Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107508 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Saint Anderonikus
"ABSTRAK
Transaksi sewa guna usaha atau yang lebih dikenal dengan leasing sejak
tahun 1974 sudah menjadi salah satu pilihan dan solusi bagi para pelaku bisnis
untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam melakukan usahanya. Untuk itu segala
sesuatu yang menyangkut transaksi leasing ini harus dimengerti dengan jelas baik
oleh pihak penyedia jasa pembiayaan dalam bentuk pemberian jasa sewa guna
usaha atau yang lebih dikenal dengan lessor maupun oleh pengguna jasa sewa
guna usaha tersebut atau yang dikenal dengan lessee. Kegiatan sewa guna usaha
ini terbagi menjadi dua, yaitu sewa guna usaha dengan hak opsi (Finance Lease)
dan sewa guna usaha tanpa hak opsi (Operating Lease). Selain itu, dalam kegiatan
sewa guna usaha pengadaan barang modal dapat juga dilakukan dengan cara
membeli barang penyewa guna (lessee) oleh lessor yang kemudian barang
tersebut disewa-guna-usaha kembali oleh lessee atau yang lebih dikenal dengan
sale and lease back. Barang modal yang dibiayai bermacam-macam dan kapal
laut adalah salah satu contohnya. Pembiayaan kapal laut yang dituangkan dalam
perjanjian sewa guna usaha ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati terutama
dalam segi hukumnya mengenai status kepemilikan kapal laut, mengingat dalam
transaksi sewa guna usaha dengan skema sale and lease back status kepemilikan
dari kapal laut sebelum dilakukannya transaksi sewa guna usaha berada di tangan
lessee dan mengingat bahwa ada beberapa hal yang wajib dilakukan agar
peralihan hak kepemilikan dari kapal laut tersebut dapat dianggap telah dilakukan
dengan sah menurut hukum dan apa akibat hukumnya apabila peralihan hak
kepemilikan dari kapal laut tersebut belum dilakukan dengan sah.

ABSTRACT
Lease transaction or better known as leasing has becoming one of choices
and solutions to the entrepreneurs to fulfil their needs in doing their business since
1974. Therefore, all things related to this lease transaction should be understood
clearly either by a party which provides the financing service in the form of
providing lease service or better known as lessor or by the user of the said lease
service or better known as lessee. This leasing activity is divided into two, which
are lease with option right (Finance Lease) and lease without option right
(Operating Lease). Apart from that, in leasing activity, procurement of capital
good can also be done by purchasing the lessee’s good by the lessor which
afterward such good is leased back by the lessee or better known as sale and lease
back. Capital goods which are financed are various and ship is one of the
examples. This ship financing which is provided in the lease agreement should be
done very carefully especially from the legal point of view with regard to status of
ship’s ownership, considering that in the lease transaction with sale and lease back
scheme the ownership status of the ship prior to the implementation of lease
transaction is in the lessee’s hand and considering that there are several things
which should be conducted in order such transfer of ownership right of the ship
can be assumed that it has been conducted legally according to the law and what
will be the legal impact if such transfer of ownership right of the ship has not been
legally conducted."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T23484
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Saint Anderonikus
"ABSTRAK
Transaksi sewa guna usaha atau yang lebih dikenal dengan leasing sejak
tahun 1974 sudah menjadi salah satu pilihan dan solusi bagi para pelaku bisnis
untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam melakukan usahanya. Untuk itu segala
sesuatu yang menyangkut transaksi leasing ini harus dimengerti dengan jelas baik
oleh pihak penyedia jasa pembiayaan dalam bentuk pemberian jasa sewa guna
usaha atau yang lebih dikenal dengan lessor maupun oleh pengguna jasa sewa
guna usaha tersebut atau yang dikenal dengan lessee. Kegiatan sewa guna usaha
ini terbagi menjadi dua, yaitu sewa guna usaha dengan hak opsi (Finance Lease)
dan sewa guna usaha tanpa hak opsi (Operating Lease). Selain itu, dalam kegiatan
sewa guna usaha pengadaan barang modal dapat juga dilakukan dengan cara
membeli barang penyewa guna (lessee) oleh lessor yang kemudian barang
tersebut disewa-guna-usaha kembali oleh lessee atau yang lebih dikenal dengan
sale and lease back. Barang modal yang dibiayai bermacam-macam dan kapal
laut adalah salah satu contohnya. Pembiayaan kapal laut yang dituangkan dalam
perjanjian sewa guna usaha ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati terutama
dalam segi hukumnya mengenai status kepemilikan kapal laut, mengingat dalam
transaksi sewa guna usaha dengan skema sale and lease back status kepemilikan
dari kapal laut sebelum dilakukannya transaksi sewa guna usaha berada di tangan
lessee dan mengingat bahwa ada beberapa hal yang wajib dilakukan agar
peralihan hak kepemilikan dari kapal laut tersebut dapat dianggap telah dilakukan
dengan sah menurut hukum dan apa akibat hukumnya apabila peralihan hak
kepemilikan dari kapal laut tersebut belum dilakukan dengan sah.

ABSTRACT
Lease transaction or better known as leasing has becoming one of choices
and solutions to the entrepreneurs to fulfil their needs in doing their business since
1974. Therefore, all things related to this lease transaction should be understood
clearly either by a party which provides the financing service in the form of
providing lease service or better known as lessor or by the user of the said lease
service or better known as lessee. This leasing activity is divided into two, which
are lease with option right (Finance Lease) and lease without option right
(Operating Lease). Apart from that, in leasing activity, procurement of capital
good can also be done by purchasing the lessee’s good by the lessor which
afterward such good is leased back by the lessee or better known as sale and lease
back. Capital goods which are financed are various and ship is one of the
examples. This ship financing which is provided in the lease agreement should be
done very carefully especially from the legal point of view with regard to status of
ship’s ownership, considering that in the lease transaction with sale and lease back
scheme the ownership status of the ship prior to the implementation of lease
transaction is in the lessee’s hand and considering that there are several things
which should be conducted in order such transfer of ownership right of the ship
can be assumed that it has been conducted legally according to the law and what
will be the legal impact if such transfer of ownership right of the ship has not been
legally conducted."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37390
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ina Dashinta Hamid
"Dalam transaksi Sewa Guna Usaha secara Sales and Lease Back, pertamatama pelaku usaha menjual dahulu barang modal yang telah dimilikinya kepada perusahaan pembiayaan atau Lessor, dan kemudian setelah menjadi pemilik barang modal tersebut, Lessor dapat menyewakannya kembali kepada pelaku usaha yang bersangkutan. Sedangkan untuk pengalihan hak milik Kapal Laut harus dibuat dengan akta balik nama kapal dihadapan penjabat pencatat dan pendaftar balik nama kapal dimana kapal didaftarkan, diikuti dengan pendaftaran akta balik nama tersebut. Setelah hal itu dilakukan barulah Lessor menjadi pemilik yang sah atas Kapal Laut sehingga dapat menyewakannya kembali kepada si pelaku usaha. Untuk alasan efisiensi, pada perusahaan pembiayaan PT. Xxxx FINANCE hal ini tidak dilakukan. Namun untuk melindungi kepentingan PT. Xxxx FINANCE sebagai Lessor atas Kapal yang menjadi objek sewa guna tersebut, dibuat perjanjian pembebanan hipotik, dimana si pelaku usaha bertindak sebagai pemberi hipotik, dan perusahaan pembiayaan sebagai penerima hipotik. Atas dasar itu penulis bermaksud melakukan analisa kedudukan Lessor terhadap Kapal yang merupakan objek sewa guna tersebut apakah sebagai pemilik ataukah sebagai penerima jaminan? Adapun metode penelitan dalam penulisan tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif yaitu dengan menganalisa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan dan pembuatan perjanjian sewa guna usaha serta kepemilikan dan pembebanan hipotik kapal laut.

For a Leasing Transaction in the form of Sales and Lease Back, at first a Lessee shall sell its owned capital goods to finance company or Lessor, and then after becoming the owner of the capital goods, Lessor can lease out back the capital goods to the Lessee. Nevertheless for transferring of ownership of a Vessel must be executed with a Name Conversion Deed (Akta Balik Nama) in front of the authorized registration officer where the vessel is registered, and followed by registration of the deed. Only after it is concluded the Lessor legally becomes the owner of the Vessel so that it can lease out the Vessel back to the Lessee. For efficient purpose it's not done in PT. Xxxx Finance. To protect the interest of PT. Tifa Finance as Lessor, instead of making a Name Conversion Deed, they make a Hypothec Deed, in which the customer acts as hypothec giver and Lessor as receiver. Based on those transactions the author wants to analyze the position of Lessor against the Vessel which is the lease object, as owner or guarantee receiver? This research uses normative juridical method by analyzing the law and regulation, the implementation and the execution of lease agreement, as well as the ownership and hypothec on Vessel."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T30245
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Firza Achmad Singgih Afero
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan sewa guna-usaha dengan objek kapal di Indonesia serta dampak tidak diratifikasinya Konvensi Penahanan Kapal (Arrest of Ships) terhadap Lessor (Perusahaan Pembiahyaan Dalam Negeri) dan pengaruhnya terhadap perjanjian sewa guna-usaha. Penulis memperoleh kesimpulan bahwa dengan tidak diratifikasinya konvensi tersebut memiliki dampak yang cukup signifikan kepada Lessor serta berpengaruh terhadap kegiatan pembiayaan kapal melalui sewa guna-usaha di Indonesia. Ratifikasi atas Konvensi Penahanan Kapal merupakan suatu aspek legal dalam pembiayaan kapal melalui sewa guna-usaha, namun hingga saat ini ratifikasi atas konvensi tersebut masih belum terlaksana.

This thesis discussed the regulation of the leasing of ship as well as the impact to the Lessor (National Finance Company) regarding to the Convention on the Arrest of Ships which has not been ratificated and the effect to the lease contract. Author concluded that ratification of the Convention on Arrest of Ships which has not been carried out since today have a significant impact to the Lessor as well as effects the transaction of ship financing through leasing in Indonesia. Ratification of the Convention on the Arrest of Ships plays as an important role as one the legal aspect in ship financing through leasing, but until today the ratification of the convention mentioned has not been carried out.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S61107
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Anindita Mariarti
"Upaya mendapatkan prosedur sewa guna usaha/leasing kapal sangat diperlukan suatu aspek hukum yang disatu pihak mendukung investasi dan dilain pihak melindungi semua pihak agar terjamin rasa aman dalam menjalankan usahanya, sebagaimana yang diterapkan di PT. PANN MULTI FINANCE Jakarta, yang dalam penerapannya terkait dan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu ketentuan dengan ketentuan lainnya menurut peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia. Dalam praktek perjanjian sewa guna usaha/leasing kapal di PT. PANN MULTI FINANCE, yang kerap kali dilaksanakan adalah leasing kapal dengan kewajiban membeli, yang disebut dengan istilah "sewa guna usaha kapal dengan opsi beli (leasing of ship with obligation to purchase) yang merupakan jenis Finance Lease/Financial Lease. Dimana diberikan kewajiban kepada Lessee untuk membeli kapal yang dilease pada akhir perjanjian sesuai dengan nilai sisa dari harga kapal yang telah disepakati bersama. Perjanjian sewa guna usaha kapal dengan opsi beli mengandung perjanjian sewa menyewa dan perjanjian jual beli. Perjanjian sewa guna usaha/leasing kapal di PT. PANN MULTI FINANCE dari segi bentuknya merupakan perjanjian baku (standar) yang dimasukkan dalam golongan perjanjian baku (standar) umum. Karena perjanjian sewa guna usaha/leasing kapal di PT. PANN MULTI FINANCE, baik bentuk maupun isinya telah ditetapkan atau dipersiapkan secara sepihak oleh PT. PANN MULTI FINANCE sebagai pihak yang lebih kuat. Resiko atau overmacht dalam perjanjian sewa guna usaha/leasing kapal ada pada Lessee. Penulisan tesis ini menggunakan metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif yaitu pendekatan dengan menganalisa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penerapan hukum perjanjian dalam perjanjian sewa guna usaha/leasing. Pengumpulan data dan informasi dilakukan melalui studi literatur, selain itu dapat pula diperoleh melalui wawancara dengan narasumber yang berkaitan dengan pokok masalah yang terdapat dalam penulisan tesis ini."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14546
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jihan Azizatun Khasanah
"Mekanisme transaksi Sewa Guna Usaha jenis Finance Lease memiliki ciri khas yang berbeda dengan jenis Sewa Guna Usaha tanpa Hak Opsi atau Sewa Operasi (Operating Lease). Hak Opsi bagi Lessee untuk memiliki barang modal merupakan karakteristik utama jenis transaksi Leasing ini. Hak Opsi merupakan hak bagi Lessee untuk memiliki barang, mengembalikan barang, atau memperpanjang jangka waktu sewa guna usaha. Kepemilikan barang modal pada akhir masa sewa dilakukan dengan pembayaran Nilai Sisa merupakan hak Lessee pada mekanisme Finance Lease secara umum banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan Leasing saat ini. Namun, pada beberapa kasus di pengadilan, Hak Opsi bagi Lessee untuk memiliki barang modal menjadi gugur disebabkan adanya cidera janji atau wanprestasi yang dilakukan oleh Lessee. Ketika terjadi wanprestasi, sebagai akibatnya adalah barang modal ditarik oleh lessor yang kemudian dijual olehnya digunakan untuk menutupi sisa kewajiban Lessee. Selain itu, Lessee juga dikenakan ganti kerugian sebesar akumulasi seluruh pembayaran angsuran, biaya-biaya lainnya, dan termasuk Nilai Sisa yang mana mewakilkan harga perolehan barang modal selayaknya Hak Opsi dijalankan. Pada praktiknya, hasil penjualan barang modal tidaklah mampu menutupi nominal ganti kerugian yang ditagihkan kepada Lessee, sehingga Lessee harus membayar seluruh ganti kerugian selayaknya Hak Opsi dijalankan walaupun hak tersebut gugur.

The option right for the Lessee to own capital goods is the main characteristic of this type of Finance Lease transaction. The Option Right is the right for the Lessee to own the goods, return the goods, or extend the lease term. Ownership of capital goods at the end of the lease period by payment of Residual Value is the right of the Lessee in the Finance Lease mechanism generally applied by Leasing companies today. However, in some cases litigated in court, the Option Right for the Lessee to own capital goods becomes void due to a breach of promise or default committed by the Lessee. When a default occurs, the result is that the capital goods are withdrawn by the lessor which is then sold by him which is later used to cover the remaining obligations of the Lessee. In addition, the Lessee is also subject to compensation amounting to the accumulation of all instalment payments, other costs, and including the Residual Value which represents the acquisition price of the capital goods as if the Option Right was exercised. In practical terms, the proceeds from the sale of the capital goods are not able to cover the nominal compensation charged to the Lessee, so the Lessee must pay all compensation if the Option Right is exercised even though the right is cancelled."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1998
S20921
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Fadhil Avisena
"Sektor real estate merupakan salah satu sektor yang berperan penting bagi keberlangsungan hidup masyarakat di Indonesia dan kerap mengalami pertumbuhan yang cukup baik apabila dilihat dari segi harga jual, pengaruhnya terhadap produk domestik bruto, sekaligus cara pemanfaatan properti di sektor real estate tersebut. Apabila melihat dari pemanfaatannya, salah satu mekanisme yang kerap kali digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah dengan cara menyewa rumah atau properti real estate lainnya. Berkenaan dengan hal tersebut, salah satu transaksi yang kerap dipilih dalam hal ini adalah transaksi sewa guna usaha (leasing). Meskipun pelaksanaan transaksi sewa guna usaha (leasing) pada sektor real estate telah berjalan masif, tetapi hal tersebut tidak diimbangi dengan pengaturan yang komprehensif. Hal tersebut berbanding terbalik dengan Belanda yang telah memiliki peraturan secara khusus untuk sewa guna usaha (leasing) pada sektor real estate. Pengaturan tersebut pun berisikan komponen-komponen yang sangat detail, seperti mekanisme kenaikan dan penurunan nominal sewa guna usaha, kompensasi, sewa guna usaha bersama, bahkan sampai persyaratan formil sekalipun. Merespons fenomena tersebut, penulis akan melakukan perbandingan hukum terhadap peraturan mengenai sewa guna usaha (leasing) pada sektor real estate di Indonesia dan Belanda dengan menggunakan studi doktrinal. Dalam hal ini, penulis akan merujuk pada studi kepustakaan yang utamanya adalah perbandingan peraturan perundang-undangan dan implementasinya dari kedua negara tersebut. Selain untuk mengetahui persamaan dan perbedaan pengaturan sewa guna usaha (leasing) pada sektor real estate, capaian yang akan diraih dalam skripsi ini adalah identifikasi pengaturan yang dapat diadaptasi oleh Indonesia berdasarkan peraturan di Belanda sehingga peraturan di Indonesia dapat lebih berkembang sesuai dengan perkembangan kebutuhan manusia.

The real estate sector plays a crucial role in sustaining livelihoods in Indonesia and often experiences significant growth, as evidenced by sales prices, its impact on gross domestic product, and the utilization of properties within the real estate sector. Regarding utilization, one common mechanism employed by the Indonesian population is leasing homes or other real estate properties. In this regard, one commonly chosen transaction is leasing. Despite the widespread implementation of leasing transactions in the real estate sector, comprehensive regulations are lacking. This stands in contrast to the Netherlands, which has specific regulations governing leasing in the real estate sector. These regulations encompass detailed components such as mechanisms for lease adjustments, compensation, joint leasing arrangements, and even formal requirements. In response to this phenomenon, the author aims to conduct a comparative legal analysis of leasing regulations in the real estate sectors of Indonesia and the Netherlands using a doctrinal approach. The primary methodology involves a literature review comparing legislation and its implementation in both countries. Beyond identifying similarities and differences in leasing regulations in the real estate sector, this thesis seeks to identify regulations that Indonesia can adapt from the Netherlands to enhance its own legal framework in response to evolving human needs."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, T.
"Lemahnya posisi tawar lessee seringkali dimanfaatkan oleh lessor yang berpotensi merugikan pihak lessee. Lessor berlindung kepada asas kebebasan berkontrak untuk menjustifikasi perlakuan sewenang-wenang tersebut. Bahwa walaupun perjanjian dibuat standar, bagi mereka perjanjian tersebut adalah sah menurut hukum karena telah disetujui oleh lessee. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratoris, yaitu menjelaskan keterkaitan perjanjian sewa guna usaha dengan sahnya perjanjian. Dalam skripsi ini dibahas Permasalahan sejauh manakah lessor dapat berlindung pada asas kebebasan berkontrak dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan sewa guna usaha yang memakai klausula baku dengan diundangkannya Undang-undang Perlindungan Konsumen. Kedua pembahasan tentang kedudukan, keabsahan dan keberlakuan dari perjanjian/klausul baku dalam perjanjian pembiayaan Sewa Guna Usaha ditinjau dari UUPK. Dan yang ketiga mengenai peranan pemerintah atau otoritas publik dalam ikut menentukan isi dari suatu perjanjian agar terciptanya posisi tawar seimbang (equal position) . Bahwa kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam KUH-Perdata keberlakuannya tidaklah absolut. Salah satu yang membatasinya adalah berupa syarat objektif yaitu kausa yang halal. Bahwa berdasarkan kausa yang halal perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan peraturan-perundang-undangan yang berlaku. Sementara UU No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen melarang penggunaan klausul standar dalam suatu perjanjian. Dengan demikian perjanjian yang menggunakan perjanjian baku seperti yang dilakukan dalam perjanjian sewa guna usaha berakibat batal demi hukum, karena tidak memenuhi syarat objektif sahnya perjanjian sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1320 (4) KUH-Perdata. Disisi lain perlu dilakukan beberapa instrumen hukum publik untuk menyeimbangkan posisi tawar lessee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S21146
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>