Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112935 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Robiatul Adawiyah
"Gempabumi yang terjadi di Yogyakarta 27 Mei 2006 merupakan gempabumi besar dengan kekuatan Mw : 6, 2. Selain menyebabkan kematian sekitar 5000-an jiwa, juga mneyebabkan kerusakan infrastruktur serta mengakibatkan kerusakan geologi berupa hilangnya kekuatan tanah atau likuifaksi. Penelitian ini ingin mengungkapkan kaitan kejadian likuifaksi dengan geologi dan indeks keburukan likuifaksi serta pola wilayah bahaya likuifaksi di Daerah Istimewa Yogyakarta menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan spasial (keruangan). Hasil penelitian menunjukkan sebaran titik kejadian likuifaksi cenderung mengelompok di tengah wilayah penelitian, sebarannya mengikuti : sebaran jenis batuan endapan Gunungapi Merapi muda, sebaran umur batuan kuarter. Seluruh titik kejadian likuifaksi dijumpai pada jarak kurang dari enam kilometer dari sesar utama dan sesar minor. Sebaran kejadian likuifaksi tidak selalu dijumpai pada wilayah dengan nilai LSI yang besar. Wilayah bahaya likuifaksi terbagi menjadi : wilayah bahaya likuifaksi sangat tidak aman, tidak aman, dan wilayah aman.

The Yogyakarta earthquake of May 27, 2006 has magnitude Mw : 6,2. This earthquake caused about 5000 died people and destroyed infrastructures also liquefaction. Focus of this study is interrelation between liquefaction occurance and geological condition and liquefaction severity index (LSI). This research is descriptive and spatial approach. The research shows that distribution of liquefaction occurrence is clustered in the centre part of Yogyakarta Special Province, it is related to young volcanic deposits of Merapi Volcano distribution and Quarternary deposits distribution. Liquefaction occurance is situated within 6 km distance from the major and minor fault zone.The distribution of liquefaction occurance it isn?t related to liquefaction severity index (LSI)."
2008
S34215
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Khairul Amri
"Sumber gempabumi di sumatera barat berasal dari laut dan darat. Gempabumi yang terjadi di darat dipengaruhi oleh pergerakan sesar aktif patahan semangko. Kabupaten Tanah Datar berada di dua segmen patahan aktif semangko sehingga memiliki intensites gempabumi yang tinggi. Pada penelitian ini, mengemukakan wilayah risiko pada Kabupaten Tanah Datar dengan variabel percepatan gerakan tanah, distribusi kepadatan penduduk, kekerasan batuan, jarak dari patahan dan lereng. Tingkat risiko diperoleh dari pembobotan yang dilakukan variabel - variabel yang digunakan dengan metode Proses Hierarki Analysis (PHA).Wilayah risiko terbagi menjadi lima klasifikasi yaitu sangat tinggi berada di Kecamatan Limo Kaum, tinggi di Kecamatan Tanjung Emas, sedang di Kecamatan Sungai Tarab, rendah di Kecamatan X Koto, dan sangat rendah di Kecamatan Lintau Buo Utara.

Earthquake source in western Sumatra originated from the sea and the land. The earthquake that occurred on land affected by the movement of active fault semangko. Tanah Datar in the two active semangko fault segments. so have a high earthquake intensity. In this study, suggests the risk areas in Tanah Datar with variable peak ground acceleration, population density, hardness of rock, the distance from fault and slope. Risk level is obtained from the weighted variables - variables used with the methods of Analysis Hierarchy Process (AHP). Risk region is divided into five classifications, that is very high in Limo Kaum Ditricts, high in Tanjung Emas Districts, medium in Sungai Tarab Districts, low in the X Koto Districts, and very low in the Lintau Buo Utara districts."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S204
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Ramadhanti P
"Kejadian gempa yang terjadi dalam periode tertentu serta kondisi fisik wilayah yang mudah terkena dampak getaran seismik menjadikan wilayah Tasikmalaya menjadi wilayah rawan. Kerawanan wilayah Tasikmalaya dapat ditentukan dengan menggunakan metode skoring berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21 Tahun 2007 dengan variabel berupa kondisi geologi berupa jenis batuan, kemiringan lereng, dan PGA. Selain kerawanan wilayah, penelitian ini menghasilkan kerentanan wilayah terhadap gempa bumi berdasarkan aspek fisik berupa kerawanan wilayah dan juga aspek sosial ekonomi berupa kepadatan bangunan, keluarga miskin, kepadatan penduduk, laju pertumbuhan penduduk dan persentase penduduk wanita dengan menggunakan metode pembobotan yang menghasilkan tiga tingkat kerentanan dimana kerentanan wilayah tertinggi berada di Kecamatan Culamega. Berdasarkan metode pembobotan dengan mengurangi variabel struktur geologi, maka pengaruh kondisi fisik lebih mendominasi dibandingkan kondisi sosialnya.

Earthquake events that happened in certain period, as well as the physical condition of the area that susceptible to seismic tremor cause the Tasikmalaya area become a fluid area. The fluidity of Tasikmalaya area can be determined by using scoring method in accordance with The Provision of Minister of Public Works No. 21 of 2007 with variables in geological conditions, such as rock types, slope and PGA. Other than/besides the fluidity of the area, this research results in a vulnerability of the area over the earthquake based on physical aspects, such as the fluidity of the area and also social economy aspects, such as plants density, poor families, population density, population growth rate and women population percentage by using weighting method resulting in three vulnerability levels where the greatest area vulnerability is in Culamega district. According to the weighting method by decreasing geology structure variables, the physical condition more dominates than the social condition."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S1008
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Gapur
"Kawasan selat Sunda yang merupakan bagian dari sistem global lempeng Eurasia dan Indo - Australia termasuk wilayah yang berpotensi tinggi terhadap timbulnya aktivitas gempabumi tektonik. Sesar Semangko bagian selatan terdapat di kawasan ini disamping itu terdapat pula adanya patahan lokal yang berdasarkan penelitian Haijono dkk 1989 selat Sunda termasuk wilayah tektonik aktif. Kawasan ini merupakan wilayah yang berkembangan pesat dalam bidang industri dan sekaligus sebagai pintu gerbang lalu lintas yang menghubungkan Sumatera dan Jawa , menurut rencana akan dibangun jembatan selat Sunda . Berdasarkan data historis menvmjukkan bahwa wilayah ini pemah teijadi gempabumi yang menimbulkan bencana. Gempabumi merupakan bencana alam yang hanya menimbulkan kerusakan dan kesengsaraan belaka (Sandy, 1989).
Permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana aktivitas kegempaan di Kawasan Selat Simda dan klasifikasi tingkat kerawanan di kawasan ini. Metodologi Penelitian yang digunakan adalah menghitung aktivitas gempabumi dan menghitung percepatan permukaan tanah maksimum untuk mendapatkan intensitas Dengan menampalkan (overlay) aktivitas dengan intensitas dihasilkan wilayah tingkat kerawanan.
Dari analisis diperoleh suatu hasil sebagai berikut:
1. Kawasan Selat Sunda selama periode 1900 - 1996 teijadi 1330 gempa tektonik, diantaranya 364 gempa (27.3%) teijadi di darat sedangkan 966 gempa (72.7%) teijadi di laut dengan rincian 925 gempa (69.5%) berasal dari Samudera Hindia, 41 gempa ( 3.2 %) dari Laut Jawa sehingga aktivitas gempa di kawasan ini banyak dipengaruhi oleh gempa yang berasal dari Samudera Hindia. Di Jawa Barat kerusakan tertinggi akibat gempa teijadi di wilayah Bogor tanggal 10 Oktober 1834 dengan intensitas skala IX MMI dan menurun kearah wilayah utara/timurlaut yaitu teijadi kerusakan akibat gempa di Cirebon tanggal 30 Oktober 1953 dengan intensitas skala V - VI MMI
2. Di Kawasan Selat Sunda dapat diklasifikasikan dalam 3 klas daerah rawan gempa, yaitu :
a. Kerawanan Tingkat I (tinggi) terdapat di sekitar selat Sunda yang meliputi bagian barat Propinsi Lampung yaitu sekitar Kotaagung sampai Liwa dan bagian barat Propinsi Jawa Barat yaitu sekitar Serang dan Pandeglang.
b. Kerawanan Tingkat II ( sedang ) terdapat di bagian barat , tengah dan selatan Propinsi Lampung serta bagian tengah dan selatan.Propinsi Jawa Barat.
c. Kerawanan Tingkat III (rendah) terdapat di bagian timur laut Propinsi Lampung dan bagian timur laut Propinsi Jawa Barat. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Makalah ini memaparkan hasil pengembangan beberapa model acuan un
tuk menentukan jumlah stasiun pencatat percepatan gempabumi kuat pada tingkatan negara berdasarkan kondisi geografis, demografis, dan sosial-ekonomi. Beberapa model ini dapat digunakan dalam pengembangan lebih lanjut sistem pencatat gempa bumi kuat Indonesia. Dasar pengembangan model adalah sistem serupa di Selandia Baru, Jepang, Taiwan, Iran, Turki, dan Italia. Parameter jumlah
stasiun pencatat yang diusulkan adalah jumlah stasiun per 1000 km2
luas daratan, dan tiga buah model regresi eksponensial telah dikembangkan berdasarkan fungsi kepadatan penduduk negara, fungsi
Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita, dan fungsi Indeks Daya-Saing Global (GCI) kelompok Persyaratan Dasar. Berdasarkan tiga model
ini, jumlah minimum stasiun pencatat yang dibutuhkan adalah sekitar 750 stasiun.

Abstract
An empirical study to develop benchmark models at country-level to assess the suggested number of earthquake strong-motion stations based on a framework encompassing geographic, demographic, and socio-economic parameters is reported. The models are to provide a working estimate of the required number of stations for improving the strong-motion instrumentation program of Indonesia. National earthquake strong-motion networks of New Zealand, Japan,
Taiwan, Iran, Turkey, and Italy were used as the references.
The parameter proposed is the number of stations in land area of 1,000 km2, and three models based on the exponential regression analysis are presented as functions of population density, Gross Domestic Product (GDP) per capita, and the Global Competitiveness Index (GCI) Basic Requirements Index. Using the models, it is suggested that Indonesia would require at least 750 stations."
[Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia], 2012
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aristo
"Tinjauan karakteristik zona seismogenik terkait dengan proses rupture gempabumi di zona Subduksi Sumatera telah dilakukan dengan berbagai metode. Zona ini tercatat pernah mengalami beberapa gempa besar yaitu gempabumi Aceh 2004 Mw=9,1, Nias-Simeulue 2005 Mw=8,6, Bengkulu 2007 Mw=8,5, dan Enggano 2000 Mw=7,9. Penelitian ini memfokuskan hubungan antara analisis kontras densitas berdasarkan data gravitasi satelit GOCE dengan distribusi slip di zona rupture empat gempabumi besar yang pernah terjadi. Pemrosesan data gravitasi satelit dilakukan untuk mendapatkan data Gravity disturbance (Gd) dan turunan vertikal gravitasi (Tzz) yang dikoreksi oleh efek topografi dan sedimen dengan dekomposisi spektrum yang berbeda-beda untuk mendapatkan peta gravitasi dengan kedalaman yang berbeda-beda. Berdasarkan analisis Tzz, slip maksimal rupture gempabumi berkorelasi dengan pola Tzz minimal dan kontras densitas rendah, sementara itu rupture berakhir pada pola Tzz maksimal dan kontras densitas tinggi. Pola Tzz dan Gravity disturbance dapat menggambarkan posisi barrier dan asperitas dari zona subduksi Sumatra. Peta skematik berhasil menggambarkan segmentasi seismik Subduksi Sumatra yang memiliki zona asperitas sepanjang strike subduksi yang berhubungan dengan Tzz minimal dan berhubungan dengan zona forearc, serta adanya barrier yang berhubungan dengan Tzz maksimal yang merupakan manifestasi dari struktur (fracture zone dan seamount) yang tersubduksi ke lempeng samudra.

The review of the characteristics of the seismogenic zone associated with the earthquake rupture process in the Sumatra Subduction Zone has been carried out by various methods. This zone has experienced several major earthquakes, namely the Aceh 2004 Mw=9,1, Nias-Simeulue 2005 Mw=8,6, Bengkulu 2007 Mw=8,5, and Enggano 2000 Mw=7,9. This study focuses on the relationship between density contrast analysis based on gravity data from the GOCE satellite and the slip distribution in the rupture zones of four major earthquakes that have occurred. Satellite gravity data processing was carried out to obtain data for Gravity disturbance (Gd) and vertical gravity derivatives (Tzz), which are corrected by topography and sediment effects with different spectrum decomposition to get gravity maps with different depths. Based on the Tzz analysis, the maximal slip of the earthquake rupture is correlated with the minimal Tzz pattern and low-density contrast. In contrast, the rupture ends at the maximum Tzz pattern and high-density contrast. Tzz pattern and Gravity disturbance can describe the barrier position and asperity of Sumatra subduction zone. The schematic map succeeds in portraying the seismic segmentation of Sumatra Subduction which have asperities zone along the subduction strike associated with the minimal Tzz and associated with the forearc zone, as well as the barrier related to the maximum Tzz which is a manifestation of structures (fracture zone and seamount) that are subducted to the oceanic plate."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rikitake, Tsuneji
Amsterdam: Elsevier, 1976
551.22 TSU e (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Samsul Arifin
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1993
S27957
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudaryono
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2000
S28532
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>