Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 33063 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Metta Sinta Sari Wiria
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah bioavailabilitas formulasi ibuprofen suppositoria 125 mg yang diproduksi oleh PT Kalbe Farma,Tbk. (Ibukal®) bioekivalen dengan produk yang sama dari komparatornya (Proris®). Parameter farmakokinetik yang dinilai dalam studi ini ialah luas daerah di bawah kurva kadar - waktu selama 10 jam (AUC0-t), luas daerah di bawah kurva kadar - waktu sampai waktu tak terhingga (AUC0-inf), kadar puncak (Cmax), dan waktu untuk mencapai kadar puncak (tmax). Penelitian ini menggunakan rancangan menyilang acak, tersamar tunggal yang mengikutsertakan 12 sukarelawan dewasa sehat. Sukarelawan dipuasakan semalam dan keesokan harinya diberi 1 suppositoria obat uji (produk PT.Kalbe-Farma) atau 1 suppositoria obat pembanding (produk komparatornya). Contoh darah diambil pada jam ke 0 (kontrol), 20 min; 40 min; 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 4; 6; 8; dan 10 jam setelah pemberian obat. Setelah 1 minggu periode washout, prosedur ini diulang dengan memberikan obat pembandingnya. Kadar obat ditentukan dengan kromatografi cair kinerja tinggi dengan detektor ultraviolet. Pada penelitian bioavailabilitas ini, rerata (SD) AUC0-t, AUC0-inf, Cmax dan tmax dari obat uji masing-masing adalah 28,59(3,37) µg.jam.mL-1, 30,47(3,56) µg.jam.mL-1,8,24(1,44)µg/mL, dan 1,33(0,44) jam. Rerata (SD) AUC0-t, AUC0-inf, Cmax dan tmax dari obat pembanding masing-masing adalah 28,13(8,14) µg.jam.mL-1, 30,56(8,05) µg.jam.mL-1, 8,27(2,88) µg/mL, dan 1,79(0,33) jam. Rasio rerata geometrik obat uji terhadap obat pembandingnya ialah 104,38% untuk AUC0-t, 101,97% untuk AUC0-inf, dan 104,02% untuk Cmax, Nilai 90% confidence intervals(CI) nya ialah 90,38-120,54% untuk AUC0-t, 89,51-116,16% untuk AUC0-inf, dan 85,73-126,16% untuk Cmax. Tidak ada efek samping yang dijumpai dalam penelitian ini. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa Ibuprofen suppositoria 125 mg produksi PT. Kalbe Farma,Tbk. (Ibukal®) bioekuivalen dengan produk yang sama dari komparatornya (Proris®). (Med J Indones 2007; 16:181-6).

This study was aimed to investigate the bioequivalence of ibuprofen 125 mg suppository formulation (Ibukal®, test formulation from PT. Kalbe Farma, Tbk., Jakarta) and the ibuprofen suppository comparative formulation (Proris®, from PT. Pharos Indonesia, Jakarta) in 12 healthy volunteers. The pharmacokinetic parameters used in this study were the area under the concentration-time curve from time zero to hour 10 (AUC0-t), the area under the concentration-time curve from time zero to infinite (AUC0-inf), the maximum concentration (Cmax), and the time needed to reach the maximum concentration (tmax). The study was designed as a random cross-over fashion, single-blinded which included 12 healthy adult volunteers. The volunteers were fasted overnight and in the morning they received a suppository of the test drug (Ibukal®) or a suppository of the comparative drug (Proris®). Blood samples were withdrawn on hour 0 (control), 20 min; 40 min; 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 4; 6; 8; and 10 time points after the administration of the drug. Following a wash-out period of 1 week, this procedure was repeated using the other drug. The serum concentration of the drug was determined by means of high-performance liquid chromatography with ultraviolet detection. The results of the study showed that, the mean (SD) of AUC0-t, AUC0-inf, Cmax and tmax of the test drug were, respectively, 28.59(3.37) µg.h.mL-1, 30.47(3.56) µg.h.mL-1, 8.24(1.44) µg/mL, and 1.33(0.44) h. The mean (SD) of AUC0-t, AUC0-inf, Cmax and tmax of the comparative drug were, respectively, 28.13(8.14) µg.h.mL-1, 30.56(8.05) µg.h.mL-1, 8.27(2.88) µg/mL, and 1.79(0.33) h. The geometric means ratio of the test to the comparative drug were 104.38% (CI 90%: 90.38-120.54%) for AUC0-t, 101.97% (CI 90%: 89.51-116.16%) for AUC0-inf, and 104.02% (CI 90%: 85.73-126.16%) for Cmax. There was no side effect of the drug detected in this study. From the results we can conclude that the 125 mg of ibuprofen suppository of PT Kalbe Farma, Tbk. (Ibukal®) is bioequivalent to that of the comparative drug (Proris®). (Med J Indones 2007; 16:181-6)"
Medical Journal of Indonesia, 2007
MJIN-16-3-JulySept2007-181
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Suhesti Handayani
"Bagi dokter anak, demam adalah temuan obyektif yang berguna untuk menunjukkan adanya onset suatu penyakit infeksi. Oleh karena sebagian besar penyebab demam adalah infeksi terutama virus, bakteri, atau penyakit kolagen. Walaupun demikian, pada umumnya demam pada anak akan berlangsung singkat dan tanpa konsekuensi serius. Kenaikan suhu tubuh pada anak saat awal perjalanan penyakit sering menyebabkan ketidaknyamanan, anak menjadi rewel dan iritabel sehingga merisaukan orangtua. Namun apakah suhu tubuh pada saat demam perlu diturunkan segera memerlukan pertimbangan antara keuntungan dan kerugiannya.
Demam adalah peningkatan suhu tubuh di atas variasi normal harian akibat induksi dari pirogen endogen yang merangsang setting point (pusat pengatur suhu) di hipotalamus melalui pelepasan senyawa prostaglandin. Di lain pihak, pembentukan prostaglandin dapat dihambat oleh antipiretik non steroid dengan Cara menghambat enzim siklooksigenase .
Antipiretik ideal adalah antipiretik yang efektif menurunkan demam dengan kejadian toksisitas rendah yang dapat diterima pasien. Oleh karena pada umumnya antipiretik digunakan sebagai obat di rumah, maka jenis antipiretik yang ideal juga harus memiliki keamanan yang tinggi atau risiko rendah terhadap overdosis terutama apabila digunakan untuk anak. Instruksi penggunaan harus jelas dan mudah diikuti oleh orangtua/pengasuh."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T21250
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nina Muhamad Kadri
"Ibuprofen merupakan obat yang termasuk ke dalam Biopharmaceutical Classification System kelas dua dengan kelarutan yang rendah dan permeabilitas yang tinggi, sehingga laju pelarutan menjadi tahap yang membatasi laju absorpsi obat. Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan laju pelarutan ibuprofen dengan pembentukan kokristal menggunakan asam tartrat sebagai koformer. Pembuatan kokristal dilakukan dengan metode dry grinding dan solvent drop grinding. Formulasi ibuprofen dan asam tartrat dibuat dengan perbandingan 1:0, 1:1, dan 2:1. Kokristal dikarakterisasi dengan FTIR, XRD, dan DSC kemudian dibandingkan dengan ibuprofen. Berdasarkan uji difraksi sinar-x, terjadi perubahan bentuk dan ukuran kristal pada kokristal. Hasil spektrum inframerah menunjukan adanya interaksi berupa ikatan hidrogen antara ibuprofen dan asam tartrat. Laju pelarutan paling tinggi diperoleh dari metode solvent drop grinding dengan perbandingan 2:1. Peningkatan laju pelarutan mencapai 4,06 kali dari ibuprofen standar dengan DE8 sebesar 17,24%.

Ibuprofen is a drug that belongs to the Biopharmaceutical Classification System class II with low solubility and high permeability, so that the dissolution rate becomes rate limiting step of drug absorption. This study is intended to enhance the dissolution rate of ibuprofen by forming cocrystal with tartaric acid as coformer. Cocrystal were made by dry grinding and solvent drop grinding method. Formulations of ibuprofen and tartaric acid were made with a ratio of 1:0, 1:1, and 2:1. Cocrystal was characterized by FTIR, XRD, and DSC compared with ibuprofen. Based on the x-ray diffraction test, the changes in shapes and sizes of the crystals was shown. Moreover, the infrared spectrum showed hydrogen bonding interaction between ibuprofen and tartaric acid. The highest dissolution rate was obtained from solvent drop grinding method with ratio of 2:1. Enhancement of dissolution rate reached 4.06 times from standard with DE8 17.24%."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S45259
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Athalia Aghani
"Suspensi oral ibuprofen yang diindikasikan sebagai penurun demam anak memiliki waktu kedaluwarsa yang tercantum pada kemasan sediaannya, namun belum ada data mengenai beyond use date (BUD) dari suspensi oral ibuprofen. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data BUD suspeni oral ibuprofen berdasarkan penetapan kadar sediaan pada interval waktu yang telah ditentukan. Penetapan kadar dilakukan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) detektor UV/Vis pada panjang gelombang 220 nm dengan standar internal benzofenon. Analisis dilakukan menggunakan kolom C-18 Waters Spherisorb® (250 mm x 4,6 mm i.d; 5 μm) dengan fase gerak asetonitril-asam fosfat 0,01 M (63:37, v/v). Mode elusi yang digunakan yakni isokratik dengan laju alir 1 mL/menit dengan waktu analisis 10 menit. Waktu retensi ibuprofen dan benzofenon berturut-turut adalah 6,92 dan 7,68 menit. Analisis bersifat selektif ditunjukkan oleh tidak adanya gangguan di sekitar waktu retensi ibuprofen dan benzofenon. Persamaan regresi linier kurva kalibrasi yaitu y = 0,9517x + 0,0433 dengan nilai koefisien korelasi (r) adalah sebesar 0,9998. LOD dan LOQ ibuprofen secara berturut-turut diperoleh sebesar 13,3021 μg/mL dan 40,3094 μg/mL. Metode bersifat akurat dan presisi (nilai perolehan kembali sebesar 99,49-100,76% dan nilai koefisien variasi sebesar 0,20-0,54%). Suspensi oral ibuprofen secara umum dan sampel E berturut-turut mencapai BUD setelah 124 dan 36 hari terhitung sejak pembukaan pertama kemasan primer.

Ibuprofen oral suspension which is indicated as a fever reducer in children has an expiration date listed on the packaging, but there is no data on the beyond use date (BUD) of ibuprofen oral suspension. This study aims to obtain BUD data of ibuprofen oral suspension based on the determination of dosage levels at predetermined time intervals. Assays were carried out using a High-Performance Liquid Chromatography (HPLC) UV/Vis detector at a wavelength of 220 nm with an internal standard of benzophenone. Analysis was performed using a C-18 Waters Spherisorb® column (250 mm x 4.6 mm i.d; 5 μm) with 0.01 M (63:37, v/v) acetonitrile-phosphoric acid as mobile phase (63:37, v/v). The elution mode used was isocratic with a flow rate of 1 mL/minute with an analysis time of 10 minutes. The retention time of ibuprofen and benzophenone were 6.92 and 7.68 minutes, respectively. Selective analysis was indicated by the absence of disturbances around the retention time of ibuprofen and benzophenone. The linear regression equation for the calibration curve was y = 0.9517x + 0.0433 with a correlation coefficient (r) was 0.9998. The LOD and LOQ of ibuprofen were 13.3021 μg/mL and 40.3094 μg/mL, respectively. The method is accurate and precise (recovery value was 99.49-100.76% and coefficient of variation value was 0.20-0.54%). The ibuprofen oral suspension in general and sample E reached BUD after 124 and 36 days, respectively, from the first opening of the primary pack.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Arry Yanuar
"Ibuprofen merupakan analgesik anti-inflamasi non steroid (AINS). Umumnya, ibuprofen memiliki sifat alir yang buruk karena sifat kohesifnya yang terlalu tinggi. Masalah lainnya dalam memformulasi bahan ini adalah kecenderungan yang tinggi untuk lengket pada cetakan. Disamping itu kekurangan sifat ibuprofen adalah memiliki laju disolusi yang buruk karena struktur hidrophobiknya. Untuk memperbaiki sifat-sifat tersebut dapat dilakukan metode kristalisasi dengan berbagai pelarut. Pada penelitian ini, dilakukan metode kristalisasi dengan cara pendinginan, penguapan dan penambahan air menggunakan pelarut metanol, etanol dan aseton. Dari seluruh hasil kristalisasi dihasilkan kristal berbentuk prisma yang berwarna putih. Metode kristalisasi terpilih yaitu metode pendinginan, lalu kristal yang dihasilkan dikarakterisasi dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM), Difraksi sinar-X (X-ray diffractometry) dan Differential Scanning Calorimetry (DSC). Dari karakterisasi tersebut menunjukkan terjadinya perubahan bentuk kristal hasil kristalisasi terhadap kristal bahan baku ibuprofen. Metode terpilih ini juga menghasilkan serbuk kristal yang bersifat nonkohesif dengan ukuran partikel 710µm, nilai indeks kompresibilitas: IBMD 14.2%, IBED 16.6%, IBAD 17.1%; nilai sudut istirahat: IBMD 28.1º, IBED 29.7º, IBAD 30.1º dan mempunyai angka kelarutan yang lebih tinggi dibandingkan bentuk kristal yang umum digunakan. Dengan dilakukannya penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa metode kristalisasi dapat memperbaiki sifat alir, indeks kompresibilitas, dan laju disolusi dari bahan baku ibuprofen."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2008
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Delly Ramadon
"Kuersetin merupakan salah satu flavonoid dengan aktivitas antioksidan tinggi namun memiliki bioavailabilitas oral yang rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan penetrasi dan ketersediaan hayati dari kuersetin. Pada penelitian ini telah dilakukan optimasi formula etosom, yaitu E1, E2 dan E3 dengan konsentrasi kuersetin berturut-turut adalah 1%; 1,5%; dan 2%.
Hasil menunjukkan E2 adalah formula terbaik dengan efisiensi penjerapan 97,26 ± 0,09 %, Dmean volume 128,73 ± 16,35 nm, indeks polidispersitas = 0,545 ± 0,05 dan potensial zeta = -34,83 ± 0,64 mV sehingga digunakan pada formulasi sediaan gel. Sediaan gel yang dibuat terdiri dari dua formula, yaitu gel etosom (GE) dan gel non etosom (GNE). Terhadap kedua gel tersebut dilakukan evaluasi stabilitas fisik, uji penetrasi in vitro menggunakan sel Difusi Franz dan uji ketersediaan hayati pada tikus jantan Sprague Dawley. Berdasarkan hasil uji stabilitas fisik GE lebih stabil daripada GNE.
Hasil uji penetrasi in vitro menunjukkan jumlah kumulatif kuersetin terpenetrasi dari GE lebih tinggi daripada GNE, yaitu 7264,71 ± 463,10 ng.cm-2 untuk GE dan 2545,98 ± 239,85 ng.cm-2 untuk GNE, dengan nilai fluks untuk GE dan GNE masing-masing adalah 343,35 ± 17,69 ng.cm-2.jam-1 dan 120,68 ± 11,92 ng.cm-2.jam-1. Pada uji ketersediaan hayati, GE memberikan konsentrasi maksimum (Cmax) yang lebih tinggi daripada GNE ataupun suspensi oral. Cmax untuk GE, GNE dan suspensi oral berturut-turut adalah 413,49 ± 28,64 ng/mL; 189,46 ± 49,68 ng/mL dan 61,92 ± 14,31 ng/mL.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa GE dapat meningkatkan penetrasi dan ketersediaan hayati kuersetin bila dibandingkan dengan sediaan lainnya.

Quercetin is one of flavonoids with high antioxidant activity, but low oral bioavailability. The aim of this research is to increase quercetin penetration and bioavailability. In this research three ethosomes formulas were prepared and optimized, e.g. E1, E2 and E3 with quercetin concentration were 1%, 1.5% and 2%, respectively.
E2 is the best formula with highest entrapment eficiency (97.26 ± 0.09 %), Dmean volume 128.73 ± 16.35 nm, polydispersity index 0.545 ± 0.05 and zeta potential = -34.83 ± 0.64 mV, so it was incorporated into gel dosage forms. There were two gels prepared, e.g. ethosomal gel (GE) and non ethosomal gel (GNE). Both of them were evaluated their physical stability. In vitro penetration test using Franz Diffusion cells and bioavailability study in Sprague Dawley male rats were also performed to each dosage forms.
Results showed that GE was more physically stable than non GNE. According to in vitro penetration study, cumulative penetration of quercetin from GE was higher than GNE, which value for GE and GNE were 7264.71 ± 463.10 ng.cm-2 and 2545.98 ± 239.85 ng.cm-2, respectively. Flux for GE and GNE were 343.35 ± 17.69 ng.cm-2.hours-1 and 120.68 ± 11.92 ng.cm-2.hours-1, respectively. In bioavailability study GE showed the best result compared to GNE and oral suspension. Cmax from GE, GNE and oral suspension were 413.49 ± 28.64 ng.mL-1; 189.46 ± 49.68 ng.mL-1 and 61.92 ± 14.31 ng.mL-1.
It can be concluded that GE can increase penetration and bioavailability of quercetin compared to other dosage forms."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
T44530
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Lestari
"Kuersetin memiliki banyak aktivitas farmakologi tetapi bioavailabilitas dan absorpsi kuersetin rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan formula mikrosfer fitosom kuersetin untuk pemberian secara oral mengevaluasi formulasi tersebut pada uji ketersediaan hayati menggunakan tikus Sprague Dawley. Optimasi formula fitosom telah dilakukan pada penelitian ini, yaitu F1, F2, F3 dengan konsentrasi kuersetin berturut-turut adalah 1%, 1,5%, dan 2%.
Hasil menunjukkan bahwa F1 adalah formula terbaik dengan morfologi vesikel sferis, efisiensi penjerapan 96,57 ± 5,61%, ukuran partikel rata-rata 266,6 ± 1,37 nm, indeks polidispersitas 0,388 ± 0,01 dan potensial zeta -29,43 ± 0,75 mV sehingga digunakan pada formulasi mikrosfer. Mikrosfer yang dibuat terdiri dari dua formula, yaitu mikrosfer fitosom (MF) dan mikrosfer non fitosom (MNF).
Pembuatan mikrosfer dilakukan dengan proses enkapsulasi menggunakan metode semprot kering. Formula MF yang dihasilkan berbentuk sferis, dengan ukuran partikel 1154,67 ± 69,10 nm dan efisiensi penjerapan 98,56 ± 0,05 %. Uji ketersediaan hayati dilakukan terhadap kedua formula dan suspensi oral kuersetin sebagai pembanding. Konsentrasi maksimum (Cmax) untuk MF, MNF, dan suspensi oral berturut-turut adalah 213,33 ± 73,51 ng/mL, 92,79 ± 16,88 ng/mL, 95,01 ± 2,66 ng/mL. Hasil uji ketersediaan hayati formula mikrosfer fitosom kuersetin memberikan profil farmakokinetik yang lebih baik dibandingkan mikrosfer non fitosom dan suspensi oral.

Quercetin has many pharmacological activities but it has low bioavailability and absorption. The purpose of this research is to get quercetin phytosome microspheres formula for oral administration and evaluate it in the bioavailability study using Sprague Dawley rats. Phytosome formula optimization has been done in this study, namely F1, F2, F3 with concentration of quercetin in a row is 1%, 1.5% and 2%.
The results show that F1 is the best formula with spherical vesicle morphology, entrapment efficiency 96.57 ± 5.61%, average particle size 266.6 ± 1.37 nm, polydispersity index 0.01 ± 0.388 and zeta potential -29,43 ± 0.75 mV, so it was incorporated into microspheres formulation. Microspheres made comprised of two formulas, namely phytosome microspheres (MF) and non phytosome microspheres (MNF).
Microspheres was made with the encapsulation process by spray drying method. MF formula produced has spherical morphology, with particle size 1154.67 ± 69.10 nm and the entrapment efficiency of 98.56 ± 0.05%. Bioavailability test conducted on both formula and oral suspension quercetin as a comparison. The maximum concentration (Cmax) for MF, MNF, and oral suspension respectively are 213.33 ± 73.51 ng/mL, 92.79 ± 16.88 ng/mL, 95.01 ± 2.66 ng/mL. The bioavailability study of quercetin phytosome microspheres formula provide a better pharmacokinetic profile than non phytosome microspheres and oral suspensions formula."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
T48904
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Nurul Imani
"Photocatalytic degradsi Ibuprofen dalam larutan air dilakukan dengan menggunakan ion besi sebagai activator persulfat (PS) pada cahaya tampak. Nanopartikel hematite disintesis dengan menggunakan metode hidrotermal. Pada penelitian ini, tiga variasi weight percent graphene ditambahkan pada nanopartikel hematite untuk mendapatkan performa katalitik terbaik. Katalis nanokomposit dengan sepuluh wight percent graphene menunjukkan performa katalitik terbaik, kemudian katalis ini ditambahkan dengan dua variasi weight percent perak. Seluruh material kemudian dikarakterisasi dengan X-ray Diffraction (XRD), Thermal Gravimetric Analysis (TGA), X-ray Fluorescence (XRF), Raman, UV-Vis DRS dan BET. Proses degradasi diamati dibawah parameter eksperimen yang berbeda, seperti konsentrasi awal dan pH. Performa katalitik terbaik diperoleh pada konsentrasi IBP dan pH yang rendah. Peningkatan kosentrasi PS dan dosis katalis juga menunjukkan tingkat degradasi optimum. Nanokomposit Ag/Fe2O3/Graphene memiliki tingkat degradsi yang lebih baik daripada hematite/Graphene dan nanopartikel hematite. Hasil uji scavenger menunjukkan bahwa elektron merupakan spesies aktif dalam proses fotokatalitik ini.

­Ibuprofen photocatalytic degradation in the aqueous solution was carried out using Iron ions as persulfate (PS) activators under visible light irradiation. Hematite nanoparticle was synthesized using hydrothermal method. In this study, three variations of the graphene weight percent were added to nanoparticles to obtain the nanocomposite’s best photocatalytic performance. The nanocomposite catalyst with ten weight percent graphene showed the best photocatalytic performance, then this catalyst was added with two weight percent variations of silver. All materials were then characterized by X-ray Diffraction (XRD), Thermal Gravimetric Analysis (TGA), X-ray Fluorescence (XRF), Raman, UV-Vis DRS and BET. The degradation was investigated under different experimental parameters such as initial dye concentration and pH. The best photocatalytic performance was obtained at low Ibuprofen concentration and pH. An increase in PS concentration and catalyst dosage indicates the optimum degradation rate. Ag/hematite/graphene nanocomposite gives a better degradation rate than the hematite/graphene and hematite nanoparticle. Scavenger result showed that electrons are the active species in the photocatalytic process.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>