Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 87645 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Salemba Empat, 2018
338.9 STR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Sejalan pemberlakuan otonomi daerah, kewenangan daerah menjadi bertambah besar dan lebih berperan dalam melaksanakan pembangunan wilayah. Salah satu tujuan desentralisasi adalah meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi sehingga dapat meningkatkan kemandirian daerah dalam melaksanakan pembangunan secara berkelanjutan"
620 PUSKA 1:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lukman Arifin
"Kesenjangan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia pada umumnya dan di Propinsi Kalimantan Timur pada khususnya merupakan salah satu permasalahan yang terjadi sampai saat ini. Kesenjangan yang terjadi tersebut disamping merupakan warisan sejarah, juga diakibatkan oleh sistim pembangunan yang dilaksanakan dewasa ini yang lebih bersifat sektoral, sentralistik dan kurang memperhatikan wilayah. Kurangnya percepatan pembangunan diwilayah tersebut diidentifikasi karena kurangnya modal atau investasi sebagai akibat adanya kegagalan pasar dan sekaligus kegagalan pemerintah.
Untuk mengatasinya, Pemerintah Pusat mengupayakan percepatan pembangunan melalui pendekatan kebijakan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat setempat melalui percepatan dan maksimalisasi perturnbuhan ekonomi.
Secara garis besar ada tiga hat yang ditawarkan dalam kebijakan KAPET, yakni : (a) keterpaduan perencanaan dan program antar sektor dan antara sektor pemerintah dan sektor swasta; (b) keterpaduan dalam pelayanan perijinan; dan (c) keterpaduan dalam pemberian insentif-insentif khusus kepada wilayah yang dikembangkan.
Mengingat bahwa kebijakan KAPET SASAMBA telah berjalan Iebih dari dua tahun, tetapi belum menunjukkan kinerja yang baik, maka perlu dikaji kembali kebijakan KAPET tersebut, apakah masih cukup efektif dan relevan diterapkan untuk Propinsi Kalimantan Timur. Apalagi dengan telah disyahkannya UU Otonomi Daerah yang akan berlaku efektif tahun 2001, maka kajian tersebut sangat diperlukan. Analisis yang dilakukan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua hal, yaltu analisis perencanaan regional dan analisis kebijakan publik.
Dari analisis yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa dipandang dari sisi perencanaan, konsep KAPET cukup baik bagi pengembangan suatu wilayah, walaupun dengan catatan-catatan. Apabila dipandang dari aplikabilitas kebijakan, konsep KAPET masih perlu deregulasi, agar kebijakan tersebut cukup efektif dilaksanakan, baik dari sudut keterpaduan insentif terhadap wilayah yang di kembangkan, maupun penyelenggaraannya itu sendirii. Deregulasi juga sangat diperlukan berkaitan dengan terjadinya konflik kebijakan antara konsep KAPET dan UU Otonomi Daerah. Selanjutnya, studi ini juga mengusulkan agar konsep KAPET tetap dapat dilaksanakan dengan "kesepakatan baru" dan perbaikan-perbaikan sebagaimana yang diusulkan. "
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Ernawati
"Tesis ini berusaha untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah dalam menentukan beberapa daerah sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) dengan observasinya pada Kawasan Timur Indonesia (KTI). Penetapan sebuah Kapet pada dasarnya sudah ditentukan dalam Pasal 1 Keputusan Presiden RI No. 150 Tahun 2000, seperti (1) memiliki potensi untuk cepat tumbuh dan atau (2) mempunyal sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya dan atau (3) memiliki potensi pengembalian investasi yang besar.
Dengan menggunakan Binary Logistic Regression dan Location Quotient, ditunjukkan bahwa pertimbangan penetapan Kapet di KTI hanya mengacu pada laju pertumbuhan dan subsektor unggulan. Pendapatan per kapita dan spesialisasi daerah ternyata tidak menjadi bahan pertimbangan dalam penetapan Kapet di KTI.
Analisis Tipologi Klassen menunjukkan, dari dua belas propinsi yang memiliki kapet di KTI, sebagian besar menunjukkan ketidaktepatan penetapan daerah tersebut sebagai Kapet dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu persyaratan penetapannya. Hanya Kapet Batulicin di Kalimantan Selatan dan Kapet Manado-Bitung di Sulawesi Utara sudah menunjukkan tepatnya penetapan Kapet.
Hasil analisis spesialisasi regional menunjukkan bahwa kemampuan sebagian besar Kapet di KTI sebagai daerah yang memiliki keterkaitan perekonomian (sektoral) dengan daerah di dalam propinsinya masing-masing masih lemah. Hal ini menunjukkan kurang tepatnya penetapan Kapet di KTI berdasarkan kaitannya dengan daerah sekitar. Hanya Kapet Sasamba di Propinsi Kalimantan Timur dan Kapet Biak di Propinsi Papua yang memiliki keterkaitan perekonomian yang kuat dengan daerah di dalam propinsinya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20250
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Anshar
Depok: Rajawali Press, 2022
711.3 MUH p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Novianti
"Terjadinya disparitas pertumbuhan ekonomi antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), telah melatarbelakangi dibentuknya Kawasan Pembangunan Ekonomi Terpadu (KAPET). Pada Kapet-kapet tersebut akan diprioritaskan upaya-upaya pembangunan baik berupa pengembangan infrastruktur, pengembangan sumberdaya alam yang menjadi komoditas potensial, pengembangan sumberdaya manusia, maupun pengembangan kelembagaam Untuk mendukung aktifitas pembangunan di Kapet, pemerintah memberikan bermacam-macam insentif atau kemudahan-kemudahan kepada dunia usaha maupun masyarakat untuk menanamkan modalnya. Kapet- ini diharapkan dapat menjadi `Pusat Pertumbuhan' yang pada gilirannya mampu merangsang pertumbuhan wilayah seldtarnya (hinterlands) melalui apa yang disebut `trickle down effects'.
Pembangunan growth centre dipercayai para pengambil kebijakan maupun perencana bail( di negara maju ataupun negara-negara berkembang termasuk Indonesia sebagai suatu strategi yang dapat mengatasi kesulitan dalam melaksanakan percepatan pembangunan daerah. Namun strategi pengembangan growth centre ini menimbulkan silang pendapat di antara para ahli. Niles Hansen (1972:103), misalnya mengatakan bahwa strategi di atas, khususnya di negara-negara berkembang mengalami banyak hambatan atau kegagalan, antara lain disebabkan karena masalah `keuangan' yang ternyata merupakan kendala terbesar bagi berhasilnya pembangunan pusat-pusat pertumbuhan tersebut. Demikian pula halnya dengan Harry W. Richardson (1978:134) menyatakan bahwa banyak dari negara-negara berkembang yang meninggatkan konsep pembangunan ini karena `spread effects' yang dihasilkan dan yang diharapkan mampu untuk mengembangkan daerah sekitarnya ternyata tidak pemah terwujud dan hanya menyerap sedikit sekali tenaga kerja.
Upaya mendorong pertumbuhan ekonomi KAPET Parepare dilakukan dengan mengembangkan sektor-sektor unggulan, seperti sektor pertanian dan sektor industri. Upaya ini didukung dengan pengembangan sarana dan prasarana yang sudah tersedia, agar dapat lebih menarik minat investor menanamkan modalnya di kawasan ini. Dad basil perhitungan LQ menunjukkan bahwa sektor pertanian dan sektor bangunan dan konstruksi menjadi sektor basis di kawasan ini. Analisis shift share menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor-sektor ekonomi di KAPET Parepare secara umum lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan sektor-sektor yang sama di tingkat propinsi_ Hal ini mengindikasikan strategi pembangunan KAPET Parepare secara sektoral memang berbeda dengan Sulawesi Selatan. Analisis regress data panel menunjukkan bahwa PDRB seluruh daerah yang termasuk KAPET Pare-Pare dipengaruhi oleh nilai produksi pertanian, jumlah tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja, kapasitas daya listrik terpasang, konsumsi listrik, dan variabel bonekaldummy (menunjukkan perbedaan sebelum dan setelah diberlakukannya kebijakan pembentukan KAPET Parepare). Analisis disparitas menunjukkan bahwa setelah pembentukan KAPET Parepare, kesenjangan pendapatan perkapita antar daerah dalam kawasan sernakin bertambah_ Berarti pengembangan KAPET Parepare belum membawa manfaat bagi pemerataan terhadap pendapatan perkapita antar daerah.
Perlu ada diciptakan keterpaduan dan keterkaitan fungsional berbagai kegiatan dan program antar sektoral dan antar daerah. Hal ini selain untuk menciptakan sinergi potensi wilayah KAPET Parepare, juga semakin memperkecil disparitas antar daerah dalam kawasan tersebut."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12594
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Omah Laduani Ladamay
"Latar Belakang: Pemerataan pembangunan merupakan salah satu topik cukup hangat dibicarakan dalam memasuki rencana pembangunan lima tahun ke depan (Repelita VI), baik pemerataan antara kelompok masyarakat maupun pemerataan antar wllayah. Salah satu bentuk pemerataan yang cukup mendapat perhatian di Indonesia adalah pemerataan antar wilayah terutama antara Kawasaki Barat Indonesia OCR, dengan Kawasaki Timur Indonesia PI yang merupakan dua wilayah utama di Indonesia.
Kurang adanya pemerataan antar daerah di Indonesia terutama antara KRI dan KTI dapat ditunjukkan dari hasil analisis (tampion) performance ekonomi dengan mengidentifikasikan berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita regionalnya. Hasil analisis tersebut mound Maildl (1997), pada tahun 1994- hampir sebagian besar propinsi-propinsi di KTI, antara lain : Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Irian Jaya, Maluku, dan Sulawesi Selatan termasuk dalam kategori pertumbuhan ekonomi rendah dan pendapatan regional rendah.
Propinsi-propinsi yang termasuk dalam kategori ini adalah propinsi-propinsi yang secara ekonomis sangat tertinggal, baik dari segi pertumbuhan ekonomi maupun pendapatan per kapitanya atau dengan kata lain propinsi yang paling buruk keadaannya dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia. Kondisi pada tahun 1994 ini telah mengalami perubahan dibandingkan pada tahun 1991, dimana propinsi-propinsi yang termasuk dalam kategori pertumbuhan ekonomi rendah dan pendapatan rendah masih termasuk propinsi yang berada pada kawasan barat Indonesia, antara lain : Daerah Istimewa Yogyakarta, Bengkulu, Lampung, dan Jambi. Hai ini menunjukkan adanya perubahan performance yang semakin memperburuk kesenjangan antara KTI dan KRI selama kurun waktu 1991 sampai dengan 1994. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"From the several alternative sites in East Java and based on proximity to supporting industries and infrastructures that already exist, the distance to economic centers and airports, the available land, as well as the affordable prices, Lamongan has been selected as the location of development of dock and shipyard industries in East Java. Development of shipyard industries in Lamongan is reviewed from is prospect, selected and began with repair and mintenance services for ships with classof facilities between 1000-3000 DWT. The class has not been a lot of competitors because of a new shipyard, easy technology and no experience. Based on the learning and experience process, for the future, 5 to 10 years, this shipyard can be expanded to accept new building similiar in size to barge technology which is not so so difficult and in order to master the modern technology . In addition, the permanent repair work has been done by increasing the capacity. Plan for 15 to 20 years, the shipyard can be expanded to accept new building for inter - islan ferries and tugboats, as well as repairs."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"The bureaucracy which is considered qualified will indicate its human resource's capacity and professionalism,particulary for many civil servants who hold the current positions
."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>