Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195842 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Rani
"Pajanan bising di tempat kerja merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi terjadinya penurunan fungsi pendengaran seseorang. PT. Indomobil Suzuki International (PT. ISI) Plant Cakung sebagai salah satu perusahaan swasta yang bergerak di bidang otomotif khususnya dalam memproduksi dan merakit komponen-komponen engine kendaraan roda dua dan roda empat dalam jumlah yang besar setiap harinya, tidak terlepas dari pajanan bising akibat penggunaan mesin mesinindustri yang mengeluarkan bising dalam setiap proses produksi.
Section Produksi Assembling (2W) merupakan salah satu section di PT. ISI Plant Cakung yang memiliki pajanan bising yang berpotensi menimbulkan gangguan pendengaran pada pekerjanya. Berdasarkan data pengukuran kebisingan ruang kerja Bulan Maret tahun 2008, beberapa area kerja di section ini, khususnya area pencucian crank case Assembling Line 1 dan Sub Assy Crank Shaft memiliki tingkat bising > 85 dBA. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melihat dosis pajanan bising harian yang diterima pekerja dan keluhan pendengaran yang dirasakan pekerjaselama bekerja di section tersebut.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif dengan menggunakan desain studi cross sectional dan dilakukan di PT. ISI Plant Cakung khususnya di section produksi Assembling (2W), yang berlokasi di Jl. Raya Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur dan dilaksanakan pada bulan Mei tahun 2008 selama 1 bulan. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja yang terlibat secara langsung dalam proses perakitan komponen engine kendaraan bermotor roda dua yaitu operator perakitan di Assembling Line 1, 2, 3, 4, dan Sub Assy Crank Shaft,dengan besar sampel sebanyak 146 orang.
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengukuran dosis pajanan bising pada pekerja, yang secara langsung dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan alat ukur Noise Dosimeter Quest-400 dan pembagian kuisioner kepada pekerja yang telah dinyatakan sebagai sampel penelitian. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini berupa gambaran umum PT. ISI Plant Cakung beserta alur proses produksi dan deskripsi lokasi penelitian, aktivitas kerja, waktu kerja, shift kerja, dan jumlah pekerja secara keseluruhan, yang diperoleh dari dokumen tertulis dan Indomobil Suzuki Operational Standard (ISOS) yang terdapat di Section Produksi Assembling (2W).
Dari hasil penelitian diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu nilai dosis pajanan bising harian pada seluruh sampel pekerja yang diukur, melebihi 100 %. Terdapat sekitar 21,9 % pekerja yang dijadikan sebagai sampel penelitian, mengalami keluhan pendengaran subjektif. Jenis keluhan pendengaran yang secara subjektif sering dirasakan oleh pekerja adalah telinga berdenging, kesulitan berkomunikasi baik secara langsung maupun melalui telepon, dan perbedaan persepsi daya dengar antara sebelum dan sesudah bekerja. Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya keluhan pendengaran yang dirasakan pekerja pada masing-masing area kerja adalah usia dan masa kerja. Saran-saran yang dapat diberikan peneliti dalam menurunkan kejadian keluhan pendengaran pada pekerja akibat pajanan bising ini adalah dengan menerapkan Program Pemeliharaan Pendengaran (Hearing Conservation Programme)."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Johan Mediawanto Limaksana
"Latar Belakang: Adanya sumber bising di tempat kerja tidak bisa dihindari. Dampak kesehatan yang paling menonjol adalah gangguan pendengaran/tuli yang merupakan penyakit akibat kerja yang seharusnya dapat dicegah. Deteksi dini dengan melakukan pemeriksaan audiometri secara rutin pada high risk worker, merupakan salah satu kunci dalam mencegah terjadinya penyakit akibat kerja ini.
Metoda: Cross sectional dengan jumlah sampel 114, membandingkan data hasil audiometri Desember 2011 dengan audiometri Desember 2013 pada medical check up, serta data dari Tim P2K3 berupa data pajanan bising, jenis APD, ketaatan APD dan program pemeliharaan mesin.
Hasil:. Didapatkan korelasi cukup kuat peningkatan ambang dengar tahun 2011 dan 2013 (uji Spearman p < 0.001, r + 0.486 pada telinga kanan dan + 0.598 pada telinga kiri). Prevalensi peningkatan ambang dengar tahun 2011-2013 adalah 63.2%, dengan tipe unilateral lebih banyak (65.3%). Secara umum besar peningkatan ambang dengar adalah 5 dB (73.6%). Peningkatan ambang dengar ≥ 10 dB sebanyak 44% pada tipe bilateral, dan 17% pada tipe unilateral. Pada telinga kanan besar peningkatan ambang dengar antara 5 - 45 dB dan pada telinga kiri antara 5 - 35 dB. Faktor bidang okupasi dan non okupasi tidak didapatkan hubungan yang bermakna pada penelitian ini. Faktor Kesesuaian APD, Ketaatan APD dan maintenance mesin tidak dapat dianalisis lebih lanjut karena mempunyai kesamaan data.
Kesimpulan: Terdapat 63.2% pekerja terpajan bising mengalami peningkatan ambang dengar selama tahun 2011-2013, tetapi tidak didapatkan hubungan bermakna antara peningkatan ambang dengar dengan faktor-faktor yang terkait.

Background : It is undeniable that there are sources of noise in the working area. The effects that is commonly seen are hearing loss/deafness that is considered as a occupational disease which actually can be prevented. Early detection using audiometry examination routinely on high risk worker, is an important key in preventing the occupational disease.
Methods : Cross-sectional method was used with 114 samples that compares the audiometry data from December 2011 to December 2013 from medical check up, and data from the P2K3 company team that is noise-exposure data, PPE types, PPE obedience and machine service programme.
Results: There is a moderate correlation between an increased hearing threshold in the year 2011 and 2013 (Spearman test p<0.001, r+0.486 on the right ear and +0.598 on the left ear). The prevalance of the increased in hearing threshold from the year 2011-2013 is 63.2% with the unilateral type is higher (65.3%). Commonly the amount of deviation of the hearing threshold is 5 dB (73.6%). An increased in the hearing threshold of ≥ 10 dB is 44% on bilateral type, and 17% on unilateral type. On the right ear the hearing threshold increased between 5-45dB and left ear between 5-35 dB. There is no significance relationship between occupational and non-occupational factors in this research. PPE acceptance factor, PPE obedience and machine maintenance couldnot be analyze any further because they have a similar data.
Conclusion: There were 63.2% workers that had increased in hearing threshold around the year 2011 and 2013, but there is no significance relationship between the increased hearing threshold and the factors associated.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Yani
"Latar belakang dan lingkup penelitian : Gangguan pendengaran akibat bising merupakan masalah utama dan menempati jumlah yang paling banyak pada penyakit akibat kerja. Data kepustakaan menunjukkan bahwa frekuensi 4 KHz merupakan frekuensi yang paling peka terhadap pengaruh kebisingan. Diperkirakan frekuensi ini dapat memberikan gambaran awal gangguan pendengaran yang berhubungan dengan kebisingan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gejala dan tanda gangguan pendengaran akibat bising yang berhubungan dengan frekuensi 4 KHz serta analisis mengenai faktor faktor yang berhubungan.
Metode penelitian : Penelitian dilakukan dengan desain kasus kontrol pada pekerja pabrik sepatu PT "X" Tangerang Indonesia yang memiliki data audiometri. Analisis dilakukan dengan menggunakan data sekunder mengenai audiometri dan status kesehatan dan hasil pemeriksaan berkala sedangkan pengetahuan, sikap dan perilaku responden didapat dengan menggunakan kuesioner.
Hasil : Didapatkan bahwa faktor yang berhubungan dengan peningkatan ambang dengar pada frekuensi 4 KHz. adalah, umur pekerja (OR=5,67; CI95% =1,96 - 16,40; p=4,041) dan kebiasaan merokok (aR=3,57;CI95% 1,27-10,03;p,02). Didapatkan juga bahwa pekerja yang mempunyai hobi yang berhubungan dengan kebisingan justru mempunyai risiko lebih kecil dibandingkan dengan pekerja yang tidak mempunyai hobi yang berhubungan dengan kebisingan (OR=0,10;CI95% 0,019-0,541; p = 0,007). Gejala telinga berdenging didapatkan dengan frekuensi yang sama pada kelompok kasus dan kelompok kontrol. Faktor-faktor lain yang juga diteliti ternyata tidak mempunyai hubungan yang bermakna secara statistik dengan peningkatan ambang dengar pada frekuensi 4 KHz seperti, jenis kelamin (p=0,77), penyakit yang berhubungan dengan pendengaran (p=1,0), riwayat hipertensi (p=0,67), pemakaian alat pelindung telinga (APT) (p=0,66), Pengetahuan, sikap, perilaku (p=4l,71) dan lingkungan tempat tinggal (p = 0,39), Kebijakan perusahaan ( p = 0,83) serta hipertensi (p = 0,83).
Kesimpulan : Peningkatan ambang dengar pada frekuensi 4 KHz.akibat bising pada penelitian ini berhubungan dengan umur, hobi yang berhubungan dengan kebisingan dan kebiasaan merokok. Didapatkan faktor risiko yang lebih kecil untuk peningkatan ambang dengar frek 4 KHz, pada pekerja yang mempunyai hobi yang berhubungan dengan kebisingan disebabkan pengetahuan, sikap dan perilaku tentang kebisingan yang lebih baik. Penelitian ini perlu dilanjutkan untuk mendapatkan cara deteksi dini ketulian akibat bising.

Background and objectives: Noise induced hearing disorder is the prominent problem and the most prevalent of occupational diseases. Some studies show that 4 KHz is the most sensitive frequency to be affected by noise. It is expected that 4 KHz frequency threshold shift will be able to represent noise related hearing disorder. This study is aimed at recognizing sign and symptom of noise related hearing disorder and determining its related factors.
Methods: using case control design in workers at shoe factory ?X?, Tangerang, Indonesia who have audiogram, carried out the study. Medical record of annual medical examination were used to obtain audiometric and health status as secondary data. Meanwhile the knowledge about, attitude to, and behavior towards occupational noise of respondents were obtained by using questionnaire.
Result : Determinant factors of noise induced hearing disorder with hearing threshold more than 25 dB at 4 KHz frequency which are statistically significant are age of the workers (OR 4,894 C195% 1.84 - 12.96), and smoking habit (OR=3,57; C195% =1,27-10,03). The workers who have noise related hobby activities have a less risk to get 4 KHz frequency threshold shift (OR 0.10; Cl 95 % 0,03 - 0.85). Both the case and the control group have complained tinnitus. The percentage of subject who was complained tinnitus were no difference between the cases and the controls. The study found that another factors have no statistically significant difference including gender (p = 0.76), hearing impairment related disease (p = 1.0), hypertension history (p = 0.67), the use of personal protection equipment (p = 0,661), the knowledge about, attitude to, behavior towards occupational noise (p = 0.708), settlement environment (p = 0.39), company's policy (p =0.83), and hypertension (p = 0.83).
Conclusion: Noise induced hearing disorder related to 4 KHz frequencies has significant association with age, smoking habit and noise related hobby activities. Probably, due to better in knowledge about, attitude to, and behavior towards occupational noise of the workers who have noise related hobby activities tend to be less risk to get 4 KHz frequency threshold shy? then those who have no this hobby. The research should be continued to find the effective way in early detection of noise related hearing disorder.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16192
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusianawaty Tana
"Ruang lingkup penelitian ini adalah gangguan pendengaran yang berhubungan dengan pajanan bising di lingkungan kerja, bertujuan untuk meningkatkan pengetrapan kesehatan dan keselamatan kerja di perusahaan pelapisan kayu lapis PT X. Rancangan penelitian berupa studi intervensi, dimana identifikasi masalah dikumpulkan melalui pengamatan dan wawancara.
Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya beberapa faktor di lingkungan kerja yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi tenaga kerja yaitu faktor bising, panas, penerangan, getaran mekanis, debu kayu, zat kimia dan fisiologi kerja. Dengan menggunakan kriteria matriks, faktor bising mendapat prioritas pertama untuk diteliti lebih lanjut.
Hasil pengukuran intensitas bising di bagian genset adalah 97,5 - 102,2 dBA, sawmill 84,9 - 108,2 dBA dan heating floor 86,1 - 98,5 dBA. Dari hasil pemeriksaan telinga dan pemeriksaan audiometri terhadap 22 orang tenaga kerja yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di tiga bagian tersebut diperoleh 7 orang ( 31,81 % ) menderita noise induced hearing loss (NIHL ), 13,6 % dengan keluhan tinitus dan 36,36 % dengan keluhan penurunan daya dengar sementara. Pada uji statistik hanya umur yang mernpunyai hubungan bermakna terhadap NIHL ( p < 0,05 ), sedangkan lama kerja, sikap dan perilaku tidak ( p > 0,05 ).
Cara intervensi yang dilaksanakan ditetapkan berdasarkan kriteria matriks yaitu berupa penyuluhan mengenai bising dan alat pelindung telinga, serta pemberian sumbat telinga. Hasil intervensi yang dilakukan terlihat mempunyai hubungan berrnakna terhadap perubahan perilaku terhadap tenaga kerja ( p < 0,05 ).

The scope of this study is hearing disorder related noise int he workplace, as an effort to increase health and safety in plywood industry PT X. The design used in this study is intervention study, problem were indentified throught observations and questioners.
The result showed that noise,heat, lighting, mechanical vibration, wood dust, chemicals and work physiology had influenced the worker's health. Using matrix criteria, noise had first priority to be studied. the resulth of noise's intensity in genset was 97,5-102,2 dBA, sawmill was 84,90108,2 dBA and heating floor was 86,1-98,5dBa. Audiometry examination showed that 7 (31,81%) from 22 persons had noise induced hearing loss (NHL), 13,6% complained about tinitus and 36,36% Complained temporary thershold shift.
Statistical test showed only age influence NHL significantly (p<0.05), but work time, perception, behaviour did not.
Intervention was chosen by using matrikx criteria. The intervetion were education about noise and ear protectors, and giving earplugs to workers at these area. The statistical test showed that education and using earplugs had influenced workers behaviour significantly (p<0.05).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Primus Mitaran
"Gangguan pendengaran akibat bising masih menjadi masalah kesehatan baik di dunia maupun Indonesia. Data WHO 2005 melaporkan bahwa 278 juta 4.2 penduduk dunia mengalami gangguan pendengaran, 50 di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Tingkat kebisingan di pelabuhan udara El Tari Kupang tahun 2010 mencapai 92,2 dB pada pagi hari dan 95,2 dB pada siang hari. Pada tahun 2011 tingkat kebisingan di area apron atau area udara mencapai rata-rata 90,48dB dengan interval 74,5-120 dB dan di area terminal rata-rata 89,2 dB. Pada tahun 2013 mencapai 91,5 dB di area apron dan 97,2 dB di ruangan check in, di ruangan keberangkatan mencapai 97 dB Data Tahunan KKP Kupang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat kebisingan dengan gangguan pendengaran pada pekerja di pelabuhan udara El Tari Kupang. Penelitian ini dilakukan menggunakan desain studi cross sectional analitik. Populasi studi pada penelitian ini adalah pekerja berjenis kelamin laki-laki yang bekerja pada perusahaan ground handling di pelabuhan udara El Tari Kupang tahun 2016. Hasil penelitian menemukan prevalensi gangguan pendengaran sensorineural pada pekerja di pelabuhan udara El tari Kupang sebesar 39,5.
Hasil estimasi risiko menemukan PR=1,80: 95 CI 1,01-3,19 artinya risiko gangguan pendengaran sensorineural pada pekerja ground handling yang terpapar tingkat kebisingan > 85 dBA 1,80 kali dibandingkan dengan pekerja ground handling yang terpapar tingkat kebisingan le; 85 dBA selama 8 jam TWA sehari di pelabuhan udara El Tari Kupang.
Kesimpulan: ada perbedaan risiko kejadian gangguan pendengaran antara pekerja yang terpapar tingkat kebisingan > 85 dBA dengan pekerja yang terpapar tingkat kebisingan le; 85 dBA selama 8 jam TWA sehari. Upaya pencegahan penting dilakukan yaitu mewajibkan semua pekerja menggunakan APD ear plug atau ear muff terutama yang bekerja di area apron pelabuhan udara El Tari Kupang.

Noise induced hearing impairment remained a health issue in Indonesia and the world. WHO 2005 reported 278 million 4.2 of the world population suffered from hearing impairment, 50 of them lives in South East Asia including Indonesia. In 2010, the noise level in El Tari airport of Kupang reached 92.2 dB in the morning and 95.2 dB in the noon time. In 2011, the noise level within the apron area or the air area reach the average of 90.48 dB with the interval of 74.5 ndash 120 dB and within the terminal area it reached the average of 89.2 dB. In 2013 the figure reached 91.5 dB within the apron area and 97.2 dB within the check in area, while within the departure area it reached 97 dB. Kupang Port Health Office, Annual Reports.
This research aims to find out the relationship between the noise level and the noise induced hearing impairment amongst the workers of El Tari airport in Kupang. The research applied cross sectional analytical design study. The study population of this research is male workers who works for the ground handling companies of El Tari airport in Kupang in 2016. The research found that the prevalence of sensorineural hearing impairment within the workers of El Tari airport in Kupang is 39.5.
The risk estimation result showed PR 1,80 95 CI 1,01 3,19. It means that the risk of suffering from sensorineural hearing impairment within the ground handling workers with the noise level exposure of more than 85 dB is 1.80 times compared to those with less or equal to 85 dBA noise level exposure for 8 TWA hours a day in the airport.
Conclusion there is a difference in the risk of suffering from sensorineural hearing impairment between the workers exposed to more than 85 dBA noise level and those exposed to less or equal to 85 dBA noise level per 8 TWA hours a day. It is crucial to take prevention efforts as in obliged the workers especially those working within the apron area of El Tari airport to use self protection devices ear plug or ear muff during their working hours within the apron area.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T47209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yonathan Winata
"Pendahuluan: Pajanan bising yang didapat dari penggunaan headset pada pekerja operator call center dapat dilihat dari hasil pemeriksaan Distortion Product Otoacoustic Emissions. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor individu dan faktor pekerjaan yang berperan terhadap profil gangguan pendengaran pada pekerja operator call center kantor pelayanan pajak di Jakarta.
Metode: Studi potong lintang ini dilakukan pada 94 pekerja operator call center kantor pelayanan pajak yang berlokasi di Jakarta. Data sosiodermografi, faktor individu, dan faktor pekerjaan diperoleh menggunakan kuesioner, hasil pemeriksaan DPOAE berdasarkan data sekunder hasil pemeriksaan Medical Check Up berkala yang dilakukan oleh klinik X.
Hasil Didapatkan proporsi DPOAE abnormal pada operator call center di kantor pelayanan pajak pada frekuensi 2000Hz (l , 1%), 4000 Hz (1 , 1%), 6000 Hz (6,38%), frekuensi 8000 Hz (10,63%), frekuensi 10000 Hz (14,89%), dan frekuensi 12000 Hz (46,8%). Analisis bivariate didapatkan hasil bermakna pada variabel lama kerja dengan DPOAE pada frekuensi 8000Hz (p=0,020), IOOOOHz (p=0,048), durasi penggunaan headset pada frekuensi 8000Hz (p=0,025), dan volume headset pada frekuensi 6000 Hz (p=0,028).
Kesimpulan: Lama kerja, penggunaan headset lebih dari 4 jam/hari, dan volume headset >60% dari volume maksimal dapat meningkatkan risiko terhadap hasil pemeriksaan DPOAE abnormal.

Background: Noise exposure obtained from the use of a headset on call center operator workers can be seen from the results of the Distortion Product Otoacoustic Emissions examination. This study aims to analyze individual factors and occupational factors that play a role in hearing loss profiles in call center operator operators in tax service offices in Jakarta.
Methods: This cross-sectional study was conducted on 94 call center operators operating in tax service offices located in Jakarta. Sociodermographic data, individual factors, and occupational factors were obtained using a questionnaire. DPOAE examination results are based on secondary data from the results of regular Medical Check Up examinations conducted by clinic X.
Results: Proportion of abnormal DPOAE found at frequency 2000Hz ( I . I%), 4000 Hz (I . I%), 6000 Hz (6.38%), 8000 Hz (10.63%), 10000 Hz (14.89%), and 12000 Hz (46.8%). Results of bivariate analysis obtained significant results on the variable length of work with DPOAE at 8000Hz (p = 0.020), I OOOOHz (p = 0.048), the duration of using a headset at 8000Hz (p = 0.025), and the volume of the headset at 6000 Hz (p = 0.028).
Conclusion: Length of work, use of a headset for more than 4 hours I day, and headset volume> 60% of the maximum volume can increase the risk of abnormal DPOAE examination results.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Subagio
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58445
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eriza
"ABSTRAK
Pelajar sekolah menengah dengan rentang usia 6-19 tahun diperkirakan telah mengalami gangguan pendengaran akibat penggunaan PLDs. Penggunaan PLDs sendiri apabila didengarkan pada volume yang tinggi dan digunakan dalam waktu yang lama akan menyebabkan gangguan pendengaran dan komunikasi verbal. Untuk menilai sensibiltas saraf pendengaran dapat dilakukan dengan pemeriksaan distorssion product otoacouatic emission (DPOAE) dan audiogram. Komunikasi verbal dinilai dengan pemeriksaan audiometri tutur. Gangguan sensibilitas saraf pendengaran dilihat dari hasil signal to noise ratio (DPOAE) dan audiometri nada murni ≥25 dB. Gangguan fungsi komunikasi verbal apabila speech recognition treshold (SRT) ≥30 dB. Penelitian potong lintang ini dilakukan di SMU Negeri di Jakarta pada bulan Oktober 2013, melibatkan 96 percontoh pengguna PLDs. Kemudian dilakukan pemeriksaan DPOAE, audiometri nada murni dan audiometri tutur. Sebanyak 27,2% mengalami gangguan sensibilitas saraf pendengaran. Didapatkan 6,3 % mengalami gangguan komunikasi verbal. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara jenis kelamin, jenis earphone, besarnya intensitas dan lama pemakaian terhadap terjadinya gangguan sensibilitas saraf pendengaran. Namun dengan melihat nilai Odds Ratio pada pemakaian earphone jenis earbud memiliki resiko 3,69 kali mengalami gangguan pendengaran dan apabila mendengarkan pada 8-14 jam setiap minggu nya memiliki resiko 3,08 kali mengalami gangguan sensibilitas saraf pendengaran. Kelemahan penelitian ini pada desain penelitian , validasi output dan kurang dieskplornya faktor-faktor lain yang turut berperan dalam memengaruhi terjadinya gangguan pendengaran. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mencari faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya gangguan sensibilitas saraf pendengaran dan hubungannya terhadap terjadinya gangguan pendengaran.

ABSTRACT
High school students with the age range of 6-19 years old are assumed to suffer from hearing impairment from using PLDs. The usage of PLDs with high volume in long term will cause hearing and verbal communication impairments. Distorssion product otoacoustic emission (DPOAE) examination and pure tone audiometry can be used to evaluate the hearing organ function. Verbal communication function can be evaluated with speech audiometry examination. Hearing impairment is seen from the result of DPOAE signal to noise ratio and hearing threshold ≥25 dB. Communication impairment is seen from speech recognition test (SRT) ≥30 dB. This cross sectional study was conducted in the 70 General High School in October 2013, involving 96 samples using PLDs All samples had DPOAE, pure tone and speech audiometry examinations. (27,2%) had hearing impairments, in which (6,3%) had verbal communication impairments. There were no significant correlation between sex, earphone types, intensity and usage duration with the decrease of sensibility hearing impairment. Although by assessing Odds Ratio value, the usage of earbud type earphone increases the risk of hearing impairment by 3,69 times and duration of 8-14 hours every week has 3,08 higher risk of hearing impairment. The weaknesses of this study are the study design, validation output of PLDs and other factors contributing in causing hearing impairment were not explored. Further study is required to seek the factors contributing in causing hearing impairment from noise and its correlation with the occurrence of hearing impairment."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendarto Hendarmin
Jakarta: UI-Press, 1992
PGB 0237
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Sumardji Adikusumo
"Kebisingan yang terjadi di lingkungan kerja merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian yang memadai demi untuk kesehatan para pekerja. Karena seperti kita ketahui bahwa alat pendengaran manusia mempunyai batas-bataa tertentu yang masih dapat ditoleransikan jika menghadapi kebisingan. Jika batas ini dilampaui, maka akan berakibat terjadinya gangguan pendengaran.
Jika telinga mengalami gangguan, salah satu akibatnya adalah sulit berkomunikasi, sehingga akan berakibat menurunkan produktivitas kerja. Tujuan dari penelitian ini ada 1ah untuk mergetahui apakah kebisingan 1ingkungan kerja berpengaruh terhadap terjadinya gangguan j apakah masa kerja berpengaruh terhadap terjadinya gangguan pendengaran karena kebisingan 1ingkungan kerja; apakah pemakaian alat pelindung telinga berpengaruh terhadap terjadinya gangguan pendengaran karena kebisingan 1 ingkungan kerja.
Untuk maksud tersebut, di1akukan penelitian lapangan dengan rancangan studi komparatif. Penelitian ini dilakukan di pabrik keramik Tanah Agung Malang, dengan mengambi1 dua lokasi pengambilan sampel, yaitu di ruang disel yang terpapar oleh kebisingan yang tingkat kebisingannya lebih besar dari S5 dB dan di ruang non disel yang terpapar oleh kebisingan yang tingkat kebisingannya lebih keci1 dari 85 dB. Sebagai subyek penelitian adalah semua pekerja yang bekerja di pabrik keramik Tanah Agung Malang yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam penelitian ini.
Cara pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan alat ukur dan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Alat ukur yang digunakan adalah Sound Level Meter untuk mengukur tingkat kebisingan dan Audiometer untuk mengukur derajat gangguan pendengaran.
Teknik analisis yang digunakan adalah ana 1isis persentasi, digunakan untuk analisis terhadap distribusi frekuensi dan analisis Chi-kuadrat, untuk mengetahui pengaruh kebisingan 1ingkungan kerja, masa kerja dan pemakaian slat pelindung telinga terhadap terjadinya gangguan pendengaran.
Dari hasil analisis didapatkan bahwa kebisingan 1ingkungan kerja berpengaruh terhadap gangguan pendengaran, masa kerja berpengaruh terhadap terjadinya gangguan pendengaran karena kebisingan lingkungan kerja, pemakaian alat pelindung telinga berpengaruh terhadap terjadinya gangguan pendengaran karena kebisingan lingkungan kerja.
Dengan demikian untuk menanqgulangi bahaya kebisingan di 1ingkungan kerja, perlu digalakkan penggunaan alat pelindung telinga. Selain itu sebaiknya dilakukan pemeriksaan audiometri secara berkala, sehingga dapat segera diketahui adanya gangguan pendengaran secara dini. Bedangkan untuk penerimaan pekerja baru juga perlu diadakan pemeriksaan audiometri untuk mengetahui apakah calon pekerja tersebut 1ayak bekerja di 1ingkungan kerja yang bising. Perlu juga diadakan penataran, penyuluhan."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>