Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76754 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sylvia D. Elvira
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
618.17 SYL d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
I Putu Gede Kayika
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
D1791
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Febby Thannia
"Gangguan seksualitas merupakan masalah yang sering dialami oleh perempuan yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Di Indonesia membicarakan masalah seksualitas masih dianggap tabu, sehingga tidak banyak informasi yang didapatkan terkait gangguan fungsi seksual perempuan. Penelitian ini dilakukan di Klinik Yasmin RSCM Kencana. Dengan tujuan untuk mengetahui gambaran gangguan fungsi seksual pada perempuan subfertil yang datang pada kunjungan pertama untuk memiliki anak. Rancangan penelitian dengan studi potong lintang menggunakan kuisioner pada perempuan dengan keluhan ingin memiliki anak. Besar sampel 108 orang. Pengambilan sampel dengan consecutive sampling. Dilakukan wawancara dan pengisian kuisioner Female Sexual Function Index (FSFI), Kuisioner Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS), Kuisioner Hamilton Derpression Rating Scale (HDRS), Kuisioner International Index of Erectile Function (IIEF). Analisa data dengan metode Chi Square dan dilanjutkan dengan analisa multivariat Backward Conditional dilanjutkan dengan Regresi Logistik. Didapatkan hasil mayoritas  subjek perempuan berusia 30 tahun sebanyak 11 orang, belum pernah menikah sebanyak 93 (86,10 %), riwayat menggunakan alat kontrasepsi (16.67%), lama menikah kurang dari atau sama dengan 10 tahun (83.30%), Subjek yang bersekolah hingga pendidikan tinggi (93,50 %) dan memiliki pekerjaan (82,40%). Jenis disfungsi seksual pada pasien perempuan subfertil di Klinik Yasmin RSCM Kencana yaitu gangguan dorongan seksual (79,60%), bangkitan seksual (66.7%), orgasme (50,9%), nyeri (48.1%), lubrikasi  (18,50%) dan kepuasan (34.3%). mengalami depresi sebanyak 46,20% dan mengalami kecemasan 38.00%.

Subjek pria dibawah umur 40 tahun (77,80%), semua bekerja (100,00 %), dan berpendidikan tinggi (88,90 %), Pria yang mengalami depresi 21.30% dan kecemasan 19,49%.

Pada analisa bivariat Frekuensi hubungan seksual memiliki hubungan yang signifikan dengan  disfungsi seksual perempuan pasien subfertil di Klinik Yasmin RSCM Kencana p = 0.09.


Sexuality disorders are problems often experienced by women which can be influenced by many factors. Talking about sexuality in Indonesia is still considered taboo, and not much information I available regarding women's sexual dysfunction. This research was conducted at the Yasmin Clinic, RSCM KencaTo know the description of sexual function disorders in subfertile on the first visit wanting to have children. The research design was a cross-sectional study using a questionnaire on women with chief complaints of wanting to have children. The sample size is 108 people. Sampling with consecutive sampling. Interviews and questionnaires were filled in. Female Sexual Function Index (FSFI) Questionnaire, Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS) Questionnaire, Hamilton Depression Rating Scale (HDRS) Questionnaire, and International Index of Erectile Function (IIEF) Questionnaire. Data analysis using the Chi-Square method and followed by Backward Conditional multivariate analysis followed by Logistic Regression. The results obtained were that the majority of female subjects were 30 years old as many as 11 people, 93 (86.10%) had never been married, history of using contraception (16.67%), length of marriage less than or equal to 10 years (83.30%), subjects who attended school to higher education (93.50%) and have a job (82.40%). Types of sexual dysfunction in subfertile female patients at the Yasmin Clinic RSCM Kencana are sexual drive disorders (79.60%), sexual arousal (66.7%), orgasm (50.9%), pain (48.1%), lubrication (18.50%) ) and satisfaction (34.3%). experiencing depression at as much as 46.20% and experiencing anxiety at 38.00%. Male subjects under the age of 40 years (77.80%), all working (100.00%), and highly educated (88.90%). Men who experience depression 21.30% and anxiety 19.49%. In bivariate analysis, the frequency of sexual intercourse had a significant relationship with female sexual dysfunction in subfertile patients at the Yasmin Clinic, RSCM Kencana, p = 0.09."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Endah Rakhmawati
"Penelitian ini menggunakan metode kualitatif fenomenologi yang bertujuan mendapatkan gambaran pengalaman perempuan yang mengalami disfungsi seksual pasca melahirkan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 5 tema yang merupakan gambaran pengalaman perempuan yang mengalami disfungsi seksual pasca melahirkan, yaitu:1) perubahan pasca melahirkan penyebab disfungsi seksual 2) disfungsi seksual pasca melahirkan 3) akibat disfungsi seksual 4) upaya perempuan mengatasi disfungsi seksual 5) harapan perempuan yang mengalami disfungsi seksual. Hasil penelitian ini memberikan implikasi terhadap pelayanan keperawatan untuk memfasilitasi health promotion berkaitan dengan aspek seksualitas pada kelas prenatal dan postnatal dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar secara menyeluruh sehingga asuhan yang diberikan kepada klien mencakup seluruh aspek secara holistik.

This study uses qualitative methods of phenomenology which aims to explore female experience related sexual dysfunction after childbirth. Based on the results of five studies found a theme that is the description the experience of women who experience sexual dysfunction after childbirth, namely: 1) changes in postnatal period causes by sexual dysfunction 2) post partum sexual dysfunction 3) effect of sexual dysfunction 4) efforts to over come female sexual dysfunction 5) expectations of female who experience sexual dysfunction. The results of study provide implications for nursing services to facilitate sexual aspect health promotion in prenatal class and postnatal class to the fulfillment of basic needs thoroughly in order to provide a holistic patient care."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yati Afiyanti
Jakarta: Rajawali Pers, 2020
610.73 YAT p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Adeline
"Latar belakang: Disfungsi seksual pada perempuan/ female sexual dysfunction (FSD) merupakan komplikasi penting diabetes melitus (DM) yang seringkali diabaikan. Data perihal FSD pada DM tipe 2 di Indonesia masih jarang dan meta-analisis terkait belum ada, padahal Indonesia mempunyai populasi DM terbesar ke-7 di dunia.
Tujuan: Menilai prevalensi dan faktor yang memengaruhi FSD penyandang DM tipe 2 di Indonesia.
Metode: Telaah sistematis ini disusun berdasarkan standar PRISMA. Pencarian artikel dilakukan di PubMed/Medline®, CINAHL®, Embase®, Proquest®, Scopus®, serta jurnal/ portal lokal di Indonesia. Artikel dicari dengan kata kunci “seksual”, “diabetes”, dan “Indonesia” dengan MesH terms (dalam bahasa Inggris dan Indonesia), yang mencakup studi observasi maupun eksperimental. Pencarian dilakukan tanpa membatasi waktu penelitian dan bahasa. Data dianalisis dengan STATA untuk mencari besar prevalensi FSD dan odd ratio faktor yang berhubungan dengan FSD.
Hasil: Sepuluh studi dengan desain potong lintang mencakup 572 perempuan DM tipe 2 di komunitas maupun rumah sakit. Rentang prevalensi pada kesepuluh studi ini adalah 9,8 – 78,2% dengan pooled prevalence 0,52 (IK 95% 0,49 – 0,56; I-squared 93,9%, p = 0,000) dan 0,62 (IK 95% 0,58 – 0,66; I-squared 68,7%, p = 0,001) jika satu studi dikeluarkan dari analisis karena penggunaan skor FSFI yang tidak standar. Usia di atas 45 tahun, menopause, penggunaan obat anti-hipertensi, dan kadar HbA1C berhubungan dengan FSD. Studi ini mempunyai keterbatasan berupa heterogenitas dan risiko bias artikel yang tinggi, luaran yang beragam, serta teks lengkap artikel yang sulit diperoleh. Studi ini juga menunjukkan adanya bias publikasi.
Kesimpulan: Disfungsi seksual perempuan DM tipe 2 di Indonesia mempunyai prevalensi yang tinggi dan kemungkinan berhubungan dengan proses penuaan dan metabolik. Implikasi studi ini adalah bahwa perempuan dengan DM tipe 2 dianjurkan untuk evaluasi FSD secara rutin.

Background: Female sexual dysfunction (FSD) is a neglected major complication of diabetes mellitus (DM). However, there is scarcity of data in Indonesia, which is currently ranked as the 7th in the world for the number of people with DM.
Objective: Our study aims to analyze the prevalence and factors of FSD among type 2 diabetes mellitus (T2DM) patients in Indonesia.
Methods: This systematic review was conducted using the PRISMA standard. Literature searching was performed in PubMed/Medline®, CINAHL®, Embase®, Proquest®, Scopus®, Indonesian local journals/ databases, and libraries, by considering human clinical studies. All observational and experimental studies in searching keywords “sexual”, “diabetes”, and “Indonesia” with MeSH terms (in English and Bahasa) were included, without time of study or language restriction. Pooled prevalence and odds ratio of associated factors of FSD were analyzed using STATA.
Results: Ten studies with cross-sectional design comprised of 572 females with T2DM, in both community and hospital settings. The prevalence of FSD ranged 9,8 – 78,2% and with random-effect model, it showed pooled prevalence 0,52 (95% CI 0,49-0,56; I-squared 93,9%, p = 0.000). After removing one study that was conducted with unstandardized FSFI cut off value, the prevalence of FSD was 0,62 (95% CI 0,58-0.66; I-squared 68,7%, p = 0.001). Age more than 45 years old, menopause, the use of antihypertensives, and HbA1c level were associated with FSD. Limitations of this article were its publication bias, in addition to its high heterogeneity and risk of bias among studies.
Conclusions: FSD was prevalent among T2DM patients in Indonesia and might associated with aging and metabolic factors. This conclusion implicated that females with T2DM need to be routinely evaluated for FSD.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dafnil Akhir Putra
"Latar belakang : Prolaps organ panggul diketahui berkaitan dengan komplikasi berupa disfungsi seksual. Luas genitalia hiatus serta kekuatan otot dasar panggul merupakan salah satu parameter yang diketahui berkaitan dengan komplikasi tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan luas levator hiatus dan kekuatan levator ani pada kasus POP terutama terhadap masalah disfungsi seksual.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain perbandingan potong lintang, yang dilaksanakan di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo pada periode 1 Februari 2023 hingga Mei 2024. Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan status ginekologis, termasuk POP-Q dan perineometer dan pemeriksaan USG dasar panggul. Kategori disfungsi dikelompokkan berdasarkan skor FSFI. Data yang diperoleh akan diuji secara parametrik maupun non parametrik sesuai normalitas data, dengan batas kemaknaan yaitu alpha 5%. Penentuan titik potong diukur dengan metoda ROC dan analisa AUC serta penghitungan nilai sensitivitas maupun spesifisitasnya. Selanjutnya, dilakukan uji korelasi untuk mendapatkan signifikansi (p) serta kekuatan korelasi (r) pada setiap variabel yang akan diperiksa.
Hasil: Pengambilan data secara consecutive sampling pada seluruh pasien baru POP yang datang ke Poli Uroginekologi, terdapat 40 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dalam populasi dengan kategori 20 sample disfungsi seksual dan 20 sampel tidak disfungsi seksual. Tidak terdapat perbedaan karakteristik yang bermakna pada sampel prolaps organ panggul pada kelompok disfungsi seksual maupun tidak disfungsi seksual. Dari uji T-tidak berpasangan didapatkan hubungan yang bermakna pada maksimal levator hiatus dengan kejadian disfungsi seksual (p=0,000). Terdapat hubungan kekuatan levator hiatus saat kontraksi dengan kejadian disfungsi seksual pada perempuan dengan prolaps organ panggul oleh uji Mann-Whitney (p=0,005). Pada luas levator hiatus didapatkan titik potong yaitu 30.865 cm2 (sensitivitas 85%, spesitifitas 80%), kemudian untuk titik potong kekuatan otot levator ani yaitu 20.5 cmH2O (sensitivitas 80%, sensitifitas 70%). Berdasarkan korelasi Pearson antara luas levator hiatus dengan skor FSFI yang bermakna pada domain rangsangan (p=0,000, r=-0,531) serta domain orgasme (p= 0,000, r=-0,581). Berdasarkan hasil uji korelasi spearman pada kekuatan otot levator ani didapatkan hasil yang bermakna pada domain tingkatan rangsangan (p=0,015, r=0,383) dan pada domain orgasme yaitu (p=0.002, r=0,478).
Kesimpulan : Pemeriksaan luas levator hiatus dengan USG dasar panggul dan pengukuran kekuatan otot dasar panggul dengan perineometer dapat menjadi alternatif untuk membantu mengevaluasi resiko kejadian disfungsi seksual pada perempuan POP postmenopause.

Latar belakang : Prolaps organ panggul diketahui berkaitan dengan komplikasi berupa disfungsi seksual. Luas genitalia hiatus serta kekuatan otot dasar panggul merupakan salah satu parameter yang diketahui berkaitan dengan komplikasi tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan luas levator hiatus dan kekuatan levator ani pada kasus POP terutama terhadap masalah disfungsi seksual.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain perbandingan potong lintang, yang dilaksanakan di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo pada periode 1 Februari 2023 hingga Mei 2024. Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan status ginekologis, termasuk POP-Q dan perineometer dan pemeriksaan USG dasar panggul. Kategori disfungsi dikelompokkan berdasarkan skor FSFI. Data yang diperoleh akan diuji secara parametrik maupun non parametrik sesuai normalitas data, dengan batas kemaknaan yaitu alpha 5%. Penentuan titik potong diukur dengan metoda ROC dan analisa AUC serta penghitungan nilai sensitivitas maupun spesifisitasnya. Selanjutnya, dilakukan uji korelasi untuk mendapatkan signifikansi (p) serta kekuatan korelasi (r) pada setiap variabel yang akan diperiksa.
Hasil: Pengambilan data secara consecutive sampling pada seluruh pasien baru POP yang datang ke Poli Uroginekologi, terdapat 40 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dalam populasi dengan kategori 20 sample disfungsi seksual dan 20 sampel tidak disfungsi seksual. Tidak terdapat perbedaan karakteristik yang bermakna pada sampel prolaps organ panggul pada kelompok disfungsi seksual maupun tidak disfungsi seksual. Dari uji T-tidak berpasangan didapatkan hubungan yang bermakna pada maksimal levator hiatus dengan kejadian disfungsi seksual (p=0,000). Terdapat hubungan kekuatan levator hiatus saat kontraksi dengan kejadian disfungsi seksual pada perempuan dengan prolaps organ panggul oleh uji Mann-Whitney (p=0,005). Pada luas levator hiatus didapatkan titik potong yaitu 30.865 cm2 (sensitivitas 85%, spesitifitas 80%), kemudian untuk titik potong kekuatan otot levator ani yaitu 20.5 cmH2O (sensitivitas 80%, sensitifitas 70%). Berdasarkan korelasi Pearson antara luas levator hiatus dengan skor FSFI yang bermakna pada domain rangsangan (p=0,000, r=-0,531) serta domain orgasme (p= 0,000, r=-0,581). Berdasarkan hasil uji korelasi spearman pada kekuatan otot levator ani didapatkan hasil yang bermakna pada domain tingkatan rangsangan (p=0,015, r=0,383) dan pada domain orgasme yaitu (p=0.002, r=0,478).
Kesimpulan : Pemeriksaan luas levator hiatus dengan USG dasar panggul dan pengukuran kekuatan otot dasar panggul dengan perineometer dapat menjadi alternatif untuk membantu mengevaluasi resiko kejadian disfungsi seksual pada perempuan POP postmenopause.

Introduction : Pelvic organ prolapse is known to be related to complications in the form of sexual dysfunction. The area of hiatus genitalia and the strength of pelvic floor muscles are one of the known parameters related to these complications. The aim of this study is to determine the association between the hiatus levator area and the strength of the levator ani in POP cases, specifically focusing on sexual dysfunction issues.
Methods : This study uses a cross-sectional comparison design, which was carried out at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo in the period from February 2023 to May 2024. A gynecological status check, including POP-Q, perineometer, and pelvic floor ultrasound examination, is performed. The categories of dysfunction are grouped based on FSFI scores. The data obtained is then tested in a parametric or non-parametric test according to the normality of the data, with an efficiency limit of alpha 5%. The determination of the cut-off point is measured by the ROC method, the AUC analysis, and the calculation of the sensitivity and specificity values. Then a correlation test is performed to obtain the significance (p) as well as the strength of the correlation (r) on each variable to be examined.
Result : The data was collected on consecutive samples of all new POP patients who came to Uroginecology Polyclinic. There was 40 patients who met the inclusion criteria in the population had 20 sexual dysfunction samples and 20 non-sexual dysfunction samples. There were no significant characteristic differences in the pelvic organ prolapse sample in the sexual dysfunction group or non-sexual dysfunction group. From the T-unpaired test, a meaningful relationship was found between the maximum levator hiatus and the incidence of sexual dysfunction (p=0,000). There was a relationship between the strength of the hiatus levator during contraction and the incidence of sexual dysfunction in women with pelvic organ prolapse, as determined by the Mann-Whitney test (p=0.005). The area of the hiatus levator is obtained at a cutting point of 30,865 cm2 (sensitivity 85%, specificity 80%), and for the cutting point, the strength of the levator ani muscle is 20.5 cmH2O (sensitivity 80%, sensitivity 70%). Based on Pearson's correlation between the area of the hiatus levator and a meaningful FSFI score on the stimulatory domain (p=0,000, r=0.531) and the orgasm domain (p=0,000, r=0.581). Based on the results of the spearman correlation test on the strength of the levator ani muscle, meaningful results were obtained in the stimulus level domain (p=0.015, r=0.383) and in the orgasm domain (p=0.002, r=0.478).
Conclusion : An extensive examination of the hiatus levator with a pelvic floor ultrasound and measurement of pelvic floor muscle strength with a perineometer may be an alternative to help evaluate the risk of sexual dysfunction incidence in postmenopausal POP women.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kindy Aulia
"Pendahuluan dan tujuan: Meskipun prevalensi disfungsi seksual pada wanita tinggi, masalah seksual jarang menjadi fokus konsultasi klinis karena sifatnya yang intim dan pribadi. Di negara seperti Indonesia, lebih sulit lagi untuk mengatasi masalah ini, mengingat faktor budaya, etnis dan agama. Pengaruh kelelahan kerja di kalangan perawat di seluruh dunia terhadap disfungsi seksual jarang dipelajari. Dengan tingginya prevalensi burnout akibat pekerjaan perawat, disfungsi seksual bisa menjadi masalah signifikan yang dialami oleh perawat di seluruh negeri. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kelelahan kerja dengan disfungsi seksual pada perawat wanita Indonesia.
Metode: Sebuah studi cross sectional dilakukan di Rumah Sakit Umum Kardinah, Tegal, Jawa Tengah, Indonesia antara Januari 2022 dan Maret 2022 menggunakan kuesioner online yang dikelola sendiri dan bersifat anonim. Subjek penelitian kami adalah perawat wanita dari klinik rawat jalan, bangsal rawat inap, unit perawatan intensif/tinggi, unit gawat darurat, dan kamar operasi. Kami membagikan kuesioner online kepada perawat wanita yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Burnout pekerjaan di kalangan perawat dinilai menggunakan Copenhagen Burnout Inventory (CBI), sedangkan disfungsi seksual pada wanita dinilai menggunakan Female Sexual Function Index (FSFI). Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak IBM SPSS ver 25.0
Hasil: Sebanyak 285 perawat berpartisipasi sebagai sampel penelitian ini, 164 perawat (57,54%) berada pada kelompok beban kerja rendah dan 121 perawat (42,46%) pada kelompok beban kerja tinggi. Prevalensi disfungsi seksual pada perawat wanita dalam penelitian ini mencapai 87,7%, sedangkan kelelahan kerja pada perawat dengan beban kerja tinggi dan rendah dalam penelitian kami masing-masing adalah 42,2% dan 19,5%. Hasil analisis menunjukkan korelasi negatif yang signifikan antara skor CBI, sub skor, dan status burnout terhadap skor FSFI (p < 0,05) meskipun korelasi tersebut lemah. Data kami membuktikan bahwa tidak ada variabel independen yang dapat menjadi variabel predictor skor FSFI.
Kesimpulan: Perawat wanita yang sudah menikah memiliki tingkat kelelahan kerja yang relatif tinggi dan rentan terhadap disfungsi seksual. Studi ini menunjukkan korelasi yang signifikan secara statistik tetapi lemah antara kelelahan kerja dengan disfungsi seksual pada perawat wanita yang sudah menikah dari skor total CBI, subskor dan status kelelahan dengan skor total dan subskor FSFI dalam hal lubrikasi, orgasme, kepuasan, dan nyeri.

Introduction: Despite the high prevalence of female sexual dysfunction (FSD), sexual problems are rarely a focus of clinical consultation due to their intimate and private nature. In a conservative country like Indonesia, it is even more difficult to address these problems considering the culture, ethnic and religion factors. Therefore, this study aimed to see the correlation between occupational burnout and sexual dysfunction in Indonesian female nurses.
Methods: A cross-sectional study was conducted in Kardinah General Hospital, Tegal, Central Java, Indonesia between January and March 2022. We distributed online questionnaires to female nurses who matched our eligibility criteria. Occupational burnouts among nurses were assessed using Copenhagen Burnout Inventory (CBI), while Female sexual dysfunction (FSD) was assessed using Female Sexual Function Index (FSFI).
Results: A total of 285 nurses participated as samples of this study, 164 nurses (57,54%) were in the low workload group and 121 nurses (42,46%) in the high workload group. The prevalence of sexual dysfunction in female nurses in this study was as high as 87.7% While occupational burnout in high and low workload nurses in our study was 42.2% and 19.5%, respectively. The analysis shows a significant negative correlation between CBI score, sub scores, and burnout status to FSFI score (p < 0.05).
Conclusion: Married female nurses have a relatively high occupational burnout and are prone to sexual dysfunction. This study showed statistically significant but weak correlation between occupational burnout with sexual dysfunction in married female nurses from the CBI total score, subscores and burnout status with FSFI total score and subscores.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayuningsih Dharma Setiabudy
"Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang ditandai dengan hipertensi, edema dan proteinuria. Berdasarkan tanda-tanda tersebut, diduga disfungsi endotel memegang peranan dalam patogenesis kedua penyakit tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pada preeklampsia terjadi disfungsi endotel dengan memeriksa kadar sVCAM-1, vWF dan fibrin monomer sebagai petanda aktivasi koagulasi. Juga ingin diketahui apakah terdapat hubungan antara disfungsi endotel dengan beratnya penyakit. Desain penelitian potong lintang. Subyek penelitian adalah 30 orang wanita hamil 24 - 42 minggu dengan diagnosis preeklampsia yang bersedia ikut dalam penelitian dan kelompok kontrol terdiri atas wanita hamil aterm. Pemeriksaan kadar sVCAM-1 dikerjakan dengan cara ELISA dengan reagen dari R&D system. Kadar vWF ditentukan dengan cara enzyme linked fluorescent assay (ELFA) dengan reagen dari VIDAS bioMerieux. Fibrin monomer diperiksa dengan cara ethanol gelation test. Rerata dan simpang baku kadar sVCAM-1 pada preeklampsia dan kontrol berturut-turut adalah 576,4 ng/mL dan 58,3 ng/mL serta 375,7 ng/mL dan 43 ng/mL (p<0,05). Sedang rerata dan simpang baku kadar vWF pada preeklampsia dan kontrol berturut turut 305,3% dan 107,4% serta 162,4% dan 33% (p,0,05). Didapatkan korelasi sedang antara kadar sVCAM-1 dengan tekanan sistolik maupun diastolik (r=0,71) dan (r=0,65). Demikian pula antara kadar vWF dengan tekanan sistolik dan diastolik didapatkan korelasi sedang (r=0,67) dan (r=0,77). Fibrin monomer positif didapatkan pada 28 dari 30 penderita preeklampsia sedang pada kelompok kontrol hanya 1 orang yang positif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada preeklampsia terjadi disfungsi endotel. Pada preeklampsia terdapat korelasi antara petanda disfungsi endotel dengan tingginya tekanan darah.

Endothelial Dysfunction In Preeclampsia. Preeclampsia is a complication of pregnancy characterized by hypertension, edema, and proteinuria. Based on these signs, it is suggested that endothelial dysfunction plays a role in the pathogenesis of preeclampsia. The aims of this study were to know whether endothelial dysfunction occur in preeclampsia by measuring the level of sVCAM-1, von Willebrand factor, and fibrin monomer. The relationship between markers of endothelial dysfunction and blood pressure would also be sought. In this cross-sectional study, 30 women at the 24-42 weeks of pregnancy with preeklampsia, were enrolled and control group comprised of fullterm pregnant women. The level of sVCAM-1 was determined by ELISA method using reagents from R&D system, while vWF level was measured by enzyme linked fluorescent assay (ELFA) using reagent from VIDAS bioMerieux, and fibrin monomer was detected by ethanol gelation test. The mean of sVCAM-1 level in the preeklampsia group and in the control group were 576.4 ng/mL, and 375.7 ng/mL, respectively while the standard deviation were 58.3 ng/mL, and 43 ng/mL, respectively. The mean of vWF level in the preeklampsia group and in the control group were 305.3% and 162.4%, respectively while the standard deviation were 107.4% and 33%, respectively. Moderate correlation were found between sVCAM-1 as well as vWF level with both systolic and diastolic pressure. Fibrin monomer was found in 28 out of 30 subjects of preeclampsia group, but only 1 out of 31 subjects in the control group. The results of this study indicated that endothelial dysfunction occurred in preeclampsia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Fausiah
"Kekerasan terhadap perempuan akhir-akhir ini menjadi wacana yang banyak disorot karena angkanya tinggi, dan jumlahnya cenderung meningkat. Perempuan adalah golongan yang rawan mendapat tindak kekerasan, namun perlindungan hulcum dan sosial terhadap perempuan belum efektif (KCM, 9 Januari 2002). Data dari kantor Menteli Negara Pemberdayaan menyebutkan, sekitar 24 juta penduduk nrempuan pemah mengalami tindakan kekerasan (Wahjana, 2000). Bentuk kekerasan tersebut meliputi kekerasan fisik, emosional, ekonomi/sosial, seksual, dan spiritual.
Peneliti tertarik untuk memperoleh gambaran rnendalam terhadap perempuan yang mengalami kekerasan seksual. Herman (1997) mengemukakan bahwa perempuan yang mengalami perkosaan cenderung sulit menceritakan secara langsung pengalamannya, dan lebih mudah bercerita dalam bentuk orang ketiga. Pada penelitian ini peneliti mencoba menggunakan kartu-kartu TAT yang berisi garnbar peristiwa sehari-hari, sebagai alat bantu subyek untuk mengungkapkan pengalaman dan perasaannya tentang peristiwa traumatis. Tujuan penelitian adalah mcngetahui bagaimana respons subyek terhadap kartu-kartu TAT, dan arti dari respons tersebut. Termasuk bagaimana nrsepsi mereka tentang diri dan lingkungan setelah mengalami kekerasan seksual.
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif terhadap 5 orang subyek yang berusia 14-19 tahun. Analisis dilakukan pada hasil interpretasi respons TAT. Selain data yang diambil langsung, peneliti juga menggunakan 2 data sekunder, yaitu hasil anamnesa dan administrasi TAT yang dilakukan oleh orang lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para subyek dapat berespons terhadap stimulus TAT. Hasil anamnesa dan interpretasi TAT saling menunjang untuk dapat memberikan garnbaran yang lebih mendalam tentang subyek. Melalui interpretasi TAT dapat terungkap penghayatan perasaan subyek atas peristiwa yang dialami, di samping persepsi mereka tentang diri, keluarga, dan lingkungan setelah peristiwa traumaiisnya Sehubungan dengan hasil di atas, maka selanjutnya disararikan TAT dapat digunakan sebagai alat bantu diagnostik untulc subyek yang mengaiami peristiwa traumatis. Hasil interpretasi TAT juga dapat digunakan untulc membantu subyek yang mengalami peristiwa traumatis untuk lebih memahami dirinya, melalui mekanisme feedback yang dapat dilakukan selarna proses pemeriksaan dan konseling. Untuk pengembangan penelitian serupa, disarankan untuk mencari subyek dengan latar belakang yang kurang lebih sama, untuk menambah pemahaman tentang perernpuan yang mengalami kekerasan seksual. Selain ilu, disarankan agar dilakukan penelitian untuk membuat standar tentang simbol-simbol tertentu dari TAT, khususnya pada masyarakat Indonesia."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>