Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128072 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Edy Iskandar
"Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Empat (KPP PMA 4) merupakan Kantor Pelayanan Pajak yang berada di dalam wilayah kerja Kantor Wilayah Jakarta Khusus yang dibentuk pada Tahun 2002. Pembentukan Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Empat selain dimaksudkan untuk mengoptimalkan tugas-tugas Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka mengamankan penerimaan negara dari sektor pajak juga untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak PMA khususnya yang bergerak di bidang tekstil, makanan dan minuman, kayu, industri kulit dan sepatu. Berbagai upaya yang dilakukan dalam rangka pengamanan penerimaan pajak senantiasa diikuti dengan peningkatan kualitas pelayanan kepada Wajib Pajak. Untuk meningkatkan kinerja penerimaan pada KPP PMA Empat, maka telah dilaksanakan penerapan sistem administrasi modern yang meliputi perubahan administratif dan perubahan teknologi sistem informasi perpajakan. Berkaitan dengan upaya peningkatan kinerja tadi, maka perlu ada suatu cara atau metode yang berhubungan dengan cara melakukan penilaian atau evaluasi penilaian kinerja tadi. Selama ini pengukuran kinerja hanya terbatas pada penilaian atas pencapaian target penerimaan pajak yang dibebankan kepada KPP PMA 4, sedangkan aspek penilaian lainnya belum menjadi perhatian. Aspek lainnya seperti kepuasan Wajib Pajak atas kualitas pelayanan perpajakan, penilaian kinerja pada perspektif WP selaku pelanggan KPP adalah salah satu perspektif penilaian yang perlu diperhatikan bagi kinerja KPP. Selain itu penilaian kinerja lainnya yang menjadi penting untuk dilakukan pengukuran adalah pengukuran pertumbuhan dan pembelajaran organisasi KPP. Kinerja pertumbuhan dan pembelajaran organisasi merupakan pengukuran kinerja yang didasarkan pada kedewasaan organisasi melalui proses pembelajaran. Perspektif lainnya dalam penilaian kinerja KPP adalah pada penilaian kinerja proses pelayanan, yaitu pengukuran kinerja yang menekankan pada kecepatan dan kemudahan WP dalam melakukan pembayaran pajak. Kecepatan dan kemudahan tersebut hanya dapat dilakukan dengan penyusunan sistem dan prosedur yang ringkas dan tidak dengan birokrasi yang berbelit. Sehingga kondisi ini dapat menekan terjadinya permainan atau penggelapan dana pajak antara oknum pegawai dan wajib Pajak. Ketiga perspektif yang telah dijelaskan di atas yaitu pelanggan, proses kerja dan pembelajaran merupakan tiga dari empat perspektif yang ada dalam konsep pengukuran kinerja Balanced Scorecard (BSC). Jika organisasi memiliki keberhasilan dalam ketiga perspektif tersebut maka dampaknya pada pencapaian kinerja keuangan jangka panjang. Perspektif keuangan tersebut merupakan perspektif utama dari pengukuran kinerja pada BSC. Konsep pengukuran kinerja organisasi dengan menggunakan BSC dikembangkan oleh Kaplan dan Norton. Konsep pengukuran tersebut sangat jauh berbeda dari konsep pengukuran kinerja konvensional yang hanya menilai kinerja organisasi berdasarkan kinerja keuangan semata. Pengukuran kinerja BSC memiliki konsep pengukuran kinerja yang lebih luas, komprehensif dan koheren. Sehingga jika organisasi dapat mempertahankan kinerja pada keempat perspektif tersebut maka dapat dipastikan organisasi memiliki kemampuan survival jangka panjang. Untuk dapat menganalisis kinerja pada KPP PMA 4 maka dilakukan penelitian. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan kuantitatif, artinya penelitian ini lebih memfokuskan dalam analisis kinerja organisasi berdasarkan angka-angka secara kuantitatif dalam mengukur kinerja tersebut. Berdasarkan hasil analisis terhadap data KPP PMA 4 dapat diambil kesimpulan, bahwa KPP PMA 4 masih perlu melakukan perbaikan atas layanan-layanan seperti prosedur kemudahan layanan dan kualitas pelayanan dengan indikator yang telah dilakukan di atas. KPP PMA 4 perlu melakukan pengukuran kinerja organisasi secara komprehensif, yakni selain aspek pencapaian kinerja keuangan, juga meliputi aspek kualitas pelayanan, aspek internal proses. Dengan diperbaikinya semua aspek tersebut dapat diharapkan akan terjadi peningkatan kerja sama antara Wajib Pajak dan KPP PMA 4 dalam pelayanan pembayaran perpajakan.

Tax Services Office for Foreign Investment #4 (KPP PMA 4) is Tax Services Office that located at working area of Special Jakarta Regional Office, esrablished on 2002. The establishment of Tax Services Office for Foreign Investment #4 is intended to optimize the duty of General Directorate of Tax in order to assure state revenue from tax sector, and also to increase services to mandatory foreign investment tax payers especially at textile, food and beverage, wood, and leather and shoes industries. Various efforts in order to secure the state tax revenue always follow by the increase of services quality for tax payers. To increase revenue performance at KPP PMA 4, modern administration system has been applied that include administrative changes and tax information system technology changes. Related to the effort of performance increase, certain method to measure and evaluate the performance appraisal. Until now, the performance measurement is only limited to appraisal on the achievement of tax revenue target set for KPP PMA 4, while other appraisal aspects are unnoticed. Other aspects such as taxpayer satisfaction on quality of taxation services, performance appraisal at taxpayer prespective as KPP?s customer is one of appraisal perspective that needed to notice regarding KPP performance. The other important aspect to measure is the growth and learning process of KPP organization. Growth and organizational learning process appraisal is performance appraisal that based on maturity of organization through learning process. Other perspective on performance appraisal of KPP is on services process, which is focus on time and convenience aspects of taxpayer to pay the tax. Time and convenience will only achieve by development of simple system and procedure without complex bureaucracy. Therefore, the condition will minimize tax fraud collusion between tax officer and tax payer. The above three perspectives which are customer, business processm and learning process are parts of four perspectives on concept of Balance Scorecard (BSC) performance appraisal. If organization obtains achievement on the three aspects, it will give impact on financial performance for long term perspective. The financial perspective is main perspective of performance appraisal on BSC. The concept of performance appraisal using BSC is developed by Kaplan and Norton. The measurement concept is very different to conventional performance measurement that only measure organizational performance based on financial performance. Performance appraisal by BSC obtain broader, more comprehensive, and more coherent performance measurement concept. Therefore, if organization is able to maintain performance on the four aspects then certainly the organization has ability of long term survival. Research will be conducted to be able to do performance analysis on KPP PMA 4. The research will use quantitative method as approach, which means that the research will be focus on performance analysis on organization based on quantitative figures to measure performance. Based on data analysis of KPP PMA 4, it can be conclude that KPP PMA 4 needs further improvement regarding some services such as services procedure and services quality with the above mentioned indicators. KPP PMA 4 needs to conduct comprehensive organizational performance measurement, which is financial performance aspect, and also include services quality aspect and internal process aspect. The improvement of the above mentioned aspects hopefully will improve cooperation among taxpayer and KPP PMA 4 regarding taxation payment services."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24564
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Yasmin
"Dilatarbelakangi oleh krisis multidimensi dan ketergantungan terhadap lembaga internasional dalam membiayai pengeluaran negara yang meningkat, dan juga keluarnya Indonesia dari program pemulihan ekonomi IMF, merupakan salah satu bentuk respon untuk mewujudkan Indonesia yang mandiri. APBN akan bergantung pada sumber penerimaan domestik. Karya akhir ini dititikberatkan kepada penilaian kinerja dari KPP yang merupakan organ vital dari DIP. Teori yang digunakan adalah balanced scorecard, yaitu sistem pengukuran kinerja manajemen tujuan jangka panjang, dimana pengukuran dilaksanakan berdasarkan data masa lalu, sekarang dan yang akan datang. Konsep ini menyeimbangken pengukuran kinerja keuangan dan nonkeuangan, serta menyelaraskan aktivitas operasional dengan visi, misi dan strategi yang dimiliki.
Balanced scorecard menekankan kerangka kerja untuk pengukuran melalui empat perspektif. Perspektif keuangan menekankan pada pencapaian target penerimaan KPP, yang berdampak peningkatan penerimaan pajak secara keseluruhan. Perspektif pelanggan memiliki tujuan strategis peningkatan kepatuhan, pelayanan dan pengetahuan Wajib Pajak. Perspek:if proses bisnis internal lebih pada aktivitas kritis yang ada dan dilaksanakan oleh pegawai KPP. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, bertujuan untuk mengembangkan pembelajaran dan pertumbuhan yang mendukung tujuan strategis dari perspektif Ininnya dengan meningkatkan kemampuan dan kepatuhan pegawai serta pemberian sarana dan fasilitas.
Pengukuran kinerja pada KPP "XXX" dengan menggunakan perspektif balanced scorecard menunjukkan bahwa kinerja yang dimiliki sudah memadai, walau masih terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi penilaian kinerja tersebut, antara lain manch banyaknya Wajib Pajak yang non efektif di KPP "XXX", peningkatan dikeluarkannya Surat Tagihan Pajak dan Aktivitas pemeriksaan yang belum mencapai target"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15682
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
S10022
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofa Dwi Purnomo
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22248
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryo Budiwidarto
"Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Jakarta II adalah organisasi publik, yang menjalankan dan mendukung visi misi Direktorat Jenderal Perbendaharaan yaitu terselenggaranya program pemerintah dan pelayanan umum kepada masyarakat. Balanced Scorecard yang diperkenalkan oleh Kaplan dan Norton : 1996 adalah merupakan konsep untuk penilaian kinerja, dengan memasukkan non perspektif keuangan, yaitu pembelajaran dan pertumbuhan, proses operasi intenal, pelanggan, disamping perpektif keuangan itu sendiri.
Dalam Penilaian kinerja organisasi publik, penilaian kinerja non perspektif keuangan merupakan tujuan pokok dari organisasi, terutama perspektif pelanggan/mitra kerja. Tujuan utama organisasi publik bukan untuk memaksimalkan keuntungan secara finansial (laba) akan tetapi keseimbangan antara pertanggungjawaban finansial (anggaran yang disediakan) dengan yang digunakan, yang mengambarkan target program yang terlaksana dengan jumlah anggaran yang tersedia selama proses operasi internal, dan pelayanan yang berlangsung.
Penelitian terhadap Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Jakarta II mengunakan metode analisis deskriptif dimaksudkan untuk mengetahui gambaran setiap variabel yang dinyatakan dalam kuesioner terhadap pelayanan, proses operasi internal, pertumbuhan dan pembelajaran. Adapun hasil analisis terhadap penilaian kinerja secara keseluruhan dalam adalah baik dengan total skor 57 dengan rincian sebagai berikut :
1). Kinerja pertumbuhan dan pembelajaran organisasi berada dalam kondisi cukup baik dengan total skor 9
2). Kinerja proses operasi internal organisasi berada dalam kondisi yang baik dengan total skor 11
3). Kinerja pelanggan yang dilayani organisasi berada dalam kondisi yang sangat baik dengan total skor 25
4). Kinerja keuangan organisasi berada dalam keadaan yang effisien dan dapat dipertanggungjawabkan, dalam kondisi yang cukup baik dengan skor 10 Dimasa mendatang Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Jakarta II sebagai organisasi publik harus terus menerus meningkatkan kinerja khususnya kinerja pelanggan dengan terus meningkatkan pelayanan kepada mitra kerja dan kinerja operasi internal organisasi dengan didukung sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dan pengetahuan serta bermoral tinggi tanpa mengesampingkan tugas pokok dan fungsi

Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Jakarta II is a public organization who runs and supports the vision and mission of The Directorate General of Treasury that is the implementation of government?s programs and services for the public. Balanced Scorecard which is introduced by Kaplan and Norton: 1996 is a method of evaluating performances that includes non-financial perspective, such as learning and growth, customers, internal operating process, along with financial perspective.
In appraising public organization?s performance, assessment on nonfinancial perspective is the major approach, particularly customer?s or client`s perspectives. The ultimate goal of a public organization is not maximizing financial profit but balancing financial responsibility between provided funds and spent funds that points up the accomplishment of the target programs compared with the available funds throughout the internal operating process and the delivering of the service.
Research on Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Jakarta II utilizes the descriptive analytic method which is used to study the research variables which are applied in the questionnaire. Those research variables are service, internal operating process, and learning and growth. Moreover, the finding of the analysis of the overall performance assessment is good with total score 55 which is dispersed as follows:
1. Performance of the organization`s learning and growth is in enough condition with total score 9
2. Performance of the organization`s internal operating process is in good condition with total score 11
3. Performance of the organization`s service is in exelent condition with total score 25
4. Performance of the organization`s finances is efficient and accountable is in enough condition with total score 10
In the future, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Jakarta II as a public organization should continuously increase its performance especially service?s performance by consistently increasing service to the clients and performance of internal operating process which are supported by human resources that have knowledge, skill and high morale without disregarding main duty and function."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19240
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Wiwiek Hartini
"Reformasi administrasi perpajakan yang diterapkan di Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Empat mulai 1 September 2004, bertujuan untuk mengamankan penerimaan negara melalui peningkatan kepatuhan sukarela Wajib Pajak dan peningkatan kepercayaan Wajib Pajak kepada fiskus. Strategi utama yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah meningkatkan pelayanan (pelayanan prima) dan pengawasan kepada Wajib Pajak. Kualitas pelayanan prima dapat muncul karena pegawai memberikan kinerja terbaiknya. Kinerja pegawai akan meningkat apabila pegawai merasa puas dengan pekerjaannya. Howel dan Dipboye (1986) memandang kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat suka atau tidak sukanya pegawai terhadap berbagai aspek pekerjaannya. Kepuasan kerja berkaitan dengan motivasi kerja. Model motivasi harapan Vroom yang dikembangkan oleh Porter-Lawler (1968), melihat hubungan timbal balik antara motivasi dan kepuasan kerja.
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah pertama apakah makna kepuasan kerja menurut pegawai KPP PMA Empat sebelum reformasi administrasi perpajakan?. Kedua, bagaimanakah upaya-upaya yang dilakukan oleh DJP, sebagai instansi vertikal diatas KPP PMA Empat, untuk meningkatkan kepuasan kerja pegawainya, dan ketiga, bagaimanakah kepuasan kerja pegawai KPP PMA Empat pasca reformasi administrasi perpajakan? Kerangka teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bahwa reformasi administrasi perpajakan telah melakukan beberapa modifikasi, yaitu struktur organisasi menjadi lebih fungsional, modernisasi sistem informasi yang didukung dengan teknologi tinggi, peningkatan kualitas SDM melalui uji kemampuan dan integritas, serta peningkatan kompensasi yang disertai dengan adanya kode etik bagi pegawai. Keempat perubahan tersebut telah sesuai dengan teori Gibson (1996) tentang pengembangan iklim organisasi untuk pencapaian tujuan perusahaan secara efektif dan efisien. Reformasi administrasi perpajakan tersebut akan mempengaruhi kepuasan kerja pegawai. Smith, Kendall dan Hulin (1969) mengembangkan instrumen untuk mengukur kepuasan kerja dengan sebutan Job Descriptive Index (JDI). JDI mengukur 5 aspek pekerjaan, yaitu (1) pekerjaan itu sendiri, (2) kualitas supervisi, (3) rekan kerja, (4) promosi, dan (5) gaji. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif.
Analisa penelitian didasarkan pada hasil survei kuisioner berupa pandangan pegawai terhadap 5 aspek kepuasan kerja JDI pasca reformasi administrasi perpajakan, observasi partisipatif (participant observation), serta wawancara mendalam (in depth interview) yang semiterstruktur (semistructured interview) dengan informan-informan kunci dari kalangan interen DJP yang berkompeten dengan permasalahan penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kepuasan kerja pegawai KPP PMA Empat terhadap reformasi administrasi perpajakan secara umum sudah baik. Mengenai jumlah kompensasi, mayoritas pegawai sudah merasa puas. Ketidakpuasan hanya terjadi pada jabatan AR dan fungsional pemeriksa yang berhubungan langsung dengan Wajib Pajak. Ketidakpuasan juga terdapat di beberapa item, yaitu atas desain pekerjaan, sistem training, workflow SIDJP, evaluasi (feedback) dari atasan, alokasi peralatan kantor untuk fungsional pemeriksa, dan atas kurangnya penghargaan bagi jabatan pelaksana. Kode etik pegawai terbukti efektif untuk mengikat pegawai dari perilaku disfungsional.
Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini bahwa makna kepuasan kerja menurut pegawai KPP PMA Empat sebelum reformasi administrai perpajakan adalah kompensasi berada di urutan pertama, baru kemudian disusul dengan pekerjaan itu sendiri, desain pekerjaan, promosi, supervisi, rekan kerja, aktualisasi diri, dan skill variety. Ketidakpuasan atas kompensasi telah mendorong terjadinya perilaku disfungsional. Reformasi administrasi perpajakan yang dilakukan oleh DJP telah mampu meningkatkan kepuasan kerja pegawai. Jumlah kompensasi yang diberikan telah memuaskan mayoritas pegawai. Ketidakpuasan hanya terjadi pada jabatan AR dan fungsional pemeriksa. Ketidakpuasan lainnya adalah atas desain pekerjaan, sistem training, workflow SIDJP, evaluasi (feedback) dari atasan, alokasi peralatan kantor untuk fungsional pemeriksa, dan atas kurangnya penghargaan bagi pelaksana. Penelitian ini juga memberikan beberapa saran bagi Kepala KPP PMA Empat dan DJP, yaitu perlunya penambahan training bagi AR dan fungsional pemeriksa, perlu lebih memperhatikan alokasi peralatan kantor bagi fungsional pemeriksa, perlu adanya evaluasi (feedback) dan pengawasan dari atasan, perlu dibentuk pola training yang baku oleh DJP, perlunya redesign job description bagi Kasi, AR, dan pelaksana, perlu dilakukan modifikasi ulang atas SIDJP, dan terakhir, perlu dilakukan redesign atas sistem kompensasi, dengan memperhitungkan faktor kinerja individual sebagai basis perhitungan.

Tax administration reform, which was put into practice in Tax Service Office for Foreign Investment Four (The Tax Office) since 1 September 2004, is design to secure national income through the improvement of taxpayers voluntary compliance and taxpayers reliance on Tax Officers. The main strategies to accomplish this goal are improving the public service (excellence service) and the observation process upon taxpayers. Excellence service quality can emerge when tax officers give their finest performance. Tax officers􀂶 performance will improve when they satisfied with their job. Howel and Dipboye (1986) consider job satisfaction as a whole outcome from the employees􀂶 interest toward various aspects of their job. Moreover, job satisfaction correlate with work motivation. Porter-Lawler (1968) in their Expectancy Model of Vroom of Work Motivation discovers that there is a reciprocal relationship between motivation and job satisfaction.
There are three main issues in this research. First, what is the definition of job satisfaction according to The Tax Office before the implementation of tax administration reform? Second, what does the Directorate General of Taxation (DGT), as the upper organization of The Tax Office, do to improve their employees􀂶 job satisfaction? Third, how is The Tax Office employees􀂶 job satisfaction after the implementation of tax administration reform? Theory framework used in this research is that tax administration reform had carried out several modifications which are, organizational structure changes based on the function of each division, information system modernization supported by sophisticated technology, human resource quality improvement through capability and integrity tests, and remuneration increase along with the presence of ethical code for employees. These changes are consistent with Gibson Theory (1996) about the development of organization environment to achieve corporation􀂶s goals effectively and efficiently. This tax administration reform will affects employees􀂶 job satisfaction. Smith, Kendall and Hulin (1969) develop an instrument to measure job satisfaction which is called Job Descriptive Index (JDI). JDI measures 5 aspects of a job, which are (1) the job itself, (2) supervisors􀂶 quality, (3) co-worker, (4) promotion, and (5) remuneration.
The assessment method used in this research is qualitative assessment method. The analysis will be based on the questionnaire􀂶s responses upon employees􀂶 perspective toward 5 JDI job satisfaction aspects after the implementation of tax administration reform, participant observation, semistructured in depth interview with key officials from DGT who have competencies in handling the problems in this research.
The result of this research shows that The Tax Office employees􀂶 job satisfaction toward tax administration reform is good. Most employees are satisfied with the amount of renumeration. Dissatisfaction only stated by Account Representatives and Auditors who directly interact with taxpayers. The dissatisfaction also arises on several aspects such as job description design, training system, DGT Information System􀂶s Work Flow, feedback from upper management, office equipment distribution for tax auditors, and lack of reward at staff level. Ethical code for employees is effectively proven in preventing employees from showing dysfunctional behaviors.
The conclusion from this research is as follows. The meanings of job satisfaction according to The Tax Office employees in order of importance before the implementation of tax administration reform are remuneration, the job itself, job description design, promotion system, supervisors􀂶 quality, co-worker, self actualization, and skill variety. Dissatisfaction on remuneration had urges the dysfunctional behaviors occurrence. Tax administration reform implemented by DGT is capable to increase employees􀂶 job satisfaction. The amount of remuneration had satisfied most employees. Dissatisfaction only occurs at Account Representative and Auditor level. Other dissatisfaction includes dissatisfaction on job description design, training system, DGT Information System􀂶s Work Flow, feedback from upper management, office equipment distribution for tax auditors, and lack of reward at staff level. This research also proposes several suggestions which include the necessary to provide trainings for Account Representatives and tax auditors, to allocate office equipment distribution for tax auditors, to give feedback for employees, to redesign job description for Supervisors, Account Representatives and staffs, to redesign DGT Information System􀂶s Work Flow, and to revise remuneration system by using individual performance as the calculation base."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19508
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S10093
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Eliza Yuliana
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S10069
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satya Nazmi
"Penyelesaian restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tertunggak, sangat serius ditangani pemerintah, terutama Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Berbagai upaya terus dilakukan dan dikembangkan, baik secara sistem, pola, maupun peraturan. Tujuannya agar proses penyelesaiannya dapat dipercepat tanpa menimbulkan masalah. DJP menerbitkan dua ketentuan baru terkait proses penyelesaian restitusi. Pertama, PER-122/PJ/2006 tentang Jangka Waktu Penyelesaian dan Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran PPN/PPnBM. Kedua, PER-124/PJ/2006 tentang Pelaksanaan Analisis Risiko dalam Rangka Pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN Lebih Bayar. Hal menarik dalam aturan baru ini adalah ditetapkannya analisis risiko untuk setiap permohonan restitusi PPN. Output dari proses ini akan berakibat pada ruang lingkup maupun jangka waktu pemeriksaan yang akan dilakukan. Kenyataannya tidak semua Pemeriksa memanfaatkan analisis risiko tersebut. Adapun masalah pokok penelitian ini adalah bagaimana latar belakang dikeluarkannya kebijakan analisis risiko Pengusaha Kena Pajak dalam proses pemeriksaan restitusi PPN yang berlaku saat ini? Bagaimana pemanfaatan analisis risiko Pengusaha Kena Pajak oleh pemeriksa pajak dalam proses penyelesaian restitusi PPN?, dan bagaimana pengaruh analisis risiko Pengusaha Kena Pajak terhadap waktu penyelesaian pemeriksaan restitusi PPN. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan latar belakang dikeluarkannya PER-124/PJ/2006 pada dasarnya untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 17B Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000. Permasalahan seputar tertundanya proses penyelesaian restitusi PPN mendorong DJP untuk menetapkan suatu prosedur yang mampu mendeteksi ketidakbenaran pelaporan Wajib Pajak sekaligus menentukan tingkat prioritas penyelesaian restitusi. Kebijakan analisis risiko Pengusaha Kena Pajak diharapkan mampu mengakomodir kedua hal tersebut. Pemeriksa Pajak umumnya tidak menggunakan analisis risiko yang diatur dalam PER-124/PJ/2006 sebagai alat yang membantu pemeriksaan restitusi PPN, karena analisis risiko PKP terlalu bersifat umum dan sederhana serta tidak dapat menunjukkan indikasi pelanggaran Wajib Pajak. PER-124/PJ./2006 tidak memiliki pengaruh terhadap waktu penyelesaian restitusi PPN di KPP PMA Empat. Hal itu terbukti dari tidak adanya percepatan waktu penyelesaian restitusi antara sebelum dengan setelah diberlakukannya ketentuan tersebut. Saran yang disampaikan adalah ketentuan PER-124/PJ/2006 tidak diberlakukan lagi. Untuk mempercepat proses penyelesaian restitusi, ketentuan yang mengatur prosedur pemeriksaan restitusi dan ketentuan yang mengatur dokumen-dokumen pendukung restitusi harus segera diperbaharui. Ketentuan analisis risiko harus dapat mengukur tingkat ketidakpatuhan Wajib Pajak secara menyeluruh, bukan berdasarkan salah satu jenis pajak seperti yang dianut saat ini. Penentuan risiko seharusnya tidak hanya mengandalkan data hasil pemeriksaan, akan tetapi melibatkan juga data eksternal yang disusun dalam bentuk database, dikelola secara professional dan selalu diperbaharui. Hasil pengolahan database dapat dimanfaatkan guna menentukan tingkat pelayanan yang seharusnya diberikan kepada Wajib Pajak.

The government, especially the Directorate General of Tax is seriously handling the settlement of arrears of VAT restitution. Numerous attempts are done and improved concerning the system, the model as well as the regulation. The purpose is to settle the process as quickly as possible without creating any problem. Directorate General of Tax issued two regulations which concern with the restitution settlement process. The first regulation, PER-122/PJ/2006, deals with the settlement timing and the system of VAT/ luxurious goods tax. The second regulation, PER-124/PJ./2006, deals with Risk Analysis implementation in Audit Framework towards Notification Letter regarding the SPT masa on VAT overpayment. The interesting part found about the regulations is the conduct of risk analysis for each restitution request. The output of the analysis will affect the audit scope as well as the timing. Unfortunately, not all auditors make good use of the risk analysis. The main problems discussed in this research are: What is the background of issuing the policy of risk analysis on Taxable Entrepreneurs in the process of VAT restitution, which is effective now? How do tax auditors make good use of risk analysis on Taxable Entrepreneurs in the process of VAT restitution settlement? And How does risk analysis on Taxable Entrepreneurs affect the time needed for examination of VAT restitution settlement? The research methodology applied is descriptive methodology with qualitative approach.
The research finding shows that the background of issuing the Directorate General of Tax regulation number PER-124/PJ./2006 is to implement what is stated in article 17B in Edict number 6 year 1983 begarding the General Rules and Conduct of Tax which has been amended several times. The last amendment is as in Edict number 16 year 2000. Issues concerning the delayed of restitution settlement process pushed Directorate General of Tax to implement a procedure to be able to detect dishonesty report of tax payers along with deciding priority level in settling the restitution. Policy of risk analysis on Taxable Entrepreneurs (PKP) in auditing hoped accommodate both condition. Auditor used to be not using analysis risk which has been arranged in PER-124/PJ/2006 as a tool to help the audit restitution on VAT, since analysis risk on Taxable Entrepreneurs (PKP) is too general and simple also can not show the failure of taxpayers. PER-124 does not affect the length of time needed for VAT settlement process at Tax Service Office for Foreign Capital Investment Four. It is proven by the absence of time acceleration regarding restitution settlement compared to the previous condition in which PER-124 was not implemented. Suggestion is the regulation of PER-124/PJ/2006 should not be implemented anymore. To speed up the restitution process, the regulation which set up the procedure of restitution process and the regulation which set up additional documents for restitution should be renewed. Criteria of risk analysis should be formulated to measure disobedience of taxpayers overall, not based on one kind of tax which is currently used. Decision on risk should not depend on record on tax audit results, however it should also consider the external records from data base which is professionally managed and up to date. Results of processed data base should be able to access and give benefits to the service quality given to the taxpayers.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24610
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>