Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85985 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Effionora Anwar
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari kemampuan penjerapan klorfeniramin maleat (CTM) yang bersifat ampifilik oleh niosom. Niosom adalah pembawa obat yang menyerupai liposom dalam bentuk enkapsul serta berperan dalam sistem pelepasan obat. Niosom dan liposom mempunyai masalah kestabilan, hal itu dapat diatasi oleh proniosom yang merupakan bentuk kering dari niosom. Proniosom dibuat menggunakan maltodekstrin DE 5-10 yang berasal dari pati garut (Maranta arundinaceae Linn.), yang dikombinasi dengan Span 60 dan kolesterol sebagai surfaktan non ionik dalam enam formula. Tingkat penjerapan CTM tergantung pada kombinasi surfaktan dalam proniosom, konsentrasi zat aktif dan jumlah proniosom yang digunakan, suhu dan lama hidrasi. Niosom yang dibuat dari sejumlah proniosom formula 3 dengan cara hidrasi menggunakan air demineral hingga konsentrasi 10 mM pada suhu 80oC selama 2 menit mampu menjerap CTM yang ditambahkan 1mM sebesar 94,04%. Konsentrasi proniosom formula 3 ditingkatkan sampai menghasilkan surfaktan 30 mM dan mengandung CTM 10 mM dalam niosom, ternyata meningkatkan penjerapan CTM.

Study of the Capability of Niosomes that Used Maltodextrin from Garut Starch (Maranta arundinaceae Linn.) as a Chlorpheniramine Maleate Carrier. The aim of this research was to study the entrapment ability of ampiphylic drug, chlorpheniramine maleate (CTM), by niosome. Like liposomes, niosomes is an encapsulated drug carrier that has important role in a drug release system. Niosomes and liposomes are unstable, but niosomes could be handled by proniosomes. Proniosomes in this research was prepared using the combination of maltodextrin DE 5-10 from arrowroot starch (Maranta arundinaceae Linn.), Span 60 and Cholesterol as non ionic surfactant in six formulas. The entrapment level of CTM depends on combination of surfactant in proniosomes, drug substance concentration and proniosomes quantity, temperature, and hydration times. Niosomes (10mM) that was prepared by proniosomes in formula 3 has been hydrated at 80 oC for 2 minutes using demineralized water could entrapped 94,04%, of 1 mM CTM. The proniosomes in formula 3 was increased up to 30 mM surfactant and 10 mM CTM in niosomes, could increase the entrapment of CTM. "
Lengkap +
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Effionora Anwar
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari kemampuan penjerapan klorfeniramin maleat (CTM) yang bersifat ampifilik oleh niosom. Niosom adalah pembawa obat yang menyerupai liposom dalam bentuk enkapsul serta berperan dalam sistem pelepasan obat. Niosom dan liposom mempunyai masalah kestabilan, hal itu dapat diatasi oleh proniosom yang merupakan bentuk kering dari niosom. Proniosom dibuat menggunakan maltodekstrin DE 5-10 yang berasal dari pati garut (Maranta arundinaceae Linn.), yang dikombinasi dengan Span 60 dan kolesterol sebagai surfaktan non ionik dalam enam formula. Tingkat penjerapan CTM tergantung pada kombinasi surfaktan dalam proniosom, konsentrasi zat aktif dan jumlah proniosom yang digunakan, suhu dan lama hidrasi. Niosom yang dibuat dari sejumlah proniosom formula 3 dengan cara hidrasi menggunakan air demineral hingga konsentrasi 10 mM pada suhu 80oC selama 2 menit mampu menjerap CTM yang ditambahkan 1mM sebesar 94,04%. Konsentrasi proniosom formula 3 ditingkatkan sampai menghasilkan surfaktan 30 mM dan mengandung CTM 10 mM dalam niosom, ternyata meningkatkan penjerapan CTM.

Study of the Capability of Niosomes that Used Maltodextrin from Garut Starch (Maranta arundinaceae Linn.) as a Chlorpheniramine Maleate Carrier. The aim of this research was to study the entrapment ability of ampiphylic drug, chlorpheniramine maleate (CTM), by niosome. Like liposomes, niosomes is an encapsulated drug carrier that has important role in a drug release system. Niosomes and liposomes are unstable, but niosomes could be handled by proniosomes. Proniosomes in this research was prepared using the combination of maltodextrin DE 5-10 from arrowroot starch (Maranta arundinaceae Linn.), Span 60 and Cholesterol as non ionic surfactant in six formulas. The entrapment level of CTM depends on combination of surfactant in proniosomes, drug substance concentration and proniosomes quantity, temperature, and hydration times. Niosomes (10mM) that was prepared by proniosomes in formula 3 has been hydrated at 80 oC for 2 minutes using demineralized water could entrapped 94,04%, of 1 mM CTM. The proniosomes in formula 3 was increased up to 30 mM surfactant and 10 mM CTM in niosomes, could increase the entrapment of CTM. "
Lengkap +
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Marco Mawira Salim
"Kafein merupakan obat yang telah banyak digunakan untuk aplikasi topikal dan telah digunakan dalam sediaan farmasi dan kosmetik karena mempunyai aktivitas yang menguntungkan pada kulit, misalnya, sebagai anti-selulit, dan perlindungan terhadap paparan sinar UV matahari. Penggunaan niosom sebagai alternatif penghantaran kafein melalui kulit, telah dibahas dalam beberapa penelitian terdahulu. Belum ada tinjauan yang mengumpulkan dan membandingkan artikel-artikel mengenai topik tersebut. Maka, tinjauan akan membahas secara umum tentang niosom sebagai pembawa obat, sebagai penghantaran untuk kafein melalui kulit, dan bertujuan untuk memberikan rekomendasi setelah melakukan perbandingan dari penelitian- penelitian terdahulu. Artikel-artikel mengenai topik yang berkaitan dikumpulkan, lalu dilakukan analisa dan pengumpulan data mulai dari preparasi niosom, karakterisasi dari niosom, dan kemampuan penetrasi niosom kafein melalui membran simulasi kulit. Berdasarkan analisa data dari artikel-artikel yang dikumpulkan, didapatkan bahwa sebagian besar pembuatan niosom menggunakan teknik hidrasi lapis dan surfaktan non-ionik seperti tween dan span. Rangkuman data dari hasil penelitian-penelitian tersebut juga memperlihatkan bahwa ukuran vesikel niosom kafein dari surfaktan tween (hidrofilik) relatif lebih besar dibandingkan niosom dari span (hidrofobik). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penggunaan surfaktan hidrofobik seperti span menghasilkan niosom dengan ukuran vesikel yang relatif lebih kecil, dan dapat meningkatkan jumlah dan kecepatan penetrasi niosom melalui membran. Selain itu, rasio 1:1 antara surfaktan dan kolestrol menunjukkan encapsulation efficiency yang lebih besar dibanding rasio lain.

Caffeine is a drug that has been widely used for topical applications and has been used in pharmaceutical and cosmetic preparations because of having beneficial activities on the skin, for example, as anti-cellulite and UV ray protection. The use of niosomes as an alternative to the delivery of caffeine through the skin, has been discussed in several previous studies. No one has collected and compared articles on this topic yet. Therefore, this review will discuss generally about niosomes as a drug carrier, as a delivery for caffeine through the skin, and be supported to provide recommendations after conducting research from studies. Articles on topics are collected and then analyzed and collected data ranging from the preparation of niosomes, the characterization of niosomes, and the ability of caffeine niosome penetration through simulation membranes as skin. Based on data analysis from the articles collected, it was found that most niosomes were made using layered hydration techniques and non-ionic surfactants such as tween and span. Summarized data showed that tween (hydrophilic) surfactants have relatively larger niosome vesicle size than that of span (hydrophobic). Then, can be concluded that the use of hydrophobic surfactants such as span produces niosomes with relatively smaller vesicle sizes, which can increase the number and speed of acquisition of niosomes through the membrane. In addition, the 1: 1 ratio between surfactants and cholesterol shows greater encapsulation efficiency than other ratios."
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Effionora Anwar
"Niosom adalah salah satu vesikel surfaktan nonionik yang dapat membawa obat yang sekarang ini sedang dikembangkan. Salah satu eksipien yang digunakan dalam niosom adalah maltodektrin. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kemampuan penjerapan obat oleh niosom yang menggunakan maltodekstrin DE 5-10 dart pati singkong sebagai bahan pembawa. Maltodekstrin dengan ukuran 60 mesh (250 um) ditambah surfaktan non ionik menghasilkan proniosom. Proniosom tersebut bila dihidrasi akan menghasilkan niosom. Proniosom dan niosom yang dihasilkan dievaluasi secara mikroskopik dan analisis kuantiatatif terhadap obat yang dijerap, sebagai bahan obat digunakan klorfeniramin maleat (CTM) sebagai model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa maltodekstrin DE 5-10 dari pati singkong dapat digunakan sebagai pembawa dalam pembuatan proniosom dan proniosom yang dihasilkan tersebut dapat digunakan untuk membuat niosom, dan dapat menjerap obat sebesar 45,54% pada konsentrasis urfaktan lOmMdanCTM ImM.

Niosomes are nonionic surfactant vesicles as carrier for drug, that developed by researcher. One of the exipient can be used in niosom is maltodextrin. The aim of this research was to study entrapment ability of drug by niosom that used maltodextrin DE 5-10 from tapioca starch as carrier substance. The maltodextrin DE 5-10 with particle size 60 mesh (250 um) was added non ionic surfactant for proniosomes preparation. The proniosomes when hydrated could be produced niosomes. Both proniosom and niosomes had been evaluated by microscopic and quantity entrapment drug method, and was used chlorpheniramin maleat as a drug model. Results of this research show that maltodextrin DE 5-10 from tapioca starch can be used as the carrier in the proniosome preparations and can be used for producing niosomes, and could entrapped drug 45,54% at 10 mM surfactant concentration and 1 mM CTM."
Lengkap +
[place of publication not identified]: Sains Indonesia, 2004
SAIN-9-3-2004-18
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Susi Indriyani
"Niosom adalah vesikel yang dibentuk oleh perakitan sendiri surfaktan nonionik. Niosom mampu menjerap obat hidrofilik, lipofilik dan amfifilik. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh maltodekstrin DE 10-15 dan 15-20 terhadap laju pelepasan CTM sebagai model obat amfifilik dari sediaan niosom. Pelepasan CTM dari niosom secara in vitro ini ditunjukkan dengan metode disolusi. Sebagai medium disolusi, digunakan dua jenis medium dalam penelitian ini, yakni larutan asam klorida pH 2,0 dan larutan dapar fosfat pH 7,2. Niosom yang terjerap pada niosom dapat dipisahkan dari obat bebas dengan metode dialisis. Beberapa faktor seperti kandungan obat dan konsentrasi surfaktan, diuji dan dioptimasi untuk mendapatkan efisiensi penjerapan paling tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penjerapan paling tinggi adalah 92,39% dengan menggunakan maltodekstrin DE 10-15 sebagai pembawa. Sistem vesikel dalam penelitian ini menunjukkan stabilitas yang baik. Efisiensi penjerapan obat setelah disimpan selama 6 minggu pada dua suhu yang berbeda, tidak menunjukkan perbedaan yang berarti dibandingkan dengan sampel pada awal pembuatan. Berdasarkan hasil penelitian, CTM sebagai model obat amfifilik dalam sistem niosom ini, kurang berpotensi untuk digunakan sebagai sediaan lepas lambat."
Lengkap +
Universitas Indonesia, 2006
S32514
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Obat yang diberikan secara oral akan mengalami proses absorpsi
sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Proses absorpsi dapat dipelajari secara
in vitro menggunakan alat absorption simulator dengan suatu membran
artifisial. Absorption simulator telah digunakan untuk menguji laju absorpsi
ketoprofen dan klorfeniramin maleat menggunakan membran artifisial yang
terbuat dari kertas penyangga tipe GV 0,22 μm (Millipore) yang diimpregnasi
dengan berbagai kombinasi lesitin-kolesterol (1:1, 3:2, 7:3) dalam parafin cair.
Pengujian laju absorpsi menggunakan larutan ketoprofen 20 ppm dan larutan
klorfeniramin maleat 50 ppm dalam cairan lambung simulasi pH 1,0 dan 3,0
serta cairan usus simulasi pH 6,5 selama 5 jam pada suhu 371°C dimana
sampel diambil pada jam ke-1, 3 dan 5 sebanyak 5 ml. Dari berbagai
kombinasi lesitin-kolesterol yang dibuat, kombinasi 1:1 kurang memenuhi
syarat sebagai membran artifisial karena kenaikan bobot setelah impregnasi
kurang dari 90% dan menyebabkan perubahan pH yang signifikan pada akhir
percobaan. Dari hasil percobaan dapat disimpulkan kombinasi lesitinkolesterol
3:2 menunjukkan absorpsi terbesar untuk senyawa ketoprofen dan
klorfeniramin maleat. Hasil uji absorpsi menunjukkan laju absorpsi ketoprofen
termasuk laju absorpsi lambat dan laju absorpsi klorfeniramin maleat
termasuk laju absorpsi sedang. Hasil tersebut menunjukkan alat belum
bekerja optimal untuk senyawa ketoprofen karena hasil tidak sesuai dengan
literatur."
Lengkap +
Universitas Indonesia, 2006
S32554
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purnama Fajri
"Telah dilakukan penelitian untuk melihat dan menganalisis pengaruh pati ganyong terpregelatinasi terhadap laju larut ketoprofen. Proses pregelatinasi pati ganyong dilakukan pada suhu 55°C, 65°C, dan 75°C dengan menggunakan double drum drier. Formulasi tablet dibuat sebanyak empat formula menggunakan metode cetak langsung dengan avicel pH 102, SSG, aerosil, talk dan Mg Stearat sebagai bahan tambahan. Uji laju larut tablet dilakukan menggunakan alat tipe 2 dalam medium dapar fosfat pH 7,2 dengan volume 900 ml dan kecepatan putaran 50 rpm. Hasil uji laju larut menunjukan pada menit ke 10 tablet yang menggunakan pati ganyong terpregelatinasi sebagai pengisi (formula A, B, C) mempunyai laju larut yang lebih tinggi dibandingkan dengan tablet yang menggunakan pati ganyong yang belum terpregelatinasi (formula D). Pati ganyong terpregelatinasi suhu 55°C (formula A) memiliki laju larut yang lebih tinggi dibandingkan dengan pati ganyong terpregelatinasi suhu 65 0C dan 75°C (formula B dan C).
It has been done a research to know and analysis the influence of pregelatinized Queensland arrowroot starch to ketoprofen dissolution rate in tablet. Pregelatinized process were doing at temperature 55°C, 65°C and 75°C using double drum drier. Tablet formulation were made in 4 formula using direct compression method with avicel pH 102, sodium starch glycolate, aerosil, talk and magnesium stearate as excipient. Dissolution testing using aparatus 2 method in 900 ml medium buffer phospate pH 7,2 and 50 rpm. In first 10 minute tablet with pregelatinized queensland arrowroot starch (formula A, B, and C) have higher disolution rate than tablet with native queensland arrowroot starch (formula D). Besides that pregelatinized queensland arrowroot starch using temperature 55°C (formula A) showed higher dissolution rate compare to pregelatinized at 65°C and 65°C (formula B and C)."
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2007
S32985
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hartika Guspayane
"[ABSTRAK
Penggunaan zat aktif dalam bentuk kombinasi pada sediaan obat merupakan hal yang sangat lazim ada dalam proses produksi sediaan obat. Namun zat aktif yang dikombinasikan dapat berinteraksi secara fisik satu sama lain. Asetaminofen merupakan zat aktif yang sering dikombinasikan dengan zat aktif yang lain dalam sediaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis interaksi pada campuran biner asetaminofen dan klorfeniramin maleat dengan menggunakan metode Differential Scanning Calorimetry (DSC). DSC merupakan metode yang umum digunakan dalam menganalisis perubahan fisik pada suatu material. Perubahan fisik yang dimaksud adalah perubahan pada fenomena-fenomena termal seperti jarak lebur, entalpi peleburan serta pembentukan campuran eutektik. Hasil analisis DSC didukung dengan melakukan analisis menggunakan X-Ray Diffractometry (XRD) dan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FT-IR). Campuran biner asetaminofen-klorfeniramin maleat dibuat dalam perbandingan (50:50) dan (99,5:0,5) dengan menggunakan metode triturasi dan spatulasi. Campuran biner asetaminofen-klorfeniramin maleat pada perbandingan berat 50:50 mengalami interaksi fisik yang ditandai dengan perubahan bentuk kurva endotermik dan penurunan kristalinitas yang teramati pada hasil analisis DSC dan XRD. Sedangkan campuran biner asetaminofen-klorfeniramin maleat pada perbandingan berat 99,5:0,5 tidak mengalami interaksi.

ABSTRACT
, The use of active pharmaceutical ingredients in combination is very prevalent in the production of dosage forms. However, the active drug pharmaceutical ingredients in combination can physically interact with each other. Acetaminophen is the active pharmaceutical ingredients which are often combined with other drugs in the dosage form. This study aimed to identify and analyze the interaction of the binary mixture of acetaminophen and chlorpheniramine maleate using Differential Scanning Calorimetry (DSC). DSC is a common method used in analyzing physical change in materials. Physical changes in question are a change in the thermal phenomena such as melting point, the enthalpy of fusion and the formation of eutectic mixture. To support the results of DSC analysis was also performed the analysis using X-Ray Diffractometry (XRD) and Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FT-IR). The binary mixtures of acetaminophen-chlorpheniramine maleate were made in the ratio of (50:50) and (99.5: 0.5) by using trituration and spatula. Binary mixture of acetaminophen - chlorpheniramine maleate in a weight ratio of 50:50 undergo physical interactions which were characterized by changes in endothermic curve shape and crystallinity decrease observed in DSC and XRD analysis results. Whereas the binary mixtures of acetaminophen-chlorpheniramine maleate in a weight ratio of 99.5 : 0.5 did not experience any interaction.
]
"
Lengkap +
2015
S60411
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>