Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140010 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ferizal
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Silaban, David Putra S.
"Skripsi ini membahas mengenai analisis formulasi kebijakan bea keluar terhadap produk turunan minyak kelapa sawit. Pemerintah memiliki kewenangan untuk membentuk suatu kebijakan publik. Pemerintah memiliki program hilirisasi industri, dimana program tersebut bertujuan agar bahan baku yang diproduksi di dalam negeri tidak langsung diekspor melainkan diolah terlebih dahulu sehingga menghasilkan nilai tambah yang signifikan bagi negara. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik analisis data kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa alur proses formulasi yang dilakukan pemerintah ada enam tahap, yaitu departemen terkait memberikan proposal kepada Menteri Keuangan, Menteri Keuangan melihat realita yang ada, kemudian membentuk tim tarif yang tugasnya menentukan besarnya tarif bea keluar, terbentuk besarnya tarif, lalu disahkan oleh Menteri Keuangan. Serta terdapat kendala dalam proses formulasi yang dapat menjadi bumerang bagi pemerintah sendiri.

This thesis discusses the analysis of tax policy formulation towards palm oil derivative products. The government has the authority to shape public policy. The government has a downstream industries program, where the program is intended to make the raw materials produced in the country is not directly exported but are treated so as to produce significant added value for the country. This study used a qualitative approach to qualitative data analysis techniques. These results indicate that the flow formulation process by the government there are six stages, namely the relevant departments gave a proposal to the Minister of Finance, the Minister of Finance to see reality, then form a team whose job it is determining the rate of export duty rates, tariffs formed and approved by the Minister of Finance. And there are obstacles in the process of formulation that can backfire for the government itself."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benny Augustian Wijaya
"Perkembangan kendaraan bermotor yang semakin pesat, memicu naiknya konsumsi bensin di dunia. Namun naiknya konsumsi tidak diimbangi dengan naiknya produksi. Cadangan minyak bumi di dunia yang kian menipis menyebabkan perlu adanya sumber lain yang dapat diperbaharui untuk diolah menjadi hidrokarbon setaraffraksi gasoline. Minyak sawit (CPO) dipilih untuk dijadikan sumber baru dalam pembuatan gasoline karena CPO memiliki struktur rantai karbon yang dapat dikonversi dan diolah menjadi hidrokarbon setaraffraksi gasoline dengan metode perengkahan. Metode perengkahan pada penelitian ini dilakukan secara katalitik dengan menggunakan katalis ZSM-5/Alumina. Katalis alumina digunakan untuk merengkahkan struktur karbon yang panjang dari minyak sawit dan ZSM-5 digunakan sebagai aditif karena katalis ini merupakan katalis sintetik dengan keasaman yang sangat tinggi, sehingga sangat baik digunakan untuk reaksi perengkahan. Namun jumlah katalis ZSM-5 yang dipakai hanya sebagai aditif karena konsentrasi ZSM-5 yang tinggi akan menyebabkan produk reaksi perengkahan menjadi gas C2-C4 dan bukan produk bensin. Reaksi ini dilakukan pada fixed bed reactor sederhana. Umpan yang akan direngkahkan dipreparasi terlebih dahulu dengan cara oksidasi, transesterifikasi dan penambahan metanol. Temperatur reaksi akan dilakukan dari 350 °C sampai dengan 500 °C dengan space velocity 1,8 h-1 . Selain itujuga akan dilakukan variasi berat HZSM-5 dari 5 sampai 20 % berat total katalis. Metode yang digunakan dalam menguji hasil reaksi adalah GC-TCD dan FT-IR. Hasil reaksi dengan umpan POME menghasilkan yield tertinggi pada komposisi ZSM-5/Alumina 5 % yaitu sebesar 63,1 % pada saat temperatur reaksi sebesar 400 °C. Untuk reaksi dengan umpan minyak yang ditambah metanol, juga didapatkan yield tertinggi sebesar 26,75 % pada kondisi reaksi yang sama (temperatur reaksi 400 °C; 5 % berat H-ZSM-5 dalam katalis)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49540
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arbi Hasby Shadiqie
"Karet alam merupakan industri yang memiliki potensi sangat besar untuk terus dikembangkan di Indonesia, dengan ban kendaraan menjadi salah satu produk utamanya. Pembuatan ban membutuhkan penambahan filler untuk memberikan sifat kekakuan dan kekuatan yang baik. Serat tandan kosong kelapa sawit (TKKS) memenuhi kebutuhan sifat tersebut sekaligus memiliki keuntungan dari segi ketersediaannya yang sangat melimpah dan belum banyak dimanfaatkan. Proses untuk menyatukan karet dengan serat memerlukan penambahan coupling agent untuk mengatasi perbedaan sifat permukaan dari keduanya. Coupling agent yang ditambahkan adalah hibrida lateks-pati hasil sintesis dengan metode GDEP yang parameternya sudah teroptimasi pada penelitian sebelumnya. Komposisi coupling agent yang digunakan besarnya tetap sebesar 3 phr, sedangkan komposisi serat TKKS divariasikan sebesar 0, 5, 10, dan 15 phr. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh variasi komposisi serat TKKS terhadap kompatibilitas dan sifat termomekanik komposit karet alam serta mengetahui komposisi serat TKKS optimum untuk kedua hal tersebut. Pengujian yang dilakukan untuk membantu tercapainya tujuan penelitian ini adalah Fourier Transform Infrared (FTIR) Spectroscopy dan Dynamic Mechanical Analysis (DMA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan komposisi serat TKKS terbukti meningkatkan kompatibilitas dan sifat termomekanik dengan komposisi optimum sebesar 15 phr.

Natural rubber is an industry that has enormous potential to continue to be developed in Indonesia, with vehicle tires being one of its main products. Tire manufacture requires the addition of filler to provide good rigidity and strength properties. Oil palm empty fruit bunch (OPEFB) fiber fulfills the need for these properties while at the same time having the advantage in terms of its availability which is very abundant and has not been widely used. The process of joining rubber with fiber requires the addition of a coupling agent to overcome the differences in surface properties of the two. The coupling agent added is a latex-starch hybrid synthesized by the GDEP method whose parameters have been optimized in previous studies. The composition of the coupling agent used was fixed at 3 phr, while the composition of the OPEFB fiber was varied at 0, 5, 10, and 15 phr. This research was conducted to study the effect of variations in OPEFB fiber composition on the compatibility and thermomechanical properties of natural rubber composites and to determine the optimum OPEFB fiber composition for both. The tests carried out to help achieve the objectives of this research are Fourier Transform Infrared (FTIR) Spectroscopy and Dynamic Mechanical Analysis (DMA). The results showed that the addition of OPEFB fiber composition was proven to increase compatibility and thermomechanical properties with an optimum composition of 15 phr."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samosir, Ovi Vensus Hamubaon
"Tulisan ini membahas tentang pengembangan industri kelapa sawit Indonesia masih mengandalkan ekspansi lahan, meskipun model pengembangan yang demikian memunculkan beragam dampak sosial dan lingkungan. Menggunakan pendekatan ketergantungan yang diperkenalkan oleh Theotonio Dos Santos dan Cardoso, penelitian ini berargumen bahwa kondisi tersebut diakibatkan oleh ketergantungan kolonial, finansial, dan teknologi Indonesia sebagai negara periferi terhadap negara-negara core dan semiperiferi, yang ditopang oleh persamaan kepentingan kelas dominan internasional dan kelas dominan nasional di Indonesia.

This research discusses how the development of the Indonesian palm oil industry still relies on land expansion, even though this development model has various social and environmental impacts. Using the dependency approach introduced by Theotonio Dos Santos and Cardoso, this research argues that this condition is caused by the colonial, financial and technological dependence of Indonesia as a peripheral country on core and semi-periphery countries, which is supported by the similarities in the interests of the international dominant class and the local dominant class."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roni Dwi Susanto
"Semakin pentingnya kedudukan kelapa sawit sebagai bahan baku minyak goreng dan perolehan devisa telah menyebabkan pemerintah dihadapkan pada pilihan yang sulit antara kepentingan untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng sebagai salah satu bahan kebutuhan pokok atau kepentingan untuk meningkatkan perolehan devisa, melalui ekspor crude palm oil (CPO).
Mengingat bahwa industri minyak goreng sawit Indonesia sampai saat ini masih belum berjalan dengan kapasitas penuh, bahkan menurut beberapa survei hanya berkisar 50-60 persen dari kapasitas terpasang, maka kebijakan yang dilakukan pemerintah adalah meningkatkan ketersediaan CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng. Untuk itu pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan, baik melalui penghapusan bea masuk maupun pengenaan pajak ekspor serta alokasi CPO kepada Badan Urusan Logistik (BULOG).
Dari gambaran intervensi pemerintah yang telah dilakukan selama ini terhadap minyak sawit Indonesia terlihat bahwa senantiasa terjadi benturan-benturan kepentingan dalam penerapan kebijakan. Dua dilema kebijakan yang dihadapi yaitu:
1. Pilihan antara pengembangan industri minyak goreng dalam negeri atau mengimpor minyak goreng dan mengekspor bahan mentah pembuatan minyak goreng (CPO) sebagai penghasil devisa;
2. Pilihan antara menggunakan instrumen minyak goreng impor atau pengaturan produksi minyak goreng dalam negeri untuk pengelolaan (stabilisasi) harga minyak goreng dalam negeri.Dilema ke dua ini langsung terkait dengan jaminan ketersediaan minyak goreng dalam negeri, dengan demikian harga minyak goreng tidak akan berfluktuasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran terhadap kondisi penawaran dan permintaan minyak sawit Indonesia dan pengaruhnya terhadap industri minyak goreng serta gejolak harga minyak goreng di pasar domestik. Untuk itu dalam penelitian ini diidentifikasi faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap penawaran dan permintaan minyak sawit domestik dan pengaruhnya terhadap harga minyak goreng. Disamping itu penelitian ini juga berupaya mengkaji kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan pemerintah yang pada dasarnya bertujuan untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng. Analisis yang digunakan meliputi analisis deskriptif dan analisis kuantitatif dengan pendekatan ekonometrika.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan harga bahan baku industri minyak goreng (CPO) maka harga minyak gorengpun akan naik, atau dengan kata lain harga minyak goreng berbanding lurus dengan harga CPO domestik. Secara teoritis hal ini sangat wajar, karena dengan naiknya salah satu harga input produksi maka perusahaan yang rasional akan menaikkan harga outputnya agar tetap dapat mempertahankan keuntungannya. Ditunjukkan bahwa apabila harga CPO domestik naik sebesar Rp. 1000,00 per ton maka harga minyak goreng sawit akan naik sebesar Rp. 2000,15 per ton. Hasil ini nyata pada tingkat kepercayaan di atas 90%. Sedangkan perubahan harga CPO di pasar internasional juga berpengaruh positif terhadap perubahan harga minyak goreng. Berdasarkan hasil regresi ditunjukkan bahwa kenaikan harga CPO di pasar internasional sebesar US$ 1 per ton akan menaikkan harga minyak goreng sebesar Rp. 0.42 per ton, cateris paribus.
Harga minyak goreng berhubungan negatif dengan penawaran CPO domestik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa apabila pasokan CPO di pasar domestik meningkat maka akan dapat menurunkan harga minyak goreng sawit. Apabila penawaran CPO di pasar domestik meningkat sebesar 1 ton maka harga minyak goreng akan dapat turun sebesar Rp. 0,11 per ton, cateris paribus. Apabila pasokan CPO berkurang, maka produksi minyak goreng berkurang yang pada gilirannya menyebabkan minyak goreng di pasaran menjadi berkurang sehingga memicu kenaikan harga minyak goreng.
Bagi produsen CPO rangsangan untuk mengekspor CPO lebih menarik dibandingkan dengan kewajiban mereka dalam memenuhi kebutuhan domestik. Walaupun telah ditetapkan pajak ekspor, selama kegiatan ekspor masih memberikan keuntungan yang lebih besar daripada menjual di dalam negeri maka produsen CPO akan berusaha untuk mengekspor. Sehingga sering ditemukan ekspor CPO secara illegal. Dengan demikian catatan jumlah ekspor resmi berbeda dengan kenyataan aktual CPO yang dilarikan ke luar negeri yang cenderung lebih besar dari catatan volume ekspor. Sehingga jumlah CPO yang dipasok di dalam negeri berkurang lebih besar dari jumlah CPO yang diekspor.
Semakin meningkatnya kebutuhan minyak goreng masyarakat, maka kebutuhan CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng juga meningkat. Dari hasil pengujian ditunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan permintaan bahan baku CPO untuk industri minyak goreng maka akan diikuti dengan kenaikan jumlah penawaran CPO di pasar domestik, walaupun kenaikan penawaran CPO di pasar domestik tidak sebesar permintaan CPO. Apabila permintaan CPO untuk industri minyak goreng meningkat sebanyak 10 ribu ton maka penawaran CPO domestik juga akan meningkat tetapi hanya sebesar 2,1 ribu ton, cateris paribus. Oleh karena itu untuk menutupi kesenjangan lonjakan permintaan tersebut, pemerintah seringkali harus campur tangan guna menjamin ketersediaan pasokan CPO.
Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi CPO adalah melalui pembukaan areal perkebunan kelapa sawit. Pengukuran terhadap pengaruh perubahan variabel luas areal perkebunan kelapa sawit terhadap penawaran CPO domestik menunjukkan bahwa apabila terjadi pertambahan areal perkebunan kelapa sawit seluas 1000 hektar maka akan terjadi kenaikan penawaran CPO di pasar domestik sebesar 2,13 ribu ton CPO, cateris paribus. Data Ditjen Perkebunan (1998) menunjukkan bahwa dari areal perkebunan kelapa sawit seluas 2,79 juta hektar-dihasilkan 5.64 juta ton CPO atau rata-rata satu hektar perkebunan kelapa sawit menghasilkan 2.02 ton CPO.
Untuk variabel kebijakan pemerintah tentang produksi dan tata niaga minyak sawit terlihat bahwa dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah sejak tahun 1979 telah berhasil meningkatkan penawaran minyak sawit domestik (berpengaruh positif). Akan tetapi pengaruhnya belum dapat memberikan dampak yang berarti dalam menjamin ketersedian pasokan CPO di pasar domestik, karena dengan adanya kebijakan tersebut penawaran CPO domestik hanya meningkat sebesar 199,84 ribu ton dalam kurun waktu 19 tahun.
Ketidakefektifan kebijakan pemerintah dalam menjamin ketersediaan CPO untuk keperluan industri minyak goreng dalam negeri menyebabkan harga minyak goreng senantiasa mengalami gejolak. Kebijakan pemerintah melalui instrumen alokasi CPO dalam negeri dan alokasi CPO untuk ekspor hanya bertahan dalam jangka pendek. Disamping itu kebijakan tersebut harus dibayar cukup mahal karena dalam jangka panjang menghambat promosi ekspor dan dalam jangka pendek menurunkan perolehan devisa negara melalui ekspor CPO.
Upaya stabilisasi harga minyak goreng melalui mekanisme alokasi dan penetapan harga bahan baku dinilai banyak kalangan tidak efektif. Dapat dikemukakan beberapa faktor sebagai penyebabnya, seperti:
a. Permintaan dunia terhadap minyak sawit (CPO) terus mengalami peningkatan dan harga di pasar internasional juga meningkat cukup pesat.
b. Secara operasional mekanisme alokasi CPO produksi PTP melalui KPB (Kantor Pemasaran Bersama) tidak lagi banyak pengaruhnya pada pemenuhan kebutuhan bahan baku industri minyak goreng.
c. CPO tidak hanya digunakan oleh industri minyak goreng. Penggunaan CPO untuk bahan baku industri lain (bukan industri minyak goreng) dalam negeri juga terus meningkat. Jenis industri tersebut antara lain adalah margarin, sabun dan oleokimia.
d. Mekanisme alokasi dan penetapan harga CPO yang disertai operasi pasar minyak goreng pada saat-saat tertentu (seperti menjelang tahun baru, bulan puasa dan lebaran) menyebabkan margin keuntungan produsen minyak goreng sangat tipis.
e. Harga CPO akan cenderung tetap tinggi karena permintaan domestiknya lebih besar daripada kapasitas produksi CPO.
Dari hasil perhitungan elastisitas harga CPO internasional terhadap penawaran CPO domestik menunjukkan bahwa setiap kenaikan harga CPO di pasar internasional sebesar 1% akan menurunkan penawaran CPO domestik sebesar 0,32%.
Harga CPO internasional berpengaruh negatif terhadap penawaran CPO domestik, ditunjukkan dengan nilai dugaan parameter sebesar -0.69, yang berarti apabila terjadi kenaikan harga CPO di pasar internasional sebesar 1 dollar US maka penawaran CPO domestik akan turun sebesar 0.69 ribu ton.
Dari hasil pendugaan dapat dinyatakan bahwa permintaan CPO domestik searah dengan jumlah produksi minyak sawit. Permintaan minyak sawit domestik sangat dipengaruhi oleh tingkat produksi minyak goreng sawit walaupun tidak dapat diabaikan permintaan CPO oleh industri margarin dan sabun yang konsumsinya meningkat di atas 15% dari tahun ke tahun.
Pertumbahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan per kapita, berpengaruh positif terhadap permintaan minyak sawit domestik, hal ini ditunjukkan oleh koefisien yang bertanda positif sebesar 0.003 yang berarti setiap kenaikan penduduk 1.000 orang akan meningkatkan permintaan minyak sawit domestik sebesar 3 ton. Sedangkan hasil pendugaan parameter untuk pendapatan per kapita terhadap permintaan minyak sawit domestik sebesar 0,0006 menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan pendapatan per kapita sebesar Rp. 1000 maka akan meningkatkan permintaan CPO domestik sebanyak 0,6 ton, dan sebaliknya.
Dalam jangka pendek, kebijakan yang berorientasi pada pengembangan industri minyak goreng dalam negeri jelas lebih buruk dalam hal perolehan devisa. Hal ini terjadi karena dalam jangka pendek, kebijakan ini bersifat sebagai subtitusi impor, sehingga akan menurunkan penerimaan ekspor. Disamping itu, kebijakan ini mungkin saja kurang efisien dalam jangka pendek karena teknologi dan manajemen industri pengelolaan pada umumnya belum dapat dikuasai dengan baik.
Namun demikian, faktor negatif kebijakan yang berorientasi pada pengembangan industri minyak goreng dalam negeri mestinya dapat diatasi dalam jangka panjang. Hal ini dapat dilakukan dengan mendorong industri minyak goreng untuk terus menerus meningkatkan efisiensinya. Dalam kaitan ini, strategi yang perlu ditempuh adalah pemberian insentif dan kemudahan (proefisiensi) dalam proses produksi, bukan proteksi. Salah satu bentuk kebijakan yang bersifat proefisiensi ialah penghapusan berbagai faktor yang menimbulkan biaya ekonomi tinggi seperti perizinan usaha dan biaya-biaya non-fungsional. Bila hal ini dapat dilakukan, maka, dalam jangka panjang industri minyak goreng dalam negeri akan berubah dari industri yang bersifat subtitusi impor menjadi industri yang bersifat promosi ekspor."
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T7501
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galih Aji Prasongko
"Penelitian ini membahas faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor minyak sawit, dengan fokus pada peran produk sawit yang tersertifikasi dan tidak tersertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif dengan pendekatan panel data menggunakan model utama fixed effect model. Fokus penelitian dilakukan di 6 provinsi penghasil utama kelapa sawit dalam kurun waktu sebelas tahun. Hasil regresi menunjukkan bahwa baik produksi sawit bersertifikasi ISPO maupun tidak bersertifikasi ISPO provinsi berkorelasi posisitif dan signifikan dengan ekspor sawit provinsi. Walaupun demikian sensitivitas korelasi terhadap ekspor lebih besar ditunjukkan oleh produksi sawit tidak bersertifikasi ISPO. Hal ini diduga disebabkan tujuan ekspor sawit pada periode penelitian lebih didominasi ke Kawasan Asia yang belum mensyaratkan sustainibilitas produksi sawit (aspek lingkungan). Sementara hubungan yang signifikan antara ekspor dengan PDRB sektor perkebunan menunjukkan kapasitas produksi yang baik, Dengan pemahaman yang mendalam tentang faktor-faktor ini, strategi yang efektif dapat dirumuskan untuk meningkatkan volume ekspor sawit.

This study discusses the factors that influence the volume of palm oil exports, focusing on the role of certified and uncertified palm oil products of Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). This study uses a quantitative design with a panel data approach using the main fixed effect model. The focus of the study was carried out in 6 main palm oil producing provinces over a period of eleven years. The regression results show that both ISPO-certified and non-ISPO-certified palm oil production in the province are positively and significantly correlated with provincial palm oil exports. However, the sensitivity of the correlation to exports is greater shown by non-ISPO-certified palm oil production. This is thought to be due to the fact that the destination of palm oil exports during the study period was dominated by the Asian region which did not yet require sustainable palm oil production (environmental aspects). Meanwhile, the significant relationship between exports and Gross Regional Domestic Product Of Provinces in the plantation sector indicates good production capacity. With a deep understanding of these factors, an effective strategy can be formulated to increase the volume of palm oil exports."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Indriyani
"Ekspor minyak kelapa sawit merupakan komoditas penyumbang devisa terbesar di beberapa negara ASEAN Salah satu risiko yang melekat erat dengan perdagangan ekspor adalah exchange rate Risiko spesifik tersebut terdiri dari country specific risk yang sistematik dan firm specific risk yang non sistematik Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh firm specific risk terhadap exchange rate exposure perusahaan sub sektor kelapa sawit di kawasan ASEAN Penelitian ini mengamati aktivitas hedging yang dilakukan perusahaan sub sektor kelapa sawit sejak Januari 2003 sampai Desember 2012 Model yang digunakan adalah ordinary least square dengan meregresikan 25 sampel perusahaan sub sektor kelapa sawit Data yang digunakan berasal dari Datastream Thomson Reuters Eikon dan data World Bank Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil analisis regresi linier beberapa faktor firm specific berpengaruh secara signifikan terhadap exchange rate exposure Faktor faktor determinan dari firm specific yang bernilai signifikan terdiri dari market value growth dan likuiditas serta country specific risk Kata Kunci firm specific risk exchange rate exposure kelapa sawit.

Export of palm oil is one of the largest foreign exchange reserve earner commodity in some ASEAN countries One of the risks that are inherent to export trading is the exchange rate These risks consist of systematic country specific risk and firm specific risk that non systematic This study aims to determine the influence of firm specific risk to the exchange rate exposure of palm oil sub sector in the ASEAN region The study looked at hedging activity by company sub sector of palm oil from January 2003 to December 2012 The model used is ordinary least squre with 25 samples The data used are from Datastream Thomson Reuters Eikon and data from World Bank The results showed that the coefficient of correlation and multiple linear regression analysis of firm specific factors significantly influence to exchange rate exposure Determinant of firm specific that significant value consists of market value growth and liquidity then country specific risk Keywords firm specific exchange rate exposure palm oil."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Giusti Reza Gumilang
"[ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh size, profitability, tangibility, non-debt tax shield, retained profits, dan liquidity perusahaan terhadap struktur hutang perusahaan yang tercermin dalam total debt, long term debt, dan short term debt. Sampel yang digunakan sebagai objek penelitian ini adalah 32 perusahaan dalam industri kelapa sawit di negara Indonesia dan Malaysia yang terdaftar di dalam bursa masing-masing negara dengan periode penelitian tahun 2007-2013. Data yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari software Thomson Eikon Reuters dan diolah dengan software Eviews 7. Hasil regresi menunjukkan bahwa size, profitability, tangibility, non-debt tax shield, dan liquidity memiliki pengaruh signifikan terhadap setidaknya satu dari tiga unsur struktur hutang yang diteliti dalam periode tertentu, sedangkan retained profits tidak menunjukkan pengaruh signifikan terhadap ketiganya di sepanjang periode penelitian;The main purpose of this study is to analyze the effect of firm?s size, profitability, tangibility, non-debt tax shield, retained profits, and liquidity to its debt structure reflected on its total debt, long term debt, and short term debt. This study uses 32 Indonesian and Malaysian companies from palm oil industry listed in each country?s stock exchange in the period of 2007 to 2013. The data in this study is processed using software Thomson Reuters Eikon and Eviews 7. The result of regression prove that size, profitability, tangibility, non-debt tax shield, and liquidity affects to at least one of the three elements of debt structure that being studied in certain years while retained profits didn?t give any significant effect to any of the element of debt structure during the period., The main purpose of this study is to analyze the effect of firm’s size, profitability, tangibility, non-debt tax shield, retained profits, and liquidity to its debt structure reflected on its total debt, long term debt, and short term debt. This study uses 32 Indonesian and Malaysian companies from palm oil industry listed in each country’s stock exchange in the period of 2007 to 2013. The data in this study is processed using software Thomson Reuters Eikon and Eviews 7. The result of regression prove that size, profitability, tangibility, non-debt tax shield, and liquidity affects to at least one of the three elements of debt structure that being studied in certain years while retained profits didn’t give any significant effect to any of the element of debt structure during the period.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silva Amanat Taqwa
"ABSTRACT
Indonesia adalah salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia. Kelapa sawit memiliki berbagai produk turunan yang memiliki nilai lebih tinggi daripada produk kelapa sawit hulu. Indonesia masih mengekspor sebagian besar minyak sawit mentah daripada turunannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan strategi terbaik dalam mengembangkan industri hilir kelapa sawit dengan mempertimbangkan total harga dan emisi gas rumah kaca. Fungsi objektif ekonomi adalah harga total penjualan semua produk dan objektif lingkungan yang diukur dengan total emisi gas rumah kaca. Optimisasi multiobjektif superstruktur State-Task Network, dengan variabel tetap dari harga jual produk, faktor emisi dan faktor konversi proses. Optimisasi multiobjektif dilakukan menggunakan GAMS, dengan solver Cplex 12.6.3. Harga jual total yang didapatkan sebesar 51,67 miliar USD dan emisi GRK total yang dihasilkan adalah 88,05 juta ton CO2e. Jalur produksi terbaik yang dipilih adalah produksi 54 produk turunan kelapa sawit untuk memenuhi kebutuhan domestik dan 21 diantaranya dapat diekspor 1 produk turunan FFB, 4 produk turunan CPO, 1 produk turunan POME, 4 produk turunan EFB, 2 produk turunan PKS, dan 9 produk turunan Palm Kernel.

ABSTRACT
Indonesia is one of the largest palm oil producers in the world. Palm oil has a wide range of derivative products that have higher values than in the upstream oil palm products. Indonesia still exports mostly crude palm oil rather than its derivatives. The objective of this research is to obtain the best strategy of developing downstream palm oil industry by considering the total price and greenhouse gas emission. Economic objectives function are the total selling price of all products and environmental objectives measured by the total greenhouse gas emissions. Multi objective optimization is based on State Task Network Superstructure, with fixed variable of product selling price, emission factor and conversion factor of processes. Multi objective optimization is done using GAMS with Cplex 12.6.3 solver. The total selling price earned amounted to 51,67 billion USD and total GHG emissions generated were 88,05 million tons CO2e. The selected production pathway is the production of 54 palm oil derivatives products to meet domestic needs and 21 of them can be exported 1 FFB derivative product, 4 CPO derivative products, 1 POME derivative product, 4 EFB derivative products, 2 PKS derivative products, and 9 derived products of Palm Kernel."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>