Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176696 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Supit, Elisabeth Diana
"Akhir-akhir ini tayangan kuliner jumlahnya cukup banyak dan memperoleh respons positif dari masyarakat. Tesis ini membahas tentang bagaimana para khalayak menyikapi tayangan-tayangan kuliner di televisi.
Dengan menggunakan teori uses and gratifications, penulis ingin melihat seberapa besar tingkat kepuasan yang diperoleh para ibu rumah tangga terhadap tayangan-teyangan kuliner; dan ingin melihat apa motivasi yang mendasari keinginan mereka untuk terus mengikuti tayangan-tayangan tersebut.
Teori kognitif sosial digunakan untuk makin mendalami motivasi-motivasi yang mendorong para ibu-ibu rumah tangga menyaksikan tayangan kuliner di televisi. Paradigma penelitian yang digunakan adalah paradigma positivif dimana peneliti berusaha memahami dan menafsirkan bagaimana para ibu-ibu rumah tangga yang menjadi informan menciptakan. memelihara, dan mengelola dunia sosial mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para ibu-ibu rumah tangga yang selama ini dianggap sebagai salah satu korban langsung dari pengaruh-pengaruh tayangan televisi ternyata memiliki proses kognitif yang berdasarkan dari penilaiannya sendiri dan interaksi sosialnya. Mereka adalah khalayak yang aktif, yang dapat menentukan apa yang mereka inginkan; bukannya korban yang tidak dapat melakukan apa-apa dan mendapat pengaruh langsung dan kuat dari tayangan-tayangan televisi.

Knowdays, theres a lot of culinary programme in TV, and they receive a good review from the audience. This thesis talking about how the audience of culinary program in television process what they see, and than how big the programme affect them in kognitif and behavioral process.
Using the uses and gratifications theory. we would like to see how satisfied the audience about culinary programme is and what motive is behind the viewing.
The social cognitive theory is used to see how the culinary programme is being analize by the housewifes. Is there a changing in attitude after fiewing the programme; and how big is the influence of external factors to the analysis process.
This thesis are using positivis methodology, because the researcher want to understand and give meaning to haw the housewife create, maintain and conduct their social world.
The result shows that the housewifes - who all this time are seems to be the fictim of media effect - have a cognitive process that are based on their own judgement and their social world. They are an active audiences, who know what they want to see. not just some victim that can not do anything to the mass media.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T25737
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Pudji Tri Wachyuni
"Derasnya arus informasi membuat televisi berlomba-lomba menayangkan program acara yang memikat hati pemirsanya. Mulai dan program untuk dewasa hingga program televisi yang ditujukan untuk balita sekalipun. Teletubbies merupakan tayangan yang khusus dirancang untuk anak usia dini. Film rekaan Anne Wood dan Andrew Davenport ini pertama kali muncul tahun 1997. Sejak kemunculannya Teletubbies terus melaju tinggi. Seratus dua puluh negara di dunia menyiarkan serial anak-anak ini. Ada yang menganggap bahwa Teletubbies merupakan salah satu program televisi anak yang menunjukkan bahwa rangsangan posmodernis secara perlahan dimasukkan ke dalam budaya anak-anak. Ada juga sumber-sumber yang beranggapan bahwa dibalik kelucuan empat boneka yang menjadi tokoh sentral tayangan ini, ada misi-misi tertentu yang tersirat. Pendeta Jerry Fallwell berpendapat bahwa Tinky Winky tokoh Teletubbies yang berwarna ungu adalah representasi dari gay. Tidak hanya soal Tinky Winky yang gay. Ketiga tokoh Teletubbies yang lain juga disebut-sebut mewakili golongan-golongan tertentu. Dipsy seorang laki laki kulit hitam., Laa Laa mewakili kaum feminis dan Po keturunan Cina. Lebih jauh ada yang beranggapan bahwa ada misi kaum multikulturalis dalam tayangan Teletubbies. Kini tayangan Teletubbies dapat disaksikan pula oleh anak-anak Indonesia. Teletubbies ditayangkan di stasiun televisi Indosiar. Selain itu, Teletubbies juga diperjualbelikan dalam bentuk cakram padat (VCD). Dalam tayangan Teletubbies, keempat tokoh yang multi warna ini hidup bersama sebagai satu keluarga tanpa orang tua. Dalam Kerangka Pemikiran, peneliti akan mengungkap soal konsep multikultural, termasuk di dalamnya sekilas mengenai golongan homoseksual, orang kulit hitam, wanita dan keturunan Cina. Selain itu peneliti juga akan membahas soal pendidikan multikultural, keluarga multikultural dan terakhir soal anak dan televisi. Untuk penelitian ini peneliti menggunakan metode semiotika Pierce dengan menganalisa gambar dan suara dalam adegan-adegan Teletubbies. Ada sembilan adegan dalam tayangan Teletubbies yang diteliti. Hasil analisis semiotika yang dilakukan adalah bahwa anggota keluarga multikultural Teletubbies terdiri dari homoseks, laki-laki keturunan afro amerika, wanita kulit putih dan wanita keturunan Cina. Dalam hubungan diantara anggota keluarga multikultural ini, digunakan komunikasi yang efektif dengan menerapkan POSITIVE, yakni Positiveness, Openness, Supportiveness, Interest, Truthfulness, Involvement, Value dan Equality. Sementara untuk komunikasi dengan lingkungan di luar keluarga digunakan sistem terbuka. Tayangan Teletubbies menampilkan empat tokoh multikultural dalam satu keluarga yang harmonis. Hal tersebut menunjukkan bahwa walau berbeda mereka dapat hidup berdampingan secara damai.

TV Stations are racing to make favorite TV programs. From programs for adult only to programs for children or even toddlers. Teletubbies is a TV program that is special designed for toddlers. This Anne Wood and Andrew Davenport program was first shown in 1997. From the beginning, Teletubbies became very popular and until now 120 countries have broadcasted this toddler program. Our children also watch Teletubbies in Indonesia. They watch it in Indosiar TV station or through VCD which can be bought in many stores. Some people think that with Teletubbies, the stimulus of postmodern concept is firmly infiltrated into children's culture. Others say that behind the cuteness of the main characters, there are some missions implemented in this show. A priest named Jerry Fallwell thinks that Tinky Winky, the purple character of Teletubbies is a gay. Not only about Tinky Winky, some people think that the three other characters represent certain nature. Dipsy is black, Laa Laa is a feminist and Po is a Chinesse. Further, some belief that there's a multiculturalist mission lay on Teletubbies. In Teletubbies, the fourth multi-coloured characters live together as one family. In the frame of theory, I Will explain about multicultural concepts, including a glimpse about homosexual, black people, woman and chinesse. I will also discuss about multicultural education, multicultural family, and about children and television. For this study, I will use Pierce's semiotic methods to analyze picture and sound in Teletubbies. There are nine scene that I analyze. The result is: Teletubbies is indeed showing four multicultural characters. They live happily as a family. In their family communication, they use effective communication that implement Positiveness, Openness, Supportiveness, Interest, Truthfulness, Involvement, Value and Equality, or also known as POSITIVE. They also use an open-minded family system. It indicates that even these characters are different, they can live peacefully.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S4353
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bintan Novania
"ABSTRAK
Televisi telah mengalami perkembangan yang pesat. Mulai dari cakupan lokal menggunakan satelit dan ditayangkan ke televisi kotak di ruang keluarga hingga menggunakan internet berkecepatan tinggi yang langsung disalurkan kepada ponsel pintar kita di manapun kita berada. Banyaknya alternatif untuk menonton program kesukaan kita membuat kita perlu memilih di antara semua pilihan yang ada, bahkan memutuskan untuk menggunakan semua alternatif yang ada sehingga kita tidak bingung untuk memilih. Namun, pasti ada alternatif yang lebih kita senangi dibanding lainnya. Jurnal berikut membahas mana alternatif dari semua layanan siaran televisi yang ada, mulai dari TV siaran, TV kabel, video-on-demand, dan TV over-the-top, yang lebih unggul. Dengan melakukan perbandingan di antara keempat layanan tersebut, diharapkan akan diperoleh pemahaman mana alternatif media digital yang lebih disenangi oleh penonton jaman sekarang. Penelitian dilakukan dengan mengacu pada tiga peubah, yaitu pengalaman pengguna, kemudahan akses, dan konten. Penelitian ini mengumpulkan data sekunder dari berbagai berita, jurnal, dan riset lalu dianalisa. Hasil menunjukkan bahwa TV over-the-top lebih unggul dibanding medium TV lainnya dalam segala peubah dan selaras dengan perkembangan TV di era internet.

ABSTRACT
Television has undergone such drastic evolution, from local-range signal broadcasted via satellite dish through a box TV set in the living room until an era of Internet-based format sent directly to our personal smartphone wherever we are. The emergence of various alternatives in watching our favourite program has made us to choose among the available alternatives, even deciding to use them all to avoid confusion. Nevertheless, there must be one alternative that is more advantageous. This journal will discuss which alternatives among those TV broadcasting service alternatives, ranging from free-to-air TV, cable TV, video-on-demand, and over-the-top TV, is more advantageous. By comparing those four services, hopefully it will yield the most preferred alternatives by todays audience. The research will refer to three comparing variables: user experience, ease of access, and content. This research collects secondary data from various news, journal articles, and other researches and analysed them. Findings show that over-the-top TV is more advantageous than other TV medium in every variables and is in tune with the development of TV in the Internet era.
"
2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
M. Bahrul Ulum
"Penelitian ini membahas fenomena komersialisasi tayangan olahraga di media penyiaran, khususnya televisi. Penelitian ini membahas konsep komersialisasi dalam hubungannya dengan produksi tayangan olahraga, khususnya bulutangkis yang disiarkan secara langsung di Kompas TV. Dalam penelitian ini, juga dikaji kebijakan suatu institusi media komersial di Indonesia dalam ranah industri media penyiaran swasta di Indonesia. Untuk mengkaji hal tersebut, peneliti menggunakan perspektif kebijakan komersialisasi dan keterkaitannya dengan ekonomi media untuk mengetahui perilaku insitusi televisi terkait produksi tayangan olahraga. Hasil penelitian ini menunjukkan walaupun memilik tujuan ideal, media penyiaran televisi tetap meintikberatkan aspek-aspek komersial melalui berbagai kebijakan yang terkait produksi program tersebut.

This research will explore the phenomenon of the commercialization of sports in the broadcast media, especially television. Furthermore, this research willstudy the concept of commercialization in relation to the production of sports, especially badminton which was broadcasted live on Kompas TV. This study will also examinepolicies of a commercial media in the realm of private broadcast media industry in Indonesia. To study this, the researcher used a commercialization policy and economic perspective to determine the behavior of institution related to television?s sports program production. The results of this study indicate the interesting fact that the broadcasting media, television though it has an ideal goal but essentially keep doing commercialization through a variety of policies related to the production of the program."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S64893
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prabowo Sri Hayuningrat
"ABSTRAK
Dalam persaingan merebut perhatian pemirsa, stasiun televisi selalu
berusaha menciptakan inovasi-inovasi baru dalam tayangannya, termasuk reality
show. Penayangan reailty show mengundang cukup banyak kontroversi dari
masyarakat karena isinya yang mengandung banyak rekayasa. Penelitian kualitatif
yang bersifat deskriptif ini menggunakan definisi Potter mengenai kemampuan
message-focused pemirsa dalam melihat media literacy khalayak dewasa dini
terhadap tayangan reality show Orang Ketiga. Menggunakan paradigma
konstruktivis, kemampuan yang akan dilihat dalam penelitian ini adalah analisis,
membandingkan/mengkontraskan, evaluasi, dan abstraksi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa khalayak dewasa dini menunjukkan media literacy ketika
menyaksikan tayangan tersebut. Faktor-faktor yang membentuk media literacy
khalayak antara lain adalah latar belakang keluarga, pekerjaan, pergaulan, serta
tingkat pengalaman khalayak dalam mengkonsumsi media massa.

ABSTRACT
The latest innovation created by TV stations to grab audience share is
reality television shows. These shows stir lots of controversy on the amount of
scripted materials that needed to create them. Using constructivist paradigm and
qualitative approach, this descriptive research observes media literacy on early
adulthood audience on Orang Ketiga reality show based on Potter?s message-
focused media literacy skills: analyze, compare/contrast, evaluate, and making an
abstraction. The result shows that early adulthood audience demonstrates
sufficient media literacy when watching Orang Ketiga. Factors that build media
literacy on the audience were, among others, family background, professional
background, social relationship and audience?s experience with mass media."
2010
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fransiska Paskah Eka Putri Rivai
"Dalam industri budaya, selalu terdapat pola dan formula yang berulang kemudian membentuk standar dan selera khalayak terhadap produk yang dihasilkan oleh media. Fenomena tersebut terlihat dalam tren program India yang diciptakan oleh saluran ANTV sejak tahun 2013. Saluran ANTV berhasil membangun sebuah industri budaya, di mana program serial India adalah produk dari industri tersebut. ANTV melakukan komodifikasi dalam pemilihan program impor maupun program produksinya sendiri. Komodifikasi dilakukan terhadap isi konten program demi mengikuti pola dalam industri budaya yang telah terstandarisasi. ANTV yang sebelumnya hanya mengimpor program serial India, memutuskan untuk menayangkan program lokal berjudul Malaikat Kecil dari India. Komodifikasi yang dilakukan dalam program ini adalah komodifikasi terhadap konten dan khalayak. Pada segi konten, komodifikasi dilakukan melalui penentuan latar, alur cerita, dan aktor. Sementara komodifikasi khalayak dilakukan dengan mentransformasikan khalayak menjadi suatu komoditas dalam bentuk rating dan share untuk djiual kepada pengiklan untuk mendapatkan keuntungan.

In culture industry, there rsquo s always a repeated pattern and formula that creating audience standard for media products they consume. This phenomenon can be seen in Indian television program trend, started by ANTV since 2013. ANTV has succeeded building a culture industry, which Indian serial program is their main product. ANTV conducted a commodification in either importing or producing their Indian television programs. Content commodification is done to the program in order to follow the pattern of the culture industry standard. After a few years importing Indian serial program, ANTV decided to broadcast a local program called Malaikat Kecil dari India where they did some content and audience commodification. Content commodification can be seen from the the program rsquo s plot, story settings and actor. While audience commodification is done by transforming their audience into a commodity through rating, then sold them to advertisers in order to gain profit.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dwi Aprilia
"Perception ini bertujuan mencari hubungan ontora tayangan berita kriminal di televisi dengan ketakatan khalayak terhadap kejahatan. Acara televisi yang dijadikan sebagai kasus Patroli di lndosiar. Penelitian yang berangkat dari teori Gerbner tentang kultwasi ini menggunakan metode survei dengan sampel masyarakat Kecamatan Beji, Depok. Penelitian menemukan bahwa memang ada hubungan antara intensitas menonton tayangan kriminal dengan timbidnya rasa takut terhadap kejahatan"
2004
TJPI-III-3-SeptDes2004-110
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurrahman Saleh
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
384 Sal k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>