Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168256 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rio Chaidir
"Penelitian ini berfokus pada implementasi kebijakan Departemen Hukum dan Ham RI tentang program asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Bekasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetehui bagaimana implementasi program asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat di Lapas Bekasi dan untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dalam implementasi kebijakan tersebut yang ditinjau dari faktor komunikasi, faktor sumber-sumber, faktor kecenderungan dan faktor birokrasi. Dalam melakukan penelitian ini digunakan metode kualitatif dengan desain diskriptif. Adapun informan dalam penelitian ini terdiri dari 10 orang yaitu 8 orang narapidana dan 2 orang pejabat struktural di Lapas Bekasi. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap informan, sedangkan analisis dilakukan dengan merujuk pada teori implementasi kebijakan dari George C. Edward dan analisis SWOT. Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa implementasi kebijakan asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat di Lapas Bekasi terlihat kurang optimal. Hal ini terjadi karena beberapa faktor penghambat yakni ditinjau dari faktor komunikasi yaitu informasi kebijakan belum dikomunikasikan dengan baik ke narapidana dan masyarakat selaku stakeholder, sedangkan dari faktor sumber-sumber yaitu kurangnya tenaga staf secara kwantitas dan kwalitas SDM, serta kurangnya sumber dana operasional. Selanjutnya adalah faktor kecenderungan petugas pelaksana kebijakan yang menjalankan kebijakan ini lebih cenderung terhadap narapidana yang memberikan bantuan dana. Faktor terakhir yaitu faktor yakni dari Lapas, Kantor Wilayah dan Direktorat Jenderal belum lagi dengan instansi terkait seperti Pemerintahan Daerah dan Kejaksaan.

This study is focused to know how the implementation of Law Department & Human Right?s policies about assimilation program, parole, leave nearing free, and conditional leave in LAPAS Bekasi. The study also aims to know the barriers in implementing those policies. Qualitative method is used in this study. This study involves 10 informants; 8 people are prisoners and the others are functionary of LAPAS Bekasi. Data collecting is obtained by holding an interview with the informants. And data analysis is done by George C. Edward?s Theories and SWOT analysis. The result of this study indicated that the implementation of policies about assimilation program, parole, leave nearing free, and conditional leave in LAPAS Bekasi is not optimal. It?s caused by some barrier factors such as communication, human resources and bureaucracy factor. The policies are not informed well to prisoners and people. There is less of quality and quantity of operational staff. And the bureaucracy needs long time in implementing."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T 25015
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
S8738
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Medi Oktafiansyah
"Penelitian ini berjudul ?Analisis Implementasi Kebijakan Bebas Peredaran Uang (BPU) Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Salemba?. Latar belakang pemilihan judul ini didasarkan pada kajian empiris dan teoritis, Seiring dengan berjalannya waktu, pelaksanaan sistem pemasyarakatan di Indonesia ternyata kebebasan tersebut disalahgunakan oleh para narapidana/ tahanan untuk melakukan transaksi ilegal lainnya dengan menggunakan uang tunai sebagai alat pembayaran. Salah satu contoh transaksi ilegal yang banyak ditemukan adalah tindak pemerasan atau pemalakan yang kadang menjadi sebab terjadinya kerusuhan di dalam Lapas/ Rutan, hingga transaksi peredaran narkoba di dalam Lapas/ Rutan. Lokasi penelitian akan dilakukan pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Salemba dengan metode penelitian kualitatif.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif menempatkan data sebagai titik sentral dalam penelitian. Penempatan ini membuat proses penelitian kualitatif selalu tergantung dari dinamika data sehingga peneliti harus menyediakan banyak ruang untuk melakukan revisi terhadap proses penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Kebijakan Bebas Peredaran Uang (BPU) pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Salemba pada dasarnya dapat dilaksanakan dengan baik, meskipun ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh formulator kebijakan terhadap para implementator sebagai pelaksana kebijakan. Merujuk hasil penelitian yang telah dilakukan dalam rangka melaksanakan kebijakan yang telah diformulasikan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan tentang Kebijakan Bebas Peredaran Uang (BPU) maka perlu dilakukan penambahan pegawai yang dapat mendukung pelaksanaan program tersebut secara terus menerus. Di samping itu, pendidikan dan pelatihan dasar tentang pemasyarakatan harus dilaksanakan pada saat orientasi awal pegawai, sehingga pada akhirnya pegawai dapat memahami dengan jelas tugas pokok dan fungsinya serta dapat menjalankan program tersebut dengan baik sesuai dengan tujuan kebijakan tersebut.

This research is entitled ?Analysis of Money Circulation-Free Implementation at Salemba Correctional Institution?. The background of title selection is based on empirical and theoretical study. Over the time, on implementation of Correctional system in Indonesia, there are freedom abused which is illegal transaction using cash as a means of payment that sometimes became reason of a riot to drug transaction inside the Correctional Institution or Detention Centre. This research will be conducted at Salemba Correctional Institution with qualitative research methods.
Research methods used in this research ia a qualitative approach. Qualitative approach is place the data as a central point the reaserch. This placement makes qulitative reasearch process always depends on the dynamics of the data so that researchers need to provide more space to do the revision process of the research.
The results of this research shows that implementation of Money Circulation-Free Program at Salemba Correctional Institution basically can through well, although there are few things that must be considered by the formulator of policy to the policy implementers. Refers to results of the research which have been done that in order to implement the policy formulated by the Directorate General of Corrections about Money Circulation-Free Program, the addition of staff is required to support the implementation of the program continuously. Besides, education and basic training about Corrections should be implemented at the beginning of the employee orientation, in the end so that employees can clearly understand the basic tasks and functions and can run the program with a good purpose in accordance with the policy."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T26338
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wawan Indiarto
"Penelitian ini dilakukan karena adanya tingkat kematian narapidana dan tahanan di Lembaga pemasyarakatan Klas IIA Pemuda Tangerang pada awal tahun 2007 yang tinggi sekali yang disebabkan penyakit HIV/AIDS, sehingga menarik perhatian peneliti untuk mengadakan penelitian terhadap Implementasi Kebijakan Strategi Penanggulangan H1V AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Klas II Pemuda Tangerang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Implementasi Kebijakan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan tentang Strategi Penanggulangan HIVIAIDS dan Penyalahgunaan Narkoba Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Tangerang dan 3 (tiga) variabel pendukung dan variabel penghambat Implementasi Kebijakan Direktorat Jendereal Pemasyarakatan Nomor: E.55.PK04.10. Tabun 2005 tentang Starategi Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pemuda Tangerang.
Penelitian ini dilakukan dengan Cara observasi ke lapangan dengan membuat dan menyebarkan kuisioner kepada 40 orang Pegawai yang diambil secara acak sebagai perwakilan dari 193 pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pemuda Tangerang, dan mengadakan wawancara mendalam kepada pegawai yang dianggap dapat mewakili pegawai keseluruhan, seperti wawancara kepada Kepala, Kepala seksi Pembinaan, Kepala sub seksi Bimbingan dan perawatan, Dokter, Kepala Poliklinik, dan narapidana pasien HIV/AIDS.
Teori yang digunakan untuk melakukan analisis George C. Edwar IIl.yang terdiri dari atas variable yaitu. Variabel Komunikasi, variabei sumber-sumber, variabei kecenderungan-kecendeiungan (sikap), dan varabel struktur birokrasi.
Kesimpulannya bahwa kebijakan Strategi Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba telah dikornunikasikan dengan balk kepada pelaksana/petugas, sikap dan birokrasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas HA Pemuda Tangerang sangat balk dan mendukung sekali atas kebijakan tersebut. Hanya faktor variabel sumber-sumber ( suber daya, dan sumber dana) belum mendukung.
Oleh sebab itu peneliti perlu memberikan rekomendasi kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan KlasIiA Pemuda dan Direktur Jenderal Pemasyarakatan agar : merekuitmen petugas Dokter dan Perawat sesuai dengan kebutuhan Lembaga Pemasyarakatan, mengusulkan/menambah anggaran kesehatan untuk di Lembaga Pemasyarakatan dan membuat kerja sama dengan Departemen Kesehatan.

This research is done caused by storey level death of prisoner and convict in Institute serve a sentence Klas IIA Young man of Tangerang in the early year 2007 high once which is caused by disease of HIV 1 aids, so that draw attention researcher to perform a research to Implementation Policy Of Strategy Deviation of HIV AIDS and Deviation of drugs in Institute Serve A Sentence Klas II Young man of Tangerang.
Target of this research is to know Implementation Policy Directorate General Pemasyarakatan about Strategy Deviation of HIV 1 aids and deviation of drugs In Institute Serve A Sentence Klas IIA Tangerang and 3 supporter variable t and variable resistor of Implementation Policy Of Directorate of Jendereal Pemasyarakatan Number: E.55.Pk.04.I0. Year 2005 about Strategy Deviation of HIV I aids and Deviation of drugs in Institute Serve A Sentence Klas ILA Young man of Tangerang.
This research is done by observation to field by making and propagating questioner to 40 taken Officer people at random as delegation from 193 officer of Institute Serve A Sentence Klas IIA Young man of Tangerang, and perform a circumstantial interview to assumed officer can deputize officer of entirety, like interview to Head prison, chief Head of Construction, chief Head Sub of Tuition and treatment, Doctor, Head Polyclinic, and malefactor of patient of HIV 1 aids.
Theory used to analyse George C. Edwar III.YANG consist of of variable that is. Variable Communications, variable of is source of, tendencies variable (attitude), and bureaucracy structure variable.
Its conclusion that policy of Strategy Deviation of HIV / aids and Abuse of drugs have been communicated better to executor I officer, bureaucracy and attitude in Institute Serve A Sentence Klas IIA Young man of Tangerang very good and support once of policy. Only variable factor of is source of energy sober, and fund source not yet supported.
On that account researcher require to give recommendation to Head prison Klasiia Young man and Director-General of Pemasyarakatan [so that/ to be] : recruitment officer of Doctor and Nurse as according to requirement [in] prison, proposing I adding health budget to in prison and make job/activity is equal to Department Health."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20823
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhi Yanriko Mastur
"Cuti mengunjungi keluarga bertujuan untuk menghilangkan stigma terhadap narapidana, serta mencegah penolakan masyarakat terhadap bekas narapidana. Cuti mengunjungi keluarga yang dilakukan melalui kunjungan narapidana kepada keluarga narapidana di tempat tinggalnya, merupakan kegiatan rutin yang dapat dilaksanakan setiap tiga bulan bagi narapidana yang memiliki masa pidana minimal 12 bulan. Kegiatan ini biasanya dimanfaatkan oleh kedua belah pihak untuk saling tukar informasi atau menumpahkan segala keluh kesah. Dalam kegiatan ini narapidana dapat melakukan kebebasan yang seluas-luasnya selama waktu yang ditentukan.
Hak Cuti Mengunjungi Keluarga dalam proses pemberiannya sangat dipengaruhi oleh pemahaman petugas, narapidana dan masyarakat terhadap keberadaan hak ini. Di samping pemberian hak ini juga sangat ditentukan dari kelancaran pelaksanaan prosedur, pengorganisasian dan fungsi koordinasi inter dan antar unit yang terkait di Lembaga Pemasyarakatan.
Dari temuan hasil penelitian dan pembahasan, ternyata pemberian hak Cuti Mengunjungi Keluarga bagi narapidana telah dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang, meskipun dalam pelaksanaannya masih dihadapkan dengan hambatan-hambatan; antara lain menyangkut kurangnya pemahaman terhadap prosedur, masalah pembiayaan, masih ditemukan hambatan sebagai akibat pelanggaran tata tertib dan kurang lengkapnya berkas permohonan ijin dari pihak keluarga serta masih adanya stigma negatif narapidana oleh masyarakat.
Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan pemberian hak Cuti Mengunjungi Keluarga, diperlukan Iangkah-langkah nyata dalam bentuk peningkatan sosialisasi yang ditujukan kepada petugas dan narapidana sehingga tercipta sinergi dalam pelaksanaannya. Di samping itu pengalokasian anggaran untuk memenuhi kebutuhan administrasi dan operasional sehingga diharapkan hak Cuti Mengunjungi Keluarga dapat dirasakan manfaatnya bagi semua narapidana yang memenuhi persyaratan.

The annual leave to visit family has objective to eliminate stigma against prisoners, as well as to prevent people refusal against ex prisoner. The annual leave to visit family that is executed through prisoner visiting to prisoner's family in their residence represents routine activity which can be conducted every three months for prisoners who has the term of punishment minimally 12 months. This activity usually is utilized by both parties for exchanging information or submitting their feeling. In this activity prisoner can conduct freedom as wide as possible during determined time.
The annual leave to visit family in its granting process is really affected by officer, prisoners and people understandings against the existence of this right. Besides this right granting is also determined from the smoothness of that procedure execution, organizing and intra and inter unit coordination function related to prison institution.
From the result of research and analysis, factually the granting of annual leave right to visit family for prisoner has been implemented in class 1 prison institution Cipinang, although in its execution it was still found obstacles as the cause of rule violence and the lack of permit application document from family parties as well as prison's negative stigma from people.
To increase the effectivity and efficiency of annual leave granting to visit family, it is needed real steps in form of socialization increase shown by officer and prisoners so that it can create synergy in its execution. Besides of that, the allocation of budget for providing annual leave rights to visit family can be felt its benefit for all prisoners who meet requirement.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15192
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Cahyadi
"Penelitian ini memiliki fokus pada implementasi kebijakan layanan informasi yang dikeluarkan oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta sebagai pemegang kebijakan yang tertinggi dalam organisasi Lembaga Pemasyarakatan. Latar belakang dipilihnya penelitian ini berangkat dari semaraknya pemberitaan di media massa dan elektronik yang mengangkat tentang buruknya pelayanan petugas pemasyarakatan dalam menjalankan fungsi dan tugas pokoknya.
Sebagai upaya mewujudkan Program BUTERPAS yang telah dicanangkan oleh Menteri Hukum dan HAM RI, Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta membuat kebijakan penyelenggaraan layanan informasi melalui Surat Keputusan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta Nomor : W7.Es.KP.07.05-1742 Tahun 2009. Kebijakan ini merupakan bukti dari keseriusan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta untuk memperbaiki citra petugas pemasyarakatan dimata masyarakat dan narapidana melalui usaha memberikan layzman informasi yang ramah, terbuka, transparan dan akurat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan layanan informasi pada dasarnya sudah dilakukan dengan baik namun masih belum terlihat hasil yang optimal. Hal ini dengan ditemukannya beberapa hambatan dari faktor komunikasi yaitu isi kebijakan, prosedur dan aturan dalam kebijakan layanan informasi belum tersosialisasikan dengan baik ke petugas implementor maupun kelompok sasaran kebijakan (narapidana dan masyarakat), sehingga terjadi ketidakjelasan. Faktor sumber daya yakni jumlah petugas tim layanan informasi yang tidak sebanding dengan jumlah narapidana, fasilitas ruang layanan yang kurang nyaman dan data yang kurang up to date. Kemudian dari faktor Kecenderungan atau sikap dari petugas pelaksana yang memandang bahwa tugas memberikan layanan informasi hanya sebagai suatu kewajiban tanpa diikuti oleh komitmen dan motivasi untuk mcmperbaiki kinerjanya. Dan terakhir dari faktor struktur birokrasi yakni lemahnya pengawasan dari atasan atau pimpinan sebagai perumus kebijakan dalam menindaklanjuti pelanggaran yang dilakukan oleh petugas dilapangan sehingga terjadi kelonggaran dalam pelaksanaan dilapangan.
Merujuk dari basih penelitian yang telah dilakukan, maka pihak Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta terutama para pejabat struktural sebagai pemengang kebijakan perlu segera melakukan sosialisasi yang tersturktur dan berkesinambungan agar tidak lagi terjadi perbedaan persepsi dan tindakan petugas pelaksana dilapangan. Selain itu untuk meningkatan pengetahuan dan skills serta motivasi para petugas tim layanan perlu dilakukan pelatihan teknis serta penerapan sistem reward and punishment agar tercipta tampilan kerja yang profesional dan terukur.

This study is focusing on the implementation of information service policy issued by The Head of Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta as a supreme policy maker in prison organization. This study chosen based on the growing news from medias both paper and electronic about the bad services of information given by prison officers as they undergoing their jobs and functions.
In order to bring BUTERPAS program into reality which is issued by Minister of Law and Human Right, Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta make policy of information service based on Surat Keputusan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta Nomor : W7.Es.KP.07.05-1742 Tahun 2009. This policy become a proof for Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta to rehabilitate the image of prison officers very seriously in society and inmates through efforts by giving information service in hospitable, open, transparent and accurate way.
The result of study shows that the implementation of informational service policy basically has been well-undergone but far from optimal. It is because of still some obstacles appear from communication factor such as the content of policy, procedures and rules in informational service policy has not yet well-promoted both to the officers and object of the policy (inmates and society), the unclearness, resources factors that is the officers are not balance with the inmates, inconvenient room, and not up-to-date data. Factor of tendency or attitudes of the officers still consider that information service is just an obligation without commitment and motivation of improvement. The last is birocracy structure which is lack of surveillance from superior or leader as policy maker in responding fouls done by officers, so lot of the indiscipline in the field.
Referring the result of the study, Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta, especially structural officers as policy holders need to undergo structured socialization and continue to avoid the differences of perception and act of an officer in field. Furthermore, to improve knowledge and skills and motivation of the officers? service team, technical training and reward and punishment is needed to create a professional and measured work.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2010
T33284
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Titut Sulistyaningsih
"Penelitian ini berfokus pada pembebasan bersyarat yang merupakan salah satu hak narapidana dalam program pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan, yang bertujuan agar narapidana yang telah memenuhi syarat dapat berinteraksi dan bersosialisasi dengan masyarakat di luar lembaga pemasyarakatan. Prosedur untuk memperoleh pembebasan bersyarat dilakukan dengan beberapa tahap melalui program pembinaan dengan terlebih dahulu memenuhi syarat administratif maupun substantif.
Proses pelaksanaannya kadangkala dalam memenuhi syaratnya mengalami beberapa kendala baik terhadap sumber daya manusia pada petugas maupun narapidana sendiri. Selain itu kendala yang lain adalah disebabkan oleh faktor organisasi, administrasi serta kondisi sosial masyarakat dalam mendukung proses pelaksanaanya. Oleh karena itu keberhasilan dalam memenuhi syarat untuk memperoleh pembebasan bersyarat dapat dipengaruhi oleh pemahaman dan peningkatan sumber daya manusia sebagai faktor pendukung.
Disamping itu pemberian pembebasan bersyarat, diperlukan juga pemahaman prosedur yang ada, pengorganisasian, koordinasi baik dalam internal lembaga pemasyarakatan sendiri maupun oleh organisasi lain yang terkait seperti Kejaksaan dan pengadilan. Dari hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, walaupun dalam memenuhi syarat dalam mengajukan pembebasan bersyarat telah berjalan sesuai dengan prosedur namun demikian dalam pelaksanaannya masih adanya kendala-kendala dalam memenuhi syarat-syarat di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang.
Beberapa kendala tersebut diantaranya adalah, masih kurangnya sumber Jaya manusia baik tentang teknis pada petugas maupun pemahaman pada diri narapidana, juga dalam hal kurangnya pemahaman dalam hal organisasi dan koordinasi dengan pihak lain. Selain itu kendala lainnya adalah dalam pemenuhan berkas administrasi serta kondisi Iingkungan masyarakat dalam mendukung pemenuhan syarat-syarat untuk mengajukan pembebasan bersyarat.
Agar program pembinaan narapidana dalam memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh pembebasan bersyarat lebih efektif dan efisien diperlukan peran dan kerjasama beberapa pihak. Oleh karena itu diperlukan sosialisasi secara berkala dan berkesinambungan serta adanya peningkatan sumber daya manusia melalui pelatihan tentang proses pengajuan pembebasan bersyarat baik pada petugas maupun narapidana. Disamping itu adanya perhatian yang lebih oleh pimpinan lembaga pemasyarakatan
terhadap narapidana terutama pada proses administrasi yang tidak dibebankan seluruhnya pada narapidana sehingga hak narapidana untuk mengajukan pembebasan bersyarat dapat dirasakan bagi yang telah memenuhi syarat.

A conditional release is one of rights any prisoner had in prison corrective program for those prisoners parole any of requirement to interact and socialize with the community outside the prison. Procedures for getting a Parole were through several stages of corrective program by firstly parole any administrative and substantive requirements.
Prisoners faced some constraints sometimes, both from the staff of the prison and the prisoners themselves. In addition, other constraints were organizational and administrative in nature and social condition of the community in favor of its realization as well. Therefore, a successful requirement parole with respect to a parole could be influenced by an understanding and improvement of human recourses as the supporting factors.
In addition to the possible right, it was necessary to understand the existing procedure. organization, coordination among internal prisoner itself and any other related organizations such as attorney offices and courts.
The results of research indicated that, factually there were still constraints at Tangerang Women Prison; though prisoners were parole any of requirements procedurally.
Some of those contains were the lack of human resources, namely, the prison staff's technical ability, the prisoners understanding, and the organization's understanding and coordination with other paties. Moreover, other constraints were problems with parole administrative documents and social environment of community that would support the fulfillment of any requirements for conditional release.
For the program to be more effective and efficient, the role and coordination of other parties were needed. Thus, periodical and sustainable socialization and improvement in human resources were necessary also through training in the application of parole both for staff and prisoners. Besides, it was suggested for the top management of the prisoner to pay more attention, especially regarding the administration process the have been burden of prisoners as a whole so far, so that the right to the conditional release might be realized for any of prisoners parole the requirements.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T 20493
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Mesfriati
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami implementasi kebijakan Anggaran Berbasis Kinerja di Sekretariat Jenderal Departemen Hukum dan HAM. Pendekatan dan teknik yang digunakan adalah analisa kualitatif untuk mengeksplorasi implementasi proses penganggaran Sekretariat Jenderal Departemen Hukum dan HAM secara keseluruhan. Hasil penelitiannya bahwa proses penganggaran tersebut secara format dan teknis telah mengacu kepada undang-undang terbaru yaitu PP no. 21 tahun 2004), tetapi idealnya Anggaran Berbasis Kinerja belum dapat dilaksanakan dengan baik. Berdasarkan Teori Edward bahwa pada Departemen Hukum dan HAM, pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja belum dapat terlaksana dengan baik, hal ini disebabkan oleh kurangnya sumber daya yang berkompeten dan minimnya pengetahuan kebijakan yang disebabkan faktor struktur birokrasi dan disposisi. Tetapi pola komunikasi yang dibangun cukup baik, faktor inilah terutama yang dapat mendukung terlaksananya proses penganggaran di Departemen Hukum dan HAM masih cukup baik. Ke depannya , agar kebijakan ini dapat diimplementasikan secara keseluruhan dan berkesinambungan perlu perbaikan lagi untuk meningkatkan kepedulian dan pemahaman terhadap Anggaran Berbasis Kinerja.

The main aim of this research is to understand the implementation performance budgeting at Department of Law and Human Rights in on the level of Sekretariat general. The approach and technique of qualitative analysis used to explore comprehensive meaning of implementation of Department of Law and Human Rights budgeting process. The result of this research are format and technical composition of department budgeting process have already referred to newest policy (PP no. 21 tahun 2004), but the idealism of performance budgeting is not yet achieved. According to Edward Theory, in the lack of competence human resources and less comprehensive knowledge in organization because bureaucratic structure and dispositions factors becomes of the cause. But communication pattern that built good enough, this factor especially that can support to execute budgeting process in Departement Hukum and HAM is still effective and efficiency. In the Future, a comprehensive and continuous implementation of this policy need to be to improve awareness and understanding on the performance budgeting."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T26323
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhtar
"Fokus penelitian ini adalah bagaimana implementasi kebijakan pembebasan bersyarat bagi narapidana sebagai upaya mengurangi dampak negatif kepadatan atau kelebihan penghuni di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang. Kebijakan ini merupakan kebijakan pembinaan narapidana dalam konsep re-integrasi sosial yang paling baik dalam membebaskan narapidana. Namun pada kenyataannya beberapa orang berpendapat bahwa pembebasan bersyarat dipandang sebagai pemberian maaf atau rasa simpati pemerintah, bertujuan memperpendek hukuman dengan mempercepat waktu pembebasan, bahkan pembebasan bersyarat dianggap sebagai upaya untuk menyenangkan atau memberi kenyamanan pelaku kejahatan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam (in-dept interview). Analisis terhadap proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan dilakukan dengan cara mengadopsi teori implementasi kebijakan dari George Edward III, Marilee S. Grindle dan Van Meter serta Carl Van Horn (teori yang digunakan disesuaikan dengan kondisi lapangan).
Lapas Kelas I Cipinang berusaha merubah pendapat keliru beberapa orang mengenai kebijakan pemberian pembebasan bersyarat bagi narapidana dengan cara seoptimal mungkin mengimplementasikan kebijakan tersebut, bahwa tujuan pembebasan bersyarat pada narapidana bukan untuk memperkecil hukuman, mempermudah atau memberi kenyamanan pelaku kejahatan, juga bukan merupakan toleransi atau pemaaf. Sebaliknya kebijakan pemberian pembebasan bersyarat pada narapidana sebagai program pembinaan bertujuan untuk mengembalikan narapidana agar dapat hidup kembali di masyarakat dan tidak melakukan kejahatan lagi, dan hal ini harus direkomendasikan sebagai alternatif yang paling banyak mendatangkan manfaat terutama dalam menanggulangi dampak kepadatan atau kelebihan penghuni di dalam Lapas.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa proses implementasi kebijakan Pembebasan Bersyarat bagi narapidana dalam upaya menanggulangi dampak negatif kepadatan atau kelebihan penghuni di Lapas Kelas I Cipinang secara umum dapat dikatakan berjalan cukup baik namun kurang begitu optimal. Proses implementasi kebijakan berjalan cukup baik terbukti dari telah dipahaminya perubahan strategis yang diinginkan dan implikasinya; adanya peraturan pelaksanaan atau peraturan penjelas; dan telah dilaksanakan sosialisasi kebijakan pemberian pembebasan bersyarat tersebut. Namun yang menyebabkan kurang optimalnya implementasi kebijakan tersebut atau dapat dikatakan terjadi implementation gap (kesenjangan/perbedaan antara apa yang dirumuskan dengan apa yang dilaksanakan) yaitu adanya faktor-faktor menjadi hambatan dalam pelaksanaanya. Beberapa faktor yang menjadi hambatan tersebut adalah komunikasi dan koordinasi, sumber daya, dan struktur birokrasi.

The focus of this research is how the Implementation of parole policy for inmates in effort to overcome negative impact of overcapacity at Correctional Institution of Class I Cipinang. This policy is a policy to treatment the inmates in the concept of social re-integration, and it is the best concept to release them. But in fact some people argue that parole is viewed as forgiveness or sympathy from government, aimed to shortening the sentence with speed up their release, parole even considered as an attempt to please or give comfort to criminals.
The research used qualitative research method. Data was collected through in-depth interviews. Analysis of the processes and factors that influence the policy implementation is done by adopting the theory of policy implementation from George Edward III, Marilee S. Grindle, Van Meter and Carl Van Horn (the use of theory adapted with field conditions).
Correctional Institution of Class I Cipinang try to change the wrong opinion of some people about this parole policy by optimize the implementation, that the purpose of parole for inmates is not to minimize the penalties, facilitate or give comfort to criminals, also not as a tolerant or forgiving. Instead the policy of parole for inmates as a treatment program aims to restore inmates so can live back in the community and did not commit a crime again, and it should be recommended as an alternative can bring the most benefits, especially in reducing the impact of overcapacity in the correctional institution.
The research concludes that the process of Implementation of parole policy for inmates in effort to overcome negative impact of overcapacity at Correctional Institution of Class I Cipinang, generally speaking, quite well, but less so optimal. Policy implementation process can be said quite well proven that the strategic change desired and its implications have been understood; available regulatory implementation or regulation explanatory; and socialization of this parole policies have been implemented. But the causes of less than optimal implementation of the policy or it can be said to occur the implementation gap (the difference between what are formulated with what has been done), this is due to several factor which become obstacles in its implementation. Some of these factors are communication and coordination, resources, and bureaucratic structures.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
S8742
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>