Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28630 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Manurung, Wagner J. P.
"PT. PLN (Persero) sebagai badan usaha Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK) tidak terlepas dari perubahan lingkungan bisnis yang ada. Perubahan tersebut mempengaruhi biaya produksi dan operasional PLN. Untuk
ambungan, PLN perlu menerapkan suatu strategi untuk mengurangi dan operasional yang ada, selain meningkatkan pendapatan (revenue) satu upaya untuk meningkatkan penjualan listrik tanpa hanya pemerintah, yaitu dengan pengurangan gangguan listrik yang ada. Oleh karena itu, kegiatan pemeliharaan jaringan yang optimal sangat diperlukan.
PLN melimpahkan kegiatan pemeliharaan sebagai sebuah pekerjaan penunjang (non-core activities) untuk lebih fokus pada pekerjaan utama (core activities), selain pertimbangan efisiensi biaya. PT. PLN (Persero) unit Distribusi Jawa Timur merupakan pelopor dalam penerapan outsourcing pada unit kegiatan pemeliharaan. Penerapan outsourcing tersebut tidak terlepas dari pertimbangan aspek hukum, biaya, dan SDM yang akan menjadi pembahasan pada penulisan ini. Selain itu perubahan/evolusi outsourcing di tubuh PLN dan pandangan bisnis pemeliharaan juga akan diulas.
Berdasarkan hasil analisa implementasi outsourcing di PLN, terdapat tiga (3) tahap perubahan menjadi sebuah outsourcing yang lebih sesuai dengan referensi akademis, yaitu tipe pemborongan pekerjaan, meskipun aturan hukum di Indonesia mengakui dua (2) macam tipe outsourcing yaitu Penyediaan Jasa Tenaga Kerja dan Pemborongan Pekerjaan. Berbagai persoalan terdapat pada masing-masing tahap
PT. PLN (Persero) as a business entity holding an Electricity Business Authorization (PKUK) cannot be separated from changes in the existing business environment. These changes affect PLN's production and operational costs. For the connection, PLN needs to implement a strategy to reduce existing operations, in addition to increasing revenue, an effort to increase electricity sales without only the government, namely by reducing existing electricity disturbances. Therefore, optimal network maintenance activities are needed.
PLN delegates maintenance activities as a supporting work (non-core activities) to focus more on the main work (core activities), in addition to cost efficiency considerations. PT. PLN (Persero) East Java Distribution unit is a pioneer in the application of outsourcing to the unit maintenance activities. The application of outsourcing cannot be separated from the considerations of legal, cost, and human resources which will be discussed in this paper. In addition, the changes/evolution of outsourcing in PLN and the view of the maintenance business will also be reviewed.
Based on the results of the analysis of the implementation of outsourcing at PLN, there are three (3) stages of change into an outsourcing that is more in line with academic references, namely the type of job chartering, although the law in Indonesia recognizes two (2) types of outsourcing, namely the Provision of Manpower Services and Contracting Work. There are various problems at each stage.
"
Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2008
T23054
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
S38457
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romzan Fauzi
Semarang: Balai Penelitian Aliran Kerohanian/Keagamaan Departemen Agama RI, 1995
297.65 ROM o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
ATA 16(1-2) 2013
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Saraswati
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Susilo
"ABSTRAK
Latar belakang penelitian ini didasarkan atas kenyataan bahwa dengan tumbuhnya industri-industri di kota-kota besar ternyata kurang diikuti oleh kesejahteraan buruh (pekerja)nya. Sehingga banyak muncul permasalahan hubungan kerja. Masalah pokok yang sering terjadi pada umumnya berkaitan dengan pemutusan hubungan kerja, perpindahan kerja, pemogokan, maupun unjuk rasa. Kenyataan ini memperlihatkan bahwa nasib pekerja masih memprihatinkan.
Daerah-daerah seperti Jabotabek, Medan, dan Surabaya, merupakan daerah-daerah yang sering mengalami permasalahan hubungan kerja tersebut. Sektor industri garmen merupakan bidang usaha yang sering mengalamai permasalahan dibanding bidang usaha lainnya. Malang sebagai kota terbesar kedua setelah Surabaya tidak lepas dari permasalahan hubungan kerja ini. Dengan pertimbangan inilah Malang dipakai sebagai contoh dalam penelitian ini.
Secara konseptual permasalahan ini berkaitan dengan rendahnya keterikatan kerja. Secara operasional keterikatan kerja ini didefinisikan sebagai sifat hubungan seorang individu dengan organisasi yang memungkinkan untuk tetap menjadi anggota dan kesediaan berusaha untuk kepentingan organisasi. Dalam penelitian ini dijelaskan malalui beberapa variabel antara lain (1) tingkat kebetahan kerja, (2) tingkat har-apan pekerja dan (3) tingkat kepastian kerja. Dengan demikian fokus kajiannya berkaitan dengan perilaku individu dalam organisasi.
Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 120 pekerja (perajin) dari empat daerah sentra industri kecil garmen dan ditarik secara random. Metode analisis untuk interpretasi data menggunakan tabulasi silang dan statistik non parametrik.
Analisis statistik non parametrik chisquare dimanfaatkan untuk menguji hipotesis-hipotesis (1) Tidak berkaitan antara jenis motif tertentu yang dimiliki perajin dengan kebetahan kerja perajin (2) Faktor masa kerja tidak berpengaruh terhadap tingkat harapan perajin, dan (3) Pengaturan manajemen industri kecil kurang memberikan kepastian kerja perajin.
Data primer diperoleh melalui survei maupun pengamatan tidak langsung. Sedangkan data skunder diperoleh melalui dokumentasi dari lembaga atau instansi terkait.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan proses produksi industri ini banyak ditentukan oleh ada/tidaknya order dari pihak "principal" (pemberi order). Sehingga sifat ketergantungan organisasi ini terhadap lingkungan sangat tinggi. Dalam kaitan ini organisasi lebih tampak sebagai "tukang" daripada sifat enterpreneur murni.
Perajin industri kecil garmen pada umumnya mempunyai tingkat keterikatan kerja yang cukup tinggi dengan profit sebagai berikut, pekerjanya adalah wanita dan berpendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Ketrampilan yang diperoleh pada umumnya berasal dari kursus dan Balai Latihan Kerja.
Pengujian hipotesis menunjukkan bahwa pendapatan yang diperoleh tidak menimbulkan perbedaan apakah perajin tetap berkeinginan tetap bekerja menjadi perajin ataukah pindah pekerjaan. Tetapi faktor tersebut (pendapatan) berhubungan dengan keinginan untuk menambah kecakapan, maupun tingkat kehadirannya.
Masa kerja perajin berhubungan dengan tingkat harapan perajin. Semakin lama menjadi perajin semakin kompleks harapan-harapan mereka.
Pengaturan beban kerja berpengaruh terhadap kontinuitas kerja maupun ketepatan pembayaran upah. Bahwa tingkat kepastian kerja perajin dapat dipengaruhi oleh seberapa jauh pemilik unit usaha dapat mengatur beban kerja yang harus dikerjakan oleh perajin.
Saran yang bisa diberikan agar dapat tumbuh adanya keikatan kerja (komitmen) terhadap organisasinya adalah dengan mengatur keseimbangan antara jumlah produk dengan waktu yang disediakan oleh perajin. Perlu adanya ketepatan pemberian upah. Besarnya upah yang diberikan kepada perajin, hendaknya didasarkan pada prestasi maupun masa kerja perajin. Di pihak lain diperlukan adanya pengaturan upah pokok minimum yang didasarkan pada Kebutuhan Hidup Minimum perajin.
"
Depok: 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haeropan Daniko Dwiputra
"Meningkatnya luas lahan yang terbakar pada tahun 2021 mempertegas urgensi pembuatan peta wilayah rawan karhutla di Kabupaten Situbondo. Pembuatan peta rawan karhutla di wilayah penelitian dilakukan dengan menggunakan metode SMCA, dengan variabel berupa: tutupan lahan, kehijauan vegetasi, kelembaban vegetasi, suhu permukaan daratan, dan faktor manusia yang diwakili oleh variabel aksesibilitas (jarak dari jaringan jalan) dan jarak dari aktivitas manusia (jarak dari pemukiman, ladang, dan kebun). Digunakan 3 (tiga) persamaan berbeda pada analisis SMCA, persamaan pertama memberikan bobot lebih besar pada faktor manusia, persamaan kedua memberikan bobot lebih besar pada faktor alami, dan persamaan ketiga memberikan bobot seimbang. Dari hasil validasi, model yang dibuat dengan menggunakan persamaan kedua dinilai memiliki kesesuaian yang lebih tinggi dan lebih cocok untuk digunakan pada pembuatan model rawan karhutla. Dari model kerawanan yang telah dihasilkan, didapatkan bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Situbondo memiliki tingkat kerawanan karhutla tinggi dengan luas wilayah sebesar 652,66 km² (39,08%). Luas wilayah dengan tingkat kerawanan menengah, rendah, dan tidak rawan secara berturut-turut, adalah sebesar 532,12 km² (31,87%), 306,46 km² (18,35%), dan 178,65 km² (10,70%). Dari hasil uji statistik dengan regresi logistik ordinal, didapatkan faktor alami memiliki tingkat pengaruh yang lebih tinggi (ψ= 4,824) terhadap kerawanan karhutla dibandingkan dengan faktor manusia (ψ= 1,051).

Research needs to be done to analyze areas prone to forest and land fires in Situbondo Regency because of the high burned area number in 2021. The process of making forest and land fire hazard map is carried out by using the SMCA methode, with forest fire prone variables in the form of type of land cover, greenness of vegetation, vegetation humidity, soil surface temperature, and human factors represented by accessibility (distance from road) and distance from settlements, fields, and gardens. Three different equations were used in the SMCA analysis, the first equation gave greater weight to anthropogenic factors, while the second and third equation gave greater weight to natural factors and the same weight on both factors, respectively. From the model validation results, the model made from the second equation is considered to have a higher suitability to be used in the process of modeling areas prone to forest and land fires in Situbondo Regency. From the vulnerability model that has been generated, it can be concluded that Situbondo Regency is dominated by areas with a high level of vulnerability, with an area of 652,66 km² (39,08%). The total area of middle, low, and non-vulnerable classes are 532,12 km² (31,87%), 306,46 km² (18,35%), and 178,65 km² (10,70%), respectively. From the results of statistical tests using the ordinal logistic regression method, it can be concluded the natural factor of forest and land fires had a higher level of influence (ψ = 4.824) on the vulnerability of forest and land fires rather than the human factor (ψ = 1.051)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mienati Somya Lasmana
"This study is an empirical research conducted on the taxpayers at the Directorate General of Taxation Office - East Java Region I. The objectives at (1) to obtain empirical evidence on whether the implementation of MP3 system, was perceived in accordance with the taxpayer expectation in fulfilling their to obligations. (2) To empirically examine whether the Monitoring Statement/Report of Tax Payment (MP3) in simplifying tax payment service for the taxpayers affect the taxpayer satisfaction. (3) To empirically examine whether the implementation of MP3 system increase the taxpayer satisfaction. (4) To seek and examined empirically whether the taxpayer satisfaction rate positively and significant affected the taxpayer compliant rate. The design of the research was a survey method. There are 138 samples drawn at randomly from 12.300 taxpayers at th Directorate General of Taxation Office - East Java Region I. Quantitative approach was employed in analyzing the data to test the four hypotheses proposed. Binomial and regression tests were conducted to test these hypotheses The variables of the research consisted of: implementation of MP3 system (X1) Taxpayer Satisfaction Rate (Y\), and Taxpayer Compliant Rate (¥2). The result of the research shows that the MP3 system is not suitable yet with tax prayer expectations. While the second, third and fourth hypotheses are proven. The MP3 system strongly and significantly correlates with the satisfaction and compliant rates. It is also proven that the implementation of MP3 system positively and significantly correlates with the tax prayer compliant rate.
The result of the research shows that the MP3 system is not suitable ye with the taxpayer expectations. While the second, third and fourth hypothesis an proven. The MP3 system strongly and significantly correlates with the satisfaction)
"
2005
JAKI-2-1-Juli2005-130
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Soetijono
"Perubahan status bentuk badan usaha menjadi PT PLN (Persero) pada tahun 1994 merupakan upaya agar BUMN pada Departemen Pertambangan dan Energi tersebut dapat efisien dan meningkat produktivitas kinerjanya. Faktor-faktor apa yang harus diperhatikan agar visi dan misi dilakukan dalam rangka kebijaksanaan swastanisasi PT PLN (Persero) tersebut dapat tercapai.
Menurut ES.Savas (1987), strategi keberhasilan kebijaksanaan swastanisasi dipengaruhi oleh faktor-faktor yang saling mendukung dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain yaitu :(1) Load Shedding, (2) Limited Government Arrangement, (3) User Charges, (4) Competition.
Berdasarkan teori diatas dengan mengkaitkan kondisi BUMN PLN di Indonesia, penelitian memperlihatkan bahwa korporatisasi dengan menghilangkan hambatan birokrasi pemerintah merupakan salah satu solusi. Penyempurnaan sistem tarif agar lebih mempertimbangkan biaya yang rill disamping perlunya pranata hukum yang mengatur campurtangan pemerintah serta mengatur persaingan dengan swasta juga harus dilakukan.
Analisis kuantitatif dengan membandingkan kinerja PT PLN (Persero) dan kinerja Perusahaan UMUM PLN dalam time series analisis mulai periode 1992 sampai dengan 1996, menunjukkan bahwa kinerja PT PLN (Persero) kurang menggembirakan. Hal ini mendukung analisis kualitatif diatas.
Sesuai dengan hasil wawancara yang telah dilakukan penulis terhadap salah satu Komisaris PT.PLN (Persero) juga menunjukkan hasil yang mendukung analisis diatas bahwa besarnya beban misi sosial melalui sistem tarif yang seragam, sistem kompetisi yang tidak transparan serta campurtangan berlebihan dari pemerintah perlu disempurnakan untuk mendukung keberhasilan kebijaksanaan tersebut.
Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa kebijaksanaan swastanisasi berupaya agar PLN menjadi lebih efisien merupakan hal yang tidak bisa dielakkan. Untuk itu diperlukan langkah-langkah guna memperbaiki kinerja Perseroan melalui penerapan manajemen yang profesional dengan didukung SDM yang handal, pendelegasian wewenang serta pranata hukum yang menyangkut campur tangan pemerintah serta persaingan dengan swasta untuk memperoleh efisiensi."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>