Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127524 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ibnu Hamad
"Selama kampanye Pemilu 1999 umumnya media massa Indonesia mengkonstruksikan partai politik ibarat grup musik; dan menjadikan para tokohnya sebagai selebritis. Pada masa itu, koran-koran nasional menggambarkan partai politik sebagai alat pengumpul massa. Sementara fungsi parpol sebagai perantara (broker) dalam suatu bursa ide-ide (clearing house of ideas) dalam kehidupan berdemokrasi tidak terlihat dalam pengkonstruksian tersebut. Menariknya, hal itu terjadi dalam kondisi dimana setiap media memiliki motivasi yang berbeda-beda, entah itu ideologis, idealis, politis, ataupun ekonomis, dalam membuat berita politik.

During the 1999-campaign period generally the mass media in Indonesia constructed political parties like a music group; and present the politicians acts as celebrities. At that time, national newspapers describe political parties as the instrument to harvested masses. Meanwhile the political party functions, as broker within the clearinghouse of ideas in the democratic lives didn?t appear within the political party?s discourse. In spite of the media have different interests one each other in news making the political parties, such as ideological, idealism, political, and economic or market factors."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Hamad
"Dalam situasi transisi politik tahun 1999, munculnya kebebasan berpolitik, yang ditandai dengan berdirinya banyak partai, di satu sisi, memicu munculnya kembali aliran-aliran ideologi partai seperti ketika Indonesia menganut sistem liberal 1955-1959. Kebebasan pers yang hampir tanpa batas pasca reformasi, di sisi lain, menghidupkan lagi "panggilan sejarah" media massa Indonesia yang telah memasuki era industri.
Pertautan antara keduanya pers dan partai politik-dalam situasi transisional itu tentu menjadi sangat khas. Bagi pers, berbagai kemungkinan bisa terjadi dalam meliput partai-partai politik : lebih berorientasi pada semangat ideologis, idealis, politik ataukah lebih mementingkan ekonomi --hal-hal mana yang ingin ditemukan dalam penelitian ini.
Dengan menggunakan analisis wacana kritis sebagai metode pembacaan terhadap berita-berita sembilan parpol selama kampanye Pemilu 1999, ternyata 10 koran yang diteliti menunjukkan pencitraan dan orientasi pemberitaan yang berbeda di antara mereka. Mereka memanfaatkan tanda-tanda bahasa (membangun wacana) dalam mengembangkan pencitraan tersebut tempat dimana motif yang mereka miliki bersembunyi : motif ideologis, idealis, politis dan ekonomi tadi.
Untuk pengembangan politik yang sehat (demokratis) pola pengkosntruksian parpol yang terlalu berorientasi pada kepentingan kelompok sealiran saja maupun yang sangat mengutamakan nilai jual berita, jelas bukan isyarat yang baik. Hal ini seyogyanya menjadi bahan pertimbangan bagi pers Indonesia untuk peliputan-peliputan parpol di masa yang akan datang. Untuk para pengkritisi pers, penelitian seperti ini dapat diperkaya untuk memastikan dijalankannya tanggung-jawab sosial oleh pers atau pelaku komunikasi lainnya (pengiklan, humas, politisi, dan sebagainya)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Hamdan
"Indonesia di era Orde Baru mengalami pengekangan dari pemerintah otoriter. Pers Indonesia yang hidup di dalamnya mengalami pengendalian ketat pada segi politik, dan mendapat perlakuan bail( secara ekonomi. Keadaan itu melahirkan pers yang berdaya secara ekonomi namun menurun secara politik.
Krisis ekonomi dan gerakan perlawanan yang dipelopori mahasiswa meruntuhkan kekuasaan Orde Baru. Seraya Indonesia memasuki masa transisi yang tidak pasti. Nilai-nilai lama telah runtuh dan kehilangan basis moralnya akan tetapi tatanan baru belum terbentuk. Dalam keadaan demikian pers Indonesia beroperasi dan menjalankan praktek jumalismenya. Pemerintah pasca-Orde Baru menghadirkan sistem politik multipartai dan meliberalisasi kehidupan pers dengan melikuidasi Departemen Penerangan, organ pemerintah pengendali pers. Pers kini merasakan iklim yang longgar yang menumbuhkan harapan.
Pers hidup tidak dalam vacum, perubahan sosial akan akan mempengaruhinya, sebaliknya pens akan mempengaruhi Iingkungan sosialnya. Berdasarkan tat-Ai konstruksi sosial tentang realitas, studi ini melihat gejala itu dengan meneliti berita talon gubernur dalam masa pemilihan Gubernur Jawa Barat tahun 2003 pada Pikiran Rakyat, yang pada masa Orde Baru dikenal pro Golkar, dan Metro Bandung, yang baru terbit pascagerakan reformasi yang diperkirakan pro PDI-P karena Grup Kompas sebagai pemilik secara historis terkait dengan PDI-P.
Teori konstruksi sosial tentang realitas dari Berger dan Luckmann, yang telah disesuaikan untuk meneliti isi media sebagai realitas simbolik oleh Adoni dan Manna, dioperasionalkan menggunakan analisis framing untuk melihat proses konstruksi berita sebagai isi media.
Hasi l studi ini memperlihatkan ada perbedaan pembingkaian (framing) pada kedua stoat kabar mengenai realitas politik (talon gubernur). Bagi Pikiran Rakyat talon gubernur dibingkai sebagai masalah kedaerahan. Bingkai ini terlihat dari mengemukanya isu-isu mengenai rekrutmen calon pemimpin hares dan putra daerah (Sunda), serta kriteria pemimpin (calon gubernur) yang mengenal dan dikenal di Jawa Barat.
Sedangkan pads Metro Bandung, realitas politik (calon gubernur) dibingkai sebagai calon pemimpin yang hares memilila etika politik. Bingkai ini terlihat mengedepan pads pemberitaan isu-isu mengenai kasus dana kaveling (dugaan korupsi oleh anggota DPRD dan pejabat Pemda Jawa Barat), penggunaan taktik politik yang tidak etis, serta isu politik uang.
Strategi framing media dalam meliput realitas calon gubernur tersebut terkait dengan aspek internal dan eksternal media. Pada Pikiran rakyat bingkai kedaerahan yang dikembangkan bukan semata ekspresi simbolik dari etnisitas melainkan berjalin dengan kepentingan ekonomi untuk meraih dan mempertahankan posisinya sebagai market leader di Jawa Barat, yang memosisikan dirinya sebagai bacaan utama orang Sunda, penduduk mayoritas di Jawa Barat yang senantiasa mengklaim paling tabu Jawa Barat.
Strategi pembingkaian (framing) Metro Bandung dalam berita ealon gubernur diwarnai oleh keberadaanya sebagai pendatang baru di pasar pers Jawa Barat yang berusaha agar diterima sebagai bahan bacaan lain untuk orang Jawa Barat dengan slogan the Real Local Paper, Metro Bandung tampak lebih tajam dalam mengungkapkan berita-berita mengenai pelangaran etika politik oleh calon gubemur, beda dengan Pikiran Rakyat yang cenderung lebih santun. Posisinya sebagai surat kabar yang ingin senantiasa menyaj ikan informasi yang mikro kepada pembaca menyebabkan Metro Bandung tampak labih tajam atau keras dari Pikiran Rakyat Pikiran Rakyat yang lebih santun.
Metro Bandung tidak mengidentifikasi diri dengan isu kedaerahan untuk diferensi dengan pesaing, karena Maim kedaerahan akan tampak tidak genuine baginya karena Metro Bandung dimiliki oleh bukan orang Jawa Barat. Keadaan demikian disebabkan pula oleh keberadaan "jaringan" berita oleh Persda yang dimiliki induk usaha, sehingga Metro Bandung lebih menasionai. Dugaan kedua surat kabar akan mengabdi kepentingan partai terkait asal talon gubernur tidak terlihat kuat, karena pada kedua surat kabar hadir berita-berita yang dapat menguntungkan atau merugikan kedua kandidat.
Pikiran Rakyat memperlihatkan diri sebagai lembaga yang sedang rnelepaskan diri darikungkungan politik ke wujud lembaga bisnis pers profesional yang nonpartisan. Sedangkan Metro Bandung sejak awal memahami dirinya sebagai lembaga yang berniat menjalankan bisnis pers yang bennotif mencari keuntungan dari pasar pers Jawa Barat.
Kekosongan sementara kekuasaan negara mengendalikan pers terlihat dari kedua surat kabar yang diteliti. Dalam praktek wacana pembuatan berita terlihat peran kapital semakin meningkat dan cukup mewarnai isi pemberitaan dan personalia pengelolanya yang ikut mengontruksi realitas yang dimediakan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
D2031
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruslan Ismail Mage
"Posisi media cetak lokal di tengah pemilihan presiden langsung menjadi menarik dan penting untuk diteliti. Dikatakan menarik karena pemilihan langsung ini baru pertama kali dilaksanakan sejak Orde Baru. Menjadi penting, karena kalau ditelusuri secara historis akan menemukan beberapa fakta kecenderungan media massa bersifat partisan dengan cara memberikan dukungan atau perlawanan terhadap rezim politik yang ada. Sementara sejatinya media massa, ketika menjadi netral (non-partisan) dalam pemberitaannya dengan tidak melakukan keberpihakan.
Untuk mengetahui posisi media cetak lokal pada pemilu presiden 2004, penelitian ini menggunakan beberapa teori. Seperti teori pers libertarian dipergunakan untuk melihat apakah media cetak lokal masih menganut prinsip pers libertarian yang melarang segala bentuk penyensoran. Teori politik lokal, untuk melihat sejauhmana peran media cetak lokal dalam pemilihan presiden. Teori politik editorial, untuk mengetahui apakah dalam penulisan tajuk rencana mengaiami konflik kepentingan politik. Teed pers partisan dan non-partisan, untuk mengetahui netralitas media cetak lokal selama pemilihan presiden 2004. Teori peran media dalam politik, untuk mengetahui bagaimana peran media cetak lokal dalam politik.
Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan analisis deskriptif, bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan secara sistematis fakta-fakta dari karakteristik obyek penelitian yang menarik secara faktual. Dalam konteks penelitian ini akan dianalisis tajuk rencana tiga media cetak lokal di Padang (Singgalang, Haluan, Padang Ekspres) serta situasi dan peristiwa pada saat pemilu presiden 2004. Untuk memperkuat data, dilakukan wawancara dengan beberapa pimpinan ketiga media cetak lokal tersebut.
Dalam penelitian ini, ditemukan data kalau ketiga media cetak lokal tersebut sudah bersifat non-partisan dalam penulisan tajuk rencananya selama pemilihan presiden 2004. Tidak ditemukan ciri-ciri pers partisan seperti yang dikemukakan oleh Denis MeQuail dalam kerangka teori. Itu berarti teori Laswell "pers pisau bermata dua" tidak relevan lagi, karena tajuk rencana ketiga media cetak lokal tersebut seragam partisan, dan tidak membuka ruang untuk dipengaruhi kenetralanya oleh pihak ketiga. Dengan demikian ketiga media cetak lokal tersebut, sinergis dengan teori politik lokal Gery Stoker untuk mengakomodasi tanpa membeda-bedakan semua kelompok kepentingan.

The position of mass media in the direct presidential election is interesting and important to be researched. It is called interesting because the direct presidential election is the first after New Order. It is important because if it is traced historically it can be found several tendency that mass media tends to be partisan. That tendency can be identified from giving support or oppose the regime. Essentially, mass media is neutral and or non-partisan in reporting fact without any tendency.
To analyze the position of printed local media in the presidential election, the research applies some theories. The theories are libertarian press which used to identify whether local printed media is still followed libertarian press principle that prohibit any form of censor. Theory of local politics is applied to explore the role of mass media in the election. Theory of politics of editorial is applied to explore whether the writing of editorial has a conflict of political interest.
Methodology of research which is used is qualitative with descriptive analytic and aims to describe systematically the facts of object of the research. In the context of the research, it will analyze editorial from three printed local media in Padang, which are Singgalang, Haluan, and Padang Ekspress) and the situation and fact in the presidential election in 2004. To support data, interviewed is applied with several editors from those three local media
In the research, it is found that three printed local media tend to be non-partisan, in their editorial during presidential election in 2004. The characteristic of partisan press' is not found as stated by Denis McQuail. It means that theory of two sides of knife initiated by LaswelI is not relevant anymore. It is because those three printed local media are uniformly partisan and do not give any chance to be pressured by others. As a result, those three printed local media are suitable with theory of local politics from Gery Stoker to accommodate every interest group.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22114
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Hamad
"Selama kampanye Pemilu 1999 umumnya media massa Indonesia mengkonstruksikan partai politik ibarat grup musik; dan menjadikan para tokohnya sebagai selebritis. Pada masa itu, koran-koran nasional menggambarkan partai politik sebagai alat pengumpul massa. Sementara fungsi parpol sebagai perantara (broker) dalam suatu bursa ide-ide (clearing house of ideas) dalam kehidupan berdemokrasi tidak terlihat dalam pengkonstruksian tersebut. Menariknya, hal itu terjadi dalam kondisi dimana setiap media memiliki motivasi yang berbeda-beda, entah itu ideologis, idealis, politis, ataupun ekonomis, dalam membuat berita politik.

During the 1999-campaign period generally the mass media in Indonesia constructed political parties like a music group; and present the politicians acts as celebrities. At that time, national newspapers describe political parties as the instrument to harvested masses. Meanwhile the political party functions, as broker within the clearinghouse of ideas in the democratic lives didn?t appear within the political party?s discourse. In spite of the media have different interests one each other in news making the political parties, such as ideological, idealism, political, and economic or market factors.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ike Devi Sulistyaningtyas
"Dalam organisasi khususnya yang berkecimpung dalam bidang bisnis, kekuatan persaingan dalam menembus pasar bukan ditentukan dari menarik tidaknya peluang pasar. Lebih jauh lagi titik beratnya ada pada kapabilitas organisasi yang diperoleh melalui informasi yang dapat diakses dan dipahami oleh masyarakat. Kapabilitas dalam gambaran masyarakat kemudian melekat dan membentuk suatu penilaian berupa reputasi, yang pada gilirannya akan berimplikasi kembali kepada organisasi. Harapan mengenai rreputasi yang sengaja diciptakan oleh organisasi kadangkala tidak sejalan dengan penilaian yang muncul pada persepsi publik.
Dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai reputasi PT Djarum yang terdapat dalam pemberitaan media cetak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dimana peneliti menaruh perhatian besar pada proses dan makna yang dimiliki masyarakat. Paradigma yang digunakan adalah interpretif dimana konsep struktur organisasi ditempatkan sebagai suatu rangkaian yang kompleks, hubungan semi otonomi yang mempengaruhi interaksi antar manusia. Dokumentasi berupa kumpulan berita di media eetak mengenai PT Djarum dipergunakan sebagai fokus utama pengumpulan data, selain wawancara dan observasi. Untuk mengurai makna terhadap issue pemberitaan di media cetak, peneliti menggunakan pendekatan semiotika.
Berdasarkan dokumen yang dimiliki oleh PT Djarum, maka peneliti memperoleh berita-berita mengenai PT Djarum sejak tahun 2002 sampai 2004 dengan muatan berita yang bcragam. Pada tahap denotasi, peneliti memaparkan makna denotasi dcngan mengkatekorikan berita dalam masing-masing tahun. Tahun 2002 dari 14 berita yang diperoleh penulis, hanya memuat 2 issue utama.Tahun 2003 terdapat 33 berita dan 2 surat pembaca, yang memuat 7 issue utama. Dan tahun 2004 terdapat 13 berita ditainbah 2 surat pembaca dengan 6 issue utama. Dari keseluruhan issue tersebut, terlibat khalavak atau kelompok publik yang akan mempengaruhi perkembangan dan kcmajuan PT Djarum. Kelompok publik tersebut adalah karyawan, pemerintah, konsumen, petani, pengecer, LSM, komunitas lokal, kelompok independen, dan masyarakat luas. Pada tataran berikutnya, berita-berita yang telah dikategorisasikan menurut issue yang berhubungan dan menghadirkan kelompok publik potensial dalam tiap-tiap issue tersebut kemudian diinterpretasikan.
Kesimpulan yang diperoleh dari basil penelitian tentunya menjawab tujuan penelitian. (1) Kategorisasi issue, yaitu : (a) Issue Iklan PT Djarum, (B) Issue Serikat Buruh, (c) Issue Tanggung jawab social, (d) Issue lobbying PT Djarum dengan Pemerintah, (e) Issue Inovasi Produk Rokok PT Djarum (f) Issue prestasi PT Djarum (g) Issue bauran pemasaran dan komunikasi. (2) masing-masing publik membentuk reputasi yang berbeda, dimana dalam organisasi reputasi yang dibentuk bergantung pada pengalaman masing-masing publik. (3) Reputasi berdasarkan pemaknaan terhadap kategori issue di media cetak, yaitu : (a) Nilai-nilai dasar organisasi menjadi akar reputasi yang baik, (b) Performa tiap brand merupakan implementasi bauran pemasaran dan komunikasi, (c) Inovasi merupakan keunggulan bersaing, (d) Terjebak dalam iklan kreatif yang bertentangan dengan tats cara clan tats krama periklanan, (e) Issue bunch yang negati f ketika di blow up oleh media akan berdampak buruk bagi reputasi.
Adapun implikasi penelitian adalah (I) Implikasi akademis yaitu pergeseran konsep organisasi bisnis, menjadi konsep kapitalistik yang humanis, dan sensitivitas publik yang mudah berubah tidak dapat didefinisikan secara bake sebagai suatu sistem yang permanen. (2) Implikasi praktis yaitu riset tehadap media untuk memperoleh gambaran kualitas organisasi bisnis. Sedangkan rekomendasi penelitian adalah (1) Rekomendasi akademis yaitu pentingnya strategi teknis yang konkrit bagi upaya pembentukan reputasi organisasi, (2) Rekomendasi praktis yaitu (a) program yang konsisten nilai-nilai dasar organisasi, (b) Program komunikasi yang terbuka terhadap publiknya dan (c) Perlu banyak perhatian dan kemampuan ekstra dalam mengelola reputasi organisasi.
Secara keseluruhan hasil penelitian, oleh peneliti dinyatakan telah memenuhi tujuan penelitian. Dan akhirnya, disadari atau tidak bahwa pengelolaan reputasi akan melibatkan kualitas dan adanya interaksi antara organisasi, publik internal dan ekstemal."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T21661
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Butarbutar, Benny Siga
"Peneliti tertarik membahas dominasi media massa dan pemilihan kepala daerah sebagai upaya untuk mengetahui kinerja pers dalam meliput pemilihan kepala daerah yang merupakan pertama kali terjadi dalam sejarah demokrasi Indonesia, menyusul bergulirnya pilkada sejak Juni 2005..
Tesis ini mencoba melihat pilkada sebagai representasi dari alam demokrasi yang coba ditegakkan di tanah air, khususnya di Depok. Mengangkat seputar pemberitaan Pilkada Depok dengan dua tokoh sentral yang menjadi aktor pentingnya. Badrul Kamal dan Nur Mahmudi. Unit analisis yang diteliti adalah teks berita dalam level mikro yakni berita-berita di Media Indonesia dan Monitor Depok pada periode konflik pilkada Depok yang akhirnya dimenangkan oleh Nur Mahmudi. Sedangkan untuk level Massa peneliti melakukan wawancara dengan sejumlah calon kepala daerah Depok yaitu Badrul Kamal dan Nur Mahmudi, begitu juga dengan manajer kampanye keduanya, yaitu Despen Ompusunggu dan Hasan. Wawancara juga dilakukan dengan sejumlah pemimpin redaksi (Pemred) dan pemimpin umum (PU), yaitu Pemred SCTV, Pemred Monitor Depok dan PU Media Indonesia serta pihak lain yang terlibat.
Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori yang berkaitan dengan ekonomi politik media. Teori-teori ekonomi politik mengarahkan penelitian tentang media pada analisis empiris struktur kepemilikan, kontrol media dan kekuatan pasar.
Penelitian ini membatasi pada pilkada Depok, dengan pertimbangan sejak munculnya
konflik antara dua kandidat, menyusul keputusan Pengadian Tinggi (PT) Jawa Barat
yang memenangkan salah satu pihak pada Agustus 2005, yang akhirnya membawa persoalan tersebut ke pentas politik nasional. Pertimbangan lainnya yang juga tidak kalah menarik untuk dicermati adalah posisi Kota Depok yang menjadi peripheral Jakarta, ibukota negara, dan kemudian melihat bagaimana pengaruh ekonomi-politik dalam kinerja media massa.
Bisa dilihat bagaimana pihak-pihak berkepentingan dalam pilkada mengkonstruksi realitas bagi kepentingannya masing-masing. Serta memperlihatkan adanya saling mempengaruhi (interplay) dari para kandidat dalam memperoleh akses ke media massa dan kepentingan pers dari kacamata ekonomi-politik.
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah pradigma kritis, dengan tipe penelitian yang bersifat kualitatif. Metode yang digunakan untuk pengumpulan data menggunakan beberapa metode (tringulasi metode),yaitu pada tahapan teks, wawancara mendalam (disourse practice), dan tahapan pengamatan terhadap situasi (sosiocultural practice).
Di tahap teks, peneliti menelaah teks-teks berita seputar pilkada Depok di Monitor Depok, sebagai representasi pers lokal, Media Indonesia dan SCTV sebagai representasi dari pers nasional menggunakan analisis wacana Theo van Leuween; kemudian tahapan discourse practice dengan mewawancara para key informan, yakni kandidat yang bertarung di pengadilan dan pemimpin redaksi dari Monitor Depok, Media Indonesia dan SCTV; pada tahapan sosioculutral practice dengan mengamati perkembangan seputar pelaksanaan pilkada Depok. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan perspektif ekonomi-politik,dan untuk membantu mempertajam analisa digunakan Teori Representasi yang dikembangkan Theo Van Leuween, guna mempelihatkan bagaimana media menampilkan para kandidat.
Hasil temuan di lapangan menunjukkan ada dua hal pokok yang bisa terlihat, yaitu bagaimana dominasi media massa dalam liputan pilkada Kota Depok dan kenyataan kuatnya pengaruh bisnis dalam mempengaruhi kinerja pers, sehingga media massa terlihat lebih sebagai institusi ekonomi. Namun lebih mengejutkan lagi adalah kenyataan rii1, bagaimana kandidat yang tidak memiliki "mesin uang" yang kuat ternyata memenangkan pertarungan walau sempat tidak mendominasi pemberitaan di media massa.
Kondisi tersebut dapatlah dipahami mengingat tindakan media dalam memproduksi berita tidak terlepas dari proses-proses sosial baik pada jenjang organisasi, industri dan masyarakat. Proses memproduksi dan mengkonsumsi teks isi media perlu juga melihat suasana politik dan tekanan ekonomi kapitalis yang tercipta selama ini. Terlebih jika mengamati lebih dalam bahwa semuanya itu tidak lepas dari keberadaan masyarakat dan kapitalisme global."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21517
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
T. Titi Widaningsih
"ABSTRAK
Isu gender pertama kali menjadi isu penting di Indonesia, menjelang Pemilu dan Sidang Umum MPR tahun 1999. Isu ini terutama dimunculkan oleh Partai Politik dengan menggunakan terutama alasan agama yang memojokkan perempuan.
Studi ini memusatkan perhatian pada pemberitaan mengenai isu kepemimpinan politik perempuan. Masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana karakteristik produk terutama dilihat dari frekwensi pemuatan, sebaran berita, obyektifitas/keberpihakan yaitu mendukung, netral dan menentang, serta proses memproduksi berita.
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus (case study). Pertimbangannya karena obyek yang diteliti adalah lebih satu media. Media yang dipilih adalah Kompas dan Rakyat Merdeka, dengan pertimbangan Kompas adalah harian umum yang bersifat netral sementara harian umum Rakyat Merdeka adalah harian yang menempatkan diri sebagai oposisi.
Obyek penelitian pada tingkat teks unit analisisnya adalah berita. Yaitu semua berita yang dimuat pada dua harian umum tersebut selama enam bulan yaitu dari bulan Juni sampai dengan November 1999. Pada tingkat organisasi adalah redaksi Kompas dan Rakyat Merdeka. Pengumpulan data pada tingkat teks dilakukan dengan analisis isi, pada kebijakan redaksional dilakukan melalui interview dengan redaktur pada dua media massa tersebut.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa isu kepemimpinan politik perempuan tidak mendapat porsi yang cukup bagus di dua media massa tersebut. Orientasi informasi banyak bersifat netral/informatif, berarti pola pemihakan isi pesan cenderung mengambil jalan tengah.
Sumber berita cukup bervariasi terutama Kompas, tetapi aktivis LSM/Ormas lebih banyak mengambil peran. Sumber berita tersebut juga lebih banyak didominasi laki-laki. Ini menunjukkan perempuan belum mengambil peran yang banyak di media massa. Padahal sumber berita dan jenis kelamin sumber mempengaruhi keberpihakan terhadap kepemimpinan politik perempuan.
Proses produksi berita pada kedua media tersebut hampir sama. Namun hasilnya relatif berbeda. Karena Rakyat Merdeka lebih menonjolkan aspek menarik dari judul. Hal ini terkait dengan strategi pemasaran dimana 80 persen pembaca harian Rakyat Merdeka adalah eceran. Sementara Kompas lebih mengutamakan obyektivitas dan kelengkapan berita karena pembaca Kompas 90% adalah pelanggan.
Kedua media tersebut tidak sensitif gender tetapi lebih menekankan segi keuntungan/ekonomi. Hal ini dikarenakan media massa masih merupakan dunia patriaki karena yang berkecimpung didalamnya lebih didominasi laki-laki. Ini terlihat dari jumlah jurnalis perempuan kedua media tersebut tidak mencapai 20% dari seluruh jumlah jurnalis yang ada. Dari keseluruhan jumlah pimpinan redaksi, jumlah perempuan yang duduk dalam pimpinan redaksi kurang dari 15%.

ABSTRACT
Gender became an important issue in Indonesia while facing the General Election and General Assembly of Parliament in 1999. This issue was raised prominently by political parties which using mostly religion as a reason to put women in the corner.
This study focused on report about women leadership in political field. The main problem in this research was how are product characteristics, prominently seen by frequency of reporting, news spreading, objectivity of supporting, neutral and opposing, and the process of news productions.
This research used case study as a method. The reason was because the objects to be researched were more than one media. The choose media were Kompas and Rakyat Merdeka, considering that Kompas was a neutral general daily, while Rakyat Merdeka was general daily that aimed an opposite-side.
Research object on text level was news as unit of analysis. It meant that all news that was loaded on those dailies for six (6) months. Started from June until November 1999. On the organizational level was editorial ship in Kompas and Rakyat Merdeka. Data collecting on text level was collected by content analysis; on editorial policy was colected by interviews conducted with the editorial directory in both media.
Research concluded that women leadership issue on political field had no good portion in both media. Orientation of information was neutral/informative meaning that side pattern of content tended to be neutral.
News source was various, mostly in Kompas, but NGO"s activist took more part. This news source was dominated by men. This point out that women had not taken more part in mass media. Whereas in fact news source and source gender influencing side position of women leadership in political field.
Process of news production in both media almost the same, but the result relatively different. Rakyat Merdeka focused mostly on interesting aspect of heading. This related with marketing strategy which 80% of Rakyat Merdeka "s reader was retail, while Kompas focused on objectivity and news completeness because Kompas"s reader 90% were subscriber.
Both media had no sensitivity of gender but focused more on profit/economic. This was caused of mass media as patriarchy word and dominated mostly by men. It can be seen from number of women journalist on both media that did not reached 20% from total number of journalist. Number of women that have position editorial staffs was less than 15%.

"
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Seorang pewarta dalam menjalankan tugasnya harus menekankan prinsip atau kaidah dasar jurnalisme yakni obyektifitas dan netralitas (imparsial) yang mungkin berupa suatu kemustahilan. berita atau produk jurnalistik apapun bukan merupakan realitas namun penggalan-penggalan realitas (pencintraan media) hasil produksi pekerja media yang bentuk jadinya telah terdistrosi oleh berbagai factor."
302 WACA 5:17 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Peranginangin, Loina Lalolo K.
"Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana isi pemberitaan tentang perempuan, khususnya dalam berita Kampanye Pemilu 2004 di media massa cetak nasional, ditinjau dari aspek karakteristik berita maupun kualitas berita. Selain itu, penelitian ini juga ingin melihat bagaimana representasi perempuan dalam berita kampanye Pemilu 2004 dengan rnenggunakan beberapa indikator seperti kecenderungan media cetak tersebut untuk menempatkan perempuan melalui tata letak berita maupun pemilihan perempuan sebagai narasumber berita, serta isu-isu apa saja tentang perempuan yang berkembang selama beriangsungnya kampanye.
Permasalahan dibatasi pada berita langsung tentang peristiwa kampanye Pemilu Legislatif yang diadakan selama 22 hari, yaitu mulai dari tanggal 11 Maret 2004 sampai dengan tanggal 1 April 2004. Selain itu, berita yang diambil juga hanyalah berita yang memuat perempuan sebagai titik utama pemberitaan atau sebagai narasumber dalam menyikapi suatu peristiwa tertentu selama kampanye berlangsung.
Teknik analisis isi diambil dengan pertimbangan bahwa yang menjadi obyek penelitian adalah isi pesan yang disampaikan oieh media komunikasi. Media yang diteliti adalah Suara Pembaharuan, Republika dan Kompas, dengan mempertimbangkan visi dan misi organisasi yang berbeda, sehingga corak dan orientasi pemberitaan pun dianggap berbeda secara signifikan. Data dikumpulkan melalui kliping berita dan wawancara dengan redaksi media, sedangkan untuk data sekunder berupa transkrip wawancara dari beberapa penelitian serupa terdahulu, dan studi pustaka. Analisis dilakukan secara multi-level dan multi-stage dalam tiga tataran atau aras, yaitu tekstual, wacana dan sosiokultural. Untuk analisis teks, data tekstual didapat dengan memperbandingkan sejumlah karakteristik produk berita, seperti sebaran, jenis berita, panjang kolom, jenis kelamin narasumber, status narasumber dan posisi narasumber perempuan dalam berita, serta kualitas berita, dengan indikator faktualitas serta imparsialitas. Sedangkan analisis wacana dilakukan terhadap sejumlah data sekunder tentang kebijakan redaksional media yang bersangkutan, hubungan pemilik dan pengelola media serta pasar pembaca. Untuk praktek sosiokultural, analisis terutama difokuskan pada bagaimana perempuan dalam dunia domestik dan dunia publik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan kurang mendapat akses ke dunia publik, karena representasi perempuan di media lebih kecil, hampir setengahnya, daripada representasi laki-laki yang dijadikan sebagai narasumber oleh media cetak nasional. Dilihat dari komposisi perbandingan status perempuan dan laki-laki yang menjadi narasumber, masih ada kecenderungan media untuk belum memberikan akses yang sama dan berimbang bagi semua profesi yang ada, khususnya perempuan, untuk menjadi narasumber utama. Perempuan masih lebih banyak diletakkan sebagai sumber pengamatan saja. Walaupun sebagian besar berita sudah obyektif, tetapi ternyata isu perempuan belum menjadi isu penting bagi media massa. Walaupun isu keterwakilan 30 % perempuan dalam lembaga legislatif telah menjadi sebuah peraturan hukum, ternyata isu itu hanya muncul dua kali dalam keseluruhan berita Kampanye Pemilu 2004. Isu-isu tentang perempuan lainnya yang juga dimuat hanya sebatas segelintir isu saja.
Dukungan terhadap peran dan akses perempuan yang lebih luas ke dunia politik, atau dunia publik, ternyata sangat kecil. Terbukti hanya sedikit sekali berita yang mengindikasikan dukungan terhadap gerakan wanita. Dari praktek wacana pun ternyata masih banyak kata-kata yang digunakan oleh media cetak justru menghubungkan perempuan dengan dunia domestik, dengan suami atau keluarga besarnya. Perempuan di dunia publik belum dihargai sebagai dirinya sendiri, tetapi selalu dikaitkan dengan nama besar pihak domestik.
Hasil penelitian memberikan implikasi perlunya upaya lebih keras bagi, baik dari kaum perempuan maupun kaum laki-laki yang mendukung gerakan pemberdayaan perempuan untuk memberikan ruang publik yang lebih luas bagi perempuan. Bagi kaum perempuan, kesempatan yang ada untuk masuk ke dunia publik sebaiknya digunakan dengan baik. Bagi kalangan media massa sendiri, walaupun sudah seringkali dibicarakan, tetapi ternyata masih kurang akses yang disediakan oleh media massa bagi kaum perempuan. Karena itu diperlukan pemahaman dan pengamatan akan perspektif gender yang lebih mendalam di kalangan redaksi media massa.
Dari hasil penelitian ini direkomendasikan untuk melakukan penelitian lanjutan yang lebih mendalam tentang manajemen redaksional di berbagai surat kabar lainnya serta penelitian lanjutan tentang manajemen media. Selain itu, diperlukan langkah aksi yang lebih konkrit untuk menekan pihak media massa agar membuka ruangnya lebih luas lagi bagi kepentingan suara kaum perempuan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14315
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>