Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148053 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Fajar Hermansyah
"Akhir-akhir ini, industri semen dan beton semakin sering disorot, khususnya oleh para pecinta lingkungan. Ini disebabkan emisi karbon dioksida, komponen terbesar gas rumah kaca, yang dihasilkan dari proses kalsinasi kapur dan pembakaran batu bara. Isu lingkungan ini tampaknya akan memainkan peran penting dalam kaitan dengan isu pembangunan berkelanjutan di masa mendatang. Hal ini menuntut para ilmuwan dan engineer untuk mencari cara untuk mengurangi emisi karbon dioksida, misalnya dengan mengurangi penggunaan semen dalam konstruksi.
Perkembangan mutakhir yang menjanjikan saat ini adalah penggunaan abu terbang sepenuhnya sebagai pengganti semen portland lewat proses yang disebut polimerisasi anorganik (geopolimer). Kegunaan abu terbang pada sejumlah proyek infrastruktur selain lebih ramah lingkungan, mengurangi jumlah energi yang diperlukan karena berkurangnya pemakaian semen portland, lebih awet dan lebih murah, bahan ini juga tetap menunjukkan perilaku mekanik memuaskan.
Dalam penelitian ini material geopolimer menggunakan bahan dasar abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash) sebagai pengganti agregat halus, dimana bahan-bahan tersebut diklasifikasikan sebagai limbah B3 berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.18 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 85 Tahun 1999.

Recently, industry cement and concrete progressively is often floodlighted, specially by environmental community. This is caused by carbon dioxide emission, biggest component of glasshouse gas, is yielded of process tilery calsinasion and coal combastion. This environmental issue seems will play important role in relation to issue development of have continuation in period to come. This matter claim man of sciences and engineer to look for the way to lessen the carbon dioxide emission, for example by lessening usage of cement in construction.
Recent growth which promise in this time is usage of fly ash fully in the place of cement portland pass the process of so-called inorganic polymerize (geopolymer). Usefulness of fly ash at a number of infrastructure projects besides friendlier environment, lessen the amount energy needed because decreasing of usage of cement portland, more cheaper and durabel, this materials also fixed show behavior of mechanic characteristic.
In this research, geopolymer material use the elementary materials fly ash and bottom ash in the place of smooth aggregate, where the materials is classified as waste B3 pursuant to PP No.18 1999 and PP No. 85 1999.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S35793
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Meti Talia Yuliantika
"Pada penelitian ini, pembuatan bata ringan geopolimer divariasikan rasio substitusi parsial expanded polystyrene (EPS) terhadap agregat pasir sebesar 20%, 30%, dan 40% dari volume bata ringan. Agregat pasir yang digunakan juga divariasikan menurut metode hidrasinya yaitu agregat pasir dengan proses hidrasi dan tanpa proses hidrasi. Karakterisasi yang diujikan berupa analisis kuat tekan, absorpsi air, analisis gugus fungsi FTIR, analisis komposisi XRF, dan analisis kristalinitas XRD. Kuat tekan terbaik yang dihasilkan bernilai 20,14 MPa dengan rasio bahan baku penggunaan substitusi parsial EPS 20 vol% terhadap agregat pasir yang menggunakan metode hidrasi. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan sampel dengan persentase substitusi parsial EPS yang sama tanpa melalui proses hidrasi pada agregat pasir yang bernilai 19,10 MPa. Dalam variasi rasio substitusi parsial EPS, nilai kuat tekan pada tiap persentase sampel berkurang senilai 1,2% untuk sampel dengan substitusi EPS 20% ke 30% dan 10,04% untuk sampel dengan substitusi EPS 30% ke 40%. Hasil analisis FTIR menunjukkan adanya Si-O-T (T = Si atau Al) pada 953,36 cm⁻¹ dan 869,91 cm⁻¹ yang merupakan karakteristik utama dari struktur geopolimer dan indikasi pembentukan rangkaian geopolimer. Hasil analisis XRF menunjukkan bahwa material geopolimer dengan menggunakan metode hidrasi pada agregat memiliki struktur yang lebih kuat karena adanya kalsium oksida (CaO) dan silikon dioksida (SiO2) yang tinggi sebesar 32,18% dan 45,78% yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja mekanis material geopolimer pada metode hidrasi agregat. Sementara hasil analisis XRD menunjukkan adanya mineral Quartz, Okenite, dan Faujasite-Na pada bata ringan geopolimer.

In this study, the production of geopolymer lightweight bricks was varied by partial substitution ratios of expanded polystyrene (EPS) to sand aggregate at 20%, 30%, and 40% of the lightweight brick volume. The sand aggregate used was also varied according to its hydration method, specifically sand aggregate with and without the hydration process. The characterizations tested included compressive strength analysis, water absorption, FTIR functional group analysis, XRF composition analysis, and XRD crystallinity analysis. The best compressive strength achieved was 20,14 MPa with a raw material ratio of 20 vol% partial EPS substitution to sand aggregate using the hydration method. This value was higher compared to the sample with the same EPS partial substitution percentage without the sand aggregate hydration process, which measured at 19,10 MPa. Within the variation of EPS partial substitution ratios, the compressive strength value of each sample decreased by 1,2% for the sample with 20% EPS substitution to 30% and 10,04% for the sample with 30% EPS substitution to 40%. FTIR analysis results indicated the presence of Si-O-T (T = Si or Al) at 953,36 cm⁻¹ and 869,91 cm⁻¹, which are the main characteristics of geopolymer structures and an indication of geopolymer framework formation. XRF analysis results showed that geopolymer material using the hydration method on the aggregate had a stronger structure due to high calcium oxide (CaO) and silicon dioxide (SiO2) contents of 32,18% and 45,78%, respectively, which contributed to the improved mechanical performance of geopolymer material in the aggregate hydration method. Meanwhile, XRD analysis results indicated the presence of Quartz, Okenite, and Faujasite-Na minerals in geopolymer lightweight concrete blocks."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rahadjeng
"Telah dilakukan penelitian tentang sintesis senyawa koordinasi inti ganda krom(III)-polipiridil dengan ligan gugus jembatan 4,4'-bipiridin dan pyrazin (L'). Ligan polipiridil yang digunakan adalah 1,10-phenantrolin dan 2,2'-bipiridin (L). Sintesis dilakukan berdasarkan penentuan stoikiometri antara krom(III)-ligan polipiridil-ligan gugus jembatan secara spektrofotometri.
Berdasarkan penentuan stoikiometri, diperoleh perbandingan mol krom(III):L=1:3, yang berarti bahwa rumus molekul senyawa koordinasi krom(III)-L adalah [CrL3]3+. Senyawa koordinasi ini berstruktur rang oktahedral yang mengandung enam ikatan koordinasi antara atom-atom N pada ligan L dengan ion krom(III).
Senyawa koordinasi [CrL2L'2]3+ disintesis melalui subtitusi 4,4'-bipiridin dan pyrazin pada [CrL3]3+. Formula tersebut mempunyai perbandingan mol krom(III):L:L'=1:2;2 yang diperoleh melalui penentuan stoikiometri. Berdasarkan perbandingan stoikiometri ini selanjutnya disintesis senyawa koordinasi [Cr(phen)2(bpy')2]3+ , [Cr(phen)2(pyz)2] 3+, [Cr(bpy)2(bpy')2]3+ , [Cr(bpy)2(pyz)2] 3+
Senyawa koordinasi [CrL2L'2]3+ terbentuk melalui tahapan pembentukan senyawa [CrL2(H2O)L'] 3+ dengan perbandingan mol krom(III):L:L'=1:2:1 yang cukup stabil. Hal ini mengindikasikan bahwa ligan gugus jembatan terikat pada ion krom(III) melalui satu sisi koordinasi, sedangkan sisi koordinasi yang lain masih bebas. Sisi koordinasi yang masih bebas ini mampu mengikat ion krom(III) lainnya sehingga terbentuklah senyawa koordinasi inti ganda.
Senyawa koordinasi inti ganda krom(III) - ligan polipiridil - ligan gugus jembatan disintesis berdasarkan perbandingan mol krom (III):L:L'=2:4:1 ([L2(H2O)CrL'Cr(H2O)L2]6+). Senyawa koordinasi yang disintesis adalah [(phen)2 (H2O) Cr(bpy')Cr(H2O)(phen)2]6+, [(phen)2(H2O)Cr(pyz)Cr(H2O)(phen)2]6+, [(bpy)2(H2O)Cr(bpy')Cr(H2O)(bpy) 2]6+, dan [(bpy)2(H2O)Cr(pyz)Cr(H2O)(bpy) 2]6+.
Karakterisasi senyawa koordinasi hasil sintesis ([CrL3]3+, [CrL2L'2]3+ dan [L2(H2O)CrL'2Cr(H2O)L2]6+ di daerah ultraungu dekat-tampak menunjukkan adanya transisi elektronik dari 4A2g à 4T2g1 4A2g à a4T1g dan 4A29 à b4T19. Hal ini mengindikasikan adanya transisi d-d.
Dari spektrum IR yang diperoleh dapat disimpulkan adanya substitusi ligan gugus jembatan pada senyawa koordinasi [CrL3]3+ mengakibatkan pergeseran puncak serapan. Adanya puncak baru di daerah 400-450 cm-' mengindikasikan adanya vibrasi M-N yang berarti senyawa koordinasi telah terbentuk.
Pola difraksi sinar-X pada senyawa koordinasi hasil sintesis menunjukkan sudut 20 dan intensitas maksimum yang berbeda satu sama lain. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan bidang-bidang hal dalam kristal senyawa-senyawa koordinasi tersebut.

Synthesis and characterization of polynuclear coordination compounds of chrom(III)-polypiridyls with bridging ligands of 4,4'-bipiridine and pyrazine;Synthesis and characterization of polynuclear coordination compounds of chrom(III)-polypiridyls with bridging ligands of 4,4'-bipiridine and pyrazine.
Polynuclear coordination compounds of chrom(lll)-polypiridyls with bridging ligands of 4,4'-bipyridine and pyrazine (l') have been synthesized using 1,10- phenanthroline and 2,2'-bipyridine (L). The compounds were prepared based on the stoichiometry between chrom(lll)-polypiridyls-bridging ligands determined by spectra photometry.
The mole ratio of chrom(lll):polypiridyls ligands was 1:3 which means that the formula of the chrom(lll)-polypiridyls coordination compounds were [Crl3]3+. The,compounds have octahedral structure with six coordination bond which was fanned,through the,N atoms of the L ligands.
The coordination compounds [CrL2L'2]3+ were synthesized by substitution of bridging ligands 4,4'-bipyridine and pyrazin on [CrL3]3+. This formula was determined by the stoichiometry of chrom(III):L:L'=1 :2:2. Based on these results coordination compounds of [Cr(phen)z(bpy'h)3+. [Cr(phen)z(pyz)2]3+, [Cr(bpy)2(bpy'h]3+, [Cr(bpyh(pyz)2]3+ were synthesised. The coordination compounds [CrL2L'2]3+ were formed through the formation step of stable compound [Crl2{H20)L']3+ using mole ratio of chrom(III):L:L'=1:2:1. This results showed that the bridging ligands coordinated chrom(lll) ion only on one side, while the other side was able to coordinate with another chrom(lll) ion to form the polynuclear coordination compounds.
The polynuclear compounds chrom(lll}-polypiridyl ligands-bridging ligands were synthesised with mole ratio chrom(III}:L:L';::2:4:1 {[L2(H20)CrL'Cr(H20)LiJ'"". The compounds were [(phen)2(H20)Cr(pyz}Cr(H20}(phen)2]8+, [ (b py)2(H20)C r(pyz)Cr(H20)(bpy)2]&+. [(phen)2(H20)Cr(bpy')Cr(H20)(phen)iJ&+, [(bpy)2{H20)Cr{bpy')Cr(H20)(bpy)2]6+, Characterization of synthesized coordination compounds [Cr4]3+ , [CrL2L'2]3+, and [L2(H20)CrL'Cr(H20)L2]&+ using UV-VIS spectrum showed the electronic transition 4A2g -7 ~29 , 4A2g -7 a+r1g , 4A2g -7 b"T19 . This result indicates the d-d transition.
From the IR-Spectra, it can be concluded that the substitution of the bridging ligands on to [Cr4]J+ causes peak shift. The formation of a new peak at 400-450 cm·1 were related to M-N vibration which means the coordination compounds were fanned. X-ray diffraction studies of the synthesized coordination compounds show different 29 angles and the maximum intensities. This result indicates the difference in the hkl planes on the crystals.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chiffia Hana Syabina
"Indonesia merupakan negara nomor satu dengan produksi minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) di dunia. Pada proses pengolahan kelapa sawit, tandan kosong, serat, dan cangkang kelapa sawit digunakan sebagai bahan bakar boiler yang menghasilkan produk samping berupa abu sawit. Hal tersebut meningkatkan perlunya pemanfaatan abu sawit sebagai material ramah lingkungan dan berkelanjutan. Geopolimer adalah produk ramah lingkungan yang dihasilkan dari pengolahan limbah industri yang dapat menggantikan semen karena kandungan aluminosilikat yang tinggi. Silika yang tinggi pada abu sawit juga berpotensi dimanfaatkan sebagai campuran larutan aktivator geopolimer. Selain itu, Indonesia juga memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Pengolahan nikel menghasilkan produk samping berupa terak feronikel yang juga sudah luas digunakan sebagai prekursor geopolimer. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik geopolimer yang dihasilkan dengan memanfaatkan abu sawit (POFA) sebagai sumber silika untuk larutan aktivator geopolimer dengan bahan prekursor terak feronikel dibandingkan dengan penggunaan larutan aktivator natrium silikat (Na2SiO3). Komposisi larutan aktivator abu sawit terdiri dari 20.8% POFA, 61.6% air, dan 17.6% NaOH sedangkan larutan aktivator natrium silikat (Na2SiO3) dibuat dengan mencampurkan 44.8% Na2SiO3, 40.2% air, dan 15% NaOH. Pelarutan dilakukan secara manual dalam suhu ruang, kemudian digunakan untuk pencampuran setelah 24 jam. Kedua geopolimer dilakukan pengujian kuat tekan, mampu alir (flowability), waktu pengikatan (setting time), XRD, dan SEM. Geopolimer dengan aktivator abu sawit memiliki karakteristik yang lebih buruk dibandingkan dengan aktivator natrium silikat (Na2SiO3), yaitu dengan kekuatan tekan 28 hari senilai 7.57 MPa, mampu alir (flowability) 56.99%, initial setting time 95 menit dan final setting time 135 menit. Hasil XRD menunjukkan adanya puncak calcium silicate hydrate (C-S-H) dengan intensitas tinggi. Mikrostruktur yang dihasilkan memiliki permukaan kasar dan porous bawaan dari partikel abu sawit serta terdapat fasa ettringite yang mempengaruhi rendahnya kuat tekan yang dihasilkan. Dengan demikian, pemanfaatan abu sawit sebagai campuran larutan aktivator geopolimer tidak menghasilkan karakteristik yang optimum.

Indonesia is the world's number one producer of crude palm oil (CPO) derived from oil palm. In the process of processing palm oil, empty bunch, fibers, and palm kernel shells used as boiler fuel, resulting in a byproduct called Palm Oil Fuel Ash (POFA). This increases the need for utilizing palm ash as an environmentally friendly and sustainable material. Geopolymer is an environmentally friendly product produced from the processing of industrial waste, which can replace cement due to its high content of aluminosilicate. The high silica content in POFA also has the potential to be used as a mixture for geopolymer activator solutions. Furthermore, Indonesia also possesses the world's largest nickel reserves. Nickel processing produces a byproduct called ferronickel slag, which is already widely used as a geopolymer precursor. This research was conducted to determine the characteristics of geopolymer produced by utilizing Palm Oil Fuel Ash (POFA) as a source of silica for geopolymer activator solutions, compared to the use of sodium silicate (Na2SiO3) activator solutions. The composition of the POFA activator solution consists of 20.8% POFA, 61.6% H2O, and 17.6% NaOH, while the sodium silicate activator solution is prepared by mixing 44.8% Na2SiO3, 40.2% H2O, and 15% NaOH. The dissolution is manually conducted at room temperature and then used for mixing after 24 hours. Both geopolymers underwent testing for compressive strength, flowability, setting time, XRD, and SEM. Geopolymer with POFA activator exhibits inferior characteristics compared to sodium silicate activator (Na2SiO3), with a compressive strength after 28 days amounting to 7.57 MPa, flowability of 56.99%, initial setting time of 95 minutes, and final setting time of 135 minutes. XRD results indicate the presence of high-intensity peaks of calcium silicate hydrate (C-S-H). The resulting microstructure has a rough and porous surface inherent to POFA particles, and ettringite phase is also present, which affects the low compressive strength obtained. Thus, the utilization of POFA as a mixture for geopolymer activator solution does not yield optimum characteristics."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Fahira Jatiputro
"Pada penelitian ini, pembentukan geopolimer divariasikan rasio arang tempurung kelapa terhadap abu terbang sebagai sumber aluminasilikat sebesar 0%, 5%, 10%, dan 15%.  Sumber aluminasilikat yang divariasikan kemudian dicampur dengan larutan alkali aktivator yang berupa NaOH dan water glass dengan berbagai suhu yaitu, 30oC (suhu ruang), 40oC, dan 50oC. Karakterisasi yang akan diujikan berupa analisis kuat tekan, analisis komposisi XRF, analisis kristalinitas XRD, dan analisis gugus fungsi FTIR. Kuat tekan terbaik yang dihasilkan bernilai 21,34 MPa dengan rasio bahan baku 85% abu terbang dan 15% arang tempurung kelapa, yang melalui proses pencampuran alkali aktivator pada suhu 40oC. Nilai tersebut lebih tinggi dari sampel semen Portland sebagai sampel kontrolnya yang bernilai 19,42 MPa. Dalam variasi rasio arang tempurung kelapanya, nilai kuat tekan tersebut naik 48% dibanding variasi tanpa arang tempurung kelapa. Sementara dalam variasi suhu pelarutan alkalinya, nilai kuat tekan naik 62% dari pelarutan pada suhu ruang. Hasil analisis XRF menunjukan adanya peningkatan kadar Si dan Al pada sampel geopolimer dibanding bahan bakunya. Hail analisis XRD menunjukan adanya mineral pargasite, kuarsa, girolit, dan biotit pada geopolimer. Sementara hasil analisis FTIR menunjukkan adanya ikatan Si-O/Al-O pada bilangan gelombang 1399,69 dan ikatan Si-O-Si pada bilangan gelombang 1078,67

In this study, the ratio of coconut shell ash to fly ash as a source of aluminasilicate was varied by 0%, 5%, 10%, and 15%. The various aluminasilicate sources were then mixed with an alkaline activator solution in the form of NaOH and water glass at various temperatures, such as 30oC (room temperature), 40oC and 50oC. The characterization that will be tested is in the form of compressive strength analysis, composition analysis of XRF, crystallinity analysis of XRD, and functional groups analysis of FTIR. The best compressive strength is 21.34 MPa with a ratio of 85% fly ash and 15% coconut shell ash, which is mixed with an alkaline activator at 40oC. This value is higher than the Portland cement sample as the control sample which is 19.42 MPa. In the variation of the coconut shell ash ratio, the compressive strength value increased by 48% compared to the variation without coconut shell ash. Meanwhile, with variations in the temperature of the alkaline dissolving, the compressive strength increased by 62% from dissolution at room temperature. The results of the XRF analysis showed an increase in Si and Al levels in the geopolymer samples compared to the raw materials. The results of the XRD analysis showed the presence of pargasite, quartz, gyrolite and biotite minerals in the geopolymer. While the results of FTIR analysis showed the presence of Si-O/Al-O bonds at wave number 1399.69 and Si-O-Si bonds at wave number 1078.67."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rajagukguk, Christian Benedikt
"Geopolimer menjadi topik penelitian yang banyak dipelajari saat ini untuk sebagai bahan baku dalam kontruksi dan infrastruktur kerena lebih ramah lingkungan dibanding semen portland. Abu terbang kelas F yang didapat dari PLTU Paiton dimanfaatkan sebagai prekursor. Sintesis mortar dilakukan dengan teknik aktivasi alkali menggunakan larutan NaOH dan sodium silikat sebagai aktivator. Bahan pengisi serbuk TiO2 ditambahkan dengan variasi 2,5%, 5,0%, hingga 10,0% yang dihitung berdasarkan berat prekursor. Pembuatan mortar dilakukan dengan mencampurkan prekursor dan pengisi TiO2 dengan larutan aktivator. Pasta yang diperoleh kemudian di cetak menggunakan cetakan berbentuk kubus dengan ukuran sisi 5 cm. Pasta akan dibiarkan mengeras selama 24 jam, lalu akan dirawat pada oven selama 24 jam pada temperature 60 oC. Setelah itu, mortar akan di rawat selama 7 hari pada temperatur ruang. Mortar akan diuji kekuatan tekannya dan dikarakterisasi menggunaan SEM-EDS. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa penambahan TiO2 pada geopolimer berpengaruh pada waktu ikat dan kekuatan tekan mortar. Waktu ikat pasta mengalami peningkatan seiring dengan penambahan TiO2. Penambahan TiO2 juga berpengaruh pada kuat tekan geopolimer, dimana penambahan pengisi TiO2 dapat menurunkan kuat tekan. Penambahan serbuk TiO2 sebanyak 2,5%. 5,0%, dan 10,0% dapat menurunkan kuat tekan sebesar 28,3%, 44,8%, dan 0,6%.

Geopolymer is a research topic that is currently being studied a lot as a raw material in construction and infrastructure because it is more environmentally friendly than Portland cement. Class F fly ash obtained from PLTU Paiton is used as a precursor. Mortar synthesis was carried out using an alkali activation technique using NaOH and sodium silicate solutions as activators. TiO2 powder filler is added with variations of 2,5%, 5,0%, and 10.0% which is calculated based on the weight of the precursor. Mortar is made by mixing TiO2 precursor and filler with activator solution. The paste obtained is then molded using a cube-shaped mold with sides measuring 5 cm. The paste will be pre-cured for 24 hours, then it will be cured in the oven for 24 hours at a temperature of 60 oC. After that, the mortar will be cured for 7 days at room temperature. The mortar will be tested for compressive strength and characterized using SEM-EDS. The data obtained shows that the addition of TiO2 to geopolymer has an effect on the setting time and compressive strength of the mortar, where paste setting time increased with the addition of TiO2. The addition of TiO2 also affects the compressive strength of the geopolymer, where the addition of TiO2 filler can reduce the compressive strength. Addition of 2,5%, 5.0%, and 10.0% TiO2 powder on geopolymer can reduce compressive strength by 28,3%, 44,8% and 0,6%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Hadi
"Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan yang dapat mencapai targetnya, tanpa mengabaikan kemampuan masa depan untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Konsep ini secara langsung berkaitan dengan isu lingkungan, dimana pembangunan ekonomi harus juga memperhatikan aspek lingkungan dari pembangunan tersebut. Produksi semen portland sedang dalam pengawasan kritis sebagaimana terbentuknya karbon dioksida. dalam jumlah besar sebagai hasil samping produksinya. Hal ini menuntut para ilmuwan dan engineer untuk mencari cara untuk mengurangi kadar karbon dioksida di udara, misalnya dengan mengurangi penggunaan semen dalam konstruksi.
Beton geopolimer adalah beton yang terbentuk dari material geopolimer sebagai bahan sehingga sepenuhnyamengganti penggunaan semen sebagai bahan pengikat. Material geopolimer dalam penelitian ini menggunakan bahan dasar abu dasar (bottom ash), dimana bahan tersebut sebagai limbah B3 berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 13 Tahun 1999 dan PP No. 85 Tahun 1999. Penggunaan abu dasar sebagai bahan konstruksi merupakan salah satu upaya untuk menetralisir kadar limbah dalam abu dasar, sahingga dapat digunakan kembali dan memiliki nilai jual.
Parameter yang akan diteliti adalah kuat tekan dan kuat tarik dari beton geopolimar, serta ketahanan asam material geopolimer terhadap serangan asam. Berdasarkan penelitian, ditemukan bahwa kuat tarik baton geopolimer dapat mancapai dua kali lebih besar dan kuat tekanannya. Serta perendaman sampel geopolimer dalam larutan HCl 37% selama 7 hari memperlihatkan penurunan kuat tekan yang kecil.

Sustainable development is process of developing that meels the needs of present without compromising the ability of future generation to meet their own needs. This concept directly related to environmental issues, where emnomical development should also consider environmental aspect as well. The production of portland cement are under critical review due to high amount carbon dioxide released as cement by-product. This issue encourages scientist and engineer to find ways to reduce carbon dioxide amount in air, i.e. reducing the usage of portland cement in construction.
Geopolymer concrete is concrete which formed by geopolymer material as a binder and mineral aggregate as inclusion, thus replace cement portland entirely as concrete binder. Geopolymer material used in this research are bottom ash, which classified as a dangerous waste material stated by Indonesian government in Peraturan Pemerintah (PP) No. 18 Tahun 1999 and PP No. 85 Tahun 1999. The usage of bottom ash as construction material is to find ways to neutralize dangerous contents of bottom ash, thus can be reusable.
Parameters to be researched are compressive strength and tensile strength of geopolymer concrete, and also acid resistance ability of geopolymer. By this paper, we shall know that tensile strength of geopolymer concrete are able to reach out twice of it's compressive strength. Soaking geoplymer sample in HCI 37 % in 7 days shows small defect in compressive strength.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S35240
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septian Rahmat Adnan
"Lapisan tipis Barium Zirkonium Titanat (BaZrxTi1-xO3) dengan doping lantanum telah berhasil ditumbuhkan diatas substrat Pt/Si denga metode sol gel yang dilanjutkan dengan spin coating. Proses yang dilakukan dalam pembuatan lapisan tipis terdiri dari tiga tahap yaitu, pembuatan larutan, proses spin coating, dan proses annealing. Beberapa parameter ditetapkan untuk mendapatkan optimalisasi proses pembuatan lapisan tipis yang meliput jenis substrat, jumlah lapisan, dan temperatur annealing. Optimalisasi didapatkan pada lapisan tipis yang tumbuh pada susbtrat Pt/Si dengan temperatur annealing 800°C. Tingkat kekristalan dan polarisasi listrik spontan optimal pada lapisan tipis BZT didapatkan pada komposisi BaZr0.1Ti0.9O3. Pada variasi jumlah mol dopan didapatkan polarisasi listrik spontan optimum pada 1% mol dopan dengan nilai polarisasi listrik spontan 25 μC/cm2.

Barium Zirconium Titanate thin films (BaZrxTi1-xO3) doped by lanthanum have been developed in Pt/Si substrates by using sol gel method followed by spin coating. Process was done by three steps which are solvent preparation, spin coating, and annealing process. Optimum parameters were done by varying substrate, quantity of layers, and annealing temperature. The optimum parameters of BZT thin film was found on 800°C for temperature of annealing process, the optimum crystalline film and electrical spontaneous polarization was found on BaZr0.1Ti0.9O3 and doped by 1% mol of lanthanum."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1925
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Septian Rahmat Adnan
"ABSTRAK
Model dinamis Landau Khalatnikov di gunakan untuk mempelajari energi bebas Gibbs
dan kurva histeresis lapisan tipis Barium Zirkonium Titanat (BZT) dengan doping Lantanum dan
Indium. Model statis Landau Devonshire juga di pelajari dengan bahan yang sama. Hasil model
digambarkan dan dianalisis menggunakan pogram Delphi 6 buatan mandiri yang dijalankan pada
Windows. Kedua hasil model dibandingkan dengan kurva hasil eksperimen yang diukur
menggunakan rangkaian Sawyer-Tower. Hasil kesesuaian model dan eksperimen di tunjukan
oleh R-Weighted Pattern (Rwp), yang merupakan perhitungan satistik untuk menunjukan
kesalahan. Beberapa parameter seperti frekuensi, amplitudo medan listrik dan faktor skala
divariasikan untuk merubah model secara halus. Hasil menunjukan nilai Rwp kurang dari 10%
menunjukan model cukup memuaskan.

ABSTRACT
Dynamic Landau Khalatnikov model is utilized to study Gibbs free energy and hysteresis
curves of Barium Zirconium Titanate (BZT) thin films doped by Lanthanum and Indium. The
static Landau-Devonshire was also explored for the same cases. The model is plotted and
analysed using home made Delphi 6 program running on Windows platform. Both model is the
compared with the experimental hysteresis curves which were measured by using Sawyer-Tower
circuit. The matching of the model and experiment is indicated by R-Weighted Pattern (Rwp),
which is a statistical number to indicate the discrepancy. By varying the adjustable parameters
such as frequency, energy amplitude and scale factor to model was slowly modified. The results
showed that Rwp was less than 10% that indicates the model is satisfactory."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T39126
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Estuti Budimulyani
"Senyawa lingkar diamine,5,5,7 trimetyl-1,4 diazepane,
tmdz, dapat dibuat melalui reaksi reduksi senyawa 5,7,7,
trimetyl-2,3,6,7-tetrahydro-1H-1, 4 diazepin (thd) oleh senyawa
boron hidrida dalarn pelarut metanol.
Senyawa thd mi dibuat dengan cepat dari reaksi antara
ethadiamin dengan 4-metilpent--3-en-2-on (mpo).
Tetapan kesetimbangan dari senyawa kompleks Ni (tmdz) 2 dan
Cu (tmdz) 2 diperoleh dari garam Nikel (II); Tembaga (II)
Perkhlorat yang direaksikan dengan senyawa tmdz yang telah
diisolasi dalam suasana sedikit asam.
Dari kesetirnbangari ion kornpleks H (tmdz) 22 M2+2tmdz
(H = Ni/Cu), ditentukan konsentrasinya massing-masing species
untuk memperoleh harga tetapan kesetimbangannya
Dari hasil pengukuran dengan menggunakan spektrofoto
meter UV-Vjs., ternyata tetapan kesetimbangan penguraiannya sangat kecil atau tetapan kesetimbangan pembentukannya sangat
besar. -
Hal mi menunjukkan bahwa senyawa kompleks yang terbentuk
cukup stabil. Reaksi kimia
Ni (tmdz) 2 Ni+ 2 tmdz
Cu (tmdz) 2 Cu2 + 2 tmdz
Dari hasil penelitian mi juga diketahui hanya satu tetapan
kesetirnbangan penguraian bagi kedua senyawa tersbut.
Pada percobaan mi dengan membuat variasi konsentrasi
ligan yang semakin besar, sedang konsentrasi ion pusat tetap
diperoleh konsentrasi ion-ion Ni dan ion-ion Cu yang
bebas di dalam larutan semakin kecil.
Untuk menentukan kemurnian ion kompleks Cu(tmdz)22+
dan Ni(tmdz) 2 dilakukan dengan analisa gravimetni"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1995
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>