Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 55679 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hendy Kristyanto
"Musik dapat memodulasi emosi melalui pengeluaran neurohormon. Modulasi ini berakibat pada perubahan masukan dan penggunaan energi sehingga berpengaruh terhadap berat badan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh pajanan musik rock terhadap berat badan tikus galur Wistar. Kelompok variabel diberi pajanan musik rock selama empat jam dalam 15 hari. Tiap tiga hari berat badan tikus ditimbang. Data tersebut dianalisis menggunakan uji t tidak berpasangan. Didapatkan bahwa pajanan musik rock secara signifikan meningkatkan berat badan tikus (P=0,028). Pajanan musik rock selama empat jam dalam 15 hari meningkatkan berat badan tikus galur Wistar.

Music can modulate emotion through neurohormones secretion. This modulation affects energy input and output, and thus body weight. This research aimed to know whether rock music influenced rats’ body weight. The variable group was exposed to rock music for four hours in 15 consecutive days. Every three days, rats’ body weight was measured. The data were analyzed using unpaired-t test. This study resulted in that rock music significantly increase rats’ body weight (P=0.028). Rock music exposure to Wistar-strained rats for four hours in 15 consecutive days resulted in the increase of their body weight."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Suraya
"Musik dapat mempengaruhi emosi dan beberapa fungsi tubuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh pajanan musik rock terhadap nafsu makan pada tikus galur Wistar jantan dengan metode eksperimental. Selama 15 hari, tikus diberi pajanan musik rock selama empat jam per hari, dan diukur jumlah makanan yang dikonsumsi tiap tiga hari. Data dianalisis menggunakan uji t tidak berpasangan dan didapatkan bahwa pajanan musik rock secara signifikan berhubungan dengan perubahan nafsu makan pada tikus galur Wistar; nilai p = 0,007. Kesimpulannya, Pajanan musik rock selama empat jam dalam waktu 15 hari berpengaruh terhadap peningkatan nafsu makan tikus galur Wistar.

Music affects emotion and some body functions. The aim of this research is to know whether rock music exposed to Wistar-strained rats is linked to their appetite using experimental method. Each rat was exposed to rock music four hours a day in 15 consecutive days and measured for their food consumption every three day. The data were analyzed statistically with independent-t test. In conclusion, rock music was significantly linked to the change of appetite on Wistar-strained rats; p value: 0.007. Rock music exposure to Wistar-strained rats for four hours in 15 consecutive days resulted in the increase of their appetite."
2009
S09046fk
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pratiwi Rapih Astuti Natsir
"Musik klasik diduga memengaruhi fisiologis modulasi melalui nafsu makan. Namun, belum ada penelitian yang secara langsung membahas efek musik klasik terhadap nafsu makan. Penelitian ini dilakukan secara eksperimental pada 36 tikus galur wistar dewasa dibagi dalam dua kelompok. Satu kelompok tikus dipajankan musik klasik selama lima belas hari dan kelompok lainnya tidak dipajankan musik. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna rerata jumlah makanan yang dikonsumsi perhari antara kedua kelompok (p = 0,148). Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa tidak terdapat hubungan antara pajanan musik klasik dan nafsu makan pada tikus galur Wistar.

Classical music is hypothesized influence physiology through appetite modulation. But, there hasn`t been a study directly investigating the effect of classical music on food appetite. This study was conducted experimentally to 36 adult Wistar-Strained rats into two groups. One group rats was exposed to classical music for fifteen days and other group didn`t get music exposure. The result showed no significant difference on mean of food consumed per day between two groups (p = 0,148). The conclusion of this study is that there is no association between classical music exposure and food appetite in Wistar-Strained rats."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S09135fk
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Suwindere, Winny
"Protein sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Mutu protein ditentukan oleh kandungan asam aminonya, terutama asam amino esensiil. Umumnya protein hewani mengandung asam amino esensiil yang lebih lengkap dibandingkan protein nabati.
Cacing tanah merupakan salah satu jenis hewan yang mempunyai potensi sebagai sumber protein bermutu tinggi yang belum banyak dimanfaatkan. kandungan protein cacing tanah berkisar 64-72% dari berat keringnya, lebih tinggi dibandingkan dengan tepung ikan dan tepung daging serta memiliki kualitas yang lebih baik, karena mengandung asam amino esensiil yang tinggi dan lengkap (Gaddie & Douglas; Catalan).
Selain menghasilkan bahan baku makanan sumber protein hewani dan pupuk organik berkualitas tinggi, usaha budidaya cacing tanah membantu mengurangi timbulnya pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah organik (Catalan).
Penelitian eksperimental pada 60 ekor tikus putih jantan galur "Wistar" berumur 21 hari selama 9 minggu, yang dibagi menjadi 5 kelompok dan masing-masing diberi makanan dengan campuran tepung cacing tanah dan tepung ikan berbeda. Kelompok R-0, diberi makanan basal (mengandung 12% tepung ikan) sebagai kontrol, kelompok R-1, diberi makanan percobaan 1 (mengandung 3% tepung cacing' tanah dan 9% tepung ikan), kelompok R-2, diberi makanan percobaan 2 (mengandung 6% tepung cacing tanah dan 6% tepung ikan), kelompok R-3 diberi makanan percobaan 3 (mengandung 9% tepung cacing tanah dan 3% tepung ikan) dan kelompok R-4 diberi makanan percobaan 4 (mengandung 12% tepung cacing. tanah). Secara keseluruhan, makanan percobaan dibuat dengan kadar protein yang sama, yaitu t 25%.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap, terdiri atas 5 perlakuan yang diulang 4 kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan metode Sidik Ragam (Uji F) untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan, serta analisis signifikansi dengan metode Uji Jarak Berganda Duncan untuk mengetahui tingkat perbedaan di antara perlakuan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penggunaan tepung cacing tanah 9% dan tepung ikan 3W dalam ransum dapat meningkatkan produktivitas tikus yang sangat bermakna. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya pertumbuhan dan Nilai Nisbah Efisiensi Protein.
Sedangkan penggunaan tepung cacing tanah sebagai sumber protein hewani tunggal sebanyak 12% dalam makanan, mengakibatkan terjadinya penurunan pertumbuhan dan Nilai Nisbah Efisiensi Protein yang sangat bermakna, diduga adanya kekurangan atau / dan ketidak seimbangan Kalsium dan Fosfor.

The role of protein in body growth and development has been known. Its quality pointed by essential amino acids content. Generally, animal contain these proteins more complete than plant.
Earthworm starch is one of animals which is potential as grade A protein source but has not widely used. The content is 64-72% of its net weight, higher than fish starch or meat starch, and with better quality essential amino acids. Besides being raw material of high quality animal protein source, cultivation of earthworm diminishing environmental pollution by organic waste products.
Experimental study on 6O Wistar derived rats of male sex, age 21 days, has been done for 9 weeks; divided into 5 groups, each was feeded by different mix of earthworm starch and fish starch. R-O group got basal food of 12% fish starch as control, R-1 group had trial food 1 of 3k earthworm starch and 9W fish starch, R-2 group took trial food 2 (6% earthworm starch and 6% fish starch), R-3 group got trial food 3 (9$ earthworm starch and 3% fish starch) and R-4 group had trial food 4 contained 12% earthworm starch. As a whole, trial nutrition had the same (12%) protein content.
The experimental design reffered to complete randomized design, consists of 5 experiments repeated 4 times. Data collected was analyzed by random print method (F trial) to know how far was the treatment influence; and also significancy analysis with Duncan Double distance experiment to find out the difference in every treatment. The result show that composition of 9% earthworm starch and 3% fish starch in nutrition can enhancing rats productivity significantly as shown by the high growth and Protein efficiency ratio.
The utilization of earthworm starch as 12% single animal protein source in nutrition, lowering the growth and protein efficiency ratio significantly, may be of lacking or imbalance in Calcium and Phosphor concentration.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trinovita Andraini
"Latar Belakang: Saat ini, perubahan pola diet, terutama pola diet Barat, yang banyak mengkonsumsi makanan siap saji dan minuman ringan menyebabkan peningkatan konsumsi harian fruktosa yang bermakna, bahkan mencapai 85-100 gram per hari. Data di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa seiring terus meningkatnya konsumsi HFCS dan sukrosa (terutama dari minuman ringan) juga terjadi peningkatan prevalensi obesitas. Peningkatan konsumsi fruktosa tampaknya merupakan salah satu faktor paling penting yang berkontribusi terjadinya epidemi obesitas karena dua alasan, yaitu proses metabolisme fruktosa terjadi lebih cepat dan menyediakan substrat lipogenik yang lebih banyak pada stadium postprandial dan fruktosa dapat menyebabkan overconsumption karena konsumsi fruktosa tidak menyebabkan peningkatan hormon leptin dan insulin posprandial. Leptin dan insulin merupakan sinyal adiposa jangka panjang yang bekerja pada hipotalamus dan mengatur jumlah asupan makanan dan energy expenditure sehingga mempengaruhi berat badan seseorang.
Tujuan: Menganalisis pengaruh diet tinggi fruktosa terhadap kadar leptin serum postprandial tikus dan pengaruhnya terhadap asupan makanan dan berat badan.
Metode: Studi eksperimental secara in vivo pada tiga kelompok tikus jantan spesies Sprague-Dawley, berusia 8-10 minggu dengan berat badan berkisar antara 150-200 gram. Tikus diberikan perlakuan selama 15 hari diberi larutan kontrol atau larutan glukosa 43% dengan dosis 2 mL/100 g BB/hari, atau fruktosa 43% dengan dosis 2 mL/100 g BB/hari dan makanan standar. Parameter yang diukur adalah jumlah asupan makanan, pertambahan berat badan dan kadar hormon leptin postprandial setelah 15 hari perlakuan dengan metode ELISA (Enzyme- Linked Immunosorbent Assay).
Hasil: Kadar leptin serum postprandial tikus lebih tinggi secara bermakna pada kelompok perlakuan glukosa tetapi tidak berbeda bermakna pada kelompok perlakuan fruktosa dibanding kelompok kontrol, sedangkan jumlah asupan makanan pada kelompok perlakuan fruktosa lebih rendah daripada kelompok glukosa dan pertambahan berat badan pada kelompok perlakuan fruktosa lebih tinggi daripada kelompok perlakuan glukosa tetapi tidak berbeda bermakna.
Kesimpulan: Fruktosa memiliki kecenderungan menyebabkan kadar leptin postprandial lebih rendah dari glukosa dan memiliki kecenderungan menyebabkan penurunan asupan makanan dan peningkatan berat badan yang lebih besar dibandingkan glukosa.

Background: Nowadays, due to changing on diet, especially Western diet which consumes fast food and soft drink cause increasing daily consumption of fructose, even to achieve 85-100 gram per day. In US, data shows that the more to consume HFCS and sucrose (especially soft drink), the more to increase obesity. The increase of fructose consumption appears to be one crucial factor which contributes obesity epidemic due to two reasons as follows: fructose metabolism process happens faster and provides more lipogenic substrate on postprandial stadium and fructose can cause overconsumption because fructose consumption is not the same as glucose which does not cause increasing leptin hormone and insulin postprandial. Leptin and insulin are the long tenn adiposity signal which work on hipothalamus and manage amount of consumption food and energy expenditure so it will influence body weight.
Objective: To understand the influence of high fructose diet on postprandial level of serum leptin and its influence to daily food intake and body weight in rat.
Method: In vivo experimental study on three groups of male rats of Sprague-Dawley species, age between 8-10 weeks with body weight around l50-200 gram. Rats are given treatment for 15 days and given control liquid or glucose liquid 43% with dose of 2 mL/l00gr body weight/day or fructose 43% with dose of 2 mL/100 gr body weight/day and standard food. The measured Parameter are amount of daily food intake, increasing of body weight and postprandial serum leptin level after 15 days of treatment with ELISA (Enzyme Linked Immzmosorbent Assay) method.
Result: The rats postprandial serum leptin level is higher significantly on glucose treatment groups but it is not different to fructose treatment group compared to control group. In addition, amount of daily food intake on fructose treatment group is lower than that of glucose group and gaining body weight of fructose treatment group is higher than that of glucose treatment but the different between them is not significant.
Conclusion: Fructose tends to cause degree of postprandial serum leptin level lower than glucose and tend to cause decreasing consumption of food and gaining body weight higher than glucose.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T33931
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Karen Graciana Setiawan
"Latar Belakang Stres oksidatif meningkatan proses penuaan, khusunya pada ginjal. Penuaan pada ginjal dapat menyebabkan perubahan struktural sehingga terjadi penurunan fungsi ginjal. Tingkat stres oksidatif dapat dilihat melalui aktivitas spesifik katalase (biomarker). Spirulina memiliki berbagai kandungan antioksidan yang dapat mencegah terjadinya stress oksidatif. Studi ini mengukur efektivitas Spirulina terhadap aktivitas spesifik katalase ginjal tikus. Metode Studi berdesain eksperimental analitik yang menggunakan 30 tikus Wistar yang dikelompokan menjadi kontrol dan Spirulina di setiap kelompok usia tikus (12, 18, dan 24 minggu). Kelompok Spirulina diberikan 250 mg/kg BB/hari Spirulina selama 29 hari peroral melalui sonde lambung. Ginjal tikus diambil dan dihomogenkan untuk dihitung aktivitas spesifik katalasenya menggunakan metode spektrofotometri Mates. Hasil dianalisis menggunakan uji T independent dan ANOVA satu arah. Hasil Dalam uji-T independen, Spirulina menurunkan aktivitas katalase spesifik secara signifikan (p <0.05). Nilai p untuk umur 12 minggu, 18 minggu, dan 24 minggu masing-masing adalah 0.019, 0.000, dan 0.000. Selain itu, tes ANOVA satu arah menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan dari perubahan aktivitas spesifik katalase antara kelompok umur (p = 0.061). Kesimpulan Spirulina efektif dalam mengurangi stres oksidatif, ditunjukkan dengan penurunan aktivitas spesifik katalase yang signifikan. Kemudian, manfaat Spirulina sebanding untuk semua kemlopok umur karena perubahan aktivitas spesifik katalase antar umur tidak signifikan. Maka, Spirulina dapat digunakan untuk mencegah dan memperlambat perkembangan penuaan ginjal pada usia berapapun.

Introduction Oxidative stress increases the aging process, particularly the kidney. Aging of the kidney can cause structural changes resulting in decreased kidney function. The level of oxidative stress can be seen through catalase specific activity (biomarker). Spirulina has various antioxidant components that can prevent oxidative stress. This study measured the effectiveness of Spirulina on catalase specific activity in rat kidneys. Method This study used an analytic experimental design using 30 Wistar rats grouped as controls and Spirulina in each age group of rats (12, 18, and 24 weeks). The Spirulina group was given 250 mg/kg BW/day of Spirulina for 29 days orally through a gastric tube. Rat kidneys were taken and homogenized to calculate the catalase specific activity using the Mates spectrophotometric method. The results were analyzed by independent t-test and one-way ANOVA. Results In independent T-test, Spirulina decreases the catalase specific activity significantly (p < 0.05). The p-value for 12-week-old, 18-week-old, and 24-week-old is 0.019, 0.000, and 0.000, respectively. Additionally, one-way ANOVA test does not show any significant differences in change in catalase specific activity between age groups (p = 0.061). Conclusion Spirulina effectively decreases oxidative stress since the decrease in catalase specific activity is significant. Additionally, Spirulina’s benefit is comparable for all age groups since the change in catalase specific activity between age groups is insignificant. Thus, Spirulina can be used to prevent and slow down the progression of kidney aging at any age."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Kurnia Putri
"Fitosom merupakan salah satu nanovesikel lipid yang dapat meningkatkan absorbi zat aktif. Ekstrak teh hijau diformulasikan menjadi fitosom. Tujuan untuk melihat kemampuan fitosom menghambat kenaikan berat badan. Tiga formula dengan hidrasi lapis tipis, selanjutkan dikarakterisasi pembentukan kompleks fitosom, morfologi, ukuran partikel, zeta potensial, indeks polidispersitas , dan uji efisiensi penjerapan. Fitosom dan ekstrak teh hijau diuji absorbsi secara in vitro. Sebanyak 25 ekor tikus dibagi menjadi lima kelompok uji, kelompok normal, plasebo, orlistat, ekstrak teh hijau dan fitosom. Selama 8 minggu diinduksi peroral menggunakan fruktosa 10% + kolesterol 2% dan perlakuan uji. Karakteristik terbaik FIII terbentuk kompleks, morfologi bentuk sferis, Dv90 782,67 ± 39,7 nm, polidispersitas indeks 56 ± 0,11, zeta potensial -70,83 ± 1,67 mV, dan efisiensi penjerapan 97,77 ± 2,66%. Hasil pengujian terhadap hewan uji pada minggu ke-8 persentase kenaikan berat badan pada perlakuan normal 46,47 ± 17,48 %, plasebo 101,17 ± 10,37%, orlistat 42,51 ±25,13 %, ekstrak teh hijau 92,73 ± 36,43 %, dan fitosom 45,09 ± 15,56 %. Fluks ekstrak teh hijau sebesar 2.316,2 ± 1309,8 µg/cm2/jam dan fitosom 3.125,3 ± 2071,8 µg/cm2/jam. Kesimpulan dari penelitian ini adalah fitosom dapat menghambat kenaikan berat badan dan lebih baik jika dibandingkan dengan ekstrak teh hijau (p < 0,05).

Phytosomes are one of the lipid nanovesicles that can increase the absorption of active substances. Green tea extract is formulated into phytosomes. The goal is to see the ability of phytosomes to inhibit weight gain. Three formulas with thin layer hydration were further characterized by phytosome complex formation, morphology, particle size, zeta potential, polydispersity index, and entrapment efficiency. Phytosomes and green tea extracts were tested for absorption in vitro. A total of 25 rats were divided into five test groups, the normal group, placebo, orlistat, green tea extract and phytosomes. For 8 weeks orally induced using fructose 10% + 2% cholesterol and treatment. The best characteristics of FIII are complex, spherical morphology, Dv90 782.67 ± 39.7 nm, polydispersity index 56 ± 0.11, zeta potential -70.83 ± 1.67 mV, and entrapment effiiency 97.77 ± 2.66 %. Test results on test animals at 8 weeks percentage of weight gain in normal treatment 46.47 ± 17.48%, placebo 101.17 ± 10.37%, orlistat 42.51 ± 25.13%, green tea extract 92, 73 ± 36.43%, and fitosomes 45.09 ± 15.56%. Green tea extract flux was 2,316.2 ± 1309.8 µg/cm2/hour and phytosomes 3,125.3 ± 2071.8 μg/cm2/hour. The conclusion of this study is that phytosomes can inhibit weight gain and are better when compared to green tea extracts (p <0.05)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
T55051
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mukhyarjon
"Ruang lingkup dan Cara penelitian: Buah merah merupakan tanaman yang kaya akan bahan-bahan antioksidan seperti beta karoten dan alfa tokoferol. Baik buah maupun minyaknya sudah banyak dikonsumsi oleh masyarakat dan diyakini memiliki khasiat dalam pengobatan berbagai penyakit, salah satunya adalah kanker. Meskipun buah merah sudah digunakan secara luas oleh masyarakat, namun penelitian ilmiah tentang khasiat buah merah masih sangat terbatas. Penelitian pengaruh minyak buah merah terhadap karsinogenesis hati pada tikus yang diinduksi N-2-Fluroenilasetamida (FAA) bertujuan untuk menganalisis perlindungan minyak buah merah terhadap karsinogenesis akibat FAA pada tikus. Dalam penelitian ini digunakan 24 ekor tikus jantan galur Wistar, berumur ± 3 bulan dengan berat badan berkisar 150-200 gram, yang dibagi ke dalam 4 kelompok yaitu: kelompok kontrol, merupakan kelompok yang mendapatkan akuades, kelompok BM, adalah kelompok yang diberi minyak buah merah 10μl/gram BB/hari, kelompok FAA, merupakan kelompok yang diinduksi karsinogenesis FAA 40μg/hari dan kelompok BM+FAA, merupakan kelompok yang mendapatkan minyak buah merah dan FAA dengan dosis yang sama dengan kelompok BM dan kelompok FAA Perlakuan diberikan dengan sonde lambung setiap had selama ± 8 minggu. Pada minggu ke 8 tikus dikorbankan kemudian diambil hati dan darab dari jantung. Sebagai parameter karsinogenesis adalah kadar asam sialat, kadar proteasom dan skor karsinogenesis berdasarkan pemeriksaan histopatologis. Disamping itu juga diukur parameter untuk menilai fungsi hati seperti: albumin, protein total dan pola elekroforesis protein plasma serta aktivitas glutamatepiruvate transaminase (GPT) plasma. Data penelitian kemudian diolah secara statistik.
Hasil dan kesimpulan: Pada pemeriksaan asam sialat ditemukan bahwa kadar asam sialat hati kelompok FAA secara statistik lebih tinggi dibandingkan kontrol, namun demikian kadar asam sialat plasma belum ditemukan perbedaan yang bermakna. Uji statistik yang dilakukan terhadap kadar proteasom plasma dan jaringan hati menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antar kelompok perlakuan. Sedangkan pemeriksaan histopatologis memperlihatkan skor karsinogenesis kelompok FAA lebih tinggi secara bermakna dibandingkan kontrol. Sementara itu pemeriksaan asam sialat, proteasom maupun histopatologis kelompok BM+FAA tidak berbeda bermakna dibandingkan kelompok FAA. Dari basil-basil tersebut dapat disimpulkan bahwa karsinogenesis yang terjadi masih pada tahap dini dan belum ditemukan perlindungan minyak buah merah terhadap karsinogenesis. Pada penilaian fungsi hati tidak ditemukan perbedaan bermakna kadar protein total, kadar albumin dan pola elektroforesis protein plasma. Hal ini menunjukkan bahwa FAA walaupun sudah menimbulkan karsinogenesis tapi tidak menggangu fungsi hati. Pada pemeriksaan GPT plasma ditemukan aktivilas pada kelompok BM dan FAA Iebih tinggi secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol atau kelompok FAA. Hal ini memberikan kesan bahwa minyak buah merah, walaupun tidak menyebabkan karsinogenesis hati namun dapat menimbulkan kerusakan hati. Hal ini didukung oleh pemeriksaan histopatologis jaringan hati yaitu ditemukannya gambaran degenerasi hidropik yang menandai awal kerusakan sel hati.

Red fruit (Pandanus conoideus Lam) is an endemic plant in Eastern Indonesia especially in Papua. This fruit has been used traditionally since many years ago for various purposes such as daily food consumption, traditional medicine, handycraft etc. As traditional medicine it is believed that this fruit can cure many diseases like cancer, AIDS, arthritis and many others. This advantage might be due to it's rich antioxidant substances such as carotene and a tocopherol. This study was conducted to investigate the effect of red fruit oil on FAA induced carcinogenesis in rat Twenty four male Wistar rats, approximately 3 months old, weighing 150-200 g were equally divided into 4 groups. The first (control) group, received distilled water. The second (BM) group received 10pLIg body weight/day of red fruit oil. The third (FAA) group received 40µg FAAIday. The fourth (BM+FAA) group received red fruit oil as well as FAA with similar dose as BM and FAA group_ The treatments were given for eight weeks and at the end of S~' weeks the animal were sacrificed, liver and the blood were collected. To analyzed liver carcinogenesis, the level of sialic acid, proteasome and histopathological based carcinogenesis score were measured To asses liver function, glutamate-pyruvate transaminase (GPT) activity, albumin and total plasma level protein were measured, and plasma protein electrophoresis pattern were also determined. The data were statistically analyzed using ANOVA and Tukey test.
This study showed that liver sialic acid level of FAA rats was significantly higher than those in the control group but there was no statistically difference between sialic plasma level of FAA group compared to the control. The liver and proteasome plasma level found to be similar among the groups. Histopatological finding showed that carcinogenesis scores in FAA group was higher than the control group. Moreover, there were no differences in sialic acid level as well as carcinogenesis scores between BM+FAA group compared to FAA group. The analysis of liver function showed that liver function of all groups were still in normal range.
It can be concluded that the FAA induced liver carcinogenesis was still in early stage and red fruit oil supplementation has no protection effect on liver carcinogenesis. Surprisingly, the plasma GPT activity of BM and BM+FAA group were significantly higher than control group or FAA group_ This result showed that red fruit oil supplementation it self, even though couldn't induce carcinogenesis, lead to liver cells changes, a cloudy swelling degeneration, which reflecting an early liver injury.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T17673
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Phytoestrogen is the chemical compound contains in plant which has estrogenic like effect. Estrogen has important function on woman?s sexual organ, such as proliferation of uterine and vaginal cornification. Phytoestrogen are weak agonists for estrogen and illicit statistic significantly increases in uterine wet weight, at
definite dose, in uterothrophic bioassay. Biji Klabet or Fenugreek seed (Trigonella foenum-graecum L.) contains steroidal sapogenins such as diosgenin, tigogenin, gitogenin, yamogenin and trigoneoside, that suspected having an estrogen-like effect or as phytoestrogen. The aim of this research was to investigate the estrogenic
effect of fenugreek?s ethanolic extract in ovariectomized and immature rats models. These models represent the limacteric/menopause phase, where estrogen level is very low because ovary produces no estrogen. The testing animals were divided into normal group, ovariectomized control group, estradiol control group and three level
doses of fenugreek extract (30mg/200gBW; 60mg/200gBW and 120mg/200gBW). The result indicated that start on 60mg/200gBW, fenugreek extract significantly could increasing mammary gland proliferation. Empirically fenugreek containing diosgenin, that caused breast enhancement. This research showed that treatment
with fenugreek extract can caused proliferation of mammary gland, both on immature and ovariectomized rats."
[Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, Universitas Indonesia], 2007
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Phytoestrogen is the chemical compound contains in plant which has estrogenic like effect...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>