, rasio kecukupan modal, kualitas aktiva produktif likuiditas dan kcemampuan menghasilkan laba, dimana angka-angka tersebut menunjukkan kondisi yang baik.
Penilaian harga saham dilakukan dengan menggunakan metode Free Cash Flow to Equity. Besarnya K atau diskonto yang digunakan adalah sebesar 36,89%. Sedangkan tingkat pertumbuhan perusahaan terbagi menjadi dua tahap, yaitu tahap ekspansi pada tahun 2000 sebesar 19% dan 2001 tumbuh sebesar 17% dimana terjadi pertumbuhan yang cukup pesat, dan tahap maturity yang terjadi mulai tahun 2002 dimana tingkat pertumbuhan perusahaan cenderung konstan pada angka pertumbuhan 16%. Nilai saham perusahaan per Desember 1999 adalah Rp1.423,00 per Iembar. Penawaran harga saham perdana pada saal IPO adalah Rp.1.200,00 per lembar dengan nilai nominal Rp.500,00. Dengan demikian dapal dikatakan bahwa harga penawaran saham tersebut tergolong undervalued dan masih memungkinkan untuk naik di masa yang akan datang.
Dari hasil proyeksi laporan keuangan per Desember 1999 diperoleh nilai pendapatan per lembar saham (Earnings per Sahre/EPS) sebesar Rp158,59. Dengan harga penawaran sebesar Rp1 .200,00 maka diperoleh Rasio Harga Terhadap Pendapatan (Price Earnings Rario/PER) perusahan sebesar 8,95. Pada periodc yang sama PER induslri pcrbanknn adalah 9.06. Dengan PER yang lebih rcndah dari industri keuangan, maka harga penawaran saham perdana tersebut termasuk rendah, sehingga masih ada kemungkinan harga saham akan naik pada saat perdagangan di pasar sekunder.
Bila ditinjau berdasarkan Rasio Harga Terhadap Nilai Buku (Price to Book Value Rufio/PBV), perusahaaan memiliki nilai PBV pada Desembcr 1999 sebesar 1.76. sementara PBV industri perbankan pada periode yang sama adalah sebesar 6,78. Dengan demikian harga saham perdana tersebut cukup rendah dan masih ada kemungkinan harga saham untuk mengalami kenaikan pada perdagangan di pasar sekunder.
Berbagai asumsi yang telah ditetapkan dalam menghasilkan nilai saham di atas bisa berubah sesuai dengan perkembangan eksternal dan internal perusahaan, untuk itu dilakukan analisa sensitivitas yang mengakomodasi berbagai kemungkinan yang bisa terjadidi masa datang. yakni kondisi terburuk (worse case), kondisi normal (normal case). kondisi terbaik (best case). Dari analisa tersebut dihasilkan bahwa harga saham terendah berdasarkan kondisi fundamental terburuk yang kemungkinan bisa dialami perusahaan adalah sebesar Rp765,44. Sedangkan harga saham tertinggi berdasarkan kondisi fundamental terbaik yang mungkin bisa dialami perusahaan adalah sebesar Rp.1.553,85. Dalam range itulah kemungkinan terjadinya pergerakan saham perusahaan di masa yang akan datang."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13588
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irawan Malebra
"ABSTRAK
DIVESTASI SAHAM PT. FREEPORT INDONESIA MELALUI MEKANISME PENAWARAN UMUM PERDANA TERBATAS PUPT Kewajiban divestasi saham sebagaimana perintah Pasal 112 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, merupakan kewajiban yang tidak terelakkan bagi badan usaha pemegang IUP dan IUPK yang sahamnya dimiliki oleh asing. Untuk melaksanakan perintahundang-undang Minerba ini dibuat aturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam pelaksanaannya hingga saat ini ketentuan divestasi sebagaimana pasal 112 menghendaki belum terlaksana sebagaimana seharusnya. Dalam beberapa kali proses negosiasi pelaksanaan divestasi saham PT. Freeport Indonesia masih belum menemukan kesepakatan. Dalam penelitian ini dianalisis secara kritis dan preskriptif terkait mekanisme divestasi yang efektif untuk saham PT. Freeport Indonesia, dan kendala mengapa belum terksananya divestasi saham sebagaimana peraturan perundang-undangan dan kontrak karya menghendaki, serta risiko hukum divestasi saham melalui mekanisme penawaran umum perdana terbatas. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam yaitu metode penelitian yuridis normatif. Dengan pendekatan penelitian hukum yang bersifat kualitatif. Dari hasil penelitian ini bahwa divestasi saham melalui direct divestment/strategic partner tidak menemukan kesepakatan, maka dibutuhkan terobosan divestasi dengan mekanisme penawaran umum perdana terbatas di pasar modal Indonesia. Maka dibutuhkan peraturan khusus dari Otoritas Jasa Keuangan OJK terkait mekanisme, pembatasan para pihak yang berhak membeli saham, serta peran serta pemerintah. Kata Kunci : Divestasi Saham, PT. Freeport Indonesia, Penawaran Umum Perdana, Terbatas.

ABSTRACT
SHARE DIVESTMENT OF PT. FREEPORT INDONESIA THROUGH LIMITED INITIAL PUBLIC OFFERING IPO The obligation of share divestment as stipulated in Article 112 of Law Number No. 4 in 2009 concerning Mineral and Coal Mining is an inevitable obligation for business entities holding IUP and IUPK whose shares are owned by foreigners. To execute the Minerba Act, the regulation is made through the Government Regulation No. 1 in 2017 concerning Fourth Amendment of Government Regulation No. 23 in 2010 regarding Mineral and Coal Mining Business Activities.In its implementation until now, the divestment provisions as intended in Article 112 have not been implemented as it should. In several times the process of negotiating the implementation of share divestment at PT. Freeport Indonesia still has not found an agreement.In this study, it is analyzed critically and prescriptively related to effective alternative divestment mechanism for PT Freeport Indonesia, and the obstacles on why the divestment shares have not been granted as legislation and working contracts require, as well as the legal risk of shares divestment through limited Initial Public Offering IPO mechanism. The research method used in this study was normative juridical, with a qualitative approach to legal research. The result revealed that shares divestment through direct divestment strategic partner did not find an agreement, then it was needed divestment breakthrough with limited Initial Public Offering IPO mechanism in Indonesia capital market. The mechanism of Services Authority OJK is required, along with the restrictions on the parties which are entitled to purchase shares and also the government participation. Keywords Divestment of Shares, PT. Freeport Indonesia, Initial Public Offering, Limited "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49882
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febrial Hidayat
"Penulisan hukum ini berbicara mengenai pembatalan penawaran umum perdana PT. Wahanaartha Harsaka Tbk. Yang dilakukan oleh Penjamin Emisi Efek. Dan Penjamin Emisi Efek yang terlibat dalam proses penawaran umum perdana PT. Wahanaartha Harsaka Tbk. ialah PT BNI Securities dan PT. Investindo Nusantara Sekuritas. Sebuah perusahaan yang akan memasuki pasar modal tentunya akan melewati proses penawaran umum yang melalui beberapa, dimulai dengan tahap persiapan hingga selesainya proses penawaran umum. Dalam pelaksanaan penawaran umum terdapat sebuah lembaga salah satunya yaitu, Penjamin Emisi Efek yang memiliki peran penting guna membantu emiten dalam melaksanakan penawaran umum. Hubungan keduanya dilakukan dengan pengikatan dalam kontrak yang berdasarkan pada hukum perjanjian dan peraturan yang berlaku di pasar modal. Terkait dengan penulisan hukum ini bahwa terjadi pembatalan Initial Public Offering/ IPO PT. Wahanaartha Harsaka Tbk. oleh para Penjamin Emisi Efek tersebut sehingga hal ini menimbulkan dampak dan bagaimana peran Initial Public Offering (IPO) Regulator dalam mewujudkan kegiatan pasar modal yang teratur, wajar, dan efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarkat.

This research is talking about the cancellation of the initial public offering of PT. Wahanaartha Harsaka Tbk. Conducted by the Emission Effect Guarantor. The Emission Effect Guarantor involved in the process of initial public offering of PT. Wahanaartha Harsaka Tbk. is PT BNI Securities and PT. Investindo Nusantara Securities. A company that will enter the capital market will certainly go through a public offering process through several phases, starting with the preparation phase until the completion of the process of public bidding. In the implementation of public offering, there is a one institution, namely, the Emission Effect Guarantor has an important role to help implement emiten in the public offering. The Relationship between the two party is done in contract based on legal agreements and regulations in the capital markets. Associated with this research cancellation of Initial Public Offering / IPO of PT. Wahanaartha Harsaka Tbk. occurred by the emissions gurantor so that the effect of this impact and how the role of Initial Public Offering (IPO) Regulator / policy in capital market activities to realize that regular, fair, and efficient and to protect the interests of investors and the community.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S25326
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>