Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172149 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Jefferson
"Latar Belakang: Hipotensi dengan, segala efek buruknya adalah komplikasi yang paling sering ditemukan pada tindakan anestesia spinal sebagai teknik yang paling popular pada anestesia bedah sesar. Pemberian ringer laktat adalah salah satu usaha pencegahan dengan waktu pemberian sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi manlaat.
Tujuan: Mengetahui efek hipotensi dan efek samping hipotensi akibat anestesia spinal setelah pemberian ringer iaktat saat dilakukan anestesia spinal dan 20 menit sebelum dilakukan anestesia spinal
Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain eksperimental acak tersamar tunggal mengikutsertakan 155 subjek yang menjalani bedah sesar. 5 subjek dikeluarkan dari penelitian, dan subjek dibagi dalam dua kelompok yang sama besar (75 orang) secara acak sederhana. Kelompok perlakuan mendapat ringer laktat saat dilakukan anestesia spinal dan kelompok kontrol mendapat ringer laktat 20 menit sebelum dilakukan anestesia spinal sebanyak 20 inl/KgBB maksimal 1000 ml.
Hasil: Terdapat perbedaan yang bermakna antara angka kejadian hipotensi pada kedua kelompok dengan perbedaan sebesar 17% (interval kepercayaan 95% 1,4;32,6, dengan risk ratio 0,67 dan Number Needed to Treat (NNT) 6 orang. Terdapat perbedaan yang bermakna antara angka kejadian efek samping hipotensi pada kedua kelompok. Didapatkan penurunan angka kejadian efek samping hipotensi sebesar 24% (interval kepercayaan 95% 11,2;36,8), dengan risk ratio 0,31, dan NNT 4 orang. Terdapat hubungan yang bermakna antara hipotensi dan efek samping hipotensi. Didapatkan perbedaan angka kejadian efek samping hipotensi yang timbul sebesar 52,3 % (interval kepercayaan 95% 40,15;64,45) pada pasien yang mengalami hipotensi. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah pernakaian efedrin dengan efek samping hipotensi, dengan korelasi yang sangat lemah.
Kesimpulan: Pemberian ringer laktat saat dilakukannya anestesia spinal lebih baik dalani menurunkan angka kejadian hipotensi dan angka kejadian efek samping hipotensi akibat anestesia spinal dibandingkan dengan pemberian ringer laktat 20 menit sebelum anestesia spinal."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewata Aprilia Marilyn
"Latar belakang. Tingginya angka bedah sesar menunjukkan tingginya anestesia spinal, komplikasi yang disebabkan oleh anestesia spinal yang berhubungan dengan morbiditas ibu dan janin adalah hipotensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah posisi reverse Trendelenburg (RT) dapat mencegah atau menurunkan angka kejadian hipotensi pada operasi bedah sesar yang menggunakan teknik anestesia spinal dengan bupivakain dosis 10 mg dengan fentanil 25 mcg.
Metode. Penelitian ini merupakan uji klinis, acak, tidak tersamar pada pasien yang menjalani bedah sesar dengan anestesia spinal di RSIA Budi Kemuliaan pada bulan Oktober sampai November 2018. Sebanyak 108 subjek diambil setelah memenuhi kriteria inklusi. Analisis data menggunakan uji komparatif non-parametris Chi Square.
Hasil. Angka kejadian hipotensi pada kelompok reverse Trendelenburg 10 derajat sebesar 15/54 (27,8%) sedangkan kelompok posisi netral sebesar 31/54 (57,4%). Posisi RT menurunkan risiko hipotensi sebesar 2.08 kali dibandingkan posisi netral (Risk ratio 0,48) dengan Interval Kepercayaan 95% berada pada rentang 0,3 – 0,8. Secara statistik dengan uji Chi square didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok posisi RT dan netral dalam menyebabkan terjadinya hipotensi dengan nilai p 0,004.
Simpulan. Posisi reverse Trendelenburg 10 derajat menurunkan angka kejadian hipotensi dua kali lipat dibandingkan posisi netral.

Background. The high number of caesarean section procedure describes amount of spinal anesthesia method. Complication caused by spinal anesthesia which related to maternal and fetal comorbidities is hypotension. The main aim of this research is to study reverse Trendelenburg 10 degree position to prevent or lowering incidence of hypotension for patient undergo caesarean section with spinal anesthesia using bupivacaine 10 mg and fentanyl 25 mcg.
Method. This research is randomized but not blinded clinical trial to patient undergo caesarean section with spinal anesthesia at Budi Kemuliaan hospital during October to November 2018. Total 108 subjects were selected after fulfilling the inclusion criteria. Data were analyzed using nonparametric and comparative test with Chi Square.
Results.The incidence of hypotension in reverse Trendelenburg (RT) group is 15/54 (27.8%) while the incidence of hypotension in neutral group is 31/54 (57.4%). RT position lowering the incidence of hypotension in the amount of 2.08 times compared with neutral position (risk ratio 0.48), confidence interval 95% within 0.3-0.8. There is significant difference between groups with p 0.004.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kuncoro Wibowo
"Tujuan : Mengetahui dan membandingkan kekerapan hipotensi dan hipertensi reaktif pada ibu hamil yang menjalani bedah sesar dengan anestesi spinal menggunakan bupivakain 12,5 mg.
Metode : Uji klinik tersamar ganda. Penelitian dilakukan di IGD RSCM pada bulan Oktober 2004-Januari 2005, pada ibu hamil yang menjalani bedah sesar dengan anestesi spinal mengguankan bupivakain 12,5 mg, Pasien dibagi menjadi 2 kelompok ; 32 pasien mendapatkan prehidrasi ringer laktat 500 ml dan 32 pasien lainnya mendapatkan kombinasi prehidrasi ringer laktat 500 ml dan efedrin 12,5 mg intravena. Pada pasien ini diamati kekerapan hipotensi,hipertensi reaktif
Hasil : Kekerapan hipotensi 57,6 % pada kelompok prehidrasi ringer laktat 500 ml dan 28,1 % pada kelompok kombinasi prehidrasi ringer laktat 500 ml dan efedrin 12,5 mg intravena (p < 0,05 dan 1K 29,79 ; 30,11 ). Kekerapan hipertensi reaktif pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna (3,1 % vs 0 % )
Kesimpulan : Kombinasi ringer laktat 500 ml dan efedrin 12,5 mg intravena lebih baik dalam mencegah hipotensi tanpa disertai dengan hipertensi reaktif pada ibu hamil yang menjalani bedah sesar dengan anestesi spinal menggunakan bupivakain 12,5 mg.
Kata kunci : Prehidrasi ringer laktat, efedrin intravena, hipotensi, hipertensi reaktif, bedah sesar, anestesi spinal.

Target: Knowing and comparing frequency of hypotension and reactive hypertension at pregnant mother which perform cesarean surgical operation with spinal anesthesia using bupivakain 12,5 mg
Method: Double blind randomized clinical trial. Research conducted in IGD RSCM in October 2004- January 2005 for pregnant mother which experience cesarean surgical operation with spinal anesthesia using bupivakain 12,5 mg, Patient divided to become 2 group ; 32 patient get prehydration 500 ml ringer lactate and 32 other patient get prehidrasi 500 ml ringer lactate combination with ephedrine 12,5 mg intravenous and this patient is perceived by frequency of hypotension and reactive hypertension
Result of : Frequency of hypotension is 57,6 % in prehydration 500 ml ringer laktat group and 28,1 % in prehydration 500 ml ringer laktat combination with ephedrine 12,5 mg intravenous group (p < 0,05 and 1K 29,79 ; 30,11 ). Frequency of reactive hypertension both of two group do not different in statistic (3,1 % vs. 0 )
Conclusion : Combination prehydration 500 ml ringer laktat and ephedrine 12 mg intravenous better in preventing hypotension without accompanied with reaktif hypertension at pregnant mother which experience cesarean surgical operation with spinal anaesthesia using bupivakain 12,5 mg
Keyword: Prehidrasi ringer lactate, intravenous ephedrine, hypotension, reactive Hypertension, cesarean surgical operation, spinal anesthesia
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T20900
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trestyawaty
"Tujuan: Penelitian ini bertujuan menilai hubungan laktat ibu dan laktat arteri umbilikalis dengan asidemia janin.
Metode: Penelitian desain uji diagnostik dengan 42 ibu hamil dengan janin tunggal hidup usia gestasi ≥ 34minggu dengan FDJP < 5 atau kecurigaan asidemia janin di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan November 2012 hingga Februari 2013. Laktat ibu dievaluasi segera saat ditegakkan diagnosis kecurigaan asidemia janin, analisa gas darah dan laktat arteri umbilikalis diambil segera saat bayi lahir. Asidemia janin ditegakkan dengan pH arteri umbilkalis < 7,2. Kadar laktat diukur dengan menggunakan Lactate Pro. Nilai diagnostik laktat ibu dan laktat a.umbilikalis untuk memprediksi asidemia janin diuji dengan metode Receiver Operating Character (ROC).
Hasil: Sebanyak 39 subyek penelitian yang diperoleh data laktat ibu & laktat arteri umbilikalisnya dan 3 subyek penelitian yang diperoleh data laktat ibunya saja. Untuk memprediksi asidemia janin laktat ibu mempunyai akurasi 88.9% (IK 95% 0,791-0,987). Secara statistik terdapat asosiasi antara laktat ibu dengan asidemia janin (p<0,001). Bila kadar laktat ibu ≥ 4,70 mmol/l akan dapat diprediksi akan terjadi asidemia janin sebesar 92%. Sedangkan bila kadar laktat ibu < 4,7 mmol/l maka prediksi tidak akan terjadi asidemia janin sebesar 58,8%. Untuk memprediksi asidemia janin laktat arteri umbilikalis mempunyai akurasi 82,4% (IK 95% 0,660-0,988). Secara statistik terdapat asosiasi antara laktat arteri umbilikalis dengan asidemia janin (p=0,035). Bila kadar laktat arteri umbilikalis ≥ 4,1mmol/l maka akan diprediksi akan terjadi asidemia janin sebesar 88,89%. Sedangkan bila kadar laktat arteri umbilikalis < 4,1mmol/l maka prediksi tidak akan terjadi asidemia janin sebesar 75%. Secara statistik terdapat hubungan antara laktat ibu dengan laktat arteri umbilikalis (p=0,017). Semakin bertambah laktat ibu maka semakin besar laktat arteri umbilikalisnya (r=0,238). Tidak ada hubungan secara statistik antara nilai Apgar dengan laktat ibu (AUC 60,6%), laktat arteri umbilikalis (AUC 65%) dan asidemia janin (AUC 65%). Tidak ada perbedaan nilai AUC antara laktat ibu dan laktat arteri umbilikalis dalam memprediksi asidemia janin (p=0,515).
Kesimpulan: Laktat ibu dan laktat arteri umbilikalis memenuhi standar uji diagnostik yang baik untuk memprediksi kejadian asidemia janin. Laktat ibu dapat memprediksi asidemia janin sebelum bayi lahir.

Objectives: To asses the association among maternal lactate and umbilical arterial lactate with fetal acidemia.
Methods: This was a diagnostic test study, which was held on the 42 pregnant women with a singleton live fetus, gestational age ≥ 34 weeks and modified biophysical profile < 5 or suspected fetal acidemia at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital from November 2012 until February 2013. Maternal lactate was evaluated immediately at the time that the diagnosed of suspected fetal acidemia was established. Blood gas analysis and umbilical arterial lactate were taken immediately when the baby was born. Fetal acidemia is defined as umbilical arterial pH <7.2. Lactate levels were measured using the Lactate Pro. Diagnostic value of maternal lactate and umbilical arterial lactate to predict fetal acidemia was tested by the method of Receiver Operating Character (ROC).
Results: Both maternal and umbilical arterial lactate were obtained from 39 subjects. Maternal lactate only was obtained from 3 subjects. To predict a fetal acidemia, the maternal lactate has an accuracy of 88,9% (CI 95% 0,791- 0,987). There was an association between fetal acidemia and maternal lactate statistically ( p<0.001). If maternal lactate levels ≥ 4.70 mmol / l, it would be predicted that 92% fetal acidemia are occurred. Meanwhile, if maternal lactate levels <4.7 mmol/l then there will be a prediction that 58.8% was no fetal acidemia. To predict a fetal acidemia, the umbilical arterial lactate has an accuracy 82,4% (CI 95% 0,660-0,988). There was an association between fetal acidemia and umbilical arterial lactate statistically (p=0,035). If umbilical arterial lactate levels ≥ 4,1 mmol/l, it would be predicted 88,89% fetal acidemia are occurred, meanwhile if umbilical arterial lactate levels < 4,1 mmol/l then there will be a prediction that 75% was no fetal acidemia. Statistically there was an association between maternal lactate and umbilical arterial lactate (p=0,017). If maternal lactate increased, the umbilical arterial lactate would be increased (r=0.238). Statistically there was no association between Apgar score with maternal lactate (AUC 60.6%), umbilical arterial lactate (AUC 65%) and fetal acidemia (AUC 65%). There is no difference in AUC values between maternal lactate and umbilical arterial lactate in predicting fetal acidemia (p = 0.515).
Conclusion: Maternal lactate and umbilical arterial lactate meet a good standard diagnostic test for predicting the incidence of fetal acidemia. Maternal lactate can predict fetal acidemia before the baby is born.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Laras Lembahmanah
"Latar Belakang: Penyuntikan obat anestesia spinal dosis tunggal diketahui menyebabkan hipotensi yang lebih besar dibandingkan dosis terbagi pada pasien obstetrik sehat, namun belum ada penelitian yang dilakukan pada pasien obsterik dengan penyulit hipertensi, khususnya di Indonesia. Hipotensi akibat anestesia spinal, khususnya pada pasien obstetrik dengan penyulit hipertensi, akan mengganggu kesejahteraan ibu dan janin.
Tujuan: Membandingkan penurunan MAP dan kebutuhan efedrin, serta mengetahui level ketinggian blok antara teknik anestesia spinal dosis terbagi dengan dosis tunggal untuk bedah Sesar dengan penyulit hipertensi.
Metode. Uji klinis acak tersamar tunggal terhadap 42 pasien di RSU Kabupaten Tangerang yang memenuhi kriteria dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok dosis terbagi (TB) dilakukan dengan menyuntikkan 2/3 dosis (1,5 ml), dilanjutkan 1/3 dosis sisanya (1 ml) setelah jeda 90 detik. Kelompok dosis tunggal (TU) dilakukan dengan menyuntikkan seluruh dosis dalam sekali bolus. Keduanya dilakukan dalam posisi duduk, menggunakan kombinasi obat anestesia spinal bupivakain 0,5% hiperbarik 10 mg dan fentanil 25 mcg (volume total 2,5 ml), kecepatan 0,2 ml/detik, barbotase £0,1 ml sebelum penyuntikan, serta pemberian coloading cairan kristaloid 5-10 ml/KgBB. MAP diukur sebanyak 7 kali, dan kebutuhan efedrin serta ketinggian blok dicatat. Analisis hasil menggunakan uji General Linear Model (GLM) untuk pengukuran berulang, uji Fisher dan Mann-Whitney U.
Hasil: Uji GLM menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antar waktu pengukuran antar kelompok (P >0,05), namun grafik garis menunjukkan trend MAP kelompok TB lebih tinggi pada 3 menit pertama dibandingkan kelompok TU. Penurunan MAP >20% terjadi lebih cepat pada kelompok TU (menit ke-3). Ketinggian blok sensorik keduanya terbanyak pada level T4 sebesar 11 subjek (52,4%) pada kelompok TB dan 9 subjek (42,9%) pada kelompok TU (P=0,59). Perbandingan dosis total pemakaian efedrin mendapat nilai median (range) kelompok TB sebesar 10 (0-25) mg dan kelompok TU sebesar 15 (0-30) mg (P=0,30).
Simpulan: Penurunan MAP dan kebutuhan efedrin pada dosis terbagi tidak lebih kecil secara signifikan dibanding dosis tunggal, namun trend penurunan MAP >20% terjadi lebih lambat dan pemakaian efedrin lebih sedikit pada 3 menit pertama, dengan level ketinggian blok keduanya serupa.

Background: Injection of a single bolus of local anesthetics in spinal anesthesia is known to cause greater hypotension than a fractionated dose in healthy obstetric patients, but no studies have been performed on obstetric patients with hypertensive complications, especially in Indonesia. Spinal hypotension will interfere to maternal and fetal well-being, particularly to mother with pregnancyinduced hypertension.
Objective: Compare the decrease in mean arterial pressure (MAP) and ephedrin requirements, as well as to determine the level of sensory blockade between fractionated dose and single dose technique in spinal anesthesia for Cesarean section in pregnancy-induced hypertension.
Methods: Single blinded randomized clinical trials of 42 patients at Tangerang District General Hospital who met the criteria were divided into two groups. The fractionated dose group (TB) was administered by injecting 2/3 of the total doses (1,5 ml) initially, followed by 1/3 of the remaining dose (1 ml) after 90 s. A Single dose group (TU) was performed by injecting all doses in one bolus. Both were performed in a sitting position, using a combination of 0,5% hyperbaric bupivacaine 10 mg and fentanyl 25 mcg (total volume of 2,5 ml), with velocities 0,2 ml/sec, £0,1 ml barbotage before injection, and administration of 5-10 ml/KgBW crystalloids for co-loading. MAP was measured 7 times, as well as ephedrine requirement and level of sensory blockade were recorded. Analysis was performed using a General Linear Model (GLM) test for repeated measurements, Fisher exact and Mann-Whitney U test.
Results: The GLM test showed no significant differences between the time measurements between groups (P>0,05), but the line chart showed the TB group's trend of MAP was higher in the first 3 minutes than TU group. MAP decline >20% occured faster in TU group (minute-3). The level of sensory block was mostly at the T4 level of 11 subjects (52,4%) in TB group and 9 subjects (42,9%) in TU group (P = 0,59). The total dose of ephedrine requirement was in median (range) value of 10 (0-25) mg in TB group and 15 (0-30) mg in TU group (P = 0,30).
Conclusion: MAP decline and ephedrine requirement in fractionated dose were not significantly smaller than single dose, but >20% decrease in MAP's trend occured more slowly and ephedrine requirement was less in the first 3 minutes, with similar level of sensory block in both groups."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dhanny Adhitya
"LATAR BELAKANG : Percutaneous nephrolithotomy (PCNL) adalah salah satu terapi batu ginjal dan batu ureter yang minimal-invasif. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo anestesia spinal merupakan pilihan anestesia utama untuk PCNL, namun regimen anestesia spinal yang digunakan masih bervariasi, dan kejadian hipotensi masih cukup besar. Penelitian ini membandingkan angka kejadian hipotensi pada PCNL dengan anestesia spinal antara dua regimen, yaitu bupivakain 0,5% hiperbarik 12,5 mg ditambah fentanil 25 mcg dan bupivakain 0,5% hiperbarik 15 mg ditambah fentanil 25 mcg.
METODOLOGI: Dua puluh dua pasien PCNL dewasa, ASA I-III, tanpa kelainan kardiovaskuler, dirandomisasi menjadi kelompok I yang mendapat bupivakain 0,5% hiperbarik 12,5 mg ditambah fentanil 25 mcg dan kelompok II yang mendapat bupivakain 0,5% hiperbarik 15 mg ditambah fentanil 25 mcg. Anestesia spinal dilakukan dalam posisi duduk, pungsi di L3-4/L4-5, kemudian pasien telentang lalu derajat blok sensorik dan motorik dinilai. Sebelum pasien pasien diposisikan prone, derajat blok sensorik dan motorik dinilai lagi. Tekanan darah diperiksa pada menit ke-3, 6, 9, 12, 15, 20, 30, 40, 50, dan 60 setelah injeksi obat spinal.
HASIL: Angka kejadian hipotensi pada kelompok I adalah 33% sedangkan pada kelompok II 60% (p=0,391). Tidak terdapat perbedaan profil blok sensorik dan motorik pada kedua kelompok. Satu pasien di kelompok II memerlukan tambahan fentanil intravena 100 mcg pada menit ke-70.
SIMPULAN : Angka kejadian hipotensi pada kedua kelompok subyek penelitian tidak berbeda bermakna.

BACKGROUND: Percutaneous nephrolithotomy (PCNL) is a minimally-invasive therapy for treatment of upper ureteral and renal stones. In Cipto Mangunkusumo Hospital, spinal anesthesia is the major option of anesthesia for PCNL, but spinal anesthesia regimens used are still varied, and the incidence of hypotension is still quite large. This study compared the incidence of hypotension in the PCNL with spinal anesthesia between the two regimens, 0.5% hyperbaric bupivacaine 12.5 mg plus fentanyl 25 mcg versus 0.5% hyperbaric bupivacaine 15 mg plus fentanyl 25 mcg.
METHODOLOGY: Twenty-two adult PCNL patients, ASA I-III, without cardiovascular abnormalities, were randomized into group I, which received 0.5% hyperbaric bupivacaine 12.5 mg plus fentanyl 25 mcg and group II received 0.5% hyperbaric bupivacaine 15 mg plus fentanyl 25 mcg. Spinal anesthesia performed in sitting position, puncture in L3-4/L4-5, then the patient were positioned supine and the degree of sensory and motor block were assessed. Before the patient were positioned prone, the degree of sensory and motor block were assessed again. Blood pressure checked at minute 3, 6, 9, 12, 15, 20, 30, 40, 50, and 60 after injection of spinal regiments.
RESULTS: The incidence of hypotension in group I was 33% and in group II was 60% (p = 0.391). There were no differences in sensory and motor block profiles in both groups. One patient in group II requires additional intravenous fentanyl 100 mcg in the 70th minute.
CONCLUSION: The incidence of hypotension in both groups of study subjects did not differ significantly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Aditianingsih
"Latar belakang dan tujuan: Anastasia subarahnoid adalah salah satu tindakan anestesia regional yang sexing dilakukan untuk bedah sesar. Bupivakain hiperbarik 0,5% adalah obat anestetik lokal yang lazim dipakai untuk tehnik pembiusan tersebut. Posisi tubuh dan gaya gravitasi memiliki efek dan mempengaruhi penyebaran dari obat yang bersifat hiperbarik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh posisi tubuh saat penyuntikan obat bupivakain hiperbarik 0,5% terhadap efek hipotensi yang ditimbulkan.
Metode : Penelitian dilakukan terhadap 90 wanita hamil berstatus ASA I-II usia 17-50 tahun yang menjalani bedah sesar, dibagi secara arak menjadi 2 kelompok duduk dan lateral dekubitus kiri. Setelah dilakukan penyuntikan obat, setelah 2 menit pasien dikembalikan ke posisi terlentang miring kiri 15 derajat, dan dilakukan co loading kristaloid 10 mllkgBB selama 10 menit Dilakukan pencatatan tekanan darah selama operasi setiap 2 menit selama 20 menit pertama clan selanjutnya tiap 5 menit. Ketinggian hambatan sensorik clan ketinggian maksimal hambatan, jumlah total efedrin dan cairan kristaloid yang diberikan selama operasi juga dicatat. Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan uji t, uji Mann Whitneydan uji Chi kuadrat.
Hasil : Kekerapan hipotensi antara kelompok posisi duduk dan lateral dekubitus kiri tidak berbeda secara statistik meskipun lebih banyak terjadi pada kelompok lateral dekubitus kiri (67%) dibandingkan posisi duduk (51%). Posisi duduk mengalami hipotensi lebih lambat, derajat hipotensinya lebih rendah dan pemakaian efedrin yang lebih sedikit.
Kesimpulan: Posisi tubuh saat penyuntikan that bupivakain hiperbarik 0,5% pada anestesia subarahnoid mempengaruhi derajat hipotensi yang terjadi pada kasus bedah sesar.

Backgrounds and objectives . Spinal anesthesia is one of the regional anesthesia technique frequently performed for cesarean section. Hyperbaric bupivacaine 0.5% is the most frequent local anesthetic used for this technique. Spread of the hyperbaric local anesthetics is affected by the position of the patient and gravity. In the present study we evaluated the effect of maternal posture whether sitting position during the induction of spinal anesthesia using 05% hyperbaric bupivacaine would induce less hypotension as compared with the left lateral position.
Methods. Ninety pregnant women underwent cesarean delivery were randomly assigned to receive a spinal injection consisting of 12.5 mg 0.5% hyperbaric bupivacaine in either sitting or left lateral position. After 2 minutes, patients were turned to a 15 degrees left lateral position and intravenous infusion of 10 mllkgbodyweigh t of crystalloids was started for 10 minutes along with the induction of spinal anesthesia. Intraoperative blood pressure were recorded , in this study hypotension is defined as a decrease in systolic blood pressure less than 100 mmHg or 20% below baseline values. The height of sensory block was measured, time to T6 spread of the sensory block and the highest level of sensory blockade were noted. Total given of ephedrine and crystalloids rntraopertive were also noted. Statistical evaluation was performed using t?test, Mann Whitney test and Chi square as appropriate.
Result : The incidence of hypotension was not significantly different between sitting and left lateral position but more often in lateral position (51% vs 67%). Sitting position group has longer interval of the first hypotension (p=0.008),less severe of hypotension (p=0.042), less ephedrine supplementation (p=0.014), and longer interval for reaching the T6 dermatome blockade (p <0,0001).
Conclusion: Maternal posture during induction of spinal anesthesia using 0.5% hyperbaric bupivacaine has influence to severity of hypotension for cesarean section.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frank Sapta
"Latar belakang : Hipotensi merupakan salah satu komplikasi akibat anestesia subarakhnoid pada seksio sesarea yang berpotensi membahayakan ibu dan janin. Kejadian hipotensi pada seksio sesarea dengan dosis bupivakain 8 - 12,5 mg berkisar antara 25 - 60%. Mengkombinasikan anestetika lokal dosis rendah dengan opioid lipofilik dan modifikasi posisi saat injeksi subarakhnoid mungkin dapat lebih menurunkan kejadian hipotensi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektivitas posisi Oxford dalam menurunkan kejadian hipotensi dibanding posisi lateral dengan regimen bupivakain 7,5 mg ditambah fentanil 25 mcg.
Metode : Setelah lolos kaji etik dan mendapatkan persetujuan klinik 180 pasien yang akan menjalani seksio sesarea elektif dirandomisasi blok ke dalam kelompok posisi Oxford atau posisi lateral. Semua pasien mendapatkan dosis intratekal bupivakain 0,5% hiperbarik 7,5 mg ditambah fentanil 25 mcg. Coloading kristaloid diberikan 10 ml/ kgBB. Efedrin intravena diberikan sesuai standar. Kondisi hemodinamik dan profil blok sensorimotor dicatat. Penggunaan efedrin, efek samping dan nilai APGAR juga didokumentasikan.
Hasil : Terdapat perbedaan yang secara statistik tidak bermakna pada kejadian hipotensi diantara kedua kelompok (p=0,121). Total jumlah penggunaan efedrin intravena diantara kedua kelompok berbeda dan dapat diperbandingkan. Profil blok sensorimotor diantara kedua kelompok dapat diperbandingkan.
Kesimpulan : Modifikasi posisi Oxford pada anestesia subarakhnoid dengan dosis bupivakain 7,5 mg ditambah fentanil 25 mcg tidak memberikan hasil yang bermakna dalam menurunkan kejadian hipotensi.

Background : Hypotension was one of the complications of subarachnoid anesthesia in caesarean section that potentially detrimental to the mother and baby. The insidens of hypotension in caesarean section with bupivacaine 8 - 12,5 mg were between 25 and 60%. Combining low dose of local anesthetics with lipofilic opioid and modification of position during subarachnoid injection might be more in lowering the hypotension insidens. The study was conducted to prove the effectiveness of Oxford position in lowering the hypotension insidens with regimen 7,5 mg bupivacaine added with 25 mcg fentanyl.
Methods : After ethical clearance and receive informed consent 180 elective caesarean section patient were randomized into Oxford group or lateral group. All the patient were receive the same dose of intrathecal 7,5 mg 0,5% hyperbaric bupivacaine added with 25 mcg fentanyl. Coloading of 10 ml/ kgBW with cristaloid was given. Intravenous ephedrine was given according to a standard. Hemodynamic changes and sensorimotor block profile were documented. Epedhrine consumption, side effect and APGAR score were also documented.
Result : There is a difference that statistically not significant in hypotension insidens between two groups (p=0,121). The total intravenous ephedrine consumption between two groups was different and comparable. The profile of sensorimotor block between two groups could be compared.
Conclusion : Modification of Oxford position in subarachnoid anesthesia with 7,5 mg bupivacaine added with 25 mcg fentanyl was not more effective in lowering insidens of hypotension.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirupang, Yafet Yanri
"Latar Belakang: Anestesi spinal adalah anestesi pilihan untuk ibu melahirkan yang menjalani bedah sesar elektif, di mana kejadian hipotensi sering terjadi akibat anestesi spinal. Perubahan fisiologis yang terkait dengan kehamilan membuat setiap ibu hamil rentan terhadap berbagai gejolak intraoperatif yang dapat mengancam kehidupan ibu dan janinnya. Pengukuran tekanan darah noninvasif (NIBP) yang intermiten mungkin gagal untuk mendeteksi episode hipotensi secara tepat waktu. Perfusion index (PI) didefinisikan sebagai rasio aliran darah pulsatil dengan aliran darah nonpulsatil yang mencerminkan tonus vaskular perifer dan digunakan sebagai prediktor kejadian hipotensi selama pembedahan sesar. Metode : Penelitian ini merupakan studi prospective observasional dengan desain uji diagnostik yang melibatkan 77 pasien wanita hamil yang menjalani prosedur bedah sesar dengan anestesi spinal di RS Cipto Mangunkusumo dan RSUD Tangerang. Anestesi spinal dilakukan pada level L3-4, menggunakan jarum Quincke 27G (gauge) dengan Bupivacain Heavy 0.5% 12,5mg dan Fentanyl 25mcg. Hipotensi ditandai sebagai penurunan 25% tekanan darah sistolik dari nilai dasar. Hasil : Nilai dasar PI dapat menjadi prediktor kejadian hipotensi pascaanestesi spinal pada bedah sesar dengan nilai cut-off 3.75 (p<0.001). Diperoleh sensitifitas sebesar 72.4% dan Spesifisitas 72.9%. Kesimpulan : Nilai dasar PI ≥ 3.75 dapat menjadi prediktor kejadian hipotensi pascaanestesia spinal pada wanita hamil yang menjalani bedah sesar.

Background: Spinal anesthesia is the anesthetic of choice for women undergoing elective cesarean delivery, where hypotension often occurs as a result of spinal anesthesia. Physiological changes associated with pregnancy make every pregnant woman vulnerable to various intraoperative shocks that can threaten the life of the mother and her fetus. Intermittent non-invasive blood pressure measurement (NIBP) may fail to timely detect episodes of hypotension. The perfusion index (PI) is characterized as the proportion of pulsatile blood stream to nonpulsatile blood stream that reflects peripheral vascular tone and is used as a predictor of the occurrence of hypotension during cesarean section. Method: This research is a prospective observational study with a diagnostic test design involving 77 pregnant female patients who underwent caesarean section procedures under spinal anesthesia at Cipto Mangunkusumo Hospital and RSUD Tangerang. Spinal anesthesia was performed at L3-4 levels, using a 27G Quincke needle (gauge) with Bupivacaine Heavy 0.5% 12.5mg and Fentanyl 25mcg. Hypotension was characterized as a 25% diminish in systolic blood pressure from standard. Results: The baseline PI value can be a predictor of the occurrence of hypotension after spinal anesthesia in cesarean section with a cut-off value of 3.75 (p<0.001). Obtained a sensitivity of 72.4% and a specificity of 72.9%. Conclusion: Baseline PI value ≥ 3.75 can be a predictor of post spinal anesthesia hypotension in pregnant women undergoing cesarean section."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>