Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58866 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"The application of envisat/ASAR to support land use change and forestry (LULUCF) of the Kyoto protocol will be discussed in this paper. The activity is supportted by the European space agency (ESA) through envisat AO 869 research sceheme...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sinulingga, Efendi
"Sumberdaya hutan memiliki peranan yang strategis dalam memberikan kontribusi yang nyata bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat. Dalam mengatasi kerusakan hutan dan berbagai konflik yang terjadi sejak tahun 1990 sampai dengan Tahun 2004 berbagai peraturan perundang-undangan telah dikeluarkan oleh pemerintah pusat untuk pengelolaan sumber daya hutan yang menjadikan hutan berfungsi secara ekologis, sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satunya adalah SK Menteri Kehutanan Nomor 1 31/Kpts-11/2001 yang menetapkan bahwa pengelolaan hutan dilakukan dengan pola Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang berbasis kepada pemberdayaan masyarakat. Dari kebijakan HKm ini berkembang wacana kebijakan Social Forestry yang dicanangkan oleh Presiden Megawati Soekarnopoetri pada bulan Juli 2003 di Kelurahan Petuk Bukit. Kebijakan Social Forestry dimaksudkan untuk mengelola sumberdaya hutan pada Areal Kerja Social Forestry (AKSF)
dengan melibatkan masyarakat setempat sebagai pelaku dan mitra datam pengelolaan hutan.
Pengelolaan AKSF seluas 3.450 hektar di Kelurahan Petuk Bukit sebagai wilayah pengembangan Social Forestry pertama di Indonesia dirumuskan dalam Rancangan Teknis Social Forestry (RTSF) oleh masyarakat sekitar hutan sebagai pelaku dan mitra didampingi oleh fasilitator untuk mewujudkan sistim usaha kehutanan yang berdaya saing dengan prinsip-prinsip, rambu-rambu dengan strategi kelola kawasan, kelola kelembagaan dan kelola usaha.
Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan Sociai Forestry dilaksanakan di Keturahan Petuk Bukit yang dilihat dari tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan kegiatan. Dalam pelaksanaan penetitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif untuk menggambarkan keadaan riil di Iapangan berdasarkan dukungan fakta dan informasi yang diperoleh melalui teknik pengumpuian data studi dokumentasi, observasi, dan wawancara mendalam (indepth interview) kepada informan. Pemilihan informan menggunakan teknik purposive sampling dengan cara snowball. Informan yang ditetapkan dalam penelitian ini melibatkan aparat dari dinas/ instansi terkait, fasilitator, LSM dan KUP.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan persiapan Program Social Forestry di Kelurahan Petuk Bukit tetah dilakukan sejak tahun 2002 yang diinisiasi oleh Yayasan Padi didukung oleh pemerinlah daerah dan pemerintah pusat. Penentuan Iokasi AKSF tersebut ternyata tidak didahului dengan menyusun rencana teknik inventarisasi dan penatagunaan Iahan (zonasi) terlebih dahulu, yang kemudian baru diusulkan oleh masyarakat setempat. Sedangkan untuk mengatasi dampak dari penentuan lokasi AKSF tersebut yaitu adanya ketidakjelasan Program Social Forestry di Iapangan, Pokja Social Forestry telah mengadakan pendekatan dengan berbagai pihak, yaitu Yayasan Padi, masyarakat dan aparat pemerintah setempat.
Untuk melaksanakan berbagai kegiatan dalam rangka implementasi kebijakan Social Forestry di lapangan, telah diselenggarakan pelatihan fasilitator di Kelurahan Petuk Bukit. Pelatihan yang dilaksanakan dalam suasana kampung dimaksudkan agar peserta pelatihan tersebut dapat bersentuhan langsung dengan kehidupan nyata masyarakat sekitar hutan serta diharapkan dapat terbangunnya komunikasi yang baik antara birokrasi pemerintah dan masyarakat sekitar hutan.
Dari kelola kawasan hasil transect AKSF, jenis usaha yang cocok adalah Hutan Rakyat, Kebun Rakyat, Agroforestry, Silvofishery, dan Siivopasture. Sementara dalam pelaksanaan RTSF yang tertuang dalam Rencana Kerja Kelompok (RKK). diprioritaskan pada kegiatan kelola kelembagaan meliputi kegiatan pendampingan, studi banding, pendidikan dan latihan, serta kelola usaha dengan melakukan pembukaan Iahan. Di dalam kelola kelembagaan, pembentukan KUP di Kelurahan Petuk Bukit berdasarkan kesepakatan bersama masyarakat sekitar hutan. Sementara kegiatan pendampingan kepada KUP dilakukan pada penanaman Aloe Vera, pendidikan dan latihan, dan studi banding ke Iuar daerah. Sedangkan kelola usaha dalam bentuk pembukaan lahan berupa pembangunan areal percontohan (demplot) seluas 60 ha di Kelurahan Petuk Bukit, ternyata belum dapat terealisasi. Kegiatan lain yang ada di kawasan AKSF Kelurahan Petuk Bukit adalah pembangunan demplot seluas 10 ha yang merupakan budidaya tanaman nilam dan karet yang masih dalam tahap pembersihan Iahan.
Dari hasil analisis pada tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan kegiatan, implementasi kebijakan Social Forestry di Keiurahan Petuk Bukit mendekati Model lmplementasi Kebijakan Van Meter dan Van Hom- Sementara beberapa kendala yang dihadapi dalam implementasi kebijakan Social Forestryntersebut antara lain belum adanya kebijakan yang dikeluarkan secara resmi oleh pemerintah sebagai pedoman dalam penyusunan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, kurangnya koordinasi antara dinas/ instansi terkait, sikap dan perilaku masyarakat yang belum menunjukkan perubahan ke arah kemandirian, kurangnya konsistensi dari petugas Iapangan dalam menindaklanjuti hasit kegiatan yang sudah direncanakan atau dijalankan sebelumnya.Beberapa saran yang dikemukakan untuk mengatasi kendala yang dihadapi antara Iain perlu keterbukaan antara aparat pemerintah di Iapangan dengan warga masyarakat, adanya konsistensi langkah dan tindakan yang diambil oieh aparat di Iapangan, perlu melakukan sosialisasi secara intensif dan terus-menerus kepada anggota KUP maupun masyarakat lainnya yang ada di sekitar AKSF dengan menggunakan metode penyampaian pesan yang sesuai dengan tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah serta memberikan motivasi kepada anggota Pokja untuk mengalokasikan dana pelaksanaan kegiatan Social Forestry di Petuk Bukit."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22577
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Policies in forestry development have been based solely upo a view that forestry resources are assets of national development. The implication of such approach, among others, is that the business involved only a few people with big money. At the same time, indigenous people living in the forest can only be spectators. With the reform in all sectors, the development paradigm in forestry sector changed. The forestry development today and in the future is directed toward conservation resources rehabilitation and public participation in forestry development. This article is to expose how to involve the public in forestry development."
Hukum dan Pembangunan Vol. 33 No. 2 Juni 2003 : 239-245, 2003
HUPE-33-2-Jun2003-239
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bogor: Pustaka Latin, 2005
634.9 PEM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jeni Satva
"This research is related to the Role of Forestry industry on Local Economical Structure Development at West Kalimantan.
From existing problems, the following are formulated for research objective:
(1) To describe and analyze economical structure of West Kalimantan for last three years (2000 - 2002). (2) To decide the role of forestry manufacturing industry on labor for last three years and to estimate it for 2004 ? 2008. (3) To analyze and estimate local dynamic condition at West Kalimantan for 2004 - 2008. Means of dynamic condition here is all living aspects which cover economic, politics, social, culture and defense aspects
Used method is analysis-descriptive method with quantitative and qualitative data. Used data is secondary data, where there is hesitancy on secondary data or there is no secondary data which has been done with structured interview or questionnaire with involved officials.
For research objective on point (1), observed varible is agriculture, manufacturing industrial and trade sectors. And in order to answer research objective on point (2), observed variable is large and medium-scale industries, labor force, amount of employed population with junior high school graduated. And to answer point (3), observed varibie is politics, economical, social, culture and security.
The following is results of the research :
1. Economical structure on West Kalimantan which reflected from GDP (Gross Domestic Product) is still supported by agriculture, manufacturing industry, trade sectors and hotel and restaurants, and contribute 26.03% for agriculture sector, 23.27% for manufacturing and trade sector, and then hotel and restaurant contribute 20.97%. Totally those three sectors contribute to 70.27% for Gross Domestic Product which is a reflection of economical structure at West Kalimantan.
2. Total labor force in manufacturing sector on 2001 was around 43,153 which include timber manufacturing was around 34,957 or 79.52%, and food and beverage processing industry was around 3,729 or 6.64%, and rubber processing industry was around 2,215 or 5.13%. Totally those three industries can absorb around 40,901 or 94,7% of total labor force in large and middle-scale manufacturing industry.
3. Local dynamic condition which is seen from political aspect showed two majority races (Malay and Dayaks) as the cornerstone of population at West Kalimantan which even has different religious, however, they have higher political awareness as citizen under NKRI (The integrated Nation of the Republic of Indonesia). And from interaction at social culture aspects showed that in West Kalimantan is similar to other Indonesian regions which can be said as a harmonious living (Malay, Dayaks, Chinese, and outsiders) as long as under a certain boundary, the outsiders can adjust their living pattern (they can get along together)."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T13404
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Nyoman Nurjaya
"ABSTRAK
Magersari adalah komunitas-komunitas penduduk di dalam kawasan hutan negara yang dikelola dan diusahakan Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani) di Jawa. Penduduk telah bertahan-tahun dan bahkan secara turun-temurun bertahan hidup di pemukiman-pemukiman magersari, dan kehidupan mereka sangat tergantung pada sumber daya hutan, terutama tanah hutan dan pekerjaan kehutanan yang diberikan Perum Perhutani. Penduduk bekerja sebagai petani-petani penggarap lahan hutan dengan sistem tumpangsari (pesanggem), dan sebagai pekerja-pekerja hutan (blandong) yang diandalkan Perum Perhutani dalam kegiatan penjarangan tanaman, penebangan pohon, penyaradan, sampai pengangkutan ke tempat-tempat penimbunan kayu.
Studi ini pada dasarnya bertujuan untuk memberi pemahaman mengenai pola adaptasi petani pekerja hutan magersari dalam kegiatan wanatani yang dilakukan Perum Perhutani; mengapa penduduk magersari secara turun-temurun tinggal dan bertahan hidup di pemukiman-pemukiman magersari, padahal kesejahteraan hidup mereka dari tahun ke tahun selain tidak mengalami perubahan ke arah yang lebih baik, juga selalu diselimuti dengan ketidakterjaminan (insecurity) ekonomi, sosial, dan hukum dari segi penguasaan dan pemanfaatan sumber daya hutan.
Untuk memahami pola adaptasi penduduk magersari terhadap lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya, termasuk adaptasi terhadap kebijakan-kebijakan Perum Perhutani dalam pengusahaan hutan, maka paling tidak dapat dicermati dari tiga aspek, yaitu : (1) adaptasi penduduk di bidang ekonomi tercermin dari kegiatan-kegiatan pencaharian hidup yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan subsistemnya di dalam kawasan hutan; (2) adaptasi sosial penduduk tercermin dari sistem sosial magersari, nilai-nilai, norma-norma, .institusi sosial, dan mekanisme-mekanisme yang digunakan sebagai sarana untuk menjaga keteraturan sosial dalam kehidupan magersari, yang meliputi elemen pengelompokan sosial (social alignment) yang membentuk solidaritas dan kesetiakawanan sosial; elemen media sosial (socia media) yang mengikat dan mempertahankan kehidupan bersama; elemen standar sosial (social standard) yang mengukuhkan dan mempertegas hak dan kewajiban, kedudukan dan peran anggota masyarakat; dan elemen mekanisme kontrol sosial (social control) yang menjaga dan memelihara keteraturan sosial dalam kehidupan bersama; dan (3) staretgi-strategi yang diciptakan penduduk magersari untuk menghadapi kebijakan pengelolaan hutan, sehingga mereka dapat mengakses sumber daya alam lebih banyak dari yang diperbolehkan Perum Perhutani.
Studi ini memperlihatkan bahwa pola interaksi antara penduduk magersari dengan Perum Perhutani dalam pengusahaan hutan pada dasarnya merupakan hubungan yang bercorak mutualistik (mutualistic relationship), yang saling memhutuhkan (mutual need), saling membantu (mutual help), dan saling menguntungkan (mutual benefit) karena : di satu sisi penduduk magersari membutuhkan sumber daya hutan, terutama tanah tempat tinggal, lahan garapan tumpangsari dan kebun kopi, kayu perkakas dan kayu bakar, sedangkan di sisi lain Perum Perhutani sangat memerlukan tenaga petani-pekerja magersari untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan kehutanan, mulai dari pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman, penjarangan, penebangan, penyaradan, sampai pengangkutan ke tempat-tempat penimbunan kayu. Namun demikian, apabila dikaji secara lebih mendalam terutama dari substansi kontrak magersari dan kontrak tanaman yang mendasari perjanjian kerja penduduk dengan Perum Perhutani, maka ditemukan pola hubungan yang lebih bersifat patron-klien (patron-client relationship) yang didasarkan pada ketidaksetaraan ekonomi, sosial, dan politik, karena penduduk magersari berada pada kedudukan sub-ordinasi sedangkan Perum Perhutani diposisikan sebagai super-ordinasi, atau penduduk magersari berada di pihak yang bersifat inferior, sedangkan Perum Perhutani diposisikan sebagai pihak yang bersifat superior dalam kegiatan pemanfaatan dan pengusahaan hutan.
Kondisi ini menyebabkan penduduk magersari tidak mempunyai pilihan dan tidak memiliki posisi tawar, selain menerima semua persyaratan dalam kontrak baku (standard contract) yang ditetapkan Perum Perhutani. Fakta ini pada gilirannya kemudian menciptakan paling tidak tiga kondisi ketidakterjaminan (insecurity) dalam kehidupan petani-pekerja magersari, yaitu : (1) ketidakterjaminan ekonomi (economical insecurity) dalam kaitan dengan hak atas lahan-lahan garapan tumpangsari dan kebun-kebun kopi sebagai sumber kehidupan penduduk sewaktu- waktu dapat dicabut Perum Perhutani; (2) ketidakterjaminan sosial (social insecurity) dalam hubungan dengan asuransi keselamatan kerja, jaminan hari tua, jaminan kesehatan, bea siswa untuk pendidikan anak-anak magersari belum pemah diberikan, walaupun penduduk magersari telah bertahun-tahun dan turun-temurun bekerja untuk Perum Perhutani; dan (3) ketidakterjaminan hukum (legal insecurity) yang berkaitan dengan status hak atas tanah pemukiman magersari; walaupun tanah magersari telah bertahun-tahun dan bahkan secara turun-temurun dipakai sebagai tempat tinggal, tetapi setiap saat dapat dicabut dan penduduk dapat dikeluarkan dari pemukiman magersari oleh Perum Perhutani.
Dengan menggunakan cara pandang emit: (emit view) dapat diketahui bahwa penduduk magersari tetap bertahan hidup dan tinggal di pemukiman-pemukiman magersari, karena apa yang diperoleh dari pemberian dan belas kasihan (charity) Perum Perhutani dirasakan cekap (cukup secara ekonomi) dan hidup di magersari dinikmati dalam suasana tentrem (tentram secara kejiwaan) dan rukun (bersahabat dalam hubungan antar tetangga). Suasana kehidupan seperti di atas cenderung mendorong penduduk bersikap menerima nasib apa adanya (nrimo ing pandum) dan pasrah menerima keadaan sebagai nasib (pasrah Ian sumarah) seperti ekspresi dari sikap hidup orang Jawa di daerah pedesaan pada umumnya.
Dengan demikian, implikasi teoritis dari studi ini memperteguh teori mengenai sikap hidup orang Jawa yang selalu merasa cekap (cukup) dan berupaya menciptakan suasana tentrem (tentram), angel (hangat dalam keluarga), rukun dalam kehidupan bertetangga, dan cenderung memiliki sikap hidup yang menerima nasib (nrimo ing pandum) atau pasrah menerima keadaan sebagai nasib, seperti tercermin dalam temuan-temuan C. Geertz (1985); H. Geertz (1985); Singarimbun dan Penny (1984); Guinness (1984, 1985); dan Sairin (1992). Implikasi metodologis dari studi ini adalah setiap kehijakan peningkatan kesejahteraan penduduk di daerah pedesaan seperti dicanangkan Perum Perhutani melalui program perhutanan sosial (social forestry), atau program-program pemberdayaan masyarakat pedesaan dari pemerintah daerah dan intansi-instansi terkait semestinya juga ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan penduduk magersari, karena mereka secara administrasi pemerintahan menjadi bagian dari penduduk desa yang memiliki hak dan kewajiban sama dengan penduduk desa-desa di sekitar hutan."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
D512
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Muladi
"Masyarakat ada dalam dunia sosial yang kemudian menghasilkan produk sosial; salah satunya adalah ruang. Ruang seringkali diartikan sebagai sesuatu dimana kita dapat bergerak di dalamnya, atau secara konseptual diartikan sebagai tempat dimana tindakan-tindakan dilakukan. Dalam konteks tersebut, keragaman kebutuhan masyarakat akan sangat mendorong lahirnya konsep pemanfaatan ruang, termasuk ruang publik.
Ruang publik didefinisikan sebagai tempat yang responsif, demokratis dan penuh makna dimana kepentingan penggunanya dilindungi. Ruang publik dapat diakses oleh berbagai kelompok untuk tindakan-tindakan bukan hanya yang bersifat bebas namun juga untuk klaim penguasaan yang temporer. Sebuah ruang publik dapat berupa ruang dimana setiap orang dapat bertindak secara Iebih bebas. Konsekuensinya, ruang publik dapat diubah oleh tindakan publik karena ruang publik dimiliki oleh semua orang.
Ruang publik tersebut di atas, kemudian berubah menjadi ruang kuasi-publik (ruang publik semu) oleh mereka yang menginginkan akses tak terbatas, dan rentan dengan interpretasi negara akibat berbagai peraturan yang dilekatkan di dalamnya. Negara yang dianggap sebagai moderator penciptaan ruang-ruang publik, kemudian dengan representasi dari ?kepublikan' mempunyai peranan dan porsi besar di dalam bentuk kekuasaan. Ia memegang legitimasi kekuasaan yang besar melalui kelegalan, hukum dan perundangan. Kekuasaan negara yang dijalankan dengan mengatasnamakan yang "pubIik" tersebut tidak lain adalah "privat" alias merepresentasikan kemenangan sebuah kepentingan.
Studi dilakukan di Hutan Kota Srengseng, kelurahan Srengseng, kecamatan Kembangan, Jakarta Barat sebagai salah satu Ruang Terbuka Publik yang ditetapkan berdasarkan SK Gubernur No. 202 tahun 1995. Metode yang diterapkan dalam Studi ini adalah metode kualitatif dengan pengamatan dan wawancara mendalam. Studi berisi gambaran tentang pemanfatan Hutan Kota oleh berbagai peran di dalamnya dan berbagai relasi sosial dan kekuasaan yang dijalinnya baik oleh kelompok maupun individu. Studi bertujuan memperlihatkan adanya hubungan antara penguasaan dan pemanfaatan ruang publik dengan bentuk-bentuk relasi sosial dan kekuasaan yang dibangun.
Temuan dalam studi ini adalah bahwa relasi-relasi sosial dan kekuasaan ditandai dengan adanya hubungan kekuatan (sosial dan ekonomi) yang bertujuan pada pembentukan situasi yang dianggap strategis demi tujuan-tujuan berbagai peran yang rnemanfaatkan ruang publik. Relasi-relasi tersebut mendorong terjadinya perubahan gagasan secara terus menerus berhubungan dengan ketentuan: apa yang boleh, apa yang tidak boleh; apa yang dianjurkan dan apa yang ditentang. Pembahan yang terus menerus tersebut berkaitan dengan berkembangnya konflik-konflik, negosiasi-negosiasi dan teknik-teknik untuk menjaga dan meningkatkan posisi sosial berbagai peran, mulai dari cara-cara psikologis hingga melakukan kekerasan lewat intervensi material terhadap ruang kehidupan peran lainnya. Hal tersebut dapat terjadi karena Negara dengan Kekuasaannya yang besar sekaligus lemah dalam pelaksanaan peraturan akibat mengemukanya kepentingan pribadi aparat negara."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22162
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Wiriadidjaja
"Hutan Indonesia merupakan hutan yang kedua terbesar di dunia setelah Brasil. Lebih dari tiga dekade dengan eksploitasi hutan tanpa terkendali membuat hutan-hutan tersebut semakin hilang dengan tingkat yang mengkhawatirkan. Studi terakhir tentang kehutanan mengindikasikan bahwa apabila tingkat kerusakan hutan tidak dapat ditahan, maka hutan yang tersisa akan hilang dalam waktu 10-15 tahun.
Selama bertahun-tahun Komisi Eropa telah membangun substansi program pembangunan kerjasama dengan Pemerintah Indonesia di sektor kehutanan. Program kerjasama yang dikenal dengan Program Kehutanan Komisi Eropa - Indonesia (ECIFP) didasarkan pada keperluan untuk melindungi dan mengelola secara lestari sumber daya hutan dengan memperhatikan kesejahteraan masyarakat setempat, pembangunan umum ekonomi Indonesia dan ekonomi global. Analisa penelitian difokuskan terhadap lima proyek ECIFP yang secara total kontribusi bernilai sekitar 110 juta Euro. Pada saat sekarang tinggal hanya satu proyek aktif yang tersisa yaitu Proyek Pengelolaan Kebakaran Hutan Sumatera Selatan.
Dalam implementasinya proyek-proyek tersebut menemui beberapa kendala yang banyak disebabkan oleh kondisi dalam negeri Indonesia, seperti lemahnya penegakan hukum dan tata pemerintahan yang belum stabil. Namun sisi kelemahan juga terdapat pada konsep kerjasama itu sendiri. Adanya perbedaan agenda antara Komisi Eropa dan Indonesia, serta kurangnya kepercayaan dan transparansi membuat proyek-proyek tersebut tidak efektif dan efisien dalam mencapai tujuan-tujuannya.
Saat ini sedang dijalankan sebuah proyek baru dengan skala yang lebih kecil dibandingkan dengan proyek-proyek sebelumnya. Komisi Eropa dan pemerintah Indonesia dalam agenda kerjasama kali ini lebih memfokuskan kepada isu penataan pemerintahan yang baik, penegakan hukum dan perdagangan. Tujuan dari proyek yang disebut sebagai FLEGT ini adalah untuk memperkuat fasilitas pemerintah Indonesia dalam mengelola sumber daya hutan secara lestari, dan dengan demikian dapat mengatasi kegiatan pembalakan liar yang telah banyak terjadi

The forests of Indonesia are currently the second largest in the world, after those of Brazil. However they are disappearing at an alarming rate following more than three decades of uncontrolled exploitation. Recent studies indicate that, if the current rate of deforestation is not arrested, the remaining forests will disappear within 10-15 years.
The European Commission has had a substantial development co-operation program with the Government of Indonesia (Goal) in the forestry sector for many years. Previously known as the EC-Indonesia Forest Program (ECIFP), conserve and sustainable manage Indonesia's forest resources taking account of the welfare of local populations, general development of the Indonesian economy and global concerns. This research focuses on five of the ECIFP projects which had a total value of 110 million Euro. At the moment there is just one residual project active under the ECIFP: The South Sumatera Forest Fire Management Project (SSFFMP).
In the implementation phases, those projects met some challenges caused by the state condition of Indonesia, such as weaknesses in law enforcement and unstable governance. On the other side the concepts of the projects weren't relevant enough with the condition they had to face. Conflict of interests between European Commission and Indonesia, and lack of trust and transparency lead the projects to inefficiency and ineffectiveness.
Currently the European Commission and Government of Indonesia is focusing their agendas in a smaller scale project named Forest Law Enforcement, Good Governance and Trade (FLEGT). The project aims to build good governance in Indonesia, strengthen law enforcement and trade. Those aims are planed to strengthen the GoI's capacity in managing the forests sustainable and therefore able to tackle the increasing illegal logging activities."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20772
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: [Publisher not identified], 1993
R 634.9 PRO
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>