Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180342 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dendi Tuwidanterse
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2008
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Dispenau, 2005
358.409 SEJ
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Titiek Purbaningsih
Jakarta: Dinas Penerangan Angkatan Udara, 2006
358.409 SEJ
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Dinas Sejarah TNI Angkatan Udara, 1977
358.409 SEJ
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"The rapid development of aviation technology will bring the implication for the demands of pilot's professionalism. An important component in improving the professionalism is the quality of education system in Indonesian Air Force Flying School. The efforts to provide all the aviation knowledge to student in that school, always optimised by using internal and external sources of knowledge. One source of knowledge from outside the organisation is lesson learned from the results of investigation of PPKPU. However there are obstacles faced in the optimisation of the implementation of the education system that is unable to capture as many as possible of sources of knowledge and transfer it to students. This research is a study of KMS in Indonesian Air Force FLying School, reviewing the missing link between lesson learned resulted from the PPKPU."
JPUPI 2:3 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Isti Farhan
"Pada masa pemerintahan Presiden Rhee Syngman (1948-1960), badan militer terbuka lebar bagi kaum perempuan untuk menghadapi Perang Korea (1950-1953). Namun, memasuki masa pemerintahan militer Park Chung-hee (1962-1979), badan militer justru ditutup erat dari peran perempuan. Penelitian ini menganalisis peran seorang tentara perempuan Angkatan Udara Korea Selatan, Letnan Kim Kyung Oh, dalam melakukan negosiasi dengan pemerintah untuk membuka kembali akademi militer bagi perempuan setelah berhenti beroperasi pada masa pasca-Perang Korea. Dengan menggunakan metodologi strukturisme Lloyd, penyusunan historiografi perempuan ini berfokus pada peran Letnan Kim Kyung Oh dalam menghadirkan kembali peran perempuan dalam badan militer Angkatan Udara Korea Selatan, dengan memfokuskan pada sumber sejarah lisan dan catatan otobiografi. Penelitian ini menunjukkan bahwa peran Letnan Kim Kyung Oh dalam menghidupkan kembali peran perempuan di badan militer Angkatan Udara pada tahun 1963 hingga 1990-an memberi konsekuensi ekspansi peran perempuan yang signifikan dalam peningkatan kesetaraan sosial sebagai bentuk upaya demokratisasi Presiden Kim Young-sam (1993-1997) dengan sistem pemerintahan sipilnya. Kontribusi Letnan Kim berhasil melahirkan pilot-pilot perempuan Korea Selatan yang mencetak prestasi dalam membangun dunia penerbangan dan militer Republik Korea.

During the reign of President Rhee Syngman (1948-1960), military bodies were wide open for women to face the Korean War (1950-1953). However, entering the military administration of Park Chung-hee (1962-1979), the military body was strictly closed from the role of women. This research analyzes the role of one of Korean War female soldier of the South Korean Air Force, Lieutenant Kim Kyung Oh, in negotiating with the government to reopen the air force military academy for women after it stopped operating in the post-Korean War era. Using Lloyd's structurism methodology, this women's historiography focuses on Lieutenant Kim Kyung Oh's role in representing the role of women in the military agency of the South Korean Air Force, by focusing on oral historical sources and autobiographical records. This research shows that the role of Lieutenant Kim Kyung Oh in reviving the role of women in the air foce military in 1963 to 1990s resulted in a significant expansion of the role of women in increasing social equality as a form of democratization efforts by President Kim Young-sam (1993-1997) with its civil government system. Lieutenant Kim's contribution succeeded in giving birth to South Korean female pilots who made achievements in building the aviation and military of the Republic of Korea."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nugroho Notosusanto
Djakarta : Lembaga Sedjarah Hankam, 1968
301 NUG b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Wisnu Wardono
"Peranan ABRI dalam pencetusan Orde Baru (awal pelaksanaan Demokrasi Pancasila). Setelah mendapat pengalaman pada masa Orde Lama yang dalam masa itu terjadi pertarungan dan persaingan politik yang tidak menentu yang membawa akibat kestabilan negara menjadi goyah, pada masa Orde Baru dilaksanakan usaha-usaha perbaikan sesuai dengan keinginan demi kemurnian Pancasila dan UUD 1945. Orde Baru muncul sebagai koreksi total terhadap penyelewengan-penyelewengan pada masa Orde Lama. ABRI dalam melaksanakan tugasnya baik sesuai dengan fungsinya selaku kekuatan pertahanan-keamanan maupun selaku kekuatan sosial politik telah menampatkan sejak kelahirannya, masa Demokrasi Liberal, masa Demokrasi Terpimpin maupun permulaan Orde Baru sampai saat ini. Khusus dalam mengatasi krisis-krisis politik pada tahun 1965-1967, posisi ABRI adalah yang sangat dominan sebagai satu kekuatan untuk menentukan ke arah mana negara akan dibawa karena pada waktu tersebut tidak adanya satu kekuatan politik lain yang mampu bersaing dengan ABRI setelah lenyapnya kekuatan politik PKI dan kekuasaan Soekarno. ABRI di samping mempunyai kekuatan, tetapi lebih dari itu ABRI memiliki kekuasaan, sedangkan yang memegang kekuasaan itu sendiri menurut Lord Acton "power tends to corrupt, the absolute power tends to corrupt absolutely". Dari segi sosiologi kekuasaan merupakan unsur yang penting dalam masyarakat, maknanya merupakan kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan yang dilancarkan dengan rela maupun dengan secara paksa, akan tetapi ABRI masih berpegang teguh pada janji yang terjelma dalam Sapta Marga dan Sumpah Prajurit yaitu kesetiaan pada ideologi negara Pancasila dan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat pengakuan terhadap sistem pemerintahan demokrasi yaitu, Demokrasi Pancasila."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hidayati
"ABSTRAK
Tidak lama setelah diproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, muncullah berbagai pergolakan yang datangnya dari Sekutu. Pergolakan itu disebabkan oleh kedatangan Sekutu yang pada mulanya hanya bertujuan menjaga keamanan, melucuti tentara Jepang dan sekaligus memulangkan kembali ke negaranya. Namun ternyata kedatangan Sekutu disertai orang-orang Belanda (MICA) yang dipersenjatai sehingga rakyat Indonesia merasa curiga bahwa sebenarnya kedatangan Sekutu itu sebenarnya mempunyai maksud untuk menanamkan kembali kekuasaan Belanda di Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa ternyata Sekutu sudah tidak mau lagi mengindahkan kedaulatan bangsa Indonesia, Akibatnya meletuslah pergolakan atau pertempuran besar di Jakarta, Surabaya, Magelang, Ambarawa, Semarang, Bandung untuk melawan Sekutu.
Demikian di Yogyakarta saat itu juga terjadi pergolakan melawan Jepang, para pemuda dengan semangat tinggi dan penuh keberanian berhasil mendobrak dan membuka segel percetakan Surat Kabar Sinar Matahari. Selanjutnya para pemuda di bawah pimpinan Sumarmadi berhasil pula mengambil alih radio Jepang Hosokyoku. Suasana menjadi panas setelah para pemuda bersama rakyat dan Polisi Istimewa berhasil menurunkan bendera Jepang Hinomaru di Gedung Agung dan digantikan dengan bendera Merah Putih. Puncaknya adalah massa rakyat dapat menguasai markas Jepang di Kota Baru pada tanggal 7 Oktober 1945.
Pada saat situasi dan kondisi yang tidak terkendali tersebut, tampillah Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk melindungi rakyatnya, dengan cara mengeluarkan beberapa maklumat. Adapun maksud beliau adalah untuk menampung para pemuda yang sedang bergelora, di pihak lain pemerintah sudah tidak mampu lagi menjamin keselamatan individu. Maka kemudian didirikanlah badan-badan perjuangan dengan berbagai nama dan semangat revolusi.
Salah satu badan perjuangan yang muncul di Yogyakarta adalah BPRI Mataram yang tidak lain merupakan cikal Bakal terbentuknya TRM. Adapun aktivitas laskar TRM semata-mata berdasar suatu sikap anti penjajahan. Pada prinsipnya keberadaan TRM di Front adalah membantu tentara reguler dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Keberadaan TRM didukung oleh beberapa faktor diantaranya munculnya kelompok-kelompok laskar lain, sehubungan dengan dikeluarkannya plakat amanat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX; didapatkannya senjata dari Jepang: dikeluarkannya beberapa maklumat dukungan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX; adanya figur pemimpin yaitu Soetardjo sebagai koordinator laskar di garis depan maupun di garis belakang.
Aktivitas TRM meliputi bidang politik (pertahanan) dan social . Dalam bidang politik, TRM baik ketika masih merupakan kelompok laskar maupun setelah menjadi batalyon reguler selalu aktif di berbagai Front. Diantaranya Front Magelang, Ambarawa, Semarang, Ujung Bening, Majalengka, Ciranji, Mangkang dan sepanjang medan Kediri Utara serta Jawa Timur pada waktu Agresi Belanda I. Sedang di bidang sosial, TRM menyelengarakan dapur umum dan Palang Merah, aktivitas ini ditangani oleh anggota TRM-Putri (PRIP) dibawah pimpinan Widayati.
Karena kegigihan, keuletan dan keberaniannya di medan pertempuran, maka para perwira Markas Besar Tentara (MBT) memasukkan laskar TRM ke dalam Divisi ketentaraan resmi. Maka pada tanggal 15 Maret 1945 berubah nama menjadi Batalyon XXII Istimewa di bawah Resimen II Divisi IX dengan pimpinan Batalyon I dengan pimpinan Jenderal Mayor RP. Sudarsono. Namun pada tanggal 10 Juli 1946, Batalyon XXII tersebut dirubah lagi menjadi Mobile Batalyon I dengan komandannya tetap Soetardjo. Adapun alasannya adalah agar ruang lingkup dan aktivitas operasionalnya lebih luas.
Setelah periode Mangkang, pasukan Mobile Batalyon I banyak yang meninggalkan kesatuannya, sehingga pasukan Bung Tardjo tersebut tinggal satu kompi. Meskipun demikian sisa pasukan Bung Tardjo ini tetap meneruskan perjuangannya di bawah koordinasi Divisi III/Diponegoro. Pada tahun 1948 aktivitas TRM telah berakhir, berkaitan dengan rekontruksi dan rasionalisasi ketentaraan di Indonesia, maka Mobile Batalyon I kemudian ada yang meneruskan kariernya dalam militer dengan menjadi tentara, ada yang kembali ke masyarakat dengan menjadi wiraswasta dan sebagian lagi melanjutkan ke bangku sekolah.

ABSTRACT
Not long after the proclamation of the Indonesia Independent on August seventeen one thousand nine hundred forty five (17-8-1945), various developments, originating from the allied forces. Said developments were caused by the arrival of the allied forces which in the beginning only at the objective to maintain security, to'-disarm the Japanese and at the same time to return them to their country. Nevertheless it turns out that the arrival of the allied forces was accompanied by Dutch people (NIKA) who were armed so that the Indonesian people feel distracting that impact the aarival of the allied forces had the intention to replant Dutch authority in Indonesia. This trough that the allied forces did no longer care for the sovereignty of the Indonesian Nation. As the result various development occurred or large ware fare in Jakarta, Surabaya, Magelang, Ambarawa, Semarang, Bandung to fight against the allied forces.
Thus in Yogyakarta at the time also happened events against the Japanese. The young people with high spirit and whole of courage succeeded to open the seal of the printing house of the daily Sinar Matahari. Further young people under the leadership of Sumardi succeeded to take over the Japanese radio Hosokyoku. The situation became very hot after the young people together with the general public and the mobile brigade succeeded to put-down the Japanese flag Hinomaru at Gedung Agung and substituted with the red and white flag. The top development was the great masses could control the Japanese headquotres in Kota Baru on October 7,1945.
At the time when uncontrollable situation and condition were everywhere, appeared Sri Sultan Hamengku Buwono IX to protect this people by issuing a couple announcements. His purpose was to accommodate the young people who were being in great courage, on the other side the government is no longer able to guarantee individual safety. Thus struggle organization were established with various names and the spirit of revolution.
One of the struggle organizations that appeared in Yogyakarta is BPRI--Mataram which was no other organization than that which eventually became the seed of TRM. The activities of the semi military TRM was singly on the basis of an anti colonial attitude. In principle the presence of TRM at the Front was to help the regular units in defending the independence of Indonesia.
The presence of TRM was supported by various factors among others the appearing of other semi military groups, in relation to the issuing of placates on the-massage of Sri Sultan Hamengku Bowono IX, the obtaining of weapon from the Japanese, the issues of various support declarations by Sri Sultan Hamengku Buwono IX;the presence of the leader figure i.e Soetardjo as coordinator of semi military units at the Front line as well as at the back line.
Activities of TRM included the field of politics (defense) and social. In the field of politics, TRM, both when both still forming a group of semi military as well as after becoming a regular battalion was invariably active in various Front lines. Among others at Front Magelang, Ambarawa, Semarang, Ujung Berung, Majalengka, Ciranji, Mangkan, and along the Front line Kedu Utara and East Java during the first Dutch agression. While in the social field TRM organized public kitchen and Red Cross, this activities was handled by lady members of TRM (PRIP) under leadership of Widayati.
Thanks to their courage, their perseverance, and courage on Front line, the officers of the Head quarters (MBT) included laskar TRM into the official army unit. Thus on March 15,1945 its name was changed to become battalion 22 istimewa under regiment II Divisi IX which as leader of battalion I with as. leading Batalyion I, with as commander Jendral Major RP.Sudarsono. Nevertheless on July 10,1946, said Batalyion XXII was changed to become mobile battalion I with as commander always Soetardjo. The reason was in order that the scope and its cooperation avtivities would become proader.
After the period of Mangkang, the mobile Batalyion I unit were many leaving their unit, so that the units of Bung Tardjo remained only one company. Nevertheless this remaining unit of Bung Tardjo continued its struggle under coordination of divisi III/Diponegoro. In ninety forty eight activities of TRM have ended, in relation to reconstruction and rationalization in the army in Indonesia, thus mobile batalyion I eventually there were those to continue their career in the military by becoming regular soldiers, part of them returned to the public community by becoming self employed people and part continued their study.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saafroedin Bahar
Jakarta: Intermedia, 1988
321.08 SAA p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>