Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 41689 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisaa Imanda
"Seiring dengan pertumbuhan teknologi yang pesat, kebutuhan masyarakat akan teknologi semakin meningkat. Perdagangan melalui internet ataupun secara elektronis mulai digunakan. Kemajuan pesat tersebut sebaiknya dilengkapi dengan Ide-ide kreatif untuk menyediaan konten-konten menarik. Berkembangnya industri kreatif yang didukung oleh infrastruktur teknologi membuka peluang usaha baru yaitu content provider. Bisnis tersebut tentunya tidak terlepas dari pengenaan pajak, terutama PPN. Penelitian ini membahas perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas transaksi-transaksi yang dilakukan oleh content provider.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi transaksi-transaksi yang dilakukan oleh content provider yang kebanyakan transaksi download atas digitized goods, sehingga seringkali susah untuk diidentifikasi penyerahannya. Kemudian, hal ini akan menyangkut pengidentifikasiaan content provider sebagai PKP yang seringkali menjalankan usahanya melalui website (virtual office). Penentuan waktu dan tempat terutang pajaknya juga sama pentingnya untuk diidentifikasi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data menggunakan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, dengan didukung wawancara mendalam.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa content provider merupakan Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang dan jasa dalam ruang lingkup PPN.

The rapid growth of technology is followed by the rise of human need on technology. Electronic trade through internet is often carried out currently. Regarding those condition, trade should be complemented by creative idea, in order to provide some interesting content. The growing of creative industry, whose implementation is supported by technology infrastructure, sets off a new business field opportunity, which is content provider. In any case, tax will be imposed on that business, particularly Value Added Tax (VAT). This research is focused on the treatment of VAT toward transactions which are performed by content provider.
The purpose of this research is to identify transactions which are performed by content provider; most of them are download transactions (digitized goods). Therefore, some supplies are often hardly identified whether they are taxable supplies or not. Moreover, this is related to content provider's identification as a taxable person, as regards its business operation is often implemented through website (virtual office). The determination of time and place of consumption is important to be identified as well. This research was using qualitative approach with descriptive research. Researcher was using library research and field research and fully supported by in-depth interview in her collecting data methods.
The result of this research shows content provider is a taxable person who carries out taxable supplies in the term of VAT.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Nurina Ayuningtyas
"Media Industry in Indonesia nowadays has grown so fast, one of these Industries is TV Station. TV Station usually does not make its own program, that's why they need production house to make the program. The program that was made by the production house was sold to the TV station to get broadcasted. On it's principle, the object of this transaction is same product, the TV program. But to decided whether the program is an object of VAT and when the VAT owed depends on the contract that was made by the production house and the TV Station.
The method of the research is qualitative approach with descriptive method. The purpose of the research is to find a detailed comprehension about the determination of the obligation of the VAT from the deliverance of the program, especially about the object classification and when the VAT owed. Information was collected using library, field research, and interview with General Tax Directory (DJP), PPFI, 'XX Creative' Production House and 'QQ Cinema' Production House.
From the research on the production house, the deliverance mechanism that has been done by the production house and TV Station can be divided into 5 (five); they are fixed purchase system-object of this transaction is the taxable goods; an owed order of service system-object of this transaction is the taxable services; profit sharing system-object of this transaction on tangible and intangible object; rent system-object of this transaction is intangible object; and blocking time-object of this transaction on tangible and intangible object. The selling transaction of this TV program can be defined as VAT owed.
To determined the VAT object of the program, can be done by reviewing the article on the contract that regulate the right to have the copyright of the program and when the program was made. If the copyright of the program belong to TV Station, the VAT owed for the tangible object, but if the copyright belong to the production house, the VAT owed for the intangible object. If the program was made by an order from the TV station, the VAT owed for services object. Next, to determine when the program was VAT owed is adjusted with the article on the contract that regulate the deliverance and the payment mechanism."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yeni Rahmawati
"PT Nabisco Foods out for light food producer do increasing of sale of the product. For PT Nabisco Foods do promotion cooperation with a few retail company. This cooperation can be done by giving discount, giving of goods for free, year-end bonus if was abysmal of goals. Product placement in counter retail also one of form of promotion done by PT Nabisco Foods."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Amanda
"Newspapers have important function like information, education, entertainment, economic and other function. Because those functions, associate of newspaper ask tax exemption to Government. Beside that, in Indonesia, newspapers penetration is still low and tax incentives expected can increase this penetration. Until this time, Indonesia Government sets newspaper as VAT object. Study about effectively exemption tax on newspaper must be done in order to get incentive tax usefull. Exemption tax is revenue cost by government. The observer calculated tax exemption on newspaper to know how it can influence cost of structure in Penerbit X and cost of production in Penerbit Y.
This research used qualitative approach, by means of literature study, which emphasize books as an object and field study with collecting data by interviewing and also using secondary data. The field study is being executed by interviewing finance and tax accounting at daily newspapers publisher company. The research object limited only on sources data in two newspapers publisher company in DKI Jakarta region.
The objective of this research is to describe policy of VAT on newspaper in past time and the implementation policy of VAT on newspaper today. This research is also to suggest about policy on taxation for seen as contribution for Directorate General of Taxation (Direktorat Jenderal Pajak).
The result of this research show that between 1986 until 1990 newspapers got tax incentives, VAT Accounted on Government (PPN Ditanggung Pemerintah). Regulation are used President?s Decision (Keputusan Presiden). Because of that time Taxation Act of Value Added Tax did?nt regulated about tax incentives. That policy had no influence with selling price of newspaper and on March 1990 this policy stopped with consideration more and more stable of live press publisher commonly. Implementation of VAT appropriate with regulation.The final conclusion of this research is tax exemption on newspapers have no significant influence on cost production of newspapers."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fian Leonardo
"Dalam perpajakan di Indonesia, dikenal adanya kewajiban perpajakan dan hak perpajakan. Restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak merupakan salah satu hak perpajakan yang dimiliki Wajib Pajak. Dalam restitusi seringkali timbul masalah, terutama mengenai kualitas pelayanannya. Kantor Pajak sebagai salah satu instansi pemerintah, tugasnya adalah memberikan pelayanan umum, khususnya pelayanan umum yang prima. Oleh karena itu, kesesuaian pelaksanaan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku menjadi suatu hal yang menarik untuk diteliti, terutama di KPP WP Besar I yang didirikan untuk memberikan pelayanan yang lebih profesional kepada Wajib Pajak.
Peneliti ingin mendeskripsikan dan menganalisis kesesuaian pelaksanaan pengembalian kelebihan pembayaran PPN yang diajukan oleh pengusaha yang melakukan kegiatan tertentu di KPP WP Besar I. terdapat standar-standar yang dapat dijadikan ukuran suatu pelayanan sudah prima atau belum, yaitu standar alur penyelesaian dokumen dan standar waktu. Selain itu, peneliti juga ingin mencari tahu apa yang menjadi hambatan dan faktor pendukung bagi KPP WP Besar I untuk dapat melakukan pelayanan prima tersebut.
Dalam melakukan analisis, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif, berdimensi lintas waktu, dan penelitian terapan. Teknik pengumpulan data menggunakan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, dengan survey yang didukung dengan wawancara mendalam dan observasi.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa KPP WP Besar I telah mengimplementasikan pelayanan prima dalam pengembalian kelebihan pembayaran PPN yang diajukan oleh pengusaha yang melakukan kegiatan tertentu.

Taxation obligation and taxation rights are a familiar terms in Indonesia Taxation. One of Taxation Rights that owned by tax payer is VAT Refund. Problems are often occurred in VAT Refund, as a matter of fact, especially its service quality. As a government instance, Tax Office is assigned to provide general services, first rate service in particular. Therefore, the harmonization between implementation of VAT Refund and standards of service which have been ruled in Tax Law, is remarkable to be researched, particularly in Large Tax Office I which was founded for providing professional service for the tax payer.
Researcher want to describe and analyze the harmonization between VAT Refund in LTO I, which is proposed by The entrepreneur with specific activities. There are standards which can be used as a first rate service?s indicator, such as standard completion document procedure and standard of time. Furthermore, researcher want to reveal the existing barrier and supporting factor as well, which LTO I encountered in accomplishing a first rate service.
In order to make analysis of it, researcher was using a quantitative approach with descriptive studies, and cross sectional research. Technique of data collecting used were library research and field research, while the research was conducted through survey and supported with in depth interview and observation.
The result of this research shows that Large Tax Office I has implemented first rate services in VAT Refund, which is proposed by the entrepreneur with specific activities.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Srijono
"Dalam karya akhir ini dilakukan penelitian terhadap suatu kasus pemeriksaan atas dugaan penerbitan dan atau penggunaan faktur pajak secara tidak sah dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana suatu badan usaha yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dan telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang secara ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diharapkan dapat memberikan pengaruh positif bagi penerimaan negara di bidang perpajakan justru mencari keuntungan dengan mengambil pajak dari masyarakat dengan cara melakukan kegiatan usaha fiktif. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap PT. Mutia Andalan Putra, suatu badan usaha yang bergerak di bidang perdagangan besar, diperoleh sinyalemen bahwa kemudahan yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada masyarakat dunia usaha untuk mendafarkan diri menjadi Wajib Pajak serta untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak telah disalahgunakan oleh sebagian pihak dengan memanfaatkan kemudahan mendapatkan Kartu Tanda Penduduk dengan identitas palsu untuk mencari keuntungan sendiri. Hal ini sangat bertentangan dengan tujuan diberikannya kemudahan tersebut dan memberikan dorongan kepada aparat perpajakan untuk lebih tegas dan lebih tertib dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa harus menghilangkan kemudahan-kemudahan yang telah diberikan.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu jenis pajak yang paling sering disalahgunakan. Unsur utama yang menyebabkan PPN lebih mudah disalahgunakan karena dalam sistem self assessment setiap Wajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak diberikan kewenangan untuk memungut, menghitung, menyetorkan dan melaporkan PPNnya sendiri. Dengan sistem self assessment tersebut sangat dimungkinkan bahwa tidak terjadi sinkronisasi antara kebenaran formal dengan kebenaran material dalam transaksi, titik inilah yang sering menjadi kelemahan yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang mau mengambil keuntungan dengan menerbitkan faktur pajak sebagai instrument pemungutan PPN tanpa adanya penyerahan bagang/jasa kena pajak.
Sampai karya akhir ini ditulis, keberadaan Wajib Pajak yang sesungguhnya dan para pemegang saham maupun pimpinannya belum diketemukan sehingga tidak ada pihak yang dapat dimintai keterangan dan pertanggungjawaban atas dugaan penerbitan faktur pajak yang diterbitkan secara tidak sah dan telah beredar luas di masyarakat usaha. Dengan kejadian itu, sambil menunggu adanya "single identity number" disarankan agar untuk mendapatkan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak, identitas para pengurus tidak hanya didasarkan KTP saja tetapi perlu pas foto dan contoh sidik jari dari kepolisan.
Nama dan identitas Wajib Pajak dalam karya finis ini dengan sengaja tidak dirahasiakan dengan harapan agar apabila masyarakat mengetahui keberadaan Wajib Pajak tersebut dapat memberitahukan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Nama PT Mutia Andalan Putra juga telah disebutkan sebagai salah satu Wajib Pajak yang diduga menerbitkan faktur pajak tidak sah dalam surat edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-09/PJ.52/2005 tanggal 9 Juni 2005 tentang Perubahan Kelima atas Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-27/PJ.52/2003 tentang Daftar dan Sanksi atas Wajib Pajak yang Diduga Menerbitkan Faktur Pajak Tidak Sah.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T17500
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indry Widiyasari
"Self Assessment System yang dianut perpajakan Indonesia memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakannya secara mandiri. Sedangkan fiskus hanya berfungsi sebagai pembina dan pengawas jalannya pemenuhan kewajiban tersebut dan harus riemastikan bahwa setiap Wajib Pajak telah melaksanakan kewajiban perpajakannya dan mendapatkan haknya sesuai dengan Undang-Undang dan ketentuan lainnya yang berlaku.
Oleh karena itu perlu diberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak agar tidak ada keragu-raguan bagi Wajib Pajak untuk memenuhi kewajibannya ataupun menuntut haknya. Pajak harus diatur dalam Undang-Undang, oleh karenanya Undang-Undang Perpajakan harus mampu memberikan kepastian hukum yang dimaksudkan di atas.
Salah satu hak Wajib Pajak yang diatur dalam Undang-Undang Perpajakan adalah memperoleh pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Hal inilah yang akan dikaji mengapa masih diperlukan upaya kepastian hukum dan keadilan dalam pelaksanaan pengurangan dan penghapusan sanksi administrasi dan bagaimana ketentuan pengurangan dan penghapusan sanksi administrasi ditinjau dari sistem self assessment.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disampaikan bahwa Upaya kepastian hukum dan keadilan masih diperlukan dalam pelaksanaan pengurangan dan penghapusan sanksi administrasi pajak, karena dapat saja terjadi pengenaan saksi administrasi kepada Wajib Pajak yang kemungkinan disebabkan ketidaktelitian petugas pajak dan Pemberian Pengurangan dan penghapusan sanksi administrasi pajak kurang tepat dalam sistem self assesment, karena kepastian hukum dan law enforcement menjadi tidak ada dan sifatnya sangat subyektif, dimana ketetapan yang telah dibuat dapat dihilangkan hanya karena alasan ketidaktelitian semata dan memberikan kewenangan Direktur Jenderal Pajak yang sangat luas."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19845
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priyanto Rustadi
"Maraknya penyalahgunaan faktur pajak saat ini merupakan indikasi lemahnya administrasi perpajakan di Indonesia. Penyalahgunaan faktur pajak (Faktur Pajak Fiktif) hanya dapat dideteksi setelah kerugian terjadi, hal itu sebenarnya tidak perlu terjadi jika administratur perpajakan dapat mendeteksinya sejak awal.
Peningkatan pengawasan sejak awal atau sebelum kerusakan terjadi menurut Goran Normann dapat dilakukan sejak Wajib Pajak melakukan pendaftaran (registration). Di Indonesia hal ini telah dilakukan dengan cara verifikasi lapangan dalam prosedur pemberian atau registrasi Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP), tetapi dilakukan dan diadministrasikan secara lokal oleh masing-masing kantor pelayanan pajak. Secara nasional tidak ada kontrol lebih lanjut, padahal dalam beberapa kasus kelompok pengusaha nakal hanya dapat diketahui di tingkat nasional bukan lokal.
Penentuan tingkat resiko terhadap Wajib Pajak nakal dapat dilakukan sejak awal (pro-active activity) yaitu mulai dari saat Wajib Pajak melakukan pendaftaran dengan menentukan kriteria-kriteria tertentu yang sangat sederhana.
Saat ini seluruh SPT Masa PPN yang menunjukan lebih bayar dan memohon restitusi diperiksa lebih dahulu sebelum dilakukan assessment. Pemeriksaan terhadap seluruh SPT tersebut merupakan pemborosan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya, karena belum tentu SPT yang menyatakan lebih bayar dan memohon restitusi merupakan SPT yang beresiko tinggi (high risk) terhadap fraud. Terlebih lagi, kebijakan tersebut telah menimbulkan beban berat baik bagi fiskus dalam menghadapi besarnya beban pemeriksaan maupun bagi PKP dengan terhambatnya cash inflow dana restitusi sebagai salah satu modal kerja. Hal lainnya yang perlu mendapat perhatian adalah terbukti bahwa kebijakan tersebut tidak secara efektif dapat mengurangi tingkat penyelundupan pajak yang tetap marak terjadi.
Untuk mengurangi beban pemeriksaan dan terhambatnya cash inflow, maka khusus terhadap WP dengan kriteria tertentu (WP Patuh), atas SPT
Masa PPN lebih bayar restitusi yang disampaikannya, Direktur Jenderal Pajak sesuai pasal 17C Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dapat melakukan pembayaran pendahuluan atas kelebihan pembayaran pajak tanpa melakukan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap Wajib Pajak dengan kriteria tertentu. Dalam prakteknya jumlah WP patuh yang ada masih sangat terbatas sehingga hanya sedikit beban pemeriksaan yang dapat dikurangi dibandingkan dengan jumlah beban pemeriksaan yang ada. Kendalanya terletak pada kesulitan memenuhi syarat kriteria WP Patuh khususnya bagi WP yang laporan keuangannya tidak diaudit serta adanya sanksi administrasi 100 % dibalik fasilitas ini bila ternyata restitusi timbul tidak sesuai dengan aturan.
Metode penelitian yang digunakan dalam thesis ini adalah metode deskriptif analisis, dengan menganalisis kondisi saat ini di DJP dan membandingkannya dengan model lain yang telah berjalan. Dilanjutkan dengan melakukan studi kepustakaan, mempelajari peraturan perpajakan dan laporan.
Dari hasil analisis penelitian, prosedural pengukuhan PKP belum berjalan sesuai dengan prosedural pengukuhan PKP di negara benchmark. Hal ini berakibat pada tidak terdeteksinya peluang-peluang terjadinya penyelundupan PPN. Sesungguhnya sejak awal pengukuhan PKP DJP sudah harus dapat menganalisis tingkat kemampuan calon PKP'dalam menjalankan kewajiban sebagai PKP sehingga kemungkinan pelanggaran PPN dapat lebih diawasi.
Dari hasil penelitian juga diperoleh kesimpulan bahwa proses pemilihan SPT PPN untuk diperiksa berjalan tidak terarah. Hal ini justru mengakibatkan pengawasan penerimaan Negara menjadi tidak terkoordinir dengan baik. Semestinya tidak semua SPT Masa PPN yang menyatakan lebih bayar diperiksa terlebih dahulu. Dengan penentuan resiko (risk assessment) yang tepat, pemeriksaan terhadap seluruh SPT Masa PPN yang menyatakan lebih bayar dapat dihindari. Dengan begitu sumber daya yang ada dapat dihemat dan dapat dialihkan untuk konsentrasi ke fungsi pengawasan yang lain.
Sebagai basil analisis perbandingan prosedur pemilihan SPT PPN yang akan diperiksa antara DJP dengan negara yang dijadikan Benchmark (Kanada) penulis menyusnn model pemilihan SPT PPN yang akan diperiksa dengan memperhatikan arah modernisasi administrasi pelayanan pajak yang sedang dijalankan oleh DJP. Model yang penulis uraikan ini diharapkan dapat menjadi masukan guna perbaikan yang lebih baik.

Recent misuse of tax invoice in the country indicate the weaknesses of tax administration it self. The misuse of tax invoice (fake tax invoice) can only be detected when amount of loss has happened, it actually could be avoided if the tax officers can detected from the beginning of the registration.
Tax evaluation can be done since the beginning of registration way before the damage is done, referring to Goran Normann tax evaluation can be done as early as the tax payers registering them self for tax payers numbers. We have adopted it in Indonesia, by doing on field verification for the procedure of giving or registering tax payer number for VAT (NPPKP), it is being done and administrated locally by each tax office. Nationally there is no further controlled for these matters, in addition to that for some cases groups of bad businessman can only be detected nationally not locally.
Determining the risk level for the bad tax payers can be done from the beginning (pro-active activity) and that is being done since the tax payers registered them self by putting them into certain simple criteria.
Nowadays all the tax returns for VAT that figures excess in their payment for VAT and applying for tax refund has to undergo the audit before the refund can be paid. The audit that is being done for all the tax return is a waste of human resource and other resources as well, because not all the tax returns that figures excess in payment for VAT tax and applying for tax refund contain high risk to fraud. More over, this procedure has become burden for both tax officers and tax payers, officers has to deal with so many audits and tax payers will face cash inflow problem as tax refund is one of working capital for their company. Other things that should be put in to consideration are that audit does not effectively reduce the number of tax evasion which widely practices in the business.
In reducing the burden of audit for officers and cash inflow problem for tax payers, the obliged tax payers (WP Patuh) on certain criteria that claims excess for their tax returns for VAT and applied
tax refund, Director General of Taxes referring to phase 17C UU KUP, can initialised payment on the excess reported in the tax returns without undergoing audit for the obliged tax payers on certain criteria. In fact the number of obliged tax payers is very limited compared to all tax payers registered, due to this factor the amount of audit work load is not lessen in significant amount. The real obstacle for this procedure is fulfilling the requirement to become obliged tax payers, especially for the tax payers which its financial report has not been audited; in addition there is 100% administration sanction under this facility if tax refund proved not according by law.
The research methods used in this thesis is descriptive analyses which analysed recent condition in DGT compared to other on going model. Followed by literacy research, examine rule of conduct on taxation and tax payer reports.
From the research analysis, the procedure in attaining tax payers VAT numbers has not been the same as the procedure in benchmark country. Frauds in VAT are the consequences as a result for these matters. From the beginning of the registration on VAT tax number, DGT must have analysed the capability of the tax payers to fulfil their duty as a VAT tax payers in order to lessen the probability of tax frauds and it is easier for DGT to control.
From result of research we can also conclude that the sorting of VAT tax returns to be audited is not in the right direction. This matters resulted in national income is not most favourable condition and harder to coordinates. Ideally not all VAT tax returns which claim excess shall be audited upfront. By determining the right risk assessment, the audit procedure for all VAT tax returns excess in payment can be avoided. By doing so, we can efficiently use human resources in DGT and we can concentrate more on other controlling aspect.
As a result to this analyses in association on VAT tax returns in Indonesia and the benchmark country (Canada) in selecting VAT tax returns, the writer compile selection of VAT tax return models which are going to be audited, in accordance to modernized tax service administration direction DGT has undergone. The writer hopes this model can give contribution in modernizing tax office.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22514
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afrizal Kurniawan Syarief
"Agar iklim investasi di Indonesia meningkat, pemerintah memberikan beberapa insentif untuk sektor ekonomi yang strategis. Salah satunya adalah dengan memberikan insentif berupa pembebasan PPN untuk barang strategis, dalam kasus ini adalah Rusunami. Penelitian ini menganalisa kebijakan pembebasan PPN atas Rusunami dan pengaruhnya bagi penerimaan studi kasus pada KPP Pratama Jakarta Cengkareng.
Permasalahan utama dalam tesis ini adalah : pertama, adalah apakah dasar pemikiran atas kebijakan pembebasan PPN atas Rusunami sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, kedua adalah bagaimana mekanisme dalam pengkreditan pajak masukan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, ketiga, bagaimanakah pengaruh pembebasan PPN bagi Penerimaan di KPP Pratama Jakarta Cengkareng. Penelitian ini adalah penelitian qualitatif dengan analisia deskriptif. Pembebasan PPN atas Rusunami telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dasar pemikirannya adalah Rusunami termasuk dalam kategori merit goods. Pembebasan PPN menyebabkan terjadinya pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan.
Dalam kasus ini PT. X dan PT. Y mengkreditkan semua pajak masukannya dalam laporan PPN. Pembebasan PPN memberikan dampak bagi Penerimaan KPP Pratama Jakarta Cengkareng, hal itu memungkinkan bertambah or berkurangnya Penerimaan KPP Pratama Jakarta Cengkareng. Hal itu dapat meningkatkan Penerimaan karena walaupun dibebaskannya PPN tetapi ada pajak-pajak lainnya yang masuk, seperti PPh, PBB, BPHTB. Dan juga bisa menyebabkan berkurangnya Penerimaan ketika PT. X dan PT. Y mengkreditkan pajak masukannya dalm laporan PPN.

In order to enhance the investment climate in Indonesia, government provide some incentives for strategic economic sector. One of them is by giving the VAT free incentive to the strategic goods, i.e. is Rusunami. This study analysis of Tax Exemption Policy of Value Added Tax for Rusunami takes as a case study at KPP Pratama Jakarta Cengkareng.
The main problems of this study are: first, is the tax exemption policy of Value Added Tax for Rusunami in accordance with applicable regulations, second, how does mechanism in tax credit of input tax, third, how does it influence in the revenue of KPP Pratama Jakarta Cengkareng. This research is a qualitative research with descriptive analysis. The exemption policy of value added tax for Rusunami is in accordance with applicable regulations because Rusunami included in the merit goods category. Exemption of value added taxes on transaction is creating un-deductable tax credit.
In this case, PT. X and PT. Y crediting the input tax in their periodical VAT reports. Exemption of value added taxes influence the revenue of KPP Pratama Jakarta Cengkareng, its may rise or reduce the income of KPP Pratama Jakarta Cengkareng. However, is the long time it will increase revenue because even the value added tax is free, but there are another taxes comes of that, for example Income Tax, Land and Building Tax, Duty on Acquisition of Rights to Land and Building, etc. And it may reduce revenue when PT. X and PT. Y crediting the input tax in their VAT tax reports.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
T30528
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Melli Asriani
"Penurunan produksi minyak dan stagnannya produksi gas selama beberapa tahun terakhir, menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi pemerintah. Berdasarkan keluhan kontraktor, salah satu penyebabnya adalah pengenaan berbagai macam pajak sejak awal tahap eksplorasi. Padahal, di sisi lain, kontraktor belum memperoleh penghasilan usaha pada tahap ini. Untuk meningkatkan produksi migas tersebut, diterbitkanlah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 178/PMK.11/2007 yang mengatur pemberian insentif PPN ditanggung pemerintah bagi impor barang yang dipergunakan dalam tahap eksplorasi migas. Proses implementasi kebijakan inilah yang ingin dibahas oleh peneliti suatu penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis yang bersifat deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pelaksanaan pemberian insentif PPN ditanggung pemerintah bagi impor barang untuk eksplorasi migas mencakup suatu tahapan implementasi yang cukup panjang dan melibatkan beberapa institusi negara. Pada dasarnya proses pelaksanaan sudah dimulai sejak pengajuan Rencana Impor Barang oleh kontraktor yang merupakan dokumen yang wajib dilampirkan ketika mengajukan permohonan insentif hingga penyampaian laporan triwulan PPN ditanggung pemerintah kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai, dan permintaan pembayaran penerimaan PPN oleh Direktur Jenderal Pajak kepada Direktur Jenderal Anggaran. Konsekuensinya, pemerintah harus menganggarkan tambahan pengeluaran untuh menanggung PPN tersebut dalam APBN 2008. Namun, pengeluaran ini secara langsung akan diseimbangkan dengan masuknya penerimaan PPN. Dengan demikian, pada dasarnya tidak ada dana belanja yang secara riil dikeluarkan pemerintah untuk menanggung PPN tersebut. Namun demikian, kontraktor hanya dapat menerima manfaat insentif tersebut selama satu tahun karena Undang-Undang APBN 2008 yang menjadi dasar hukumnya hanya memiliki masa berlaku selama satu tahun.

The declining of oil production and stagnancy of gas for many years have resulted in government loss. Based on the demand ask by Contractors, the taxes imposed since the beginning of exploration phase have become one of the main cause. In the other side, no income has been generated by Contractors in this phase. In order to increase the national production, government issued a tax incentive in the form of VAT borne by government for the importation of exploration goods in oil and gas sector which is regulated in Minister of Finance Regulation Number 178/PMK.011/2007. This research attempts to analyze the implementation process of this regulation in details. The approach used in the research is based on qualitative method with descriptive interpretation. From the research held, it shows that the implementation of encompass such a long process and involve some government institutions. The process has been started since Contractors submit the Import Plan, until recording tax revenue by Directorate General of Taxation based on the report delivered by Directorate General of Custom Duty and admitting subsidy expenditure by Directorate of Budgeting. This creates government obligation to budgeted additional expense to bear the VAT in General Revenue and Expenditure Budget for Year 2008. However, this expense will directly balance with the tax revenue from VAT. Thereby, there is no real expenditure by government in bearing the VAT. Nevertheless, Contractors are only able to get benefit from the incentive for one year since The General Revenue and Expenditure Budget Law valid only for one year."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>