Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 75623 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Rabindra Surya
"Jaringan saraf merupakan jaringan yang terdapat pada semua bagian tubuh, tidak terkecuali pada gigi. Keberadaan saraf pada gigi inilah yang membuat penderita penyakit gigi mengalami rasa nyeri yang cukup hebat. Kadar rasa sakit yang dialami oleh setiap penderita penyakit gigi berbeda-beda, diduga bergantung pada jumlah kemunculan isoform Nav 1.8 pada paranodus jaringan saraf. Akan tetapi, untuk melakukan pendeteksian paranodus cukup sulit dan diperlukan waktu yang cukup lama untuk melakukan penilaian kandungan Nav 1.8. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan segmentasi citra jaringan saraf gigi hasil eksperimen drg. Didi Santosa.
Hasil segmentasi tersebut dapat digunakan untuk mendeteksi region of interest (ROI) yang berupa paranodus. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat digunakan untk membantu penentuan kandungan Nav 1.8 di dalam nodus ranvier (celah antar paranodus). Setelah dilakukan eksplorasi terhadap beberapa kemungkinan metode, dipilih metode segmentasi thresholding sebagai bagian dari tahapan proses pendeteksian paranodus ini. Proses pengenalan paranodus terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: pemisahan layer, filtering, thresholding, image enhancement berupa operasi morfologi dan median filter, component labeling, dan seleksi ROI berdasarkan kriteria ukuran, jarak, bentuk, dan gradien.
Pada penelitian ini juga dilakukan perbandingan antara pemrosesan yang tidak menggunakan local enhancement dan yang menggunakan local enhancement. Local enhancement merupakan metode pengembangan dari metode non-local enhancement yang berupa peningkatan kualitas citra secara lokal dengan menggunakan fungsi transformasi intensitas. Tujuannya adalah untuk mengakomodasi karakteristik intensitas warna paranodus yang bersifat lokal. Akurasi hasil pendeteksian paranodus antara metode tersebut dibandingkan satu sama lain dengan menggunakan citra acuan. Pengukuran kinerja metode pendeteksian paranodus dilakukan dengan menggunakan konsep false negative. ujicoba yang dilakukan menunjukkan metode pendeteksian paranodus memiliki persentase sensitivity antara 50%-75%."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mellawaty
"Rasa nyeri pada gigi merupakan salah satu nyeri yang paling sering dijumpai pada daerah orofasial. Rasa nyeri tersebut disebabkan oleh kemampuan sel saraf dalam menghantarkan rangsangan yang tergantung pula pada jumlah dan jenis kanal ion natrium yang berada pada sel saraf tersebut. Salah satu kanal ion natrium yang berada pada saraf gigi yaitu Nav1.8. Saat ini di Indonesia sedang dilakukan penelitian terhadap kandungan Nav1.8 pada saraf gigi tepatnya pada nodus Ranvier oleh drg.Didi Santosa, kandidat doktor Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
Metode penelitian tersebut yaitu imunofluoresens. Sample jaringan saraf diamati menggunakan mikroskop fluorescent kemudian diubah ke bentuk citra dijital dan dihasilkan dua buah citra yaitu citra fluorescent merah dan hijau. Citra fluorescent merah memberikan informasi kandungan Nav1.8 dan fluorescent hijau memberikan informasi letak nodus Ranvier. Agar kedua citra tersebut mudah dianalisa lebih dalam secara manual oleh end user maka dibutuhkan suatu metode fusi untuk menggabungkan kedua citra tersebut. Selain itu dibutuhkan suatu cara yang akurat untuk mendeteksi lokasi region of interest dari nodus Ranvier tersebut serta menghitung kandungan Nav1.8 pada nodus tersebut.
Pada tugas akhir ini penulis melakukan fusi citra dengan metode pixel level fusion sedangkan untuk pendeteksian kandungan Nav1.8 dengan metode decision level fusion. Pendeteksian tersebut membutuhkan input berupa lokasi paranodus yang diperoleh dari hasil pendeteksian paranodus yang dilakukan oleh M.Rabindra Surya. Evaluasi hasil fusi dilakukan secara kulitatif sehingga hasil fusi akan dinilai secara subjektif oleh end user.
Evaluasi hasil pendeteksian Nav1.8 secara otomasi yaitu 93,33%, angka ini diperoleh dari perbandingan hasil eksprimen dibandingkan dengan hasil pendeteksian secara manual oleh end user namun hasil pendeteksian oleh program sebenarnya lebih bersifat untuk membantu end user mengidentifikasi roi dengan lebih akurat hal ini dikarenakan pengkotakkan roi oleh end user sebenarnya hanya bertujuan untuk mengidentifikasikan bahwa daerah tersebut merupakan nodus Ranvier. Namun penulis tetap melakukan perbandingan kinerja program dengan roi end user karena pada penelitian end user sebelumnya lokasi-lokasi nodus tersebut telah ditentukan positif atau negatif."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Adisty
"Restorasi porselen untuk mahkota tiruan cekat semakin sering dijumpai pada pasien. Masalah yang mungkin terjadi saat bonding braket pada restorasi tersebut adalah braket mudah terlepas dan terjadi kerusakan pada porselen. Penggunaan bahan silane coupling agent dilaporkan dapat meningkatkan kekuatan rekat dan menjaga integritas porselen. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan kuat rekat geser pada pemakaian tiga bahan silane coupling agentdengan komposisi organosilane yang berbeda. Penelitian ini menggunakan 21 plat porselen yang dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu yang menggunakan bahan silane coupling agent Monobond-Plus (Ivoclar vivadent), Ultradent Silane (Ultradent product) dan Porcelain Repair Primer (Ormco). Permukaan 21 plat porselen diberi etsa asam fosfat 37%, bahan silane coupling agent dan bahan adhesif Transbond XT (3M Unitek). Setelah braket direkatkan pada permukaan plat porselen dilakukan perendaman dalam aquadest selama 24 jamdan dilakukan pengujian kuat rekat geser dengan alat uji Universal Testing Machine Shimazu AG-5000. Hasil yang diperoleh terdapat perbedaan kuat rekat geser yang signifikan secara statistik dari ketiga bahan silane coupling agent. Bahan A mempunyai kuat rekat geser tertinggi (12,827 ± 1,228 MPa) dan B mempunyai kuat rekat geser terendah (6,295 ± 0,642 MPa). Ketiga bahan tersebut memenuhi kriteria kuat rekat geser minimal yaitu 6-8 MPa. Skor ARI pada bahan B memperlihatkan permukaan porselen yang bersih, sedangkan bahan A dan C memperlihatkan adanya bahan adhesif yang merekat seluruhnya di permukaan porselen.
Kesimpulan : Bahan A dan C baik digunakan jika porselen akan diganti, sedangkan bahan B baik digunakan jika porselen tidak akan diganti.

Porcelain crown restorations are more often found in patients. Problems that may occur when bonding the bracket on the restoration is easily dislodged bracket and there is damage to the porcelain. The use of silane coupling agent has been reported to increase the bond strength and maintain the integrity of the porcelain. This study aimed to see differences of shear bond strength using three materials of silane coupling agent with different organosilane composition. This study uses 21 porcelain plates that are divided into three groups, they are using silane coupling agent material Monobond-Plus (Ivoclar Vivadent), Ultradent Silane (Ultradent product) and Porcelain Repair Primer (Ormco). The surface of 21 porcelain plates are given a 37% phosphoric acid etching, silane coupling agent material and Transbond XT adhesive (3M Unitek). Once the bracket is bonded on the surface of the porcelain plate and soaking in distilled water for 24 hours and tested the shear bond strength with test equipment Universal Testing Machine Shimazu AG-5000. The results obtained there are statistically significant differences in shear bond strength from three silane coupling agent material. Material A has the highest shear bond strength (12.827 ± 1.228 MPa) and B has the lowest shear bond strength (6.295 ± 0.642 MPa). Those three ingredients meet the minimum criteria of shear bond strength,which is 6-8 MPa. ARI scores on material B showed a clean porcelain surface, while the materials A and C show the presence of bonding adhesive on the entire surface of the porcelain.
Conclusion: Materials A and C both used if the porcelain will be replaced, while materials B is good to use if the porcelain will not be replaced.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Janitra Suardian
"Laboratorium teknik gigi merupakan fasilitas pendukung pelayanan kesehatan gigi, yang bertugas mengerjakan pembuatan gigi tiruan. Di laboratorium teknik gigi, pekerja teknik gigi bekerja dengan berbagai macam material pembuat gigi tiruan dan berpotensi terpapar dengan material tersebut. Material yang paling umum digunakan yaitu resin metil metakrilat (MMA) atau yang lebih umum dikenal sebagai akrilik. Dalam beberapa penelitian diketahui paparan langsung MMA dapat meyebabkan asma akut, dermatitis kontak alergi, gejala subyektif respirasi, dan penurunan fungsi paru. Teknologi sistem ventilasi merupakan metode yang digunakan untuk menurunkan konsentrasi kontaminan di udara tempat kerja yang salah satunya pada laboratorium teknik gigi hingga batas yang tidak membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan pekerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sistem ventilasi terpasang pada laboratorium teknik gigi X, akibat ditemukannya gejala subyektif respirasi pada pekerja dan permasalahan pada sistem ventilasi terpasang.
Penelitian ini menggunakan metode gabungan, yaitu metode kualitatif yang digunakan untuk mengkaji gejala subyektif yang timbul dan metode kuantitatif yang digunakan untuk mengkaji konsentarasi uap metil metakrilat (MMA) dan mengevaluasi sistem ventilasi terpasang pada laboratorium teknik gigi X menggunakan SNI 03-6572:2001 dan ACGIH. Jenis data yang digunakan adalah data primer hasil wawancara mendalam, pengukuran konsentrasi uap MMA, pengukuran kecepatan udara, serta pengukuran dimensi dari alat penunjang ventilasi dan ruang laboratorium X.
Konsentrasi uap metil metakrilat (MMA) di laboratorium teknik gigi X berada jauh dibawah NAB ACGIH (50 ppm) dan diatas nilai odor threshold (0,014 ppm). Sebanyak dua orang pekerja yang terpapar uap MMA, memiliki latar belakang alergi dan riwayat penyakit pernapasan mengalami gejala subyektif respirasi kronis, yakni asma dan berdahak. Hasil evaluasi dari sistem ventilasi terpasang pada laboratorium X diketahui tidak memenuhi kriteria yang baik berdasarkan SNI 03-6572:2001 dan ACGIH. Desain ulang sistem ventilasi laboratorium X dilakukan berdasarkan kriteria SNI 03-6572:2001 dan ACGIH untuk menunjang keefektifan dalam mengendalikan kontaminan di udara laboratorium teknik gigi X."
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suzan Elias
"Salah satu terapi yang umum untuk kehilangan gigi 076I678 yang kita kenal sebagai kasus K1 I Kennedy,adalah gigi tiruan sebagian lepas ekstensi distal.Pada pem-
buatan gigi tiruan tersebut umumnya gigi penjangkaran yang digunakan adalah gigi gigi 54I45 yang merupakan gigi penjangkaran yang lemah.
Jaringan pendukung gigi tiruan tersebut terdiri atas jaringan keras yaitu gigi penjangkaran beserta periodonsiumnya dan jaringan lunak yaitu mukosa yang berada dibawah basis gigi tiruan tersebut.Kedua jaringan pendukung mempunyai kekenyalan yang berbeda.Pada pemakaian gigi tiruan sebagian lepas ekstensi distal perbedaan kekenyalan itu sering mengakibatkan goyangnya gigi penjangkaran.Salah
satu penyebab goyangnya gigi penjangkaran tersebut adalah gerak distal gigi penjangkaran tiap kali gigi tiruan mandapat beban kunyah.
Yang menjadi masalah adalah bagaimana menentukan disain cengkeram serta upaya,memperoleh gigi penjangkaran yang kuat agar kesehatan jaringan pendukung gigi tiruan tersebut dapat dipertahankan sebaik-baiknya dan untuk wak-
tu yang lama.
Sehubungan dengan itu telah diteliti adanya perbedaan gerak distal yang bermakna dari gigi penjangkaran yang displint dan yang tidak displint dengan disain cengkeram 3 jari (sirkumferensial) dan disain cengkeram 3 jari panjang (continous). Penelitian ini dilakukan secara laboratorik dan beban kunyah yang digunakan adalah komponen beban kunyah yang jatuh tegak lurus pada bidang kunyah.
Secara statistik dari penelitian ini dibuktikan bahwa pada gigi tiruan sebagian lepas ekstensi distal, gerak distal yang diterima gigi penjangkaran dengan splint lebih kecil bila dibandingkan dengan gerak distal gigi penjangkaran tanpa splint.Selain itu gigi tiruan dengan disain cengkeram 3 jari panjang,gigi penjangkarannya juga menerima gerak distal lebih kecil dibandingkan dengan yang diterima oleh gigi tiruan dengan di-
sain cengkeram 3 jari.Sedangkan gerak distal yang terkecil diterima oleh gigi penjangkaran dengan splint dan disain cengkeram 3 jari panjang."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Preiskel, H. W.
Jakarta: Erlangga, 1981
617.6 PRE k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hanover Park: Quintessence Publishing, 2014
617.6 QDT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Muhammad Satriyo
"Gangguan dan penyakit yang paling umum ditemukan pada gigi dan mulut antara lain caries, (gigi berlubang), gangren pulpa, kalkulus (karang gigi), dan gingivitis (radang gusi). Untuk mendiagnosa gangguan gigi tersebut, dilakukan pemeriksaan klinis kondisi intraoral dengan peralatan standar, yang sangat bergantung pada kemampuan fisik dokter gigi terutama indera penglihatan. Hal ini dapat menyebabkan pengamatan kondisi dalam mulut pasien mungkin tidak sepenuhnya tepat. Di sisi lain, saat ini tindakan penambalan gigi pada caries tidak hanya memperhatikan kualitas kekuatan tambalan, tetapi juga faktor estetis. Untuk itu, pada penambalan gigi, banyak digunakan material resin komposit yang hanya dapat terpolimerasi oleh energi dari cahaya dengan rentang panjang gelombang 460 - 480 nm.
Pada skripsi ini akan dilakukan rancang bangun sistem intraoral monitoring dan dental curing light. Karakterisasi PiCamera sebagai kamera intraoral, dilakukan dengan pengambilan citra di dalam simulator rongga mulut dengan bantuan cahaya lampu LED putih yang dialiri arus 20 mA. Kinerja dental curing light dengan memanfaatkan high power LED 460 – 470 nm berdaya 3 Watt, diuji dengan cara menyinari material komposit untuk kondisi di ruang terbuka dan di dalam simulator rongga mulut. Hasil pengujian menunjukkan perangkat kamera mampu memperlihatkan dan mengambil citra kondisi di dalam simulator rongga mulut dengan jelas secara real time. Demikian pula perangkat dental curing light mampu memancarkan cahaya dengan intensitas 1718 mW/cm2, sehingga memicu polimerisasi material komposit hingga berhasil memadat dalam waktu 30 detik.

Intraoral disorders and diseases most commonly found are caries (cavities), gangrene of the pulp, calculus (tartar), and gingivitis (gum inflammation). To diagnose this condotion, clinical examinations should be carried out with standard equipment. This proceses are highly dependent on the physical ability of the dentist, especially the sense of their sight. On the other hand, nowadays, in dental fillings we should not only pay attention to the material quality, but also the aesthetic factor. Hence, in dental fillings, resin composite material are widely used. This material can only be polymerized by using high energy light source with wavelength range of 460-480 nm.
In this undergraduate thesis, an intraoral monitoring system and a dental curing light have been developed. Characterizations of PiCamera as an intraoral camera were carried out by taking the images inside the oral cavity simulator by means of three white LEDs drawing 20mA current. Performace of the dental curing light that utilizes 3 Watt LED 460-470 nm, was tested by irradiating various mass of composite materials in oral cavity simulator at 27 ⁰C. Experiment results show that intraoral monitoring system is able to display and capture the intraoral conditions in real time. While dental curing light is able to radiate light with intensity of 1718 mW / cm2 for composite material polymerization successfully within 30 seconds.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S63543
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Nursasongko
"ABSTRAK
Akhir-akhir ini telah dikembangkan bahan tumpatan
'high-copper" amalgam untuk meningkatkan mutu amalgam
konvensional. High-copper amalgam mempunyai nilai 'creep'
lebih rendah, kekuatan kompresif lebih tinggi, dan lebih
tahan terhadap korosi. Namun pola kebocoran mikro pada tepi
tumpatan 'high-copper' amalgam ini menurut beberapa peneliti
tidak berbeda dengan amalgam konvensional. Kebocoran mikro
pada tepi tumpatan amalgam terjadi akibat adanya perubahan
dimensi bahan tumpatan amalgam didalam kavitas gigi selama
mengeraS. Salah satu usaha untuk mencegah kebocoran mikro
ini adalah dengan pemberian pernis pada dinding kavitas.
Untuk mengetahui peran pernis dalam mencegah kebocoran mikro
pada tepi tumpatan 'high-copper' amalgam, dilakukan
penelitian terhadap 160 gigi tetap manusia yang ditumpat
dengan 'high-copper' amalgam dengan pernis dan tanpa pernis.
Kebocoran dinilai dengan menggunakan zat warna biru metilen
setelah 24 jam dan 7 hari. Dari hasil penelitian terlihat
bahwa kebocoran mikro pada tepi tumpatan 'high-copper'
amalgam tanpa lapisan pernis ternyata lebih besar
dibandingkan dengan tumpatan 'high-copper'. amalgam dengan
pernis, baik pada dinding kavitas maupun pada permukaan
tumpatannya. Karenanya, lapisan pernis pada tumpatan 'high-
copper' amalgam dapat dinilai cukup efektif dalam mencegah
kebocoran mikro pada tepi tumpatan.

"
Lengkap +
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryanto A. G.
"Pada geligi tiruan lengkap rahang atas, retensi tergantung antara lain pada keutuhan 'seal' di sekelilingnya, dimana Posterior Palatal Seal merupakan salah satu bagiannya. Masalah biasanya timbul karena bagian ini terletak pada daerah batas jaringan mukosa yang bergerak dan tidak begerak.
Penentuan Posterior Palatal Seal sendiri sampai saat ini sering dilakukan secara visual saja, tanpa bantuan ciri anatomik. Pada hal dalam kepustakaan (antara lain Beresin & Schiesser (1973) dan Boucher (1975) dikemukakan bahwa Fovea Palatini adalah salah satu ciri anatomik yang dapat digunakan sebagai pedoman penentu letak Posterior Pala tal Seal.
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran jarak-jarak antara Fovea Palatini ke Garis Getar pada ketiga bentuk lereng palatum lunak untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara jarak-jarak tersebut. Dengan demikian dapat pula diketahui apakah Fovea Palatini dapat digunakan sebagai pedoman. Pada penggolongan bentuk Lereng Palatum Lunak, digunakan Klasifikasi M.M.House.
Hasil yang didapat dari penelitian ini menunjukkan adanya berbagai ragam letak maupun jumlah Fovea Palatini.Sejumlah 72,32 % subyek mempunyai fovea yang letaknya posterior dari garis getar, sedangkan 17,85 % letaknya bervariasi. Ditinjau dari jumlahnya, dijumpai 13,39 % subyek dengan satu, tiga dan empat buah fovea palatini dengan letak yang bervariasi pula. Penelitian yang dilakukan Lye maupun oleh Chen ternyata menunjukkan hasil berupa ketiga seragam an yang serupa.
Mengingat beragamnya letak maupun jumlah fovea palatini, disimpulkan bahwa ciri antomik ini diragukan untuk dapat digunakan sebagai pedoman penentu letak bagian medial posterior palatal seal geligi tiruan lengkap rahang atas."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>