Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 78763 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tri Laksmi Udiati
Yogyakarta: Departemen Sosial B2P3KS, 2007
361 Tri p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Fadhil Nurdin
Bandung: Angkasa, 1990
361.3 FAD p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Witarsa
"ABSTRAK
Laju pertumbuhan penduduk di Jakarta yang cukup pesat dengan aktivitas ekonomi masyarakat yang semakin tinggi, memberi dampak ke segala sektor kehidupan masyarakat, seperti : sosial, ekonomi, politik, budaya dan lain-lain. Pertumbuhan penduduk yang cukup pesat tersebut, antara lain disebabkan Jakarta menciptakan daya tarik (full factor) bagi Daerah lain, ini karena besarnya peluang bagi dunia usaha (lihat label 1), dan juga Jakarta berperan sebagai penampung akibat dari daya dorong (push factor) kemiskinan desa yang menyebabkan perpindahan penduduk desa ke kota. Kedua faktor tersebut menjadi trigger off (pemicu) masyarakat berurbanisasi ke Jakarta.
Urbanisasi tersebut mengakibatkan adanya kompetisi dan pertarungan kehidupan yang keras yang pada gilirannya menimbulkan masalah (problem) sosial, seperti PMKS. Orang-orang yang dikategorikan PMKS adalah orang-orang yang dikarenakan berbagai faktor, baik faktor dalam dirinya maupun faktor dari luar, kehilangan kemampuan untuk berinteraksi dalam melaksanakan peranan sosialnya (disfungsi sosial).
Salah satu Daerah yang masyarakatnya banyak berurbanisasi ke Jakarta dan banyak menjadi PMKS, antara lain Propinsi Jawa Tengah. Itulah sebabnya masalah sosial (PMKS) yang ada di DKI Jakarta tidak bisa ditangani secara sepihak DKI Jakarta saja, tapi hams secara komprehensif artinya ditangani dari hulu ke hilir. Konsep penanganan PMKS secara komprehensif inilah, yang melahirkan kerjasama antara Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dengan Propinsi Jawa Tengah.
Pelaksanaan kerjasama antara Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dengan Propinsi Jawa Tengah dalam penanganan PMKS, dievaluasi dari aspek Visi, Program, Anggaran dan Pengawasan. Adapun responden yang dijadikan informan dalam penelitian adalah pejabat/unit sebagai penentu kebijakan (policy), pelaksana program, pendukung program dan partisan.
Untuk mengevaluasi pelaksanaan kerjasama tersebut, digunakan metode evaluasi yakni membandingkan sesuatu dengan suatu standard. Evaluasi yang digunakan adalah evaluasi formatif, karena penelitian ini hendak melihat dan meneliti pelaksanaan program penanganan PMKS, mencari umpan balik untuk memperbaiki pelaksanaan program tersebut.
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa temyata kesamaan visi sangat diperlukan dalam penanganan PMKS dalam kaitan kerjasama antara Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dengan Propinsi Jawa Tengah. Kesamaan visi tersebut dapat dijadikan arah/pedoman di dalam melaksanakan kegiatan penanganan PMKS.
Oleh karena itu, sesuai dengan pokok bahasan penelitian ini, maka sebagai rekomendasi kepada Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dan Propinsi Jawa Tengah dapat diperbaiki hal-hal sebagai berikut :
1. Untuk sub variabel Visi, perlu :
a. Ditingkatkan koordinasi antar unit/instansi yang terkait dalam penanganan PMKS.
b. Disosialisasikan visi penanganan PMKS kepada pejabat pimpinan unit serta ditetapkan strateginya
2. Untuk sub variabel Program, perlu :
a. Dibentuk Pokja Daerah yang khusus meneliti kebutuhan Daerah yang layak untuk dikerjasamakan
b. Ditegaskan bahwa program kerjasama antar Daerah harus terlebih dahulu dilakukan studi kelayakanlkajian.
3. Untuk sub variabel Anggaran, perlu :
Persamaan persepsi tentang masalah PMKS, artinya PMKS di perkotaan tidak dapat diselesaikan secara single ended harus diselesaikan secara komprehensif.
4. Untuk sub variabel Pengawasan, perlu :
Ditetapkan satu prosedur dan mekanisme pengawasan tentang pelaksanaan/kegiatan/proyek kerjasama antar Daerah, artinya apakah programnya, hasilnya atau pelaksanaannya yang akan di evaluasi."
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmizal
"Tesis ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan terhadap pelaksanaan Pengembangan Mata Pencaharian Alternatif (MPA) dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan di desa Pulau Medang dan desa Limbung, Kecamatan Senayang dan Lingga. Penelitian ini penting mengingat semakin terpuruknya kondisi masyarakat nelayan di kawasan tersebut yang merupakan dampak dari kerusakan ekosistem terumbu karang di kawasan tersebut. Penelitian ini di fokuskan pada desa Pulau Medang di Kecamatan Senayang dan desa Limbung di Kecamatan Lingga berkaitan dengan program Coremap yang dikembangkan untuk mengatasi masalah tersebut. Namun demikian, proses pemberdayaan masyarakat yang dilakukan program Coremap melalui program Pengembangan MPA, apakah dalam prosesnya sudah benar-benar mampu membawa perubahan di dalam masyarakat nelayan bagi peningkatan pendapatan mereka. Untuk itu, perlu dilakukan suatu penelitian yang menganalisis proses pemberdayaan melalui program Pengembangan MPA tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskripif yang diperoleh melalui proses studi kepustakaan, wawancara dengan informan, dan observasi lapangan. Selama dilakukan penelitian, pemilihan informan dilakukan dengan snowball sampling, dimana informan yang ditemui pertama akan memberikan informasi kepada peneliti menyangkut informan yang dapat ditemui berikutnya yang tentunya dianggap memiliki informasi yang di butuhkan.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan program pengembangan MPA, kehadiran dan manfaatnya dirasakan masyarakat. Namun demikian, masih juga terdapat penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pihak pengelola ataupun pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengelolaannya. Bahkan terdapat kecenderungan LSM sebagai pelaksana kontrak PBM di lapangan lebih mengedepankan kepentingan mereka sendiri daripada kepentingan masyarakat sasaran.
Oleh karena itu, pihak pengelola harus tetap berpegang pada tujuan awal program yang lebih memprioritaskan keberpihakan kepada masyarakat, sehingga upaya peningkatan pendapatan nelayan dapat berjalan dengan baik. Selain itu, peran community worker harus dapat lebih dioptimalkan, khususnya peran mereka dalam melakukan animasi sosial dan menyampaikan informasi yang benar dan efektif kepada masyarakat, maka partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan yang dikembangkan bagi peningkatan pendapat mereka akan meningkat. Disamping itu, LSM harus mampu bekerja secara profesional dan independent, dan tidak semata-mata mementingkan kepentingan mereka."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T1824
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roeslan Kesai
Jakarta: Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 1983
361.1 ROE b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
R.A. Anggraeni
"ABSTRAK
Usaha-usaha pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah merupakan suatu proses pembaharuan yang terus-menerus dari suatu keadaan tertentu kepada suatu keadaan yang dianggap lebih baik. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila. Landasan pembangunan nasional Indonesia adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Untuk berhasilnya suatu pembangunan perlu adanya perencanaan pembangunan yang baik dan partisipasi dari masyarakat. Perencanaan pembangunan akan dicapai melalui perumusan dan pelaksanaan berbagai kebijaksanaan, dan program-program pembangunan yang konsisten serta berdasarkan kebutuhan yang paling utama. Tetapi berhasilnya pencapaian tujuan-tujuan pembangunan memerlukan partisipasi, khususnya warga masyarakat setempat di mana mereka tidak hanya sebagai obyek pembangunan tetapi juga sebagai subyek pembangunan.
Pada jalur ke-6 dari 8 jalur pemerataan yaitu pemerataan berpartisipasi dalam pembangunan, menunjukkan pada disadarinya peranan partisipasi itu dalam usaha-usaha pembangunan mengingat bahwa partisipasi itu sebagai inti dalam keberhasilan pembangunan.
Ditinjau dari segi etimologis, kata partisipasi merupakan pinjaman dari bahasa Belanda-participatie atau dari bahasa Inggris-participation, yang sebenarnya berasal dari bahasa Latin-participatio yang terdiri dari dua suku kata, yakni "pars" yang berarti bagian dan "capere" yang berarti mengambil. Jadi participatio berarti mengambil bagian. Perkataan participatio berasal dari kata kerja participare yang berarti ikut serta. Jadi partisipasi mengandung pengertian aktif, yakni adanya kegiatan atau aktivitas. Demikian pula dalam Kamus Baru Bahasa Indonesia dikatakan bahwa partisipasi berarti ikut mengambil bagian.
Partisipasi aktif masyarakat merupakan salah satu strategi dalam pelaksanaan program-program pembangunan yang sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah. Dalam melaksanakan program-program pembangunan, yang merupakan usaha perubahan secara sadar dan berencana, diharapkan masyarakat dapat hidup lebih baik, melalui proses perubahan sikap yang dapat mengikuti perubahan sosial dan memahami arti pembangunan serta program-programnya."
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Sri Gunawardhani
"Faktor sosial seperti jenis pekerjaan, penghasilan, pendidikan, agama, suku bangsa, akses terhadap informasi dan pengetahuan mempunyai pengaruh terhadap pembentukan sikap dan perilaku. Sikap dan perilaku pemilik hewan rentan rabies terutama pemilik dan pemelihara hewan anjing belum menunjukkan sikap dan perilaku yang baik atau positif sehingga upaya pengendalian rabies di DKI Jakarta tidak optimal. Saat ini Jakarta belum dinyatakan sebagai wilayah bebas rabies, padahal Rabies merupakan penyakit zoonosis yang membahayakan karena case of fatality 100% dan penyebab ketakutan masyarakat.
Jenis pekerjaan pemilik hewan tidak mempunyai korelasi dengan sikap dan perilaku, walaupun lebih dari separuhnya bekerja di bidang swasta (non pemerintahan). Demikian juga agama yang dianut tidak menunjukan hubungan tetapi hanya memperlihatkan karakteristik saja dimana agama Kristen/katholik lebih dominan dibanding agama lain. Jadi orang Kristen belum tentu bersikap dan berperilaku baik walaupun dalam agamanya tidak ada batasan untuk memelihara hewan rentan rabies utama yaitu anjing. Suku bangsa atau etnik Jawa merupakan suku pemilik terbanyak dibanding Tionghoa dan Batak belum dapat menunjukkan adanya hubungan dengan sikap maupun perilaku. Etnis Tionghoa juga Batak bukan jaminan sebagai pemilik hewan yang baik, tetapi orang Jawa yang di daerah asalnya tidak mempunyai tradisi/kebiasaan memelihara anjing, di Jakarta mereka lebih menghargai anjing sebagai hewan penjaga sekaligus kesayangan.
Melalui teori stimulus-response, pembentukan sikap dan perilaku pemilik hewan ternyata berhubungan dengan penghasilan, pendidikan dan pengetahuan. Sikap itu sendiri secara langsung mempengaruhi terbentuknya perilaku. Tingkat penghasilan sedang sampai tinggi lebih siap mengalokasikan dana untuk kebutuhan kesehatan dan kesejahteraan hewannya. Tingkat pendidikan yang cukup tinggi (rata-rata lulusan diploma atau sarjana) telah membuat kesadaran yang tinggi dalam berperilaku baik. Sedangkan pengetahuan tentang hewan, penyakit dan upaya pengendalian lebih banyak berhubungan dengan pembentukan sikap. Semakin banyak akses terhadap informasi maka banyak pengetahuan, sehingga semakin baik sikap. Perilaku yang ditunjukkan akan menjadi feed back sesuai teori umpan balik terhadap perilaku berikutnya yang lebih baik.
Penelitian yang menggunakan pendekatan kombinasi kuantitatif dan kualitatif ini berhasil mempelajari dan mengidentifikasi lebih dari 70 % pemilik hewan rentan rabies bersikap dan berperilaku baik. Dan dapat memberikan solusi agar dihentikannya program vaksinasi massal gratis diganti dengan monitoring dan penegakan peraturan, pemberlakuan pajak anjing yang dikembalikan dalam bentuk kemudahan pelayanan kesehatan hewan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T1994
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maryam Abu Tandeang K.
"Tesis ini meneliti tentang Pelaksanaan Program Peningkatan Anak Jalanan dilatarbelakangi dengan terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan, sehingga berdampak buruk terhadap situasi kesejahteraan sosial masyarakat terutama bagi anak termasuk anak jalanan. Dengan memburuknya kondisi ekonomi dan krisis moneter sehingga meningkatnya anak yang drop out di sekolah, diperberat lagi terdesaknya anak membantu orang tua, untuk mencari uang di jalan. Terjadinya kegoyahan pada sendi-sendi kehidupan pada keluarga melemahkan keterkaitan emosional antara swami isteri, orang tua dengan anak. Akan mendorong terjadinya masalah penelantaran, perlakuan salah dan eksploitasi terhadap anak.
Tujuan penelitian ini untuk memahami faktor-faktor penanganan anak jalanan dan orang tua anak melalui input pelaksanaan kegiatan. Masalah-masalah yang dihadapi dan upaya penanganan diharapkan dapat memberikan rekomendasi dalarn meningkatkan kesejahteraan anak. Penelitian dilanjutkan dengan metode kualitatif terhadap beberapa data dengan penekanan pada penjelasan dengan makna secara logis. Penelitian ini dilakukan pada RSSK II Pulo Gadung Jl. Puskesmas No. 45, RT 05/RW 06 Jakarta Timur.
Penerapan kebijakan pemberdayaan anak jalanan telah dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan mulai dari penjangkauan sampai tahap terminasi.
Berdasarkan data lapangan, jumlah anak yang dibina dari tahun 1997 hingga bulan Maret 2001 sebanyak 1.975 anak dengan rincian 1.875 anak laki-laki dan 140 anak perempuan. Dari hasil data diketahui bahwa sebahagian anak telah kembali kepada keluarganya dan sebahagian lagi sudah bekerja. Hal ini menunjukkan RSSK II memberikan pelayanan bagi anak-anak jalanan.
Pelaksanaan program dinilai berhasil sesuai dengan data tersebut diatas. Namun, masih terdapat hambatan-hambatan karena mobilitas kegiatan anak di jalan cukup tinggi, latar belakang pendidikan anak jalanan sangat rendah, sistem target dan pemberian keterampilan cukup tinggi, sedangkan pekerja sosial sangat terbatas, dan beberapa hambatan lainnya seperti managemen program.
Pelaksanaan program pada RSSK II menggunakan 3 pendekatan yaitu penanganan masalah anak jalanan berbasis jalanan (Street Bared) penanganan anak terpusat (Centre Based) dan pendekatan masyarakat (Community Based). Dan ketiga pendekatan tersebut, strategi yang dipilih RSSK II adalah pemberdayaan yang memberikan kemampuan kepada anak jalanan agar mampu menolong dirinya sendiri melalui tiga jenis program yaitu : Beasiswa, Kursus Keterampilan, Bantuan Makanan Tambahan dan Bantuan Modal Usaha.
Program tersebut diatas melalui kebijakan pemerintah mengupayakan pinjaman dana dikaitkan dengan Program Jaring Pengaman Sosial berupa Social Protection Sector Development Programme (SPSDP) - Asian Development Bank (ADB). Program ini dilaksanakan di RSSK II selama dua tahun. Diperolehnya gambaran objektif tentang pelaksanaan program tersebut terutama mencakup sosialisasi, pelatihan, monitoring dan evaluasi dianggap berhasil sehingga melalui Health and Nutrition Sector Development Programme (HNSDP) yang masih akan berlangsung hingga tahun 2001/2002.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka penulis merekomendasikan beberapa saran sebagai berikut : Pekerja sosial diharapkan lebih meningkatkan pelayanan, bimbingan, motivasi pada anak maupun orang tua anak. Sehingga dapat merubah sikap untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui program tersebut.
Upaya ini dilakukan berdampingan pengembangan kebijakan yang dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin dan penekanan perluasan kemiskinan serta kebijakan pendidikan yang memungkinkan menarik anak dari aktivitas kerja di jalan. Untuk itu perlu didukung oleh pencliti secara berkesinambungan memantau fenomena kerja anak jalanan dan orang tua anak."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T9257
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta Pusat: P3DI Sekretariat Jenderal DPR Republik Indonesia, 2013
AJMS 4:1 (2013)
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Waluyo
"Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Bina Karya "Pangudi Luhur" Bekasi, yang beralamat di Jalan H. Moeljadi Djojomartono No.19 Bekasi Jawa Barat, dengan tujuan untuk mengkaji proses pelaksanaan program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis pada lembaga tersebut. Selanjutnya penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberi masukan untuk perbaikan pelaksanaan program selanjutnya.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Obyek penelitian adalah semua pihak yang terlibat dalam proses pelaksanaan program rehabilitasi sosial di PSBK Bekasi, antara lain kepala panti, petugas fungsional/petugas lapangan, gelandangan dan pengemis yang sedang dibina serta pihak lain yang terkait.
Gelandangan dan pengemis (gepeng) merupakan fenomena sosial di kota-kota besar, karena sulitnya kehidupan di pedesaan sebagai akibat laju pertumbuhan penduduk dan tanah garapan yang makin berkurang, mereka terpaksa harus mencari pekerjaan di tempat lain, alternatifnya yaitu mengadu nasib ke daerah perkotaan. Namun oleh karena keterbatasan ketrampilan dan pendidikan, mengakibatkan mereka tidak mampu bersaing memperebutkan pekerjaan yang layak. Akhirnya mereka mau bekerja apapun dengan upah berapapun untuk mempertahankan kehidupannya.
Akibatnya mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup secara layak, tidak mempunyal pekerjaan layak, tidak memiliki tempat tinggal yang layak dan sebagainya. Keberadaan mereka yang terbatas ketrampilan, terbatas pendidikan, dan terbatas fasilitas, maka keberadaan mereka diperkotaan dianggap sebagai masalah sosial. Untuk penanganan masalah sosial gelandangan dan pengemis diperlukan pelayanan yang komprehensip, karena masalahnya sangat komplek tidak hanya berkaitan dengan aspek ekonomi tetapi juga aspek mental dan budaya.
Program rehabilitasi sosial di PSBK terdiri dari beberapa tahapan proses sebagai berikut : Pertama adalah tahap rehabilitasi sosial yang terdiri dari : a) pendekatan awal, b)penerimaan dan c)bimbingan mental, sosial dan ketrampilan. Kedua adalah tahap resosialisasi yang terdiri dari ; a) bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat, b) bimbingan sosial masyarakat, c) bimbingan bantuan stimulus usaha produktif dan c) bimbingan usaha. Ketiga adalah tahap bimbingan lanjut yang terdiri dari : a) bantuan pengembangan usaha dan b) bimbingan pemantapan usaha/kerja.
Hasil penelitian yang diperoleh menggambarkan bahwa secara umum PSBK Bekasi telah dapat memberikan pelayanan program kepada kliennya sesuai prosedur yang ditetapkan, namun praktek pelayanan yang diberikan belum sesuai dengan yang diharapkan. Masih ada kesenjangan antara teori atau konsep dengan praktek yang bisa dilakukan. Sehingga lembaga ini kurang berhasil mengemban misinya, yaitu mengentaskan gepeng dari masalahnya.
Hasil penelitian tahap awal, pada kegiatan orientasi dan motivasi untuk menjaring klien, PSBK lebih mengandalkan tehnik "getok tular", yaitu mengharapkan eks klien yang telah selesai mengikuti pembinaan di PSBK mengajak teman-temannya yang lain untuk masuk panti. Tehnik ini kurang efektif sehingga target sasaran yang setiap angkatan hanya 300 orang tidak terpenuhi, padahal gepeng di Jakarta jumlahnya sangat besar.
Bimbingan mental sebagai fokus utama program rehabilitasi di PSBK, metodanya juga masih perlu dikaji ulang. Tehnik bimbingan mental yang diterapkan lebih mengacu pada aspek transfer pengetahuan, bukan aspek penyadaran mental. Dimana semua klien dari berbagai tingkat pendidikan masuk dalam satu kelas dan diajarkan materi yang sama, sehingga situasinya lebih menyerupai sekolah formal. Bimbingan mental untuk membangun konsep diri yang positif, percaya diri, dan penghargaan diri diperlukan pendekatan individu, tehnik konseling yang efektif dan sebagainya. PSBK sampai saat ini belum mempunyai program khusus yang secara langsung diarahkan untuk penyadaran mental klien.
Program rehabilitasi gepeng harus dilaksanakan secara komprehensif dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu, sebagaimana pada konsep dan juklak. Namun PSBK sampai saat ini baru memiliki petugas lapangan dari profesi pekerjaan sosial, sedangkan profesi lain yang diperlukan untuk mendukung kelancaran program belum ada.
Dari hasil penelitian ditemukan, bahwa sebagian klien PSBK menggelandang lagi, banyak aspek sebagai penyebabnya, diantaranya PSBK tidak memiliki dana untuk mendukung usaha kerja gepeng, kesempatan bekerja disektor formal sangat sulit, ketrampilan kerja yang diajarkan sangat minim, umumnya dibawah standar pasaran kerja, dan metoda bimbingan mental dan sosial juga kurang tepat.
Selanjutnya penelitian ini merumuskan saran sebagai berikut, pertama PSBK perlu merumuskan program khusus untuk kegiatan bimbingan mental, kedua mengingat sulitnya mencari lapangan pekerjaan di sektor formal, maka program ketrampilan di PSBK sebaiknya lebih diarahkan untuk jenis ketrampilan wira usaha."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T 9704
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>