Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 39478 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agus Widodo
"Tujuan penelitian ini adalah untuk : (1) mengetahui perkembangan proses penyidikan tindak pidana kepabeanan yang dilakukan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, (2) mengidentifikasi berbagai masalah yang timbul dalam pelaksanaan proses penyidikan tindak pidana kepabeanan yang dilakukan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam rangka penegakan hukum dan (3) mengidentifikasi hambatan dan kesulitan yang timbul dalam upaya penegakan hukum. Tinjauan pustaka yang digunakan adalah yang menjelaskan tentang pengertian dan sistem perpajakan, kepatuhan dalam perpajakan, tinjauan pajak dari segi hukum, aspek-aspek pidana dalam hukum pajak, tujuan sanksi pidana, dan penyidikan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang lebih mementingkan pemahaman data yang ada daripada kuantitas atau banyaknya data, serta survey deskriptif analitik, dengan studi kepustakaan. Sedangkan analisis yang digunakan adalah analisis interaktif. Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan : (1) dari segi perkembangan proses penyidikan tindak pidana kepabeanan di DJBC : proses penyidikan tindak pidana kepabeanan di DJBC saat ini identik dengan fungsi pengawasan. Kantor Pelayanan mempunyai akses yang lebih besar dibandingkan Kantor Wilayah dalam penguasaan informasi ini dan lebih mudah melakukan pengawasan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : KEP-444/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001 tentang Organisasi dan Tata kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Kantor Pelayanan Bea dan Cukai, titik berat fungsi pengawasan berada pada Kantor Pelayanan jika dilihat dari ketersediaannya informasi dan akses ke arah informasi, Kantor Pelayanan lebih potensial untuk melakukan pengawasan dalam pengertian day-to-day-operations. Fungsi pengawasan yang bersifat pencegahan (Preventif) oleh Kantor Wilayah akan menghadapi kendala kurangnya informasi, jumlah tenaga dan biaya yang harus dikeluarkan tetapi untuk pengawasan yang kurang bersifat pencegahan misalnya verifikasi dan audit dapat dilakukan sepenuhnya. Meskipun di dalam fungsi Kantor Wilayah tersebut ada dimensi-dimensi pencegahan, penindakan, dan penyidikan namun kegiatan ini lebih efisien dan efektif dilaksanakan di Kantor Pelayanan sebab kegiatan-kegiatan tersebut merupakan tindak lanjut dari pemeriksaan dokumen, pemeriksaan barang, pemeriksaan penumpang, sampai kepada hasil patroli.
Dari segi masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan proses penyidikan tindak pidana kepabeanan, upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan proses penyidikannya adalah adanya sinkronisasi hukum peraturan perundang-undangan. Dengan adanya kewenangan PPNS Bea dan Cukai, perlu diperhatikan lebih lanjut adanya praperadilan sebagai lembaga pengawasan horisontal terhadap upaya paksa dalam proses peradilan pidana. Terakhir dari segi hambatan-hambatan dan kesulitan-kesulitan yang dijumpai dalam proses penegakan hukum adalah adanya faktor teknis dan non teknis aparat penegak hukum yang meliputi dua hal yaitu : (1) sikap profesionalitas yang rendah dari aparat penegak hukum sendiri dan (2) kesadaran hukum aparat penegak hukum dan masyarakat yang masih rendah. Di samping itu penelitian ini juga menemukan faktor lain yang merupakan hambatan dan kesulitan dalam proses penegakar, hukum. Faktor tersebut adalah faktor yuridis, yaitu faktor undang-undangnya sendiri.
Saran yang diajukan setelah dilakukan penelitian ini adalah (1) mengoptimalkan fungsi Kantor Pelayanan dalam bidang penyidikan dan melakukan reposisi terhadap PPNS yang ada, (2) melakukan pelatihan penyidikan kepada pegawai yang belum PPNS serta pelatihan kembali dan magang kepada pegawai yang sudah PPNS tentang penyidikan dan beracara dalam peradilan, (3) melakukan sinkronisasi peraturan pendukung kegiatan PPNS dan kerjasama dengan penegak hukum lain, (4) melakukan sosialisasi kepada pengguna jasa kepabeanan tentang anti smuggling dan peranan PPNS DJBC.

The aims of the research are 1) identify the investigation process of customary crime done by the General Directorate of Custom and Tax; 2) identify problems in the process of investigation; 3) identify obstacles and difficulties in law enforcement related to customary crime. Literature study which is done is how to explain the meaning and the system of tax, compliance in taxation, tax in the perspective of law, criminal aspects in law of tax, goals of criminal sanction, and investigation.
Method of research applied in the research is descriptive with qualitative approach which tends to emphasize meaning of data rather than quantity of amount of data. Descriptive analytic survey is also applied with literature study and the analysis is interactive analysis. The research results some findings, which are 1) investigation of customary crime is identical with monitoring function, Provision Office has wider access compare to Division Office in controlling information and easier to control. Based on decree of Minister of Treasury Number KEP-444/KMK.01/2001 on 23 July 2001 on Organization and Job's Arrangement of District Office of General Directorate of Custom and Tax and Provision Office of Custom and Tax, the function of monitoring takes place in the Provision Office. Based on availability of information and access to day to day operation, the office is more potential to do monitoring. Preventive monitoring functions in District Office have a burden of lack of information, number of officer, and cost that must be paid. However, for verification and audit, District Office can have full authority. Even though in the function of District Office there are dimensions of preventive and investigation, it is more effective if it is done by Provision Office because it is a continuation of checking documents, goods and passengers, and also patrol's results.
From the problems emerge during the process of investigation, efforts to achieve better result is done by synchronize the regulations. With authority of PPNS in the Directorate, a pre-court should be considered as a horizontal monitoring mechanism on compulsory action in the process. From the dimensions of obstacles and difficulties, there are technical and non-technical factors of law enforcer which are low professional attitude of them and low awareness of law enforcer and society. The research also finds juridical factors in this dimension. The problem is the law itself.
It is suggested that the Directorate 1) optimize the function of Provision Office in investigation and reposition of existing PPNS; 2) arrange investigation training for employee who have not yet PPNS and re-training and also apprentice to employee who have PPNS on investigation and make a good conduct in court; 3) synchronize supporting law for PPNS activities and cooperate with other law enforcer; and 4) socialize the customer on anti smuggling and the role of PPNS in the Directorate.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T21611
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jumades Sahery
"This observation has objectives to acquire some opinions regarding understanding of tax payers against tax regulation, implementation of taxation criminal cases' observation to be used as shock therapy for the tax payers, and positive impact of the observation as an effort to uphold tax payers submission to the law.
Theoretical background is based onto criminal law as a public law, and the tax law is also an integral part of the public law, therefore both laws are in one systematical union. Close relation between the criminal law and the tax law can be distinctly seen by existence of criminal rules in the tax law.
Tax observation as a repressive approach, is the last effort to be implemented against the tax payers in order to uphold the tax law. If tax observation can be implemented properly, this will lead to submission increment of tax payers in fulfilling their tax obligations which in turn can increase state income from tax sector.
From respondent answers can be known that, the tax payers still face difficulty in understanding the existing tax law and regulation, and this influences the tax payers' submission to fulfill their obligations properly. Respondents also have opinion that the shock therapy executed will serve as a deterrent, so that by executing such therapy it is expected the tax payers will become afraid to commit criminal action in taxation.
To increase tax payers' understanding regarding the tax law and regulation, tax administrator must be proactive in giving consultation and education to the tax payers, because if tax payers can understand more, it is expected to increase their awareness and submission to pa' their taxes properly.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14174
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suoth, Nophy Tennophero
"Dewasa ini peranan dan aktivitas korporasi sangat strategis. Tidak jarang dalam praktiknya korporasi dapat menjadi sarana untuk melakukan kejahatan dan memperoleh keuntungan dari hasil kejahatan. Tesis ini membahas mengenai latar belakang penetapan korporasi sebagai subyek tindak pidana dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, proses penuntutan pidana terhadap korporasi, kendala-kendala dalam penegakan hukum pidana terhadap korporasi dalam perkara tindak pidana korupsi dan upaya mengatasi kendala-kendala tersebut serta evaluasi terhadap jenis pidana denda terhadap korporasi dalam UU tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang didukung penelitian empiris. Sedangkan analisis hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder sebagai data utama dan data primer sebagai data pendukung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tuntutan dan penjatuhan pidana hanya terhadap pengurus korporasi dalam perkara tindak pidana korupsi dianggap tidak adil sementara terhadap korporasinya tidak dilakukan penuntutan pidana. Secara umum, proses penuntutan pidana bagi subyek tindak pidana korporasi berlaku sama seperti halnya pada proses penanganan perkara terhadap subyek tindak pidana perorangan. Namun terdapat hal-hal yang berbeda khususnya dalam hal mengenai perwakilan korporasi, pencantuman identitas tersangka/terdakwa, penyusunan konstruksi surat dakwaan dan mengenai pelaksanaan putusan pidana denda terhadap korporasi. Dalam praktiknya, terdapat kendala-kendala dalam upaya penegakan hukum pidana terhadap korporasi dalam perkara tindak pidana korupsi yaitu meliputi faktor hukum dan faktor penegak hukum. Penelitian ini menyarankan perlu adanya perubahan pola pikir dan pola tindak dari aparat penegak hukum untuk melakukan penuntutan pidana terhadap korporasi dalam perkara tindak pidana korupsi dan pentingnya upaya pembaharuan undang-undang tindak pidana korupsi yang meliputi materi termasuk jenis pidana terhadap korporasi maupun hukum formilnya.

Today, the role and the activity of the Corporation are very strategic, not rare in practice the Corporation could become means of carrying out the crime and obtaining the profit from results of the crime. This thesis throughly overview it backgrounds of appointment of Corporation as a subject of criminal law in UU No. 31/1999 and revised with UU No. 20/2001, criminal prosecution of Corporation, obstacles and obvious hindrances in prosecuting Corporation in infringement of corruption crimes with any effort to overcome such prosecute obstacles as well as evaluation of corporate criminal fine applied within the acts. This research represents normative juridical research using secondary data as primary data and primary data as supporting data. Research conclusion has indicated that prosecutions and criminal penalties to corporate managements considered as unfair without placing related Corporation as a mutual subject of prosecution. In general, prosecute process for corporate crime subject is identical with prosecute process of personal crime. However, there are some dissimilarity, particularly with regards to Corporation representation, identity exposure of defendant, configuration of allegation letter and concerning implementation of fine against Corporation. In practical matters, there are apparent obstacles within the law enforcement process in corruption criminal cases by Corporation namely the legal factor and the law enforcer factor. This research recommended need the existence of the change in the pattern thought and the pattern of the act from the upholder’s apparatus of the law to carry out the criminal demanding against the Corporation in the case of the criminal act of corruption and the importance of criminal efforts of corruption that cover material including the criminal kind against the Corporation and his formal law of reform of act regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26095
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Dian Sari
"ABSTRAK Pemberantasan korupsi di Indonesia masih menghadapi banyak kendala, salah satu diantaranya adalah perlawanan dari berbagai pihak dalam bentuk obstruction of justice yang dilakukan oleh advokat. Advokat dalam menjalankan tugas profesinya mempunyai hak imunitas, yakni hak untuk tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana. Namun dalam praktiknya hak imunitas tersebut seperti tidak ada gunanya selama perbuatan advokat memenuhi unsur-unsur pasal dalam suatu ketentuan pidana seperti obstruction of justice, sehingga hal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum bagi advokat dalam menjalankan tugas profesinya. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui dan memahami bentuk-bentuk obstruction of justice dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia khususnya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, pengaturan dan penerapan hak imunitas advokat sebagai pelaku obstruction of justice, serta praktik penegakan hukum terhadap advokat sebagai pelaku tindak pidana obstruction of justice dalam perkara tindak pidana korupsi. Dalam penelitian ini, jenis Penelitian yang digunakan adalah Yuridis Normatif dengan menggunakan pendekatan sejarah, undang-undang dan konseptual. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa bentuk obstruction of justice dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah segala perbuatan yang dimaksudkan dengan mencegah, mengganggu, menghalangi, atau menggagalkan proses peradilan. Hak imunitas advokat diatur dalam Pasal 14 hingga Pasal 16 Undang-Undang Advokat, akan tetapi dalam praktiknya advokat sebagai pelaku obstruction of justice tetap dapat dimintai pertanggungjawabannya terlepas dari hak imunitas yang dimilikinya. Serta penegakan hukum terhadap advokat sebagai pelaku obstruction of justice dalam perkara tindak pidana korupsi telah dilakukan di Indonesia, dapat dilihat dari kasus Manatap Ambarita, M. Hasan bin Khusi Mohammad, R. Azmi bin Moh. Yusof dan Fredrich Yunadi. 

ABSTRACT
Eradication of corruption in Indonesia still faces many obstacles, one of them is resistance from various parties in the form of obstruction of justice carried out by advocates. Advocates in carrying out their professional duties have the right to immunity, namely the right not to be prosecuted both in civil or criminal terms. However, in practice the right of immunity is useless as long as an advocate's actions fulfill the elements of the article in a criminal provision such as obstruction of justice, so that it creates legal uncertainty for advocates in carrying out their professional duties. This research is aimed at knowing and understanding forms of obstruction of justice in Indonesian laws and regulations, especially in eradicating criminal acts of corruption, regulation and the application of the rights of immunity of advocates as subject of obstruction of justice, as well as law enforcement practices against lawyers as subject of criminal acts of obstruction of justice in cases of corruption. In this study, the type of research used was normative juridical using a historical, legal and conceptual approach. The results of the study concluded that the form of obstruction of justice in the laws and regulations in Indonesia is all actions intended to prevent, interfere, obstruct, or frustrate the judicial process. The rights of the advocate's immunity are regulated in Article 14 to Article 16 of the Law on Advocates, but in practice advocates as subject of obstruction of justice can still be held accountable regardless of the right of immunity they have. And law enforcement for lawyers as obstruction of justice subject in cases of corruption has been committed in Indonesia, can be seen from the case of Manatap Ambarita, M. Hasan bin Khusi Mohammad, R. Azmi bin Moh. Yusof and Fredrich Yunadi.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52136
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanungkalit, Dedy
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat maturitas penerapan manajemen risiko pada sebuah lembaga penegakan hukum bidang korupsi di Indonesia. Analisis dilakukan dengan RIMS Risk Maturity Model yang memiliki 5 aspek yaitu Strategy Alignment, Culture and Accountability, Risk Management Capabilities, Risk Governance, dan Analytics. Hasil penilaian menunjukkan bahwa tingkat maturitas manajemen risiko pada instansi XYZ berada pada posisi Tier-2 dengan total skor 2.33, dimana pilar yang mendapatkan nilai paling rendah adalah Culture and Accountability. Sementara itu, berdasarkan laporan penjaminan mutu tahun 2019 dari BPKP indeks maturitas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) instansi XYZ adalah 3.5693. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat gap antara kondisi saat ini dengan tingkat maturitas yang ditargetkan. Oleh karena itu, instansi XYZ perlu segera mulai mengintegrasikan manajemen risiko ke dalam semua proses bisnis dan manajemen kinerja untuk meningkatkan tingkat kematangan manajemen risikonya. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi instansi XYZ, serta organisasi yang serupa dalam melakukan penilaian terhadap penerapan proses manajemen risiko dengan mengikuti praktik terbaik pada umumnya.

This study aims to analyze the maturity level of risk management in a law enforcement agency in Indonesia's corruption field. The analysis is carried out using the RIMS Risk Maturity Model, which has five aspects: Strategy Alignment, Culture and Accountability, Risk Management Capabilities, Risk Governance, and Analytics. The assessment results show that the risk management maturity level at XYZ agency is in the Tier-2 position with a total score of 2.33, where the pillar that gets the lowest score is Culture and Accountability. Meanwhile, based on the 2019 quality assurance report from BPKP, the maturity index for the Government Internal Control System (SPIP) for agency XYZ is 3,5693. It shows that there is still a gap between the current condition and the targeted maturity level. Therefore, XYZ agency needs to immediately start integrating risk management into all business processes and performance management to increase risk management maturity. This research is expected to be a guide for XYZ agencies and similar organizations in assessing the implementation of the risk management process by following best practices in general."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisinis Universitas Indonesia, 2022
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafika Amilia Lesmana
"Salah satu upaya DJP mengamankan penerimaan negara tahun 2013 adalah dengan meningkatkan penegakan hukum pajak yang direalisasikan dengan mengeluarkan PMK No.18/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana Perpajakan. Kini, DJP berwenang melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dimana Wajib Pajak tidak diberi Surat Pemberitahuan akan dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan. Dengan metode penelitian kualitatif, hasil penelitian menunjukan bahwa Pemeriksaan Bukti Permulaan sebelum PMK No. 18/PMK.03/2013 belum efektif dalam mendapatkan Bukti Permulaan. Hal ini disebabkan oleh faktor aturan, faktor penegak hukum, faktor fasilitas, maupun faktor masyarakat itu sendiri. Untuk itu PMK No. 18/PMK.03/2013 dibentuk sebagai hasil penyempurnaan aturan terdahulu.

One effort DJP in securing state receipts 2013 is to intensify the law enforcement tax realized issue PMK No. 18/PMK.03/2013 on procedures Pre-Investigation tax crime. With the existence of this policy, DJP authorized for closed Tax Pre-Investigation where taxpayers not given notification letter. With the qualitative methods, research showed that Tax Pre-Investigation before PMK No. 18/PMK.03/2013 not effective in getting evidence beginning tax crime. It is caused by several factors, either from factor rule, factor fiscus, facilities factor, and factor society itself. For that formed PMK No. 18/PMK.03/2013 as their consummation procedurs Tax Pre-Investigation first.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47203
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Estu Raharjo
"ABSTRAK Laut Indonesia yang kaya situs kapal karam merupakan berkah sekaligus menjadi masalah. Kasus pencurian Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) di perairan Indonesia telah berlangsung sejak awal perkembangan arkeologi bawah laut di era tahun 1970-an, dan masih berlangsung hingga hari ini. Melihat potensi dan permasalahan Cagar Budaya Bawah Air yang semakin mengkhawatirkan, maka sangat diperlukan landasan hukum yang kuat dan langkah nyata untuk melindunginya. Ketika hukum dan peraturan perundang-undangan Cagar Budaya Bawah Air tidak cukup kuat untuk melindunginya, maka Indonesia yang kaya Benda Cagar Budaya Bawah Air akan banyak kehilangan data sejarah. Tulisan ini akan mengulas peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Cagar Budaya Bawah Air berikut permasalahan hukumnya serta menawarkan beberapa poin kritik yang dapat dijadikan acuan dalam merevisi peraturan perundang-undangan tersebut dan melangkah ke depan dalam rangka melindungi Cagar Budaya Bawah Air.

ABSTRACT
The Indonesian watersterritory which is rich in shipwreck sites is both a blessing and a problem. The case of theft on valuable objects from the sinking ship cargo in Indonesian waters has been going on since the beginning of the development of underwater archeology in the era of the 1970s, and still continues to recent day. Considering potential threats of Indonesian underwater cultural heritage, a strong legal basic and concrete steps are needed for protecting them. Without the strong law enforcement, Indonesia will lose most of its valuable historical data. This paper will review the laws and regulations related to underwater cultural heritage along with legal issues and offer some points of criticism that can be used as a reference in revising these laws and regulations and moving forward in order to protect underwater cultural heritage.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52405
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Burhanudin
"Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki sumber daya hayati yang sangat beragam dan Bering dinyatakan sebagai negara yang memiliki "mega-biodiversity". Dengan tingginya keanekaragaman hayati, maka terbuka peluang yang besar bagi upaya memanfaatkan sumber-sumber gen penting yang ada untuk program pemuliaan, untuk merakit varietas unggul masa depan, namun tanpa kita sadari terbuka peluang mudah untuk dicuri, dipindahkan, dan diperbaiki oleh pihak asing serta diakui sebagai milik meraka. Dengan berlakunya Undang-Undang No. 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, memberikan hak kepada pemulia sehubungan dengan varietas tanaman yang dihasilkan yang mempunyai ciri baru, unik, stabil, seragam, dan diberi nama; untuk memproduksi atau memperbanyak benih, menyiapkan untuk tujuan propagasi, mengiklankan, menawarkan, menjual atau memperdagangkan, mengekspor, mengimpor. Hak ini diberikan untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun untuk tanaman semusim atau 25 (dua puluh lima) tahun untuk tanaman tahunan setelah diberikan Sertifikat hak PVT. Undang-undang ini, diharapkan akan mendorong keterlibatan sektor swasta dalam mengembangkan industri benih, dan dengan Sistem Dokumentasi dan Jaringan Informasi PVT, maka apabila ada pihak lain yang menggunakan varietas hasil pemuliaan atau varietas loka1 sebagai benih sumber untuk mendapatkan turunannya tanpa ijin dari pihak yang berhak, maka dapat diketahui oleh pemegang hak atau kantor PVT bahwa telah terjadi pencurian varietas tanaman. Di lapangan masih banyak ditemukan pelanggaran terhadap perlindungan varietas tanaman seperti sertifikasi benih tanpa ijin. Sebagian besar diberi pembinaan dan hanya sedikit yang diajukan ke pengadilan. Penegakan hukum terhadap perlindungan varietas tanaman tidak semata-mata menjadi tanggungjawab criminal justice system yang dalam hal ini aparat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Penegakan hukum belum berhasil maka perlu dukungan dari Kantor Pusat PVT, Departemen Pertanian dan masyarakat.

Indonesia is one of the countries in the world which has various biological resources, and is frequently called a "mega-biodiversity" country. Then, by height such biodiversity, it had opened opportunity to get benefit from important gene resources being available for superiority program such as assembling of leading variety for the future, nevertheless, unintentionally, also it had opened opportunity to be stolen, removed and repaired by foreigners and acknowledges as their property. By enactment of Laws No. 29 year 2000 on Plant Variety Protection, it had given right to breed improver pertaining to resulted plantation variety having new characteristic, unique, stable, uniform, and named; to produce or proliferate seeds, prepare for propagation objective, advertises offer, sell or trade, export, and import. It is given twenty {20) years for one season plantation or twenty five (25) years for annual plantation upon obtaining certificate of PVT right. This legislation is wished will motivate the involvement of private sector to develop seed industry and then, by Documentation System and PVT Information Network, other party who use variety derived from breed improvement or local variety as source seeds to get its generation without permission from authorized party then, it will be known by right holder or office of PMT upon stalling of plantation variety. In the field, so many violation is still found against protected plantation variety as certification without permission. Largely, those had been given building and some of them had been brought to the court. Solely, the enactment of protected plantation variety is not responsible of criminal justice system in this case is police apparatus, attorney's office, court and correctional facility. Law enforcement had not been realized succesfully, but, it requires support from head Office of PVT, Department of Agriculture and society."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19283
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fanny Juwita
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52408
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galuh Citra Nugraheni
"Tindak pidana pencucian uang adalah suatu kejahatan yang disamping dapat sangat merugikan masyarakat juga sangat merugikan negara karena dapat merusak stabilitas perekonomian nasional serta dapat meningkatkan berbagai kejahatan lainnya. Penegakan hukum terhadap kegiatan pencucian uang ini selain dengan telah ditetapkannya undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang mana diubah dengan undang-undang No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan kemudian saat ini telah diganti dengan undang-undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, juga dilakukan dengan proses penyidikan, penuntutan dan persidangan di pengadilan yang pada akhirnya berujung pada sebuah putusan hakim. Penelitian ini adalah penelitian penelitian hukum doktrinal (normatif) dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa Putusan Pengadilan (hakim) dianggap penting bagi para pencari keadilan, masyarakat, korban, pelaku dan juga bagi negara. Dalam bidang perekonomian penegakan hukum melalui putusan Pengadilan (hakim) ini sangat berpengaruh, putusan pengadilan (hakim) yang dianggap tidak mencerminkan rasa keadilan bagi masyarakat dan para pihak dapat mempengaruhi minat para investor yang ingin menanamkan modalnya di suatu negara. Penegakan hukum melalui putusan hakim ini dibuat berdasarkan penafsiran yang berbeda-beda antara hakim yang satu dengan yang lainnya, perbedaan ini disebabkan banyaknya faktor-faktor (internal dan eksternal) yang dapat mempengaruhi hakim dalam membuat sebuah putusan, khususnya masalah tindak pidana pencucian uang.
Pada hakikatnya hakim memiliki kemandirian yang penuh dalam menjatuhkan putusan namun kemandirian tersebut haruslah dengan mengusahakan menjalankan profesinya dengan baik agar walaupun tidak dapat menciptakan suatu keadilan seratus persen mutlak tetapi setidaknya ia dapat memuaskan para pencari keadilan dengan alasan dan pertimbangan yang rasional dan bijaksana. Perbedaan penafsiran beserta faktorfaktor yang mempengaruhi hakim tersebut mengakibatkan pula terjadinya disparitas hukuman dalam putusan hakim yang mana sampai saat ini menjadi suatu permasalahan. Masalah disparitas ini tidak dapat dihilangkan, yang dapat dilakukan adalah meminimalisir disparitas tersebut agar tercipta keadilan yang dianggap serasi bagi masyarakat, pencari keadilan, korban dan pelaku itu sendiri.

Money Laundering is a crime which injures not only the society, but also injures the state interest because it could undermine the stability of national economy and could give birth to another crimes. The law enforcement on money laundering has been done by promulgating The Law No. 15 Year 2002 concerning Money Laundering, which had been revised by The Law No. 25 Year 2003 and the latest by The Law No. 8 Year 2010 concerning The Prevention and The Elimination on Money Laundering, investigating, prosecuting, and commencing trial by the court on Money Laundering which later ended up with a court decision. This research is a doctrinal (normative) research which takes qualitative-descriptive analysis.
This research concludes that court (judges) decisions are considered importantly by justice seekers, societies, victims, offenders, and also the state. In the economic sector, the law enforcement through Court (judges) Decisions are influential significantly, court decisions which are considered unreflective of the sense of justice of the society and the concerned parties could affect the pretension of the investors to invest in a country. The law enforcement through court decisions are made by varying interpretations among the judges. These variations are caused by some factors (internal and external) which can affect judge in decision making process, this also occurs in money laundering cases.
Fundamentally, a judge is at full independent when making a decision, even though his independent must be taken coherently to the noble profession of the judge so that he can satisfy the justice seekers, rationally and wisely. Different interpretation along with the judge affecting factors also constitute disparities of sentence on court decisions, which until now still remain a problem. This problem cannot be eliminated, but can be minimized so that a harmonious justice for the societies, justice seekers, victims, and the offenders themselves, can be achieved.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35433
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>