Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168414 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Herlina
"Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Hibrida (PLTH) adalah integrasi sistem pembangkit listrik berbasis energi fosil (tak terbarukan) dan pembangkit listrik terbarukan. Tujuan utamanya untuk menghemat pemakaian bahan bakar dan mengurangi emisi terutama CO2. Secara menyeluruh, integrasi pada sistem PLTH ini merupakan sistem yang multi variabel sehingga digunakan bantuan perangkat lunak, dalam hal ini HOMER versi 2.67. perangkat lunak ini mengoptimasi berdasarkan nilai NPC terendah. Dengan studi kasus optimasi sistem PLTH di Pulau Sebesi propinsi Lampung Selatan, diintegrasikan PLTD, PLTB dan PLTS. Hasil simulasi dan optimasi berbantuan PL HOMER menunjukkan bahwa secara keseluruhan PLTH yang optimum untuk diterapkan di area studi di atas adalah integrasi antara PLTB dan PLTD. Pada kondisi yang optimum ini, kontribusi PLTB sebesar 57% dan PLTD 43% dengan nilai bersih sekarang (net present cost, NPC) sebesar $ 943.957, biaya pembangkitan listrik (cost of electricity, COE) sebesar $ 0,492 per kWh, konsumsi BBM pertahun 42.630 liter, emisi CO2 yang dihasilkan sistem sebesar 112.258 kg/tahun atau berkurang sebesar 43,4%, kelebihan energinya selama setahun sebesar 44.984 kWh.

Hybrid power system is the integration of power system based on fossil fuel energy and renewable energy. The main purpose of the system is to save the fossil fuel and reduce the environmental effect, especially CO2 emission. The hybrid system is a multi-variable system. HOMER version 2.67, a micropower optimization modeling software is used to analyze data for both wind speed and solar radiation, simulating hybrid system configurations at once and rank them according to its lowest net present cost. The configuration of the hybrid system in Sebesi island consist of a diesel generating unit, photovoltaic modules (PV) and wind turbines. The optimum hybrid system from the simulation and optimization result is consist of wind and diesel generating set. Contribution of wind turbin is 57% and the contribution of diesel generating set is 43%. The optimum hybrid system has $ 943.957 of the total Net Present Cost (NPC), Cost of Electricity (COE) is $ 0,492 $/kWh , fuel consumption in a yearly is 42.360 litre, CO2 emission is 112.258 kg/year or decrease 43,4% from the first condition, excess electricity is 44.984 kWh/year.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T25909
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wike Handini
"Dari hasil simulasi diperoleh bahwa jaringan distribusi PLTH di Bengkunat memiliki panjang total 32.055 m, transformator yang dibutuhkan 8 buah dengan energi maksimum yang dipasok tiap transformator adalah 45,1 kWh per hari. Dibandingkan dengan PLTD 2 x 100 kW ($ 505.493), nilai NPC PLTH lebih tinggi ($ 555.956) demikian pula COE-nya ($ 0,770 per kWh) lebih tinggi dari COE PLTD ($ 0,739 per kWh). PLTH menghemat BBM 128.061 liter per tahun. PLTH layak untuk diterapkan di daerah dengan potensi angin dan radiasi matahari yang memadai seperti di Bengkunat Lampung Barat. Perangkat lunak ViPOR hanya memasukkan data biaya transformator penurun tegangan di distribusi dengan satu kapasitas saja, sehingga jika ada konfigurasi beban yang membutuhkan kapasitas transformator berbeda, simulasi tidak dapat dilakukan. Optimasi dilakukan hanya berdasarkan biaya NPC, tidak dari segi jatuh tegangan pada jaringan, karena perangkat lunak ViPOR tidak memiliki keluaran berupa jatuh tegangan, rugi daya dan aliran daya pada jaringan.

From the ViPOR software simulation results, it has been found that the length of the distribution network of a hybrid power plant at Bengkunat is 32.055 m, it requires eight transformers each with an maximum energy requirement of 45.1 kWh per day. Compared to a 2 x 100 kW diesel power plant (NPC = $ 505.493), the NPC value of the hybrid power plant is higher ($ 555,956), also its COE ($ 0.770 per kWh) is higher than the diesel power plant ($ 0,739 per kWh). The hybrid power plant will save 128,061 liters of fuel per year. The hybrid power plant is feasible to be applied in areas with enough wind and sun radiation resources such as at Bengkunat West Lampung. The ViPOR software has several shortcomings such as : only step down transformers can be used for simulation, and only with one capacity. For a load configuration that requires a different transformer capacity, the simulation can not be done. The optimization based on the NPC value, not based on the voltage drop at the network, because this software doesn't have outputs of the voltage drop, power loss and power flow."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
T40877
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wike Handini
"Dari hasil simulasi diperoleh bahwa jaringan distribusi PLTH di Bengkunat memiliki panjang total 32.055 m, transformator yang dibutuhkan 8 buah dengan energi maksimum yang dipasok tiap transformator adalah 45,1 kWh per hari. Dibandingkan dengan PLTD 2 x 100 kW ($ 505.493), nilai NPC PLTH lebih tinggi ($ 555.956) demikian pula COE-nya ($ 0,770 per kWh) lebih tinggi dari COE PLTD ($ 0,739 per kWh). PLTH menghemat BBM 128.061 liter per tahun. PLTH layak untuk diterapkan di daerah dengan potensi angin dan radiasi matahari yang memadai seperti di Bengkunat Lampung Barat.
Perangkat lunak ViPOR hanya memasukkan data biaya transformator penurun tegangan di distribusi dengan satu kapasitas saja, sehingga jika ada konfigurasi beban yang membutuhkan kapasitas transformator berbeda, simulasi tidak dapat dilakukan. Optimasi dilakukan hanya berdasarkan biaya NPC, tidak dari segi jatuh tegangan pada jaringan, karena perangkat lunak ViPOR tidak memiliki keluaran berupa jatuh tegangan, rugi daya dan aliran daya pada jaringan.

From the ViPOR software simulation results, it has been found that the length of the distribution network of a hybrid power plant at Bengkunat is 32.055 m, it requires eight transformers each with an maximum energy requirement of 45.1 kWh per day. Compared to a 2 x 100 kW diesel power plant (NPC = $ 505.493), the NPC value of the hybrid power plant is higher ($ 555,956), also its COE ($ 0.770 per kWh) is higher than the diesel power plant ($ 0,739 per kWh). The hybrid power plant will save 128,061 liters of fuel per year. The hybrid power plant is feasible to be applied in areas with enough wind and sun radiation resources such as at Bengkunat West Lampung.
The ViPOR software has several shortcomings such as : only step down transformers can be used for simulation, and only with one capacity. For a load configuration that requires a different transformer capacity, the simulation can not be done. The optimization based on the NPC value, not based on the voltage drop at the network, because this software doesn?t have outputs of the voltage drop, power loss and power flow."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
T27523
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wenty Eka Septia
"Skripsi ini mempelajari dampak lingkungan dari penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang diyakini tidak menghasilkan emisi selama memproduksi listrik. Metode Life Cycle Assessment (LCA) digunakan untuk menghitung dampak lingkungan dari sistem PLTS off grid menggunakan back-up (menggunakan baterai) dan sistem on-grid tanpa baterai. Emisi yang dipancarkan oleh PLTS dibandingkan dengan tiga pembangkit listrik bertenaga konvensional batubara, diesel, dan gas. Hasil penelitian menyebutkan baterai memberikan kontribusi terbesar terhadap potensi dampak lingkungan. Energy Pay Back time (EPBT) sistem PLTS adalah 1,64 tahun. Rekomendasi untuk perbaikan profil lingkungan dari sistem PLTS juga dibahas.

In this study the environmental impacts of photovoltaic solar energy systems which is believed has zero emission while generating electricity are investigated. Using Life Cycle Assessment (LCA) the environmental impacts of Solar Off Grid with back-up systems (using battery) are compared to On-Grid system without battery. Emissions emitted by Photovoltaic systems are also compared with three conventional supply options namely coal, fuel dan LNG gas power supply. Study results show that batteries give the biggest contribution to potential environmental impact. Energy Pay Back Time (EPBT) of photovoltaic system is 1.64 years. Recommendation for improvement of the environmental profile of photovoltaicsystems are also investigated."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S1993
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Saleh Siswanto
"Pemanfaatan energi terbarukan sudah sangat mendesak guna mereduksi emisi gas CO2 di atmosfir. Salah satunya adalah pemanfaatan biomassa sebagai energi alterntif pengganti energi fosil. Kabupaten Lampung Tengah sebagai sentra produksi gula nasional memiliki potensi bagase yang melimpah, yang dapat dimanfaatkan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa dengan sistem gasifikasi. Saat ini komplek perkantoran Pemda Lampung Tengah masih mengoperasikan PLTD guna memenuhi kebutuhan energinya karena keandalan jaringan grid KLP SSM sangat terbatas. Untuk itu perlu analisa biaya energi yang dikeluarkan bila menerapkan PLT Biomassa sebagai pengganti PLTD. Dalam analisa ini menggunakan bantuan perangkat lunak HOMER versi 2.68 beta yang dapat mengoptimasi sistem pembangkit dari nilai NPC dan COE terendah. Dari analisa hasil simulasi didapat bahwa dengan mennggunakan PLT Biomassa biaya energi akan turun sebesar 23% dari USD$0.187/kWh menjadi USD$0.144/kWh. Terjadi penghematan pemakaian BBM sebesar 111.625 liter/tahun dan menurunkan emisi gas CO2 sebesar 47,5% dari 603.034 kg/tahun menjadi 316.577. Pada harga grid sesuai BBP TR Provinsi Lampung sebesar Rp.860/kWh maka PLT Biomassa akan dapat bersaing bila harga bagase sebesar USD$ 12/ton.

Utilization of renewable energy is very urgent to reduce emissions in the atmosphere. One of the utilization of biomass is as an alternative energy substitute for fossil energy. Central Lampung District as the center of the national sugar production has the potential bagase abundant, which can be utilized as Biomass Power Plant with gasification system. Recently the local government office complex of Central Lampung still operate diesel generator to meet its energy needs because the supply capacity grid network of KLP SSM only 70%. It is necessary to analyze cost of energy incurred when applying Biomass power plant substitute for diesel generator. The analysis using Homer software version 2.68 beta, to optimize the systems of power plant according to the lowest NPC and COE. The result of analysis shows that cost of energy Biomass power plant will drop from USD$ 0.187/kWh to USD$ 0.144/kWh. It will save of fuel consumption 111.625 liters/year and reduce CO2 emissions 286.457 kg/year. For gid energy purchase USD$ 0.086/kWh, Biomass power plant will be competitive if bagasse price of USD $ 12/ton."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
T27542
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Blessmiyanda
"Wilayah perairan Indonesia yang sangat luas berakibat pada besarnya potensi sumberdaya laut yang ada. Sumberdaya ini perlu diupayakan agar penggunaannya memperhatikan daya dukung dan kelestarian, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
Kebutuhan energi listrik di Indonesia terutama di Pulau Jawa yang berfluktuasi dan cenderung meningkat, diperkirakan dalam periode 1986 - 2010 diperlukan tambahan pembangkit listrik sebesar 26.500 MW. Untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut, Pemerintah melalui Perusahaan Listrik Negara merencanakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Muara Tawar yang memiliki kapasitas 2400 MW. PLTGU Muara Tawar yang direncanakan dibangun di atas lahan seluas 39,6512 Ha yang termasuk Desa Segara Jaya dan Desa Pantai Makmur Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi Propinsi Jawa Barat.
Berdasarkan studi Analisis Mengenal Dampak Lingkungan (AMDAL) yang telah dilakukan, jenis kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak pada tahap konstruksi meliputi mobilisasi personil, peralatan dan material, pematangan lahan, pemancangan tiang pondasi dan pembangunan kanal pendingin dan demiaga sementara.
Mengingat aktivitas konstruksi PLTGU ini diperkirakan menimbulkan dampak lingkungan di wilayah pesisir tempat proyek dibangun, maka dilakukan pemantauan pada komponen - komponen lingkungan hidup yang berpotensi menimbulkan dampak. Penelitian lapangan yang dilaksanakan pada tahap konstruksi (Mei 1995 - Mei 1996) meliputi pengamatan dalam bidang Sosial Ekonomi, Kualitas Air Laut, dan Kualitas Udara. Pengamatan ini dilakukan terhadap aspek - aspek dan di lokasi yang diperkirakan mendapatkan dampak langsung dari aktivitas proyek. Hipotesis dari Tesis ini adalah : Konstruksi Proyek PLTGU Muara Tawar akan menimbulkan dampak pada lingkungan pesisir.
Dari penelitian diketahui sebanyak 29,25 % dari total pekerja non skilled diserap dari tenaga local/penduduk disekitar tapak proyek. Penyerapan tenaga kerja lokal ini menyebabkan perubahan lapangan pekerjaan beberapa penduduk yang sebelumnya nelayan menjadi buruh proyek PLTGU. Hasil analisis Statistik menunjukkan tingkat pendapatan penduduk yang bekerja sebagai buruh PLTGU ternyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan bekerja sebagai nelayan.
Sebagian besar responden ( 91 %) menyatakan tidak keberatan terhadap keberadaan proyek, karena dipandang memberikan kesempatan kerja dan juga memajukan kesempatan berusaha bagi masyarakat setempat. Responden yang keberatan, berpendapat proyek ini membuat laut menjadi lebih dangkal dan berkurangnya hasil tangkapan udang dari pinggir pantai.
Berdasarkan pengukuran kedalaman yang telah dilakukan, menunjukkan adanya pendangkalan perairan. Pendangkalan ini disebabkan proses sedimentasi yang tinggi yang telah terjadi sebelum adanya proyek PLTGU. Proses sedimentasi terlihat dari kandungan bahan padatan tersuspensi (TSS) yang telah melampaui baku mutu menurut Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 0211/1988. Kandungan TSS terbesar terjadi saat kegiatan pengerukan pantai dan pemancangan tiang pondasi. Hasil analisis statistik menunjukkan ada pengaruh dari pembangunan proyek PLTGU Muara Tawar pada tingginya kandungan TSS di perairan .
Hasil pemantauan kualitas air laut, dijumpai adanya beberapa parameter logam berat yang kandungannya meningkat sejak adanya proyek PLTGU bila dibandingkan dengan kondisi sebelum adanya proyek. Parameter logam berat yang meningkat ini adalah Cd, Ni, dan Pb. Kandungan logam berat ini meningkat sebanding dengan meningkatnya curah hujan dan menurun seiring dengan menurunnya curah hujan. Logam berat ini bukan berasal dari proyek PLTGU tetapi menunjukkan limbah perkotaan yang terbawa aliran sungai masuk ke perairan pantai. Keadaan ini diduga juga dipengaruhi oleh berkurangnya hutan bakau yang tumbuh di pantai. Diketahui bahwa salah satu fungsi dari hutan bakau adalah sebagai penyerap lumpur karena adanya sistim akar yang padat sehingga partikel yang sangat halus mengendap di sekeliling akar bakau membentuk kumpulan lapisan sedimen yang sekali mengendap biasanya tidak dialirkan keluar lagi. Logam berat yang terbawa aliran sungai akan tersaring oleh lumpur hutan bakau sehingga tidak masuk ke perairan pantai, namun jika hutan bakau ini musnah, maka aliran sungai yang mengandung logam berat akan langsung masuk ke perairan pantai. Berdasarkan studi yang dilakukan saat AMDAL dijumpai hutan bakau sebanyak 1500 pohon/ha , namun saat penelitian pada tahap konstruksi ini hutan bakau yang ada tinggal 1135 pohon/ha.
Kandungan debu dan tingkat kebisingan terbesar terjadi di lokasi tapak proyek, kemudian semakin menurun pada daerah sekitar tapak dan nilainya kecil di daerah pemukiman yang jauh dari tapak proyek. Disini terlihat bahwa besarnya curah hujan juga ikut berperan terhadap kandungan debu. Pada saat curah hujan tinggi, kandungan debu rendah. Sedangkan saat curah hujan rendah, kandungan debu tinggi bahkan melampaui baku mutu yang ditetapkan menurut Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 660.31/SK1694-BKPMD182.
Persepsi penduduk menunjukkan bahwa mereka yang tinggal di dekat tapak proyek merasa terganggu oleh debu dan kebisingan, sedangkan yang tinggalnya_ jauh dari tapak proyek tidak merasa terganggu. Hasil analisis Statistik menunjukkan adanya pengaruh antara lokasi tempat tinggal penduduk dengan persepsi terhadap gangguan debu, selain itu analisis Statistik menunjukkan bahwa ada pengaruh antara lokasi tempat tinggal penduduk dengan persepsi terhadap gangguan kebisingan.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa konstruksi prayek PLTGU Muara Tawar menimbulkan dampak terhadap lingkungan pesisir.

Impact of the Contstruction of the Power Plant on the Coastal Environment (A Case Study in the Gas-Generated Power Plant at Muara Tawar-Bekasi, West Java)The vast area of Indonesian waters offers a wide variety of natural resources. It is very critical to conserve the use of these resources. The ecosystem along the coastal area is also sensitive due to its natural changes that shape the coastline. There is a steady concern of new development that will endanger the coastal ecosystem. Increasing awareness of the communities of any new development can prevent coastal destruction.
In Java the need of electricity is on the rise. It is estimated that from 1986 to 2010 as much as 26.500 MW is needed. Indonesia is building a gas-generated power plant (Perusahaan Listrik Tenaga Gas Uap or PLTGU) in Muara Tawar with a capacity of 2.400 MW. This plant is constructed on a 396,512 ha land in East Java.
Based on the environmental impact assessment (Analysis Mengenai Dampak Lingkungan or AMDAL) the development of this power plant will affect on the coastal ecosystem and environment. This study was conducted to investigate the impacts of PLTGU on water and air quality, and social economy of the coastal community.
The levels of some heavy metals such as Cd, N, and Pb, have increased since the development of the power plant. It was suspected that the heavy metals originated from the city sewage rather than from the PLTGU. Naturally the mangroves filter these heavy metals. However, the density of mangrove has declined from 1,500 trees/ha to 1,135 trees/ha after the PLTGU project was developed. It was noted that the levels of these heavy metals increased with the increasing amount of rainfall.
Project PLTGU also has affected the noise intensity and dust density around the area. It was found that the dust density and amount of rainfall are inversely related. When there was a high amount of rainfall, the dust density was low, and vice versa. Local communities around the project were greatly affected by the amount of dust and noise intensity. Statistics showed the impact of the dust density problem and of the noise intensity on the residential sites.
It was found that 29.25% of the local non-skilled workers who were fishermen have now become power plant workers. Power plant workers tend to have higher income than the fishermen. Individuals (91%) who are in favor of the power plant project consider that the plant will result in a higher employment rate. However, others feel that the plant will cause sedimentation and reduction in the ocean harvest. Sedimentation due to total suspended solids (TSS) has occurred even before the plant started and its rate will continue to increase as the plant developed.
In conclusion, the development of PLTGU Muara Tawar will impact on its coastal environment.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T983
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elok Satiti Amitayani
"Dengan jumlah penduduk yang besar dan ekonomi yang sedang bertumbuh, ketersediaan dan keterjangkauan energi - khususnya listrik - menjadi sangat penting bagi Indonesia. Meningkatnya permintaan listrik membutuhkan peningkatan kapasitas terpasang. Sebagai teknologi pemikul beban dasar dengan supply masif dan stabil, serta catatan kebersaingannya di luar negeri, pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) diajukan sebagai alternatif. Tren yang berkembang dalam pembangunan PLTN adalah skala 1000 MW ke atas. Namun pilihan skala ini sering tidak didasari pada suatu kajian, kecuali prinsip skala ekonomi dimana biaya kapital pembangkit menjadi semakin murah ketika ukuran semakin besar. Di sisi lain, data waktu konstruksi memperlihatkan hubungan positif terhadap kenaikan kapasitas. Lamanya waktu konstruksi dapat mengakumulasikan interest during construction sehingga pada suatu titik dapat menetralkan keuntungan dari skala ekonomi. Keadaan yang konstradiktif ini memunculkan masalah optimasi.
Penelitian ini kemudian berusaha mencari kapasitas optimal PLTN sehingga didapat biaya pembangkitan yang terkecil yang mungkin (the least possible cost). Namun, biaya pembangkit listrik minimum PLTN tetap harus bersaing dengan teknologi baseload yang ada, yakni PLTU, PLTP dan PLTD dengan biaya pembangkitan rata-rata 719, 1103 dan 3286 Rp/kWh pada tahun 2013. Menggunakan data dan asumsi pada skenario dasar, dimana biaya EPC 4260 $/kW EPC dan tingkat bunga 10%, kapasitas optimal diraih pada 809 MW dengan biaya pembangkitan levelized 15,61 sen/kWh. Dengan skenario dasar ini nuklir dengan mudah mengungguli PLTD. Namun, nuklir tidak dapat bersaing dengan PLTU dalam seluruh nilai parameter yang disimulasikan. Sementara itu nuklir dapat bersaing dengan PLTP pada tingkat interest <6% atau EPC yang dikurangi >40%.

As the fourth most populous country with growing economy, energy - particularly electricity - availability and affordability have become very crucial for Indonesia. Increasing demand calls for increasing installed capacity, nevertheless, cost economy should never be at stake. A baseload technology with massive and steady supply as well as competitiveness record abroad, nuclear power plant (NPP) steps in as alternative. Current studies shows a trend in 1000 MW class or more. However its underlying reasoning has never been met, except for economies of scale where plant is cheaper as size gets bigger. In the other hand trend in construction time shows an increase with regard to size, letting more accumulation in interest during construction which at some point may offset the benefit of economies of scale. The contradictory condition reveals an optimization challenge.
This research then tries to find an optimum capacity at which NPP can be built at its least possible generating cost. However, in order to be adopted, that least cost must be able to compete with the cost of existing baseload fleets namely coal, geothermal , and diesel averaging at 719, 1103, and 3268 Rp/kWh in 2013. With the data and assumptions taken for base case scenario, that is at 4260 $/kW EPC cost and 10% interest rate, optimum capacity is reached at 809 MW with 15,61 cent/kWh levelized generating cost. On base case scenario, nuclear competitiveness easyly surpasses diesel. However, nuclear cannot compete with coal in all parameter values simulated. Nuclear is competitive with geothermal, provided the interest rate is less than 6% or EPC cost is cut at more than 40%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
T44254
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Pratama Putra
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S34112
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfathia Nurrahmawati
"Biaya lingkungan merupakan dampak yang timbul dari sisi keuangan maupun non-keuangan yang harus ditanggung perusahaan sebagai akibat dari kegiatan yang mempengaruhi kualitas lingkungan.Penelitian ini memberikan penjelasan mengenai proses penyusunan laporan biaya lingkungan yang dimiliki oleh PT ABC dengan menggunakan pedoman GRI-G4 sebagai dasar analisis aktivitas lingkungan dan IFAC sebagai pedoman dalam mengidentifikasi sampai penyusunan laporan biaya lingkungan. Metode yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah dengan pendekatan studi kasus dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara dengan PT ABC dan studi dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa PT ABC belum dapat menyusun Laporan Biaya Lingkungan secara akurat, namun perusahaan telah mencoba untuk dapat menyusun laporan tersebut agar dapat disajikan dengan lebih baik.

Environmental costs are the effects of the financial and non-financial that must be borne by the company. These costs are caused by activities that affect environmental quality. This study provides an explanation of the process of preparing of the environmental cost report of PT ABC by using GRI-G4 and IFAC. GRI-G4 guidelines used as the basic analysis of environmental activities and IFAC as a guidelines to identify the environmental costs up to preparation of a environmental cost report . The method used in this research is a case study by collecting the data through interviews with PT ABC and documentation study. The results indicate that the PT ABC has not been able to perpare environmental cost report accurately, nevertheless the company has been trying to compile the report in order to make it more representable."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
S66777
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktavianus Vebrianto Nugroho
"Umumnya, daerah terpencil di Indonesia mengaplikasikan pembangkit listrik tenaga Diesel untuk menyediakan energy listrik dikarenakan mahalnya biaya grid extension. Hal yang menjadi perhatian dari penggunaan standalone generator diesel adalah fluktuasi harga bahan bakar minyak, serta gas emisi yang dihasilkan dari sisa-sisa pembakaran. Dalam upaya mengurangi penggunaan bahan bakar fosil diperlukan penggunaan energy terbarukan yang memiliki potensi untuk dikonfigurasikan secara hibrida dengan generator diesel. Studi ini akan membahas tentang analisis dari segi techno dan economic pada konfigurasi hybrid diesel PV baterai system dan hybrid diesel PV wind baterai system dengan menggunakan perangkat lunak HOMER. Jika dibandingkan dengan system generator diesel existing yang mempunyai nilai COE sebesar $0.1968/kWh, hasil optimasi dari hybrid diesel PV battery system dan hybrid diesel PV wind battery system mendapatkan penurunan cost of energy menjadi $0,1554/kWh dan $0,1555/kWh. Kemudian didapatkan hasil berupa penurunan konsumsi bahan bakar untuk kedua konfigurasi hybrid systems sebesar 53,83% dan 53,58% jika dibandingkan dengan standalone generator diesel existing. Sehingga, kedua hybrid system memiliki nilai Net Present Cost yang lebih rendah 21,04% dan 20,99% apabila dibandingkan dengan standalone diesel generator system existing. Di sisi lain, emisi CO2 yang dihasilkan kedua konfigurasi hybrid system telah mengalami penurunan dibandingkan dengan standalone diesel generator yakni sebesar 53,83% dan 53,57%.

Generally, remote areas in Indonesia apply diesel power plants to provide electricity due to the high cost of grid extensions. The concern of the use of standalone diesel generators is fluctuations in the price of fuel oil, as well as gas emissions resulting from the remnants of combustion. To reduce the use of fossil fuels, it is necessary to use renewable energy which has the potential to be configured hybrid with a diesel generator. This study will discuss the techno and economic analysis of two different hybrid system configurations using the HOMER software. Those hybrid systems are consisting of diesel-PV-battery system and diesel-PV-wind turbine -battery system. There is a reduction in the cost of energy (COE) as the proposed hybrid system is compared with the existing diesel generator system. The COE of the existing system is $ 0.1968 / kWh, whereas the proposed hybrid diesel-PV-battery system and the hybrid diesel-PV-wind turbine-battery system are $0.1554/kWh and $0.1555/kWh, respectively. These optimized results show a reduction in fuel consumption for both hybrid systems configuration by 53.83% and 53.58% when compared to the existing standalone diesel generators. Thus, both hybrid systems have a lower Net Present Cost value of 21.04% and 20.99% when compared to the current standalone diesel generator system. On the other hand, CO2 emissions generated by the two-hybrid system configurations have decreased compared to standalone diesel generators, which were 53.83% and 53.57%, accordingly."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>