Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100811 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. Mokhamad Isa Mahdi
"Tujuan penelitian ini adalah "Meneliti eksistensi Inspektorat Jenderal Departemen Pendidikan Nasional sebagai Lembaga Pengawasan Internal Pemerintah dan menganalisis kinerja peranan Inspektorat Jenderal Depdiknas sebagai lembaga pengawasan internal pemerintah dalam perspektif ketahanan nasional".
Metode Penelitian yang digunakan adalah metode observasi dan wawancara serta pengumpulan data melalui penelusuran dokumen yang kemudian dianalisis dengan statistika deskriptif, sehingga pendekatan yang dilakukan merupakan penelitian kualitatif.
Penelitian ini dilaksanakan di Inspektorat Jenderal Departemcn Pendidikan Nasional, yaitu sebuah lembaga pengawasan internal pemerintah yang Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 030/0/2002 mempunyai tugs; melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional.
Secara umum Itjen Depdiknas telah dapat mewujudkan sebagian besar sasaran yang ditctapkan dalam rangka pencapaian misi organisasi. Sasaran yang ingin dicapai dalam tahun 2004 sebanyak tujuh sasaran, namun demikian pada beberapa sasaran masih perlu mendapat perhatian segenap jajaran Itjen Depdiknas guna mengoptimalisasikan pencapaiannya.
Keberhasilan yang dicapai oleh Itjen Depdiknas dalam tahun 2004 adalah telah berhasil melaksanakan hampir seluruh program dan kegiatan yang direncanakan dalam Pet cana Kinerja Tahunan (RKT) Tahun 2004. Ella merujuk pada tugas dan fungsi Itjen Depdiknas sebagai lembaga pengawasan internal pemerintah, dalam tahun 2004 tagas dan fungsi tersebut dilaksanakan dengan melakukan kegiatan, pengawasan dan pemcriksaan umum, pemeriksaan khusus, pengawasan tematik, audit kinerja, fasililasi pengawasan, pengawasan terpadu dan pemantauan tindak lanjut temuan hasil pengawasan.
Tugas dan fungsi Inspektorat Jenderal Depdiknas telah sejalan dengan pembinaan ketahanan nasional yang dapat diidentikan dengan pembinaan keuletan dan ketangguhan. Dirnana fungsi pengawasan merupakan tugas manajemen yang bertujuan untuk menjamin agar setiap yang direncanakan (visi, misi, dan tujuan) yang diinginkan dapat tercapai dengan rnulus tanpa melalui penyelewengan yang akan menjauhkan diri dari proses pencapaian visi, misi dan tujuan yang ingin dicapai.

The objective of this research is to describe extension of General Inspectorate of National Education Departement as Government Internal Inspection Institution and to analyze the performance of General Inspectorate of National Education Departement roles as Government Internal Inspection Institution in perspective of national tenacity.
The method of this research is observation and interview as well as data collection through observation of document further analyzed with descriptive statistic, so that the conducted approach represents qualitative research.
This research was conducted in General Inspectorate of National Education Departement. namely an government internal inspection based on the Decision of Minister of National Education Departement No. 030/0/2002 having duty to conduct functional inspection in around of national education departement.
Generally general director of national education departement have realized most part of target established in the event of reaching organization mission. The expected target reached in 2004 is in number of 7 targets, however. in some of targets it still needs to get attention wholly from general inspectorate of national education departement officers in order to optimize its realization. The realized succesfully by general inspectorate of national education depanement in 2004 is succesful in conducting almost all program and activity planned in Annual Performance Plan (APP) 2004_ If referring to the dutties and functions of general inspectorate of national education departement as government internal inspection institution, in 2004 such duties and function was conducted with executing activities, monitoring and general inspection, special -inspection, thematic inspection, performance audit, inspection facility, integrated inspection and the monitoring of inspection results follow up.
The duties and functions of general inspectorate of national education departement are also inc with the contruction on national tenacity which can be identified with the construction of endurance and integrity. Where the function of inspection represents management duties aiming to warrant every expected plan (vision, mission and objective) can be reached smoothly without through violation which will escape from the process of vision realization and mission and objective reached."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T20327
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fillardhi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan internal audit dalam meningkatkan akuntabilitas, transparansi dan efektifitas sistem pengendalian intern. Metode penelitian yang dilakukan yaitu metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Inspektorat Jenderal telah mendorong, mensosialisasikan satuan kerja menerapkan akuntabilitas dengan pemantauan dan pendampingan agar para pegawai melaporkan semua bentuk kegiatan, melakukan pendampingan dalam penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan standar akuntansi pemerintah, transparansi akan informasi yang dapat diakses oleh masyarakat melalui website berisi laporan keuangan, RKAKL dan info pemenang lelang yang menjadi rekanan dalam menjalankan program, dan juga nomor telpon, email pengaduan. Tetapi permasalahan disebabkan karena masih lemahnya sistem pengendalian intern dan penerapan PP 60/2008 tentang SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah) yang belum efektif yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, pemantauan pengendalian intern. Dalam lingkungan pengendalian penerapan kode etik yang masih belum maksimal masih adanya pelanggaran yang terjadi, penilaian kerja pegawai yang kurang transparan, peran APIP yang efektif masih terkendala atau masih belum maksimal, pada penilaian risiko yaitu sistem penilaian risiko masih belum ada, informasi atau data dari satuan kerja kurang dikomunikasikan dengan baik, pada pemantauan telah memiliki prosedur kegiatan pemantauan yang bersifat rutin maupun bersifat khusus.

This study aims to determine the role of internal audit in improving accountability, transparency and effectiveness of the internal control system. The Research method used is a qualitative method of data collection techniques field and library research.
The results show that the General Inspectorate has been encouraging, disseminating the work units implementing accountability by monitoring and assistance for employees to report all forms of activities, provide guidance to the preparation of financial statements in accordance with standards government accounting, transparency of information which can be accessed by the public through the website contains financial statements, RKAKL and the info up to the winner to become a partner in running the program, and also telephone number, e-mail complaints. But the problem is caused due to weak internal control systems and the application of Regulation 60/2008 on the SPIP ineffective control environment, risk assessment, control activities, information and communication, monitoring of internal control. In the control environment the application of the code of ethics that is still not up to the persistence of the violations that occurred, the assessment of employees working less transparent, the role of APIP effective still constrained or is not maximized, the risk assessment of the system of risk assessment is still not there, information or data from unit work less well communicated, on the monitoring procedures of monitoring activities that are routine and special character.
"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rahayuningsih
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi Inspektorat Jenderal supaya menjadi unit internal audit yang efektif sesuai dengan redefinisi internal audit oleh IIA yang dilihat dari peran dalam proses manajemen risiko, pengendalian, dan tata kelola organisasi; serta untuk mempertahankan dan meningkatkan level Internal Audit Capability Model (IACM) dari level 3 ke 4, yang terdiri atas 6 (enam) elemen yaitu service and role; pengelolaan SDM; praktik profesional; akuntabilitas dan manajemen kinerja; hubungan dan budaya oganisasi; dan struktur tata kelola. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari wawancara dan data sekunder yang merupakan laporan dan publikasi dari Inspektorat Jenderal dan BPKP.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Inspektorat Jenderal belum sepenuhnya menjalankan peran sebagai unit internal audit sebagaimana redefinisi IIA dan masih terdapat hambatan dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan level IACM. Hasil penelitian menyarankan strategi bagi Inspektorat Jenderal yaitu: meningkatkan risk awareness melalui knowledge sharing; melakukan audit manajemen risiko organisasi; mengawal pembentukan unit kontrol intern yang efektif; melakukan comprehensive fraud risk assessment organisasi; memperluas obyek sistem whistle blower; membangun sistem kepegawaian yang terintegrasi; internalisasi nilai-nilai organisasi; melakukan kajian pembentukan Badan Pengawas Independen berdasarkan best practice; dan memisahkan fungsi konsultasi dan assurance.

This study aims to determine how the strategy of the Inspectorate General in order to become an effective internal audit unit in accordance with the internal audit redefinition by the IIA seen from the roles in the process of risk management, control, and governance of the organization, as well as to maintain and increase the level of Internal Audit Capability Model (IACM) from level 3 to 4, which consists of 6 (six) elements of services and role of internal auditing; people management; professional practices; performance management and accountability; organization relationships and cultural, and governance structures. This research is a qualitative research with descriptive design. The data used are primary data obtained from interviews and secondary data from the reports and publications from the Inspectorate General and the BPKP.
The results showed that the Inspectorate General has not fully performed the role of internal audit units as the redefinition of the IIA and there are obstacles in the effort to maintain and improve the level of IACM. The results suggest strategies that the Inspectorate General can adopt: increasing risk awareness through knowledge sharing; audit the organization risk management; oversee the establishment of an effective internal control unit; undertake comprehensive organization’s fraud risk assessment, expand the whistle-blower system object; build an integrated personnel system; internalization of organizational values; reviewing the establishment of the Independent Monitoring Body based on best practices, and separate consulting and assurance functions.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T33768
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Mahyudi
"Mengingat kota Banjarmasin sangat rentan terhadap bencana kebakaran dengan frekuensi dan jumlah kerugian yang tinggi sedangkan pemerintah kota Banjarmasin kurang mampu melindungi warganya terhadap bencana kebakaran tersebut maka masyarakat kota bersama-sama fihak swasta berinisiatif untuk melindungi diri sendiri terhadap bencana kebakaran tersebut dengan menyediakan sendiri secara swadaya barang publik pemadam kebakaran yang disediakan untuk kepentingan umum dengan pendanaan yang dikelola sendiri baik secara mandiri maupun dengan sumbangan dari donatur dengan peralatan dan sumber daya manusia yang masih jauh dari memadai. Jumlah perusahaan/barisan pemadam kebakaran tumbuh dengan sangat pesat bahkan sudah kebanyakan sehingga menyulitkan koordinasi antar barisan pemadam kebakaran tersebut.
Adanya kegiatan tersebut membuat pemerintah kota Banjarmasin mengambil kebijakan untuk mengurangi biaya pengadaan barang publik pemadam kebakaran dengan mengurangi peran pemerintah dalam operasional pemadam kebakaran. Banyak aset mobil-mobil pemadam kebakaran (fire fighting truck) milik pemerintah kota yang diserahkan pengelolaannya kepada pemadam kebakaran swasta/swadaya masyarakat yang dinilai mampu dengan status dipinjam pakaikan dan pemerintah kota Banjarmasin hanya bertindak sebagai koordinator saja.
Perlindungan masyarakat kota Banjarmasin sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena banyak warga kota Banjarmasin yang berprofesi sebagai pedagang dan tata kota Banjarmasin yang rentan terhadap bahaya kebakaran, disamping itu keberadaan pemadam kebakaran swasta/swadaya masyarakat itu untuk jangka panjang diragukan kemampuannya untuk tetap eksis, mengingat mahalnya biaya pengadaan dan operasional barang publik pemadam kebakaran dan perlu sumber daya manusia yang terampil serta perlu adanya koordinasi dengan instansi-instansi lainnya seperti PLN, PT. Telkom. PRAM dan Kepolisian/DLLAJ, penulis merasa perlu untuk mengadakan penelitian mengenai kebijakan pemerintah kota Banjarmasin tersebut apakah sudah tepat ataukah tidak tepat.
Menurut pemikiran penulis dan berdasarkan teori-teori ekonomi mikro tentang barang publik, barang publik pemadam kebakaran terutama fungsinya untuk memadamkan kebakaran merupakan barang publik murni, oleh karena itu tidak bisa dijadikan barang swasta karena sulitnya menentukan tarif karena kebakaran itu bersifat insidentil, frekuensinva tidak tentu, bersifat non rivalry dan non excludable, karenanya akan sulit/mahal dan kurang bermoral untuk membatasi hanya meraka yang membayar yang berhak mendapatkan pelayanan. Oleh karena itu barang publik pemadam kebakaran harus disediakan oleh pemerintah dengan dibiayai oleh anggaran dari pajak, sehingga menghindari adanya free rider. Bila hal itu dipaksakan dikelola oleh masyarakat sendiri seperti di Banjarmasin akan terjadi efek-efek negatif seperti in efisiensi alokasi sumber daya, free rider, kurangnya koordinasi dan kurangnya kualitas baik peralatan maupun sumber daya manusia sehingga efektivitas pemadam kebakaran menjadi rendah.
Penelitian ini dilakukan dengan analisis data baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan lebih banvak bersifat kualitatif, dimana untuk mengetahui bagaimana kualitas pemadam kebakaran yang ada di Banjarmasin baik yang disediakan oleh swasta/swadaya masyarakat maupun pemerintah beserta permasalahannya, penulis menggunakan analisis studi kasus dari tulisan dan berita yang ada di media masa mengenai kasus kebakaran di Banjarmasin dan tulisan mengenai pemadam kebakaran beserta penmasalahannya serta di dukung dengan wawancara terhadap beberapa responden korban kebakaran sebagai pendukung. Untuk menganalisa apakah kebijakan pemerintah kota Banjarmasin mengurangi perannya dalam perlindungan masyarakat terhadap bencana kebakaran apakah sudah tepat atau kurang tepat, penulis menggunakan alat analisis kebijakan publik berupa rasio efektivitas, rasio efektivitas-biaya/biaya efektivitas dan rasio biaya-manfaat untuk menguji asumsi yang ada. Kemudian di bandingkan dengan standar pemadam kebakaran yang ada di Indonesia sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Republik Indonesia No.11/IKPTS/2000 serta membandingkannya dengan pemadam kebakaran yang dikelola oleh pemerintah yaitu pemadam kebakaran kota Bogor.
Untuk menganalisis kebijakan yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah kota Banjarmasin penulis menggunakan pendekatan manajemen strategik dengan membuat daftar pertanyaan terbuka yang digabung dengan kuesioner SWOT yang ditujukan pada 10 responden yang terdiri dari, Pejabat/Staf PNS di lingkungan Pemerintah Kota Banjarmasin terutama Dinas Kesbang & Linmas, Dinas Sosial Pemuda dan Olah Raga Kota Banjarmasin, Dinas Pemukiman dan Prasarana Kota Banjarmasin, Bappeko Banjarmasin, Bagian Kuangan Sekretariat Kota Banjarmasin, dan Bagian Humas Sekretariat Kota Banjarmasin. Untuk responden di luar pemerintah kota Banjarmasin berjumlah 66 responden yang terdiri dari : Anggota DPRD tingkat 11 Kota Banjarmasin dan anggota Parpol. Pengurus/anggota Barisan Pemadam Kebakaran Swasta/Swadaya Masyarakat, tokoh masyarakat, masyarakat profesional seperti pengacara, Polisi, Persatuan Wartawan Indonesia, Pengajar Akademis di Perguruan Tinggi Negeri/Swasta di Banjarmasin, pengusaha, pegawai BUMN/BUMD (PLN, PDAM dan SUCOFINDO), dan masyarakat korban kebakaran. Jumlah keseluruhan responden adalah 76 orang. Analisis SWOT digunakan untuk menentukan rencana kebijakan yang berupa grand strategy pemerintah kota Banjarmasin dengan 10 responden internal pemerintah kota dan analisis TOWS digunakan untuk hal yang sama dengan 66 responden eksternal pemerintah kota, baik jangka pendek maupun jangka panjang di masa yang akan datang.
Lokasi penelitian dilakukan di kota Banjarmasin Kalimantan Selatan pada Dinas Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Kota Banjarmasin yang menangani masalah bencana kebakaran, Dinas Sosial Pemuda & Olah Raga Kota Banjarmasin, Barisan Pemadam Kebakaran Swasta/Swadaya Masyarakat di Banjarmasin dan pada UPTD Kebakaran Kota Bogor sebagai pembanding dengan didukung data kuantitatif dari BPS baik Pusat Propinsi maupun Kota.
Dari penelitian yang dilakukan terdapat temuan-temuan sebagai berikut :
- Banyaknya tumbuh pemadam kebakaran swasta/swsadaya masyarakat di kota Banjarmasin karena jumlah armada pemadam kebakaran pemerintah kota Banjarmasin (sisi penawaran) tidak bisa memenuhi kebutuhan armada pemadam kebakaran di kota Banjarmasin (sisi permintaan) akibatnya masyarakat dan swasta berswadaya menyediakan sendiri kebutuhannya akan pemadam kebakaran.
- Barisan Pemadam Kebakaran yang disediakan oleh swasta/swadaya masyarakat di Banjarmasin dari segi kuantitas baik dari jumlah perusahaannya maupun jumlah anggotanya sudah sangat banyak, tetapi dari segi kualitas baik manajemen maupun dana masih sangat kurang, begitu juga sarana karena menggunakan peralatan rakitan yang sudah lama atau bekas pakai, jumlah yang terbanyak adalah pompa portabel dan trayler gandeng rakitan bukan unit fire fighting truck sesuai standar, sehingga malah banyak menimbulkan kemacetan, kurang koordinasi baik dengan sesama pemadam kebakaran maupun dengan instansi terkait lainnya dan kurang mempunyai keterampilan yang diperlukan/kurang terlatih, terutama untuk penyelamatan korban kebakaran dengan peralatannya seperti baju tahan api, masker oksigen dan lainnya tidak mereka miliki.
- Dibandingkan dengan standar pemadam kebakaran dari Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Republik Indonesia No.11/KPTS/2000 dan pemadam kebakaran kota Bogor, pemadam kebakaran kota Banjarmasin dari segi rasio efektivitas biaya/biaya efektivitas, dan rasio biaya-manfaat lebih rendah. Kecuali untuk rasioefektivitas pemadam kebakaran kota Banjarmasin dan Bogor dari segi jumlah Fire Fighting Truck sama tetapi sama-sama di bawah standar Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum RI No.11/KPTS/2000.
- Kebijakan pemerintah kota Banjarmasin untuk mengurangi peran pemerintah dalam operasional pemadam kebakaran dan hanya berfungsi sebagai koordinator saja menurut rata-rata jawaban responden kurang tepat. Seharusnya pemerintah kota tetap mempunyai barisan pemadam kebakaran sebagai komando bagi pemadam kebakaran swasta/swadaya masyarakat di lapangan untuk melengkapi kekurangan yang ada di barisan pemadam kebakaran swasta/swadaya masyarakat dan untuk mengantisipasi kebutuhan peralatan pemadam kebakaran di masa yang akan datang. Keberadaan pemadam kebakaran swasta/swadaya masyarakat masih sangat diperlukan oleh karenanya pola kemitraan antara pemerintah, swasta dan masyarakat adalah kebijakan yang paling tepat.
- Untuk melindungi masyarakat terhadap bencana kebakaran di kota Banjarmasin, pemerintah kota dalam kebijakan jangka pendek harus mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur perlindungan masyarakat terhadap bencana kebakaran di perkotaan yang mengacu pada Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Republik Indonesia No. 11/KPTS/2000, mengatur keberadaan pemadam kebakaran swasta/swadaya masyarakat serta meningkatkan kemampuan mereka dan membuat Perda mengenai persyaratan pengamanan bangunan umum terhadap bahaya kebakaran dan retribusi atas pemeriksaan fasilitas pencegahan kebakaran di bangunan umum tersebut. Untuk kebijakan jangka panjang pemerintah harus menambah sarana dan prasarana pemadam kebakaran yang ada di Banjarmasin."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T4475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frans J. Rengka
"ABSTRAK
Lembaga Bantuan Hukum yang dikenal sekarang di Indonesia merupakan hal baru. Karena dalam sistem hukum tradisional lembaga seperti itu tidak dikenal. Dia baru dikenal semenjak Indonesia memberlakukan sistem hukum Barat yang bermula pada tahun 1848, ketika di negeri Belanda terjadi perubahan besar dalam sejarah hukumnya.
Berdasarkan asas konkordansi, maka dengan Firman Raja tanggal 16 Mei 1848 No. 1 perundang-undangan baru di Negeri Belanda tersebut juga diberlakukan untuk Indonesia, antara lain peraturan tentang susunan kehakiman dan kebijaksanaan peradilan (Reglement op de Rechterlijke Organisatie et het Beleid der Justitie) yang lazim disingkat dengan R.O.
Karena dalam peraturan baru itu diatur untuk pertama kali lembaga advokat, maka dapat diperkirakan bahwa pada saat itu untuk pertama kali Lembaga Bantuan Hukum dalam arti formal mulai dikenal di Indonesia. Tetapi nampaknya peranan Lembaga Bantuan Hukum pada masa itu, kurang begitu dirasakan oleh karena jumlah para advokat yang bergerak di bidang bantuan hukum masih terbilang sedikit.
Begitu pula pada masa pendudukan Jepang, belum ada tanda tanda kemajuan. Meskipun R.O. peninggalan Belanda masih diberlakukan, namun kondisi dan situasi pada saat itu sangat tidak memungkinkan untuk pengembangan program bantuan hukum secara baik. Karena pusat perhatian kita pada waktu itu adalah menitikberatkan pada usaha-usaha mempertahankan kemerdekaan baik secara fisik maupun secara politis.
Setelah tahun 1950 hingga pertengahan tahun 1959 yaitu saat Soekarno mengambil oper kekuasaan.dengan menggantikan konstitusi, pluralisme hukum di bidang peradilan dihapuskan sehingga hanya ada satu sistem peradilan untuk seluruh penduduk (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung). Demikian pula hanya berlaku satu hukum acara bagi seluruh penduduk, akan tetapi peradilan yang dipilih bukan Raad van Justitie melainkan Landraad hukum acaranya bukan Rechtsvorderjng, melainkan HIR.
Hal ini membawa konsekuensi bahwa banyak ketentuan-ketentuan hukum yang menjamin bantuan hukum yang berlaku bagi orang Eropa tidak ikut diwarisi ke dalam perundang-undangan yang berlaku setelah kemerdekaan. Dengan lain perkataan yang berlaku sejak tahun 1950 hingga saat ini adalah sistem peradilan dan peraturan hukum acara dari zaman kolonial khusus bagi bangsa Indonesia yang justru sangat miskin menjamin ketentuan-ketentuan mengenai bantuan hukum.
Selain itu, pada masa ini campur tangan eksekutif begitu besar di bidang peradilan, sehingga banyak hakim berorientasi kepada pemerintah karena tekanan yang dalam praktik dimanifestasikan dalam bentuk setiap putusan dimusyawarahkan dulu dengan kejaksaan. Akibatnya, tidak ada lagi kebebasan bagi para hakim untuk memutuskan sesuatu perkara secara tidak memihak. Lebih jauh lagi wibawa pengadilan jatuh dan harapan serta kepercayaan pada bantuan hukum hilang. Pada masa inilah bantuan hukum yang diemban oleh profesi advokat Indonesia mengalami kemerosotan yang luar biasa jika tidak dikatakan hancur sama sekali. Pada saat ini pula banyak advokat meninggalkan profesinya, karena merasa mereka tak berperanan lagi, karena kebanyakan orang yang berperkara lebih suka meminta pertolongan kepada jaksa, hakim untuk menyelesaikan perkaranya.
Campur tangan kekuasaan eksekutif kepada pengadilan mencapai puncaknya dengan diundangkannya Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman, yaitu UU No. 19 Tahun 1964. Dalam Undang-Undang tersebut dimuat ketentuan-ketentuan yang bertentangan secara diametral dengan asas-asas dalam negara hukum atau "rule of law". Sejak itu boleh dikatakan peranan advokat menjadi lumpuh dan bantuan hukum menjadi tidak ada artinya sama sekali meskipun hukum acara tidak mengalami perubahan apa-apa. Periode ini oleh Buyung dikatakan periode paling pahit bagi sejarah bantuan hukum Indonesia."
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Yulianty
"Skripsi ini menganalisis peran Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam melakukan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dengan cara memaparkan peran Inspektorat Jenderal dalam akuntabilitas kinerja, peran Itjen dalam Evaluasi atas penyusunan LAKIP dan manfaat evaluasi LAKIP tersebut. Hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa peran Inspektorat Jenderal belum berperan secara efektif dalam akuntabilitas kinerja di Kemdikbud seperti yang dinyatakan dalam PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP, itjen berperan untuk mempengaruhi nilai atas penyusunan LAKIP Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan ternyata hasil evaluasi SAKIP dimanfaatkan oleh Ditjen Dikdas dan itu dilihat dari penyusunan LAKIP Ditjen Dikdas pada periode dua tahun berikutnya.

The focus of this study about The role of General Inspectorate in Ministry of Education and Culture and its activity for evaluating Government performance accountability by explaining its role and its role when evaluating the performance's report of General Directorate of Pendidikan Dasar. The result of this study that General Inspectorate does not work effectively as stated on Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 about Government Internal Control, Its role in evaluating Government Accountability Performance?s Report General Directorate of Pendidikan Dasar has been quite effective and Evaluation of 2009 Government Performance Report' of General Directorate of Pendidikan Dasar' result has been used for its better Government Performance Report in 2011."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S54405
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michael Carol Adedatus
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sistem informasi akuntansi PT. Manajemen Kawasan Gedung agar lebih optimal dalam pengendalian internal dalam siklus pembelian. Penelitian ini, menggunakan metode komponen pengendalian internal sesuai dengan pengelompokan yang dilakukan oleh COSO Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission dan merancang sistem dengan Structured System Analysis and Design Method. Dan hasil analisis yang dilakukan terhadap pembelian PT. Manajemen Kawasan Gedung, struktur organisasi perusahaan yang menjadikan kontrol sebagai suatu fungsi yang independen akan wewenang belum berjalan baik; dan hasil analisis sistem informasi akuntansi belum mampu berjalan secara signifikan karena belum didukung oleh sistem informasi akuntansi yang terkomputerisasi.

This research aims to analyze accounting information system of PT. Manajemen Kawasan Gedung on optimizing its internal control in the purchasing cycle. This research uses two methods components internal control in accordance with classification by COSO Committee of Sponsoring Organizations of the Tradeway Commission and designing the system with Structured System Analysis and Design Method. The result shows that the organization structure as an independent controlling system is not working well and the accounting information system has not working significantly because it is not supported by a computerized system."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
S. Toto Pandoyo
Yogyakarta: Liberty, 1982
342 TOT h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kolvenbach, Walter
Deventer: Kluwer, 1979
346.06 KOL c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>