Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23108 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pensra
"Penelitian ini akan mengkaji pemberlakuan pidana mati ditinjau dari sudut pandang Hak Asasi Manusia, dimana di Indoensia pidana mati masih diberlakuakan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang - Undang lain serta RUU KUHP yang memuat pidana mati. Pada sisi lain Indoensia pun telah merativikasi peraturan internasional yang menerapkan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia dan telah memberlakuakan UU No 39 tahun I999 juga termuat dalam Pasal 28 A sampai dengan 283 Amandemen UUD 45 dan Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia, Hal ini pun terjadi perbagai pendapat balk yang pro maupun yang kontra terhadap pemberlakuan pidana mati itu sendiri.
Dengan demikian Masalah yang akan dibahas adalah :
- Apakah double sanction yang dialami terpidana coati melanggar Hak Asasi Manusia dan - Apakah telah terjadi pergeseran dari sistem hukum pidana di Indonesia mengenai pidana mati menurut RUU KUHPidana Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan menekankan pada data primer yang diperoleh melalui wawancara mendalam dan menggunakan data sekunder melalui studi kepustakaan.
Berdasarkan studi pustaka, akan digambarkan perkembangan Konsep HAM dalam perlindungan terhadap terpidana mati dalam hukum positif nasional dan hukum positif internasional. Penelitian ini menggunakan teori tentang Hak asasi Manusia, teori Tujuan Hukum ( teori Keadilan dan teori Utilistis atau teori Kemanfaatan ) dan Teori Pembebasan. Teori Ham digunakan untuk melihat lebih mendalam dari sisi HAM terpidana sementara Teori tujuan Hukum digunakan peneliti untuk melihat tujuan dari pemedinaan terhadap pidana mati sementara teori pemidanaan bertujuan "pembebasan". Pembebasan yang dimaksud adalah bukan dalam pengertian fisik. Tapi dalam keterbatasan ruang gerak terpidana, terpidana dibebaskan secara mental dan spiritual. Dengan tujuan bukan saja untuk melepaskan cara dan gaya hidup yang lama, tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat untuk membebaskan kesalahan terpidana dan keluarga dari kesalahan yang telah dilakukan dengan mengacu pada Pancasila.
Penelitian yang telah dilakukan ini memaparkan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM terpidana dalam menjalani hukuman mati dimana terpidana dalam menunggu pelaksanaan eksekusi mati dipenjara maka telah terjadi dua kali hukuman yaitu hukuman penjara dan hukuman mati. Dengan adanya perubahan dalam RUU KUHP yang memuat pidana mati dengan ancaman hukuman secara alternatif maka telah terjadi pergeseran hukum sebagai wacana dalam pemberlakuan pidana mati di Indonesia

The research means to find out the implementation of Death Penalty from Human Rights Perspective while in Indonesia still uses Law Crimes and the designing of Law Crimes which concern with Death Penalty. On the other hand Indonesia has ratified International laws which implemented the protection of Human Rights to the implementation of Laws Number 39 1999, in the Principles 28 until 28 J. Constitution 1945 and Pancasila as the basic principles of Indonesian. Therefore, there is pro and contra for the implementation of death penalty. The problems of the research is to find out whether double sanction can be categorized as human rights violations for the prisoner and to find out whether there is changing in law crimes system.
The research uses qualitative method which emphasizes primary data by in depth interview and secondary data by library research. The theories that implemented in the research are human rights theories, the aims of Law theories, and freedom theories. Human rights theories are used to see prisoners from human rights perspectives in depth.
The Purpose Law theories is used to see the penal of death penalty while the penal theories means to give freedom, The freedom doesn't mean for only physically but also spiritually and mentally.
The research describes that there is human rights violation for the prisoners during death penalty process. Dual sanctions become the problem for the prisoners. The improvement in the designing of Criminal Code with alternative punishment seems bring the changing in the implementation of death penalty in Indonesia."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20704
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sahetapy, J.E.
Bandung : Alumni, 1979
364.66 SAH a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Raymond Ali
"Isu tentang pidana mati sudah cukup lama menjadi bahan perdebatan. Banyak sarjana yang menyatakan bahwa pidana mati melanggar Hak Azasi Manusia (HAM). Akan tetapi banyak pula sarjana lainnya yang menyatakan bahwa dikarenakan masyarakat dalam sebuah negara telah berkonsensus melalui sarana legislasi bahwa terhadap sebuah perilaku (baik berbuat maupun tidak berbuat) adalah harus diancamkan dengan pidana mati, maka tidak terdapat lagi pelanggaran HAM bagi penegakan aturan terhadap perilaku tersebut. Prof. Dr. Ahmad Ali, S.H., M.H., memberikan contoh, yaitu penculikan, merampas kemerdekaan seseorang adalah sebuah tindak pidana, akan tetapi jika perilaku tersebut di "legal"kan oleh Undang-undang sehingga berubah istilahnya menjadi "penangkapan" dan "penahanan", maka tidak terdapat lagi sebuah pelanggaran HAM.
Terkait dengan perdebatan tentang pidana mati diatas, dalam sebuah forum Internasional yang diprakarsai oleh UN General Assembly, dimana membahas tentang eksistensi pidana mati, diterangkan bahwa berlaku atau tidaknya pidana mati dalam hukum positif di suatu negara tergantung dengan kondisi sosiologis dan sejarah suatu bangsa.
Dengan demikian, adalah sulit untuk menghakimi bahwa terhadap sebuah negara yang masih memberlakukan pidana mati dalam hukum nasionalnya, adalah melanggar HAM khususnya hak untuk hidup dari warga negaranya. Sebagai ilustrasi, Amerika Serikat sendiri yang dikatakan sebagai negara pendekar HAM, ternyata sebagian besar negara bagiannya masih memberlakukan pidana mati.
Menyadari hal tersebut, maka PBB memberikan pedoman bagi negara-negara yang masih menganut dan melaksanakan pidana mati dalam wilayah negara tersebut. pedoman tersebut yaitu "The Safeguards Guaranteeing Protection Of The Rights of Those Who Facing The Death Penalty" yang telah diadopsi oleh PBB pada tahun 1984.
Terlepas dari perdebatan tersebut diatas, mengingat Indonesia adalah negara yang masih memberlakukan pidana mati dalam hukum positifnya serta melaksanakannya, maka sebagai negara anggota PBB, Indonesia sudah seharusnya mematuhi pedoman Internasional yang dibuat oleh PBB tersebut diatas.
Untuk itu, tesis ini meneliti dan menganalisis tentang apakah aturan materiil tentang pidana mati di Indonesia sudah sesuai dengan pedoman Internasional tersebut diatas, ataukah belum. Apabila belum, maka aturan materiil apa saja yang perlu dibenahi dan ditambahkan.
Setain itu, aturan yang baik tidak berarti bahwa penegakannya menjadi baik pula. Hal ini disebabkan, terdapatnya kendala-kendala atau hambatan yang terjadi di lapangan terkait dengan penegakan hukum tersebut. Hambatan tersebut bisa dari faktor aparat penegak hukum, sarana dan prasarana, substansi hukum khususnya hukum acara pidana, serta budaya hukum. Oleh karena itu, dalam penelitian ini diteliti dan dianalisis pula tentang apa yang menjadi hambatan dalam penegakan hukum di lapangan, serta bagaimana cara mengatasinya untuk pembenahan dikemudian hari.
Di akhir pembahasan tesis ini., diteliti dan dinalisis pula tentang prospek pidana mati untuk pembaharuan hukum pidana ke depan. Hal ini disebabkan, telah berkembangnya pemikiran tentang maksud penjatuhan pidana yang awalnya berorientasi pada perbuatan pelaku tindak pidana semata (daad-strafrecht), menjadi maksud penjatuhan pidana yang tidak hanya berorientasi pada perbuatan pelaku tindak pidana semata, akan tetapi juga untuk memberikan kesempatan bagi pelaku tindak pidana guna mengubah diri menjadi lebih baik (daad daderstrafrecht)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14589
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sahetapy, J.E.
Jakarta: Rajawali, 1982
364.66 SAH s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sidharta Praditya Revienda Putra
"Tesis ini membahas mengenai pro dan kontra yang muncul seiring dengan perdebatan mengenai pidana mati dilihat dari falsafah pemidanaan serta pelaksanaannya. Louk H.C. Hulsman, seorang sarjana hukum Belanda, menghubungkan pidana dan sistem peradilan pidana dengan menggunakan pendekatan kemanusiaan dan rasionalistik. Pendekatan Hulsman tersebut digunakan penulis untuk melihat apakah tujuan pemidanaan pidana mati sebagaimana the law on the books akan dapat diwujudkan dalam pelaksanaannya sebagai the law in action dan bagaimana pengaturan pidana mati dalam pembaharuan hukum Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif, yang mengumpulkan dan mengolah data dari data kepustakaan serta dianalisa menggunakan pendekatan filsafat hukum (legal philosophy approach), pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan konsep (conceptual approach) dengan metode analisa deskriptifkualitatif, sehingga hasil yang diperoleh setalah dilakukan analisa hasil penelitian adalah kesimpulan bahwa falasafah pemidanaan pidana mati adalah retributif dan untuk mencegah masyarakat (potential offender) agar tidak melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati (teori prevensi umum/general deterrence) yang diwujudkan oleh sistem peradilan pidana saat ini tidak akan pernah mencapai tujuannya. Pengaturan pidana mati dalam pembaharuan hukum Indonesia lebih rasional dan manusiawi serta dimungkinkan sistem peradilan pidana dapat mewujudkan tujuan pemidanaan dari pidana mati yaitu demi pengayoman masyarakat yang menitikberatkan pada pencegahan (deterrent) dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum.

The thesis examines pros and cons which often appearing along with the debate on death penalty seen from the philosophy and the punishment. Louk H.C. Hulsman, a Dutch jurist and criminologist, relates crimes and criminal justice system using humanitarian and rationalistic approach. The Hulsman approach was used to see whether the purpose of the death penalty as the aw on the books can be implemented as the law in action. In this case, the study sees criminal justice system as a process and death penalty arrangement in Indonesian law reform. The method used was normative research which collected and processed data taken from legal philosophy approach, statute approach, and conceptual approach with qualitative-descriptive analysis method. This study concluded that the philosophy of death penalty was retributive. In addition, it was to warn the society (potential offender) committing crimes charged with death sentence (general deterrence theory). The existing criminal justice system will never be able to reach the philosophy of death penalty mentioned above. The new Indonesian Criminal Law s more rational and humane and there is a possibility for the criminal justice system to actualize the purpose of death penalty that is the society protection emphasizing on the deterrence of committing crimes by upholding legal norms."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28576
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Inten Kuspitasari
"Pidana mati di Indonesia diberlakukan sejak zaman penjajahan Belanda hingga sekarang, tetapi dalam pelaksanaannya banyak penundaan eksekusi pidana mati yang cukup lama bahkan sampai bertahun-tahun lamanya, sehingga membuat asumsi tidak adanya kepastian hukum bagi penerapan pelaksanaan eksekusi pidana mati. Dan pejabat yang mempunyai kewenangan dalam pelaksanaan pidana mati adalah Jaksa. Metode yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum yuridis normative. Penundaan pelaksanaan eksekusi pidana mati dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya: Faktor Substansi Hukum (Perundang-undangan), Faktor Penegakan Hukum (Struktur Hukum) serta Faktor Sarana dan Fasilitas. Saran yang dapat diberikan yaitu agar pembuat undang-undang dan para penegak hukum agar segera membuat aturan yang mengatur tentang adanya batasan waktu dalam mengajukan pelaksanaan eksekusi pidana mati guna memperlancar eksekusi pidana mati sehingga memperoleh kepastian hukum yang jelas.

Capital punishment in Indonesia has been in effect since the Dutch colonial era until now, but in practice there are many delays in the execution of the death penalty which is quite long even for years, thus making the assumption that there is no legal certainty for the implementation of the execution of capital punishment. And the official who has the authority in carrying out capital punishment is the Prosecutor. The method used in writing this law is normative juridical research. Postponement of the execution of capital punishment can occur due to several factors, including: egal Substance Factor (Invitation Act), Law Enforcement Factor (Legal Structure) and Facilities and Facilities Factors. Suggestions that can be given are for lawmakers and law enforcers to immediately make rules governing the existence of time limits in proposing the execution of capital punishment in order to facilitate the execution of capital punishment so as to obtain clear legal certainty."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Franck, Hans Goran
Oughterand: [publisher not identified], 2003
345.077 FRA h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Edward M.L.
"Dunia masih mengenal hukuman mati. berdasarkan data Amnesty International (AI), tercatat 128 negara yang telah menghapuskan hukuman mati tetapi masih banyak negara yang menerapkan hukuman mati seperti Amerika Serikat, Cina, Singapura dan Indonesia. Kontroversi hukuman mati dilatarbelakangi oleh pro dan kontra tentang alasan dan legitimasi dijatuhkannya hukuman mati tersebut."
Jurnal Kajian Wilayah Eropa, 2006
JKWE-II-3-2006-142
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Purwoko
"In Indonesian law system, treatment for terrorism prisoners didn't have direction and pattern. Therefore, treatment for terrorism prisoners that convicted death sentence didn't have pattern too. Leave from this fact, this thesis will discover how Lembaga Pemasyarakatan Klas I Batu, Nusakambangan treats terrorism prisoners.
Theory used as guidance in answering the problem of building death punishment convict for terrorism case in criminal theory developed by Jheremy Bentham, Cessare Becaria and other socialists state that the purpose of state criminal is Detterence, Rehabilitation, Re-socialization, and Re-integration of social which mean that stating criminal is as an effort to make a criminal become 1) feel guilty, 2) regret, 3) penitence, 4) will not do again.
Through descriptive qualitative approach, this research has been success to find empiric fact that building criminal in terrorism case done by Lapaas Class I Batu Nusakambangan, in fact, is not success in attain the result as commanded.
This can be seen from indicator: 1) prisoner not feel guilty 2) not regretful 3) not penitence 4) hold strong ideology of terror and 5) still involve in criminal action, mainly in born exploitation Bali II.
From the above fact and the result of analysis from the author concerning the opinion of religious, mufti, Jemaah Islamiah personages who has been aware concerning the proper building to terrorism case prisoner, in this thesis the author propose the proper model in order to build death punishment prisoner of terrorism case."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20813
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Timothy Nugroho
"Hukuman mati merupakan salah satu bentuk penghukuman yang masih dipertahankan di Indonesia. Latar belakang historis menunjukkan bahwa hukuman mati di Indonesia merupakan warisan kolonial Pemerintah Belanda. Sejak Indonesia merdeka hingga sekarang, hukuman mati tetap ada bahkan tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan tetap dipertahankan dalam KUHP Baru. Diskursus dan praktik hukuman mati dirasionalisasi bahwa hukuman mati mampu menimbulkan efek penggentarjeraan di masyarakat. Eksistensi hukuman mati ini sesungguhnya menimbulkan polemik di kalangan ilmuwan hukum Indonesia. Ada kalangan yang menyetujui dan ada yang menolak eksistensi hukuman mati tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji diskursus normatif tentang hukuman mati dari kalangan ilmuwan hukum di Indonesia. Selanjutnya, penelitian ini juga mengkaji arah politik hukuman mati di Indonesia. Setelah menganalisis diskursus normatif dan politik kriminal hukuman mati, penelitian ini juga menganalisis hasil-hasil penelitian kriminologis hukuman mati untuk melihat apakah hukuman mati benar-benar menimbulkan efek penggentarjeraan. Metode penelitian ini menggunakan analisis diskursus Foucault untuk melihat adanya diskursus dominan dari hukuman mati. Perspektif kriminologi konstitutif dan counter-colonial criminology digunakan dalam tulisan ini untuk mengkaji bagaimana pengaruh teori penghukuman Barat terhadap diskursus normatif hukuman mati tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat kondisi diskrepansi antara diskursus hukuman mati dengan rasionalitas yang mendasarinya. Hal ini membuat hukuman mati menjadi paradoks. Solusi atas kondisi paradoks hukuman mati tersebut dibutuhkan diskursus pengganti. Perspektif peacemaking criminology digunakan untuk menunjukkan bahwa hukuman mati yang tidak menyelesaikan masalah kejahatan perlu diganti dengan perspektif perdamaian sebagai respon alternatif terhadap kejahatan. 

The capital punishment is a form of punishment that is still maintained in Indonesia. The historical background shows that the capital punishment in Indonesia is a legacy of Dutch colonialism. Since Indonesia's independence until now, the capital punishment has persisted and is even spread out in various laws and regulations and is maintained in the New Criminal Code. The discourse and practice of the capital punishment rationalizes that the capital punishment can create a deterrent effect in society. The existence of the capital punishment has actually caused polemics among Indonesian legal scientists. There are people who agree and there are those who reject the existence of the capital punishment. Therefore, this study examines the normative discourse on the capital punishment among legal scientists in Indonesia. Furthermore, this research also examines the political direction of capital punishment in Indonesia. After analyzing the normative discourse and criminal politics of the capital punishment, this study also analyzes the results of criminological research on the capital punishment to see whether the capital punishment actually creates a deterrent effect. This research method uses Foucault discourse analysis to see the existence of a dominant discourse on the capital punishment. The perspectives of constitutive criminology and counter-colonial criminology are used in this paper to examine how the influence of Western punishment theory has on the normative discourse on capital punishment. The results of this study indicate that there is a condition of discrepancy between the capital punishment discourse and its rationality. This makes the capital punishment a paradox. A solution to the paradoxical condition of the capital punishment requires a replacement discourse. The perspective of peacemaking criminology is used to show that the capital punishment which does not solve the problem of crime needs to be replaced with a perspective of peace as an alternative response to crime."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>