Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121634 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Susworo
Jakarta: UI-Press, 1994
PGB 0227
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Sudarmo Saleh Purwohudoyo
"

Kemajuan tehnologi yang pesat membawa kemajuan dibidang radiologi. Pada saat ini banyak diproduksi pesawat radiologi yang baru, baik haru dalam disainnya maupun baru dalam sifat-sifatnya dan cara pemakaian dari pesawat itu. Hal sudah tentu memberi manfaat yang besar sekali dalam penentuan diagnosa dari penyakit dan juga bermanfaat untuk pengobatannya.

Perkenankanlah saya pada kesempatan ini untuk menguraikan peranan radiologi dalam diagnostik tumor pada umumnya dan kanker pada khususnya. Sejak dipakainya sinar-X dalam kedokteran oleh Roentgen dalam tahun 1895, pemeriksaan terhadap tumor telah dimulai dengan menggunakan foto polos. Tumor tulang yang ganas dan jinak lebih banyak diketahui perangai-perangainya pada pemeriksaan ini. Tumor di dalam abdomen juga dapat diketahui lokalisasinya dengan foto polos ini, tetapi diagnosa yang tepat belum dapat dipastikan.

Setahun kemudian dimulai pemeriksaan terhadap pembuluh-pembuluh darah dengan memasukkan kontras media yaitu Thorium ke dalam pembuluh darah mayat. Pembuluh darah ini tampak jelas pada foto sinar-X. Setelah lama diolah, barulah pemeriksaan semacam ini dapat dilakukan pada manusia, karena bahan kontras yang dipakai untuk pemeriksaan pembuluh darah ini harus memenuhi sarat yaitu: tidak toxis terhadap tubuh manusia, mudah dimasukkan dan mudah dikeluarkan kembali dari badan. Dalam waktu 20 tahun terakhir ini pemeriksaan pembuluh darah dengan sinar-X yang disebut angiografi, mengalami kemajuan yang pesat, setelah diproduksi kateter dengan bermacam-macam bentuk untuk memasukkan kontras media itu ke dalam pembuluh darah. Pada saat ini semua pembuluh darah dalam tubuh dapat diperiksa dengan angiografi, balk dengan memakai single foto atau detigan serial foto sinar-X.

Tumor ganas pada umumnya mempunyai pembuluh darah dalam jumlah yang banyak (hipervaskularisasi), bahkan juga terbentuk pembuluh-pembuluh darah yang abnormal (neovaskularisasi). Pembuluh darah arteri pada tumor ganas sering berhubungan langsung dengan pembuluh-pembuluh darah vena. Di tengah-tengah masa tumor sering dijumpai jaringanjaringan yang nekrotik. Jaringan ini kadang-kadang dapat menahan bahan kontras lebih lama, sehingga pada angiografi tumor ganas itu tampak lebih opak (putih) dan disertai dengan pembuluh darah yang banyak disekitarnya.

Tumor ganas di dalam hepar (hepatoma), tumor ganas dari ginjal (hypernefroma) dan beberapa tumor ganas di dalam otak mempunyai perangai seperti ini pada pemeriksaan angiografi. Tumor-tumor yang jinak pada umumnya tidak memiliki pembuluh darah yang banyak. Pembuluh darah yang ada tampak terdesak kesamping oleh masa tumor, menjadi tegang, lurus bahkan kadang-kadang terjepit. Tidak semua tumor ganas itu mempunyai tanda-tanda hypervaskularisasi dan neovaskularisasi, tetapi ada yang bersifat hypovaskular, sehingga diagnosa sering menjadi sulit.;Kemajuan tehnologi yang pesat membawa kemajuan dibidang radiologi. Pada saat ini banyak diproduksi pesawat radiologi yang baru, baik haru dalam disainnya maupun baru dalam sifat-sifatnya dan cara pemakaian dari pesawat itu. Hal sudah tentu memberi manfaat yang besar sekali dalam penentuan diagnosa dari penyakit dan juga bermanfaat untuk pengobatannya.

Perkenankanlah saya pada kesempatan ini untuk menguraikan peranan radiologi dalam diagnostik tumor pada umumnya dan kanker pada khususnya. Sejak dipakainya sinar-X dalam kedokteran oleh Roentgen dalam tahun 1895, pemeriksaan terhadap tumor telah dimulai dengan menggunakan foto polos. Tumor tulang yang ganas dan jinak lebih banyak diketahui perangai-perangainya pada pemeriksaan ini. Tumor di dalam abdomen juga dapat diketahui lokalisasinya dengan foto polos ini, tetapi diagnosa yang tepat belum dapat dipastikan.

Setahun kemudian dimulai pemeriksaan terhadap pembuluh-pembuluh darah dengan memasukkan kontras media yaitu Thorium ke dalam pembuluh darah mayat. Pembuluh darah ini tampak jelas pada foto sinar-X. Setelah lama diolah, barulah pemeriksaan semacam ini dapat dilakukan pada manusia, karena bahan kontras yang dipakai untuk pemeriksaan pembuluh darah ini harus memenuhi sarat yaitu: tidak toxis terhadap tubuh manusia, mudah dimasukkan dan mudah dikeluarkan kembali dari badan. Dalam waktu 20 tahun terakhir ini pemeriksaan pembuluh darah dengan sinar-X yang disebut angiografi, mengalami kemajuan yang pesat, setelah diproduksi kateter dengan bermacam-macam bentuk untuk memasukkan kontras media itu ke dalam pembuluh darah. Pada saat ini semua pembuluh darah dalam tubuh dapat diperiksa dengan angiografi, balk dengan memakai single foto atau detigan serial foto sinar-X.

Tumor ganas pada umumnya mempunyai pembuluh darah dalam jumlah yang banyak (hipervaskularisasi), bahkan juga terbentuk pembuluh-pembuluh darah yang abnormal (neovaskularisasi). Pembuluh darah arteri pada tumor ganas sering berhubungan langsung dengan pembuluh-pembuluh darah vena. Di tengah-tengah masa tumor sering dijumpai jaringanjaringan yang nekrotik. Jaringan ini kadang-kadang dapat menahan bahan kontras lebih lama, sehingga pada angiografi tumor ganas itu tampak lebih opak (putih) dan disertai dengan pembuluh darah yang banyak disekitarnya.

Tumor ganas di dalam hepar (hepatoma), tumor ganas dari ginjal (hypernefroma) dan beberapa tumor ganas di dalam otak mempunyai perangai seperti ini pada pemeriksaan angiografi. Tumor-tumor yang jinak pada umumnya tidak memiliki pembuluh darah yang banyak. Pembuluh darah yang ada tampak terdesak kesamping oleh masa tumor, menjadi tegang, lurus bahkan kadang-kadang terjepit. Tidak semua tumor ganas itu mempunyai tanda-tanda hypervaskularisasi dan neovaskularisasi, tetapi ada yang bersifat hypovaskular, sehingga diagnosa sering menjadi sulit.

"
Jakarta: UI-Press, 1984
PGB 0115
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Gamal Sukaryono
"Persepsi terhadap lingkungan terjadi karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya, Ittelson, dkk (1978) berpendapat bahwa persepsi terhadap lingkungan dipengaruhi oleh komponen penting seperti kognitif, afektif, dan interpretasi. Sedangkana Paul A. Bell dkk (1978) berpendapat bahwa hubungan manusia dengan objek di lingkungan akan menimbulkan kontak fisik antara individu dengan lingkungannya. Persepsi adalah suatu proses kognitif yang konkrit, yang menghasilkan suatu gambaran unik tentang sesuatu yang barangkali sangat berbeda dengan kenyataan (David Krech, 1962). Bahan berbahaya adalah rat, bahan kimia dan biologi, baik(dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan fritasi (Dep.Kes RI, 1996). Risiko adalah suatu kejadian yang objektif dan bersifat ekstemal sekalipun seseorang yang terpapar kemungkinan tidak menyadari akan akibat kerugian itu (Kertonegoro, 1991: 9).
Adanya perbedaan persepsi pekerja kamar gelap terhadap penggunaan bahan berbahaya dan berisiko dalam kegiatan di kamar gelap, ternyata dapat memberikan dampak negatif kepada keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan kerja. Tersedianya APD yang mencukupi , SOP yang memadai, kontrol dan evaluasi yang teratur serta desain kamar gelap yang memenuhi standar, tidak memiliki dan pengaruh apa-apa apabila persepsi pekerjanya memiliki persepsi yang cenderung negatif dan ini dapat menghambat pada upaya peningkatan keselamatan hidup pekerja melalui keselamatan dan kesehatan kerja. Kegiatan dan pekerjaan di dalam kamar gelap mengandung bahaya dan risiko oleh karenanya harus ditangani secara serius, mengingat efek samping negatif yang dapat ditimbulkannya berisifat korosif, oksidatif dan karsinogenik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor individu yang meliputi umur, pendidkan, lama kerja dan kebiasaan (variabel independen) dengan persepsi yang meliputi aspek kognitif, aspek afektif dan aspek interpretasi (variabel dependen) terhadap penggunaan bahan berbahaya dan berisiko. Penelitian dilakukan di 72 instalasi radiologi Rumah Sakit wilayah DKI Jakarta yang meliputi rumah sakit milik Dep.Kes, Pemda, BUMN dan Swasta. Pada tanggal 20 Juni sampai dengan 10 Agustus 2002 desain penelitian ini adalah Deskriptif dan Analitik dengan pendekatan Cross Sectional sampel sama dengan populasi, karena sampel terbatas dilakukan dengan metode Key Informan yang dibatasi pada pekerja yang khusus bekerja dan bertugas di kamar gelap saja, pekerja minimal 1 tahun melakukan aktifitas setiap hari rata - rata 150 lembar film, memiliki jam kerja 7 - 8 jam per hari, proses di kamar gelap dilakukan dengan 2 (dim) sistem sekaligus yaitu manual dan otomatis. Penyajian hasil penelitian dilakukan dengan 3 (tiga) jenis analisis yang diharapkan dapat menjawab hipotesis penelitian. Analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi pekerja berdasarkan umur, pendidikan, lama kerja dan kebiasaan serta persepsi pekerja terhadap penggunaan bahan berbahaya dan berisiko yang meliputi kognitif, afektif dan interpretasi. Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, sedangkan analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui variabel dependen umum yang paling kuat memperlihatkan adanya hubungan dengan variabel dependen, sekaligus untuk melihat ada tidaknya interaksi.
Hasil penelitian menunjukkan seluruh pekerja memiliki persepsi negatif yang lebih hesar prosentasenya yaitu kognitif terhadap bahan berbahaya (55,3%), kognitif terhadap bahan berisiko (72,3%). afektif terhadap bahan berbahaya (63,8%), afektif terhadap bahan berisiko (70,2%), interpretasi terhadap bahan berbahaya (57,7%), interpretasi terhadap bahan berisiko (95,7%). Dari hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa umur dan kebiasaan secara umum tidak ada hubungan dengan persepsi, sedangkan pendidikan dan lama kerja secara umum ada hubungan dengan persepsi. Sementara itu faktor individu yang paling dominan terhadap kognitif bahan berbahaya adalah pendidikan P Value = 0.042, sedangkan untuk kognitif bahan berisiko adalah lama kerja P Value = 0,070 , dan interpretasi bahan berbahaya adalah larva kerja P Value = 0,010.
Berdasarkan hasil penelitian maka saran yang diajukan meliputi : sebaiknya pekerja kamar gelap berpendidikan minimal SLTA, perlu dilengkapi catatan riwayat kesehatan kerja dari mulai masuk. perlu diadakannya pelatihan manajemen K-3 dalam rangka pengembangan SDM kamar gelap. Sebaiknya disusun program pramosi kesehatan bagi pekerja kamar gelap dan tentunya dalam upaya menjaga dan meningkatkan keselamatan hidup pekerja kamar gelap sebaiknya dilakukan pemeriksaan kesehatan minimal 1 (satu) kali dalam setahun. Untuk penelitian lanjutan sebaiknya dilakukan pada areal penelitian yang lebih luas agar memperoleh responden yang lebih banyak.

Perception of Radiographer towards Hazardous Chemical Material in Hospital Radiology Installation in DKI Jakarta areasPerception towards environment happens since there is interaction between individual and its environment, Ittelson (1978) is of certain opinion that perception towards its environment is influenced by important components such as cognitive, affective and interpretation. Paul A. Bell (1978) is of certain opinion that human relation with object in their environment will emerge physical contact between individual and its environment. Perception is a concrete cognitive process resulting unique description concerning something might be truly different with the reality (David Krech, 1962). Hazardous materials is substance, chemical and biological material, both single or mixture which could be both directly or indirectly dangerous for health and environment since it is poisonous, carcinogenic, teratogenic, mutagenic, corrosive, and irritating (Dep.Kes RI, 1996). Risk is objective and external occurrence even someone getting radiation might not realize the disadvantage of it (Kertonegoro, 1991:9).
Different perception of radiographer towards hazardous chemical material in darkroom activities, apparently could give negative side effect to safety, health and pleasure of work. Availability of sufficient APD, SOP, regularly control and evaluation and standardization of darkroom design will not give any influence if the workers tend to negatif perception and it could impede the efforts of improving sun'ival chance of the workers through safety and health of work. Activities and works in darkroom have hazard and risk, thereby it should be handled seriously, considering negative side effect emerged could be corrosive, oxidative, and carcinogenic.
The study is intended to find out the relation between individual factor covering age, educational background, work period and habit (independent variable) and perception covering aspect of cognitive, affective an interpretation (dependent variable) towards usage of hazardous and risky material. The research has been done in 72 Hospital Radiology Installation in DKI Jakarta areas covering hospitals of Dep. Kes , Local Government (Penrda)_ BUMR' and Private Company. From 20 June to 10 August 2002, the research design is Descriptive and Analytic with Sample Cross Sectional Approach is same with population since limited samples was done with Key informant method. This method is limited for workers working particularly in darkroom only. The workers has minimum working period of 1 year, doing average activities everyday of 150 film sheet, having working hours of 7-8 hours per day, process in darkroom was done with 2 (two) systems, manual and automatic. Presentation of research result was done in 3 (three) analysis which hopefully can answer the study hypothesis. Analysis of Univariat is done to find out workers frequency distribution based on age, educational background, working period, habit and workers' perception towards hazardous and risky material usage covering cognitive, affective and interpretation. Analysis of Bivariat is done to find out relation between independent variable and dependent variable. Analysis of Multivariat is done to find out the strongest general dependent variable showing the relation between dependent variable, at once to find out whether there is reaction or not.
The research result shows that all of workers has bigger percentage of negative perception as follows, cognitive towards hazardous material (55,3%), cognitive towards risky material (72,3%), affective towards hazardous material (63,8%), affective towards risky material (70,2%), interpretation towards hazardous material (57,7%), interpretation towards risky material (95,7%). Result of analysis of Bivariat shows that generally age and habit has nothing to do with perception and generally educational background and working period has something to do with perception. Meanwhile, the most dominant individual factor towards cognitive of risky material is Educational Background P Value = 0,042, for cognitive of risky material is Working Period P Value = 0.070. and interpretation of hazardous material is Working Period P Value = 0.010.
Based on research result, following is the suggestions, it would be better if darkroom worker has the minimum educational background of high school, necessarily equipped with working medical record from the first time hired. It is necessary to run Training of Management of Working Safety and Health in order to develop Human Resources of darkroom_ It would be better if promotion program for darkroom workers is arranged and of course in order to keep and improve survival chance of darkroom workers, it is better to run medical check up 1 (one) time in a year at a minimum. For next research, it would be better to be done in wider scope of research to get more respondents.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T7280
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Rahma Hidayati
"[ABSTRAK
Latar belakang: Penggunaan media kontras pada pemeriksaan radiologi dengan kondisi pasien mengalami insufisiensi fungsi ginjal dapat menyebabkan resiko terjadinya CIN pada kontras iodine dan NSF pada kontras paramagnetik. Oleh karena itu, penilaian fungsi ginjal penting dilakukan sebelum pemeriksaan radiologi kontras. Permasalahannya untuk menilai fungsi ginjal dengan baku emas sulit dilakukan sehingga digunakan formula MDRD dan CKD-EPI untuk menghitung eGFR. Faktor ras menjadi salah satu variabel dalam formula penghitungan eGFR, belum ada untuk populasi Indonesia yang termasuk ras Melanesia dan Malayan-Mongoloid. Tujuan: Menilai apakah terdapat korelasi antara pengukuran eGFR metode MDRD dan CKD-EPI dengan pengukuran GFR 99mTc-DTPA metode Gates pada pasien CKD. Metode: Penelitian potong lintang menggunakan data sekunder pasien yang menjalani pemeriksaan skintigrafi renal di RSUPN Cipto Mangunkusumo serta pemeriksaan kreatinin serum bulan Februari 2012-Januari 2015. Data kasar dinilai ulang GFR skintigrafi renal menggunakan metode Gates dari pesawat Siemens Symbia T2 dan dihitung nilai eGFR menggunakan formula MDRD dan CKD-EPI. Analisa data dilakukan untuk mendapatkan nilai korelasi eGFR formula MDRD dan CKD-EPI dengan GFR skintigrafi renal sebagai baku emas. Hasil: Jumlah subjek penelitian 47 orang, dengan hasil terdapat korelasi positif, kekuatan korelasi baik antara nilai eGFR MDRD dengan GFR skintigrafi renal dengan persamaan:nilai GFR skintigrafi renal=16,60+0,70xnilai eGFR MDRD. Terdapat korelasi positif, kekuatan korelasi baik antara nilai eGFR CKD-EPI dengan GFR skintigrafi renal dengan persamaan:nilai GFR skintigrafi renal=12,74+0,78xnilai eGFR CKD-EPI; nilai GFR dalam ml/menit/1,73m2. Kesimpulan : Formula persamaan eGFR MDRD dan CKD-EPI dapat digunakan dalam klinis untuk memperkirakan nilai GFR skintigrafi renal.

ABSTRACT
Background: The use of contrast media for radiology examination in patients with renal function insufficiency can lead to the risk of CIN (Contrast Induced Nephropathy) on contrast iodine and NSF (Nephrogenic Systemic Fibrosis) on paramagnetic contrast. Therefore, assessment of renal function is important to be done prior to contrast radiology. The problem is assessing renal function with a gold standard, clinically difficult, therefor using MDRD and CKD-EPI formula to calculate eGFR. Factors race became one of the variables in the formula calculating eGFR, yet for Indonesian population included in the Melanesian and Malayan-Mongoloid race.Objective. To evaluate correlation value between eGFR measurement using MDRD and CKD-EPI methods with GFR Gates methods using 99mTc-DTPA in patients with CKD.Method: Cross sectional research using secondary data of patients who underwent renal scintigraphy in Cipto Mangunkusumo and serum creatinine examination in February 2012 to January 2015. The raw data then reassessed GFR renal scintigraphy using the Gates of Siemens Symbia T2 machine and eGFR values calculated using the formula MDRD and CKD-EPI. Data analysis was used to obtain a correlation value formula MDRD eGFR and CKD-EPI with GFR renal scintigraphy as the gold standard. Result: Total subject is 47 people. There is a positive correlation with good correlation value between MDRD eGFR value and renal scintigraphy GFR using this approach:renal scintigraphy GFR value=16,60+0,70xMDRD eGFR value. There is also a positive correlation with good correlation value between MDRD eGFR value and renal scintigraphy GFR value using this approach:renal scintigraphy GFR value=12,74+0,78xCKD=EPI eGFR value. Conclusion : Formula equation MDRD and CKD-EPI eGFR can be used clinically to estimate renal scintigraphy GFR, Background: The use of contrast media for radiology examination in patients with renal function insufficiency can lead to the risk of CIN (Contrast Induced Nephropathy) on contrast iodine and NSF (Nephrogenic Systemic Fibrosis) on paramagnetic contrast. Therefore, assessment of renal function is important to be done prior to contrast radiology. The problem is assessing renal function with a gold standard, clinically difficult, therefor using MDRD and CKD-EPI formula to calculate eGFR. Factors race became one of the variables in the formula calculating eGFR, yet for Indonesian population included in the Melanesian and Malayan-Mongoloid race.Objective. To evaluate correlation value between eGFR measurement using MDRD and CKD-EPI methods with GFR Gates methods using 99mTc-DTPA in patients with CKD.Method: Cross sectional research using secondary data of patients who underwent renal scintigraphy in Cipto Mangunkusumo and serum creatinine examination in February 2012 to January 2015. The raw data then reassessed GFR renal scintigraphy using the Gates of Siemens Symbia T2 machine and eGFR values calculated using the formula MDRD and CKD-EPI. Data analysis was used to obtain a correlation value formula MDRD eGFR and CKD-EPI with GFR renal scintigraphy as the gold standard. Result: Total subject is 47 people. There is a positive correlation with good correlation value between MDRD eGFR value and renal scintigraphy GFR using this approach:renal scintigraphy GFR value=16,60+0,70xMDRD eGFR value. There is also a positive correlation with good correlation value between MDRD eGFR value and renal scintigraphy GFR value using this approach:renal scintigraphy GFR value=12,74+0,78xCKD=EPI eGFR value. Conclusion : Formula equation MDRD and CKD-EPI eGFR can be used clinically to estimate renal scintigraphy GFR]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Saudale, Alexander Michael Joseph
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T59021
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"ABSTRAK
Kanker kolorektal merupakan salah satu penyakit kanker yang angka kejadiannya semakin meningkat. Tujuan penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup penderita kanker kolorektal. Penelitian pre eksperimental korelasional deskriptif dengan menggunakan desain kajian potong lintang dengan tehnik total sampel yang menderita kanker kolorektal. Sampel berjumlah 50 orang yang diperoleh dari RS di Kota Makassar. Data dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Pearson dan Spearman untuk melihat hubungan serta uji Chi square untuk melihat perbedaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara fatigue dengan kualitas hidup penderita kanker kolorektal (p˂ 0,05), ada hubungan antara depresi dengan kualitas hidup penderita kanker kolorektal (p˂ 0,05), dan ada perbedaan status perkawinan dengan kualitas hidup penderita kanker kolorektal (p˂ 0,05) sehingga melalui uji regresi linear didapatkan depresi merupakan faktor yang paling berhubungan dengan kualitas hidup penderita kanker kolorektal (p˂ 0,05). Aspek psikis merupakan komponen penting yang perlu diperhatikan dalam merawat pasien kanker kolorektal untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik.
ABSTRACT
Depression Related to Life Quality of Colorectal Cancer Patients in Makassar City Hospital. Colorectal cancer is a cancer which incidence increased year by year. This research aimed to analyse factors related to the quality of life of patients with colorectal cancer. The research applied descriptive pre-experimental correlations with a cross-sectional study design with a total sample technique of colorectal cancer. A sample of 50 people was obtained from the hospital in the city of Makassar. Data were analyzed using the Pearson and Spearman correlation test to find out the relationship, and Chi square test to find out the difference. The results showed that there was a relationship between fatigue and the quality of life of patients with colorectal cancer (p˂0,05) there was a relationship between depression and quality of life of patients with colorectal cancer (p˂0,05), and there were differences in marital status and quality of life for cancer patients colorectal (p˂0,05), so that through a linear regression test found depression was the most associated factor with quality of life of patients with colorectal cancer (p˂0,05). The important point during taking care of patients with colorectal cancers is consent in the psychological aspects to have a better quality of life."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
610 JKI 22:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Poppy Elvira Deviany
"Kanker serviks termasuk dalam tujuh kanker terbanyak yang terjadi di seluruh dunia, dan menempati urutan ketiga kanker terbanyak pada wanita. Insidens kanker serviks di negara-negara berkembang diperkirakan mencapai 100 kasus per 100 ribu penduduk. Perkiraan jumlah kematian yang disebabkan kanker serviks sebanyak 190 ribu kematian per tahun, dengan angka ketahanan hidup pada negara-negara wilayah Asia tenggara sebesar 48%.
Penilaian angka ketahanan hidup umumnya digunakan untuk mengevaluasi pengaruh faktor prognosis terhadap ketahanan hidup penderita. Analisis statistik yang dapat digunakan untuk menghitung angka probabilitas ketahanan hidup adalah dengan metode Life table dan Kaplan Meier, dan untuk menilai pengaruh faktor prognosis terhadap risiko kematian penderita kanker serviks digunakan metode Regresi Cox.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh stadium kanker terhadap angka ketahanan hidup 5 tahun penderita kanker serviks, dan penilaian pada variabel lain yaitu jenis histologi, derajat diferensiasi sel, umur saat didiagnosa, kadar Hb saat didiagnosa, status perkawinan, tingkat pendidikan, status pekerjaan, kelompok etnik, dan status kelengkapan pengobatan, yang mempengaruhi hubungan antara stadium kanker dengan ketahanan hidup penderita.
Penelitian merupakan studi kohort retrospektif menggunakan data sekunder dari catatan medik penderita kanker serviks yang didiagnosa di Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta tahun 1996-1998. Penelitian melibatkan 218 penderita, dengan pengumpulan data melalui observasi catatan medik dan penelusuran melalui telepon.
Hasil penelitian memperlihatkan secara keseluruhan angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 58%. Ada perbedaan yang bermakna secara statistik dengan p = 0,0026 pada ketahanan hidup 5 tahun penderita dengan stadium awal (IA - IIA) dan stadium lanjut (IIB - IVB). Angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 76,6% pada penderita stadium awal dan sebesar 49,7% pada stadium lanjut.
Variabel jenis histologi tidak terbukti menimbulkan efek modifikasi pada hubungan antara stadium kanker dengan ketahanan hidup 5 tahun penderita kanker serviks.
Variabel jenis histologi, derajat diferensiasi sel, umur saat didiagnosa, tingkat pendidikan, dan status pekerjaan, secara statistik menyebabkan pengaruh konfonding terhadap hubungan antara stadium kanker dengan ketahanan hidup 5 tahun penderita kanker serviks.
Risiko kematian sebelum memperhitungkan variabel konfonding adalah sebesar 2,705 kali (95% CI : 1,367-5,352) yang bermakna secara statistik, ditemukan pada perbandingan antara stadium lanjut dengan stadium awal. Tetapi, setelah memperhitungkan variabel jenis histologi, derajat diferensiasi sel, umur saat didiagnosa, kadar Hb saat diagnosa, dan tingkat pendidikan, risiko kematian menjadi tidak bermakna secara statistik namun masih menunjukkan hubungan yang moderat dengan HR 1,707 kali (95% CI : 0,713-4,084).
Daftar bacaan : 57 (1982-2003)

Cervical cancer is included in the seventh major cancer that happened in the world, and the third major cancer in women. Cervical cancer incidence estimated in developing countries reached 100 cases per I00 thousands people. Estimated number of death caused by cervical cancer is 190 thousands each year, with 5 years survival rate in southeast region 48%.
Estimation of survival rate is commonly used to evaluate the effect of prognostic factors on patient survival. Statistical analysis that could be used to estimate the survival probability is Life table and Kaplan Meier methods, and to estimate the effect of prognostic factors on the hazard ratio of cervical cancer patients Cox Regression analysis is used.
The aim of this study is to find the effect of cancer stage on the 5-year survival rate of the cervical cancer patients, and evaluation of other variables namely histology type, cell differentiated, age at the time of diagnosis, hemoglobin level at the time of diagnosis, marital status, educational background, occupational status, ethnic group, and treatment completeness status, which affect the relationship between cancer stage and patient survival.
This is a retrospective cohort study using secondary data from medical record of cervical cancer patients diagnosed at Dharmais Cancer Hospital, Jakarta in 1996-1998. This study included 218 patients, involving data collection via observing medical record and telephoning.
The result shows that the overall 5-year survival rate is 58%. There is statistically significant difference with p = 0,0026 on 5-year survival rate of patients in early stage (IA - ILA) and advance stage (IIB - IVB). Five-year survival rate is 76,6% among early stage patients and 49,7% among the advance stage, respectively.
Histologic type is shown to have no modification effect on the relationship between cancer stage and 5-year survival of cervical cancer patients.
Histologic type, cell differentiated, age at the time of diagnosis, educational background, and occupational status, are statistically caused confounding effect on the relationship between cancer stage and 5-year survival of cervical cancer patients.
Unadjusted HR of 2,705 (95% CI : 1,367-5,352) which is statistically significant was found for advance stage compare to early stage. However, after adjusting for variables histologic type, cell differentiated, age at the time at diagnosis, hemoglobin level at the time at diagnosis, and educational background, the risk became not statistically significant but still shows a moderate association with HR 1,707 (95% CI : 0,713-4,084).
References : 57 (1982-2003)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13063
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Anna Maria
"Sampai saat ini di Indonesia masiih jarang dilakukanpenelitian tentang ketahanan hidup penderita kanker serviks, bahkan di RSCM belum pernah dilakukan penelitian untuk itu Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui probabllitas ketahanan hidup 5 tahun penderita kanker serviks di RSCM. Desain penelitian ini adalah kohortretrospektif, sanapel sebanyak 213 penderita kanker serviks yang dirawat selama tahun 1990. Analisis life table dan Kaptan Meier dilaksanakan untuk menentukan probabilitas ketahanan hidup. Analisis multivariat regresi Cox dilaksanakan untuk menentukan besannya risiko meninggal seorang penderita kanker serviks, berdasarkan kecurigaan adanya pengaruh faktor lain secara bersama-sama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa probabilitas ketahanan hidup 5 tahun penderita kanker serviks sebesar 30 % dan median ketahanan hidup 934 hari. Probabilitas ketahanan hidup 5 tahun pada penderita dengan stadium I sebesar 48 %, stadium II 42 %, stadium III 19 % dan stadium IV 0 %. Dibanding dengan penderita stadium I, risiko meninggal untuk stadium II sebesar 1,20 kali (95 % CI = 0,57; 2,51), stadium III 2,08 kali (95 % CI = 1,03; 4,2), stadium IV sebesar 5,42 kali (95 % CI = 2,08; 14,12).
Probabilitas ketahanan hidup 5 tahun penderita dengan pengobatan lengkap 35 % dan penderita dengan pengobatan tidak lengkap 6 %. Risiko meninggal penderita dengan pengobatan tidak lengkap sebesar 2,92 kali (95 % CI = 1,82; 4,71) dibanding penderita dengan pengobatan lengkap.
Probabilitas ketahanan hidup penderita dengan kadar Hb ≥ 12 gr/dl sebesar 60 %, penderita dengan kadar Hb 11,0-11,9 gr/dl 21 % dan penderita dengan kadar Hb < 11,0 gr/dl 7 % Dibanding dengan penderita kadar Hb ≥12 gr/dl, risiko meninggal pada penderita dengan kadar Hb < 11,0 gr/dl sebesar 3,84 kali (95 % CI = 1,56; 5,17) dan pada penderita dengan kadar Hb 11,0-11,9 gr/dl 1,89 kali (95 % CI = 1,04; 3,41).
Probabilitas ketahanan hidup penderita dengan ukuran lesi s 2 cm sebesar 63 %, lesi 3 cm 28 %, lesi 4 cm 30 % daa lesi > 4 cm 6 %. Dibanding dengan penderita dengan ukuran lesi≤ 2 cm, nilai risiko meninggal pada penderita dengan ukuran lesi 3 cm sebesar 0,69 kali, penderita dengan ukuran lesi 4 cm 0,99 kali dan penderita dengan ukuran lesi > 4 cm 3,83 kali.
Probabilitas ketahanan hidup penderita yang tidak berpendidikan 42 %, penderita dengan pendidikan 1-6 tahun 23 % dan penderita dengan pendidlan > 6 tahun 34 % Risiko meninggal penderita yang tidak berpendidikan 0,39 kali (95 % CI = 0,21; 0,70) dibanding dengan penderita brpendidikan > 6 tahun, dan risiko meninggal penderita yang berpendidikan 1-6 tahun 0,83 kali (95 % C1= 0,51; 1,34). Tidak ditemukan adanya hubungan antara umur dengan ketahanan hidup 5 tahun penderita kankerserviks.

The aim of this study is to find the probability of 5 year survival rate on cervix cancer patients in RSCM. Design of this study is retrospective cohort with samples consist of 213 cervix cancer patients who have been treated in 1990. life table and Kaptan Meier analysis were used to determine of probability of survival. Multivariate Cox regression analysis was done to determine the risk of health of cervix cancer patio.
The result shows that 5 year survival rate on cervix cancer patient is 30 % and the median survival is 934 days. The 5 year survival rate on stage I am 48 %, stage II 42 %, stage III 19 % and stage IV 0 %. Using stage I as a baseline comparison, the risk ratio of death for stage If is 1,20 (95 % Cl = 0,57; 2,51), stage III is 2,08 (95 % CI = 1,03; 4,2), stage IV is 5,42 (95 % Cl =1,08; 14,12).
The 5 year survival rate on patients with complete therapy is 35 % and incomplete therapy is 6 %. The risk of death on patients with incomplete therapy is 2,92 times (95 % CI = 1,82; 4,71) compared with complete therapy.
The probability of 5 year survival rate with Rib value12 gr/dl is 60 %, 11,0-11,9 gr/dl is 21 % and < 11,0 gr/dl is 796. Compare with Hb value ≥ 12 gr/dl the risk of death on patient with Hb value < 11,0 gr/dl 3,84 times (95 % Cl 1,56; 5,17) and on patient with Hb value 11,0-11,9 gr/dl is 1,89 tits (95 % Cl = 1,04; 3,41).
The probability of 5 year survival rata with tumor sizes 2 cm is 63 %, 3 cm is 28 % 4 cm is 30 % and tumor > 4 cm is 6 %. Risk of death on patients with tumor size 3 cm is 0,69 times compared with tumor size s 2 cm, tumor size 4 cm is 0,99 times and > 4 cm is 3,83 titres.
The probability of 5 year survival rate with no education is 42 96, 1-6 year's education 23 96 and > 6 year's education 34 %. The risk of death with no education 0,39 times (95 % CI = 0,21; 0,70) compared with > 6 year's education, and risk of death with 1-6 year's education 0,83 times (95 % CI = 0,51; 1,34). There is no correlation between ages and 5 year survival rate on cervix cancer patients.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arlinda Sari Wahyuni
"Kanker payudara (KPD) masih merupakan masalah kesehatan pada wanita baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia kanker payudara merupakan penyakit keganasan kedua terbanyak juga sering menyebabkan kematian. Selain itu, banyak penelitian di Indonesia yang menyatakan bahwa penderita kanker payudara mengobati penyakitnya ke rumah sakit atau ke dokter setelah penyakit masuk dalam stadium lanjut.
Keberhasilan pengobatan kanker payudara lazim digambarkan dengan ketahanan hidup 5 tahun (five year survival rate). Selain aspek pengobatan, banyak faktor yang mempengaruhi ketahanan hidup 5 tahun penderita KPD seperti stadium, ukuran tumor, penyebaran tumor, aspek patologi, aspek sosial ekonomi, dan aspek lainnya. Sampai saat ini penelitian tentang ketahanan hidup 5 tahun pada penderita kanker payudara di RS Kanker Dharmais belum pemah dilakukan. Namun, jumlah penderita kanker payudara pertahunnya cukup banyak (menempati urutan 1 pada kasus rawat inap tahun 2000).
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang ketahanan hidup 5 tahun penderita kanker payudara serta faktor-faktor yang berhubungan dengan ketahanan hidup 5 tahun di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Penelitian ini menggunakan rancangan studi longitudinal. Data yang dikumpulkan berasal dari data rekam medik penderita KPD tahun 1993 sampai tahun 1996. Sampel berjumlah 137 penderita. Cara pengumpulan data adalah dengan observasi data rekam medik serta media komunikasi via telepon atau surat untuk mengetahui ketahanan hidup 5 tahun penderita KPD.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa probabilitas ketahanan hidup 5 tahun penderita kanker payudara sebesar 48% dan median ketahanan hidup 54 bulan. Probabilitas ketahanan hidup penderita kanker payudara pada stadium dini operable (I-IIIA) adalah 72% dan stadium lanjut (IIIB dan. IV) adalah 12%. Jika dibanding dengan stadium dini operabel, risiko untuk meninggal pada stadium lanjut sebesar 2,3 kali (95% CI: 1,228; 4,163). Probabilitas ketahanan hidup 5 tahun penderita kanker payudara pada ukuran tumor < 5 cm adalah 81%, dan ukuran tumor lebih dari 5 cm adalah 24%. Jika dibanding dengan ukuran tumor < 5 cm risiko meninggal pada ukuran tumor > 5 cm adalah 3,7 kali (95% CI: 1,803; 7,770). Probabilitas ketahanan hidup 5 tahun dengan pengobatan lengkap adalah 69% dan pengobatan tidak lengkap adalah 13%. Risiko meninggal penderita dengan pengobatan tidak lengkap adalah 3,3 kali (95%CI: 1,950; 5,572) dibanding dengan pengobatan lengkap.
Berdasarkan hasil penelitian ini kepada tenaga medis diharapkan dapat meningkatkan penanganan kanker payudara dengan mengupayakan deteksi dini pada penderitanya. Selain itu perlu dorongan dari tenaga medis dan bantuan konseling agar penderita dapat mengikuti prosedur pengobatan dengan teratur dan lengkap. Kepada wanita terutama yang telah berumur di atas 20 tahun disarankan untuk melakukan SADARI (perikSA payuDAra sendiRl) setiap bulannya sehingga dapat segera mengetahui kelainan yang timbul pada payudaranya. Kepada pemerintah perlu diupayakan peningkatan KIE (Komunikasi Informasi Edukasi) dengan penyebaran informasi lewat media massa tentang penyakit kanker payudara.

Breast cancer is still a health problem for women in developed countries and developing countries. In Indonesia, number of breast cancer cases is high, the second cause of deaths after cervical cancer. In the other hand many researches in Indonesia report that the breast cancer patients go to hospitals or doctors after late stage.
The successful breast cancer therapy was usually measured by using a five-year survival rate. Besides therapeutically aspects, many factors are involved in five-year survival rate namely: stage, tumor size, metastases, pathological aspects, socioeconomic aspects and etc. The annual number of the breast cancer patients is high (the first rank from all cancer type in 2000). However, until] now, no studies of five-year survival rate on RSKD have been done.
The goal of this research is to find the probability of 5 year survival of the breast cancer patients in Dharmais Cancer Hospital Jakarta and the relationship between some other factors and 5 year survival rate. The design of this research is longitudinal study. Data are collected from the medical record breast cancer patients on 1993 toI996. The sample is I37 persons. The method of data collecting is observing of the medical record and telephoning or posting to find out the survival of breast cancer patient.
The result shows that 5 year survival rate on breast cancer patient is 48%, the median of the survival rate is 54 months. The 5 years survival rate on early operable stage is 72% and on the late stage is 12%. By using the early operable stage as a baseline comparison, the risk ratio of the deaths for the late stage is 2,3 (95% CI: 1,228; 4,163). Moreover the 5 year survival rate on the less than 5 cm is 81% and more than 5 cm is 24%. If compared to size < 5 cm, the risk ratio of the deaths on patients with tumor size 5 cm is 3,7 (95% CI: 1,803; 7,770). The 5 year survival rate on patients with a complete therapy is 69% and an incomplete therapy is 13%. The risk of the deaths on the patients with the incomplete therapy is 3,3 times (95% CI: 1,950; 5,572) compared to the complete therapy.
Based on this study, It is recommended that doctors/medicians be able to increase the ability to handle breast cancer cases by doing early detections to the suffers. Moreover the supports for medical professionals and counseling professional are needed so that the patients are able to follow the procedure of treatments regularly and completely. It is suggested that it is important to do SADARI monthly of women above 20. The government should increase to do EIC (Education, Information, and Communication) by spreading EIC materials through mass media about breast cancer."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T 10022
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>