Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 194054 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indri Astuti Kurniasari
"Hot Dip Galvanizing merupakan salah satu jenis proses pelapisan baja dengan logam lain yaitu seng cair. Proses ini dilakukan dengan cara mencelupkan baja kedalam bak yang berisi seng cair. Tahapan proses galvanizing terdiri dari degreasing, pickling, fluxing, dipping dan quenching. Pembentukan fasa Fe-Zn akan terjadi selama proses galvanizing. Mekanisme pelekatan seng pada baja merupakan proses difusi. Pembentukan fasa Fe-Zn tergantung pada komposisi baja dan logam cair serta waktu pencelupan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu pencelupan dan kadar kromium yang terkandung didalam baja terhadap lapisan yang terbentuk. Baja dengan kadar kromium yang berbeda, digalvanisasi pada temperature 470°C dengan komposisi seng cair 1,5% Fe, 0,90% Pb, 0,35% Al and 97,25% Zn. Waktu pencelupan yang digunakan adalah 3, 15 dan 50 detik.
Penelitian mengenai pengaruh kromium pada baja dilakukan dengan pengujian kekerasan lapisan, ketebalan lapisan dan analisa struktur mikro. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa kromium akan mempengaruhi kekerasan tetapi tidak berpengaruh terhadap ketebalan. Nilai kekerasan paling tinggi didapatkan pada baja dengan kadar 0,32 % Cr. Mekanisme kekerasan kromium pada lapisan galvanisasi adalah solid solution dengan substitusi. Ketebalan lapisan yang terbentuk tidak tergantung pada lamanya waktu pencelupan tetapi tergantung pada ketebalan sampel dan konsentrasi silikon (Si).
Penambahan 0,35% Al pada bak galvanizing, akan menghasilkan lapisan intermetalik Fe2Al5. Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada mikroskop optic menunjukkan bahwa hanya pada waktu pencelupan yang sangat singkat yaitu 3 detik, fasa intermetalik terdapat pada semua sampel. Fasa ini akan mempengaruhi kekerasan lapisan dimana dihasilkan kekerasan lapisan tertinggi pada waktu celup 3 detik.

Hot Dip Galvanizing is one of steel coating process with molten zinc. This process is done by immersing steel in bath which content of liquid zinc. The steps of this process consist of degreasing, pickling, fluxing, dipping and quenching. Zinc-iron phases may develop at the steel substrate during the hot-dip galvanizing process. The mechanism of zinc plating to the steel is diffusion mechanism. The formation of Fe-Zn phase depends on many factors, such as the chemical composition of both the bath and the steel, and immersion time.
The aim of the research was to investigate the influence of both immersion time and chromium contents of the steel substrate on coating characteristics. Thus, steels which had different chromium contents, were galvanized at 470°C and the compositions of liquid metal are 1,5% Fe, 0,90% Pb, 0,35% Al and 97,25% Zn. The immersion time was varied between 3, 15 and 50 seconds.
In this study, the influence of chromium on the zinc coating was investigated with micro hardness testing, thickness testing and microstructure analysis. From the investigation showed that Chromium would affect the hardness but it did not affect the thickness. The hardness values of steel with 0,32% Cr was the highest. The hardness mechanism of chromium in coating layer was substitution solid solution. The thickness of the coatings was not strongly dependent on the immersion time but it was dependent on the thickness of steel and the concentration of Silicon (Si).
Adding 0,35% of aluminum to the galvanizing bath, will produce a thin layer of intermetallic, Fe2Al5. From the cross-section of samples were observed by optic microscopy showed that, only for very short immersion time (3 second), all of samples had intermetallic phase. This phase will affect to the hardness of the coating which in this immersion time is produced the highest value of hardness."
2008
S41720
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Windu Sari
"Metal Active Gas adalah salah satu proses pengelasan yang digunakan untuk menyambung logam yang termasuk ke dalam jenis fusion welding. Proses pengelasan ini dapat dilakukan secara otomatis maupun semi-otomatis. Dengan menggunakan logam pengisi berjenis E70S-6 dan gas CO2 sebagai pelindung. Penelitian dilakukan terhadap baja karbon rendah dengan kadar 0,12%C yang sebelumnya telah dilapis dengan menggunakan seng. Proses pelapisan yang digunakan adalah celup panas, Hot Dip Galvanizing. Pengelasan dilakukan dengan metode transfer logam: dip transfer atau semi-circuit transfer. Dengan variasi kecepatan pengelasan yaitu: 24, 26, 28 (310, 450, 486 mm/dtk). Tegangan yang digunakan yaitu 20 volt dengan arus sebesar 140 ampere. Pengujian yang dilakukan yaitu: uji tarik, uji tekuk, uji kekerasan, uji komposisi, serta pengamatan struktur mikro. Hasil yang diperoleh adalah kekuatan mekanis terbaik dimiliki oleh sambungan dengan kecepatan pengelasan tertinggi. Hasil sambungan memiliki struktur mikro yang sangat halus dan kuat. Uji kekerasan menunjukkan sampel dengan kecepata pengelasan yang tinggi memiliki nilai kekerasan yang tinggi. Uji komposisi menunjukkan adanya peningkatan kadar seng mempengaruhi sifat mekanis baja. Jika dibandingkan dengan baja karbon yang belum dicelup, maka kekuatan baja galvanis lebih rendah. adanya inklusi seng di dalam baja menurunkan nilai kuat tarik baja."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S41361
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bintang Knight
"Kawat bronjong adalah kawat dengan struktur anyam yang terbuat dari baja galvanis. Penggunaan kawat bronjong sering diaplikasikan sebagai pondasi ataupun penahan anti korosi untuk mencegah bencana erosi, tanah longsor, dan abrasi. Adapun baja galvanis terdiri dari baja sebagai substrat yang dilindungi oleh lapisan pelindung seng. Akan tetapi performa lapisan seng dalam melindungi baja galvanis bergantung dari beberapa faktor, salah satunya kekasaran permukaan lapisan. Pada penelitian ini akan membahas pengaruh kekasaran permukaan lapisan seng terhadap ketahanan korosi. Variabel yang digunakan terdiri dari tiga sampel (BAL, BAI, dan BJ) dengan masingmasing bentuk heliks dan non-heliks Setiap sampel memiliki nilai kekasaran permukaan masing-masing yaitu BAL (2,185 μm); BAI (2,068 μm); dan BJ (2,775 μm). Proses ketahanan korosi menggunakan metode immersion test dengan larutan korosif HCl 1 M selama 21 hari. Hasil immersion test kemudian ditimbang dan dilakukan karakterisasi menggunakan mikroskop optik (OM) dan mikroskop elektron (SEM-EDS). Berdasarkan immersion test, sampel BJ dengan bentuk heliks menghasilkan laju korosi tertinggi. Kemudian kemampuan mekanis material sebelum dan setelah korosi mengalami perubahan dalam aspek kekerasan. Pengujian kekerasan menggunakan mesin microvickers dengan indentasi 25 gf dan waktu selama 10 detik. Berdasakan hasil kekerasan, didapatkan bahwa sampel BAI dengan kandungan seng tertinggi cenderung paling lunak. Di lain sisi, produk korosi yang terbentuk di permukaan tiap sampel menyebabkan material menjadi lebih keras dan brittle.

Gabion wire is woven wire made of galvanized steel. It is often used as a foundation or corrosion-resistant barrier to prevent erosion, landslides, and abrasion. Galvanized steel consists of steel as the substrate protected by a zinc coating. However, the performance of the zinc coating in protecting the galvanized steel depends on several factors, one of which is the surface roughness of the coating. This study discusses the influence of zinc coating surface roughness on corrosion resistance. The variables used consist of three samples (BAL, BAI, and BJ) with each having both helical and non-helical forms. Each sample has a specific surface roughness: BAL (2.185 μm); BAI (2.068 μm); and BJ (2.775 μm). The corrosion resistance process uses the immersion test method with 1 M HCl corrosive solution for 21 days. The immersion test results were then weighed and characterized using Optical Microscopy (OM) and Scanning Electron Microscopy with Energy Dispersive Spectroscopy (SEM-EDS). Based on the immersion test, sample BJ with a helical form showed the highest corrosion rate. Subsequently, the mechanical properties of the material before and after corrosion showed changes in hardness. The hardness test used a microvickers machine with a 25 gf indentation and a dwell time of 10 seconds. According to the hardness results, sample BAI, which had a highest zinc content, tended to be the softest. On the other hand, the corrosion products formed on the surface of each sample made the material harder and more brittle."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fauzan Satria
"Degalvanisasi atau dezincing secara kimiawi merupakan proses menghilangkan lapisan seng pada permukaan baja galvanis dengan cara merendam baja di larutan asam. Lapisan seng (zinc) pada permukaan baja galvanis didapatkan dari proses galvanisasi yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan baja terhadap korosi. Setelah melewati masa pakainya, baja galvanis dapat dimanfaatkan untuk dijadikan bahan scrap pada industri peleburan baja. Kandungan seng pada permukaan scrap baja mempersulit proses peleburan sehingga perlu diminimalkan dengan dilakukan proses degalvanisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari parameter apa saja yang dapat mempengaruhi proses degalvanisasi kimiawi serta menentukan parameter optimal yang dapat diaplikasikan ke industri. Material sampel pada penelitian ini merupakan scrap baja galvanis untuk otomotif yang akan dibentuk menjadi plat untuk mempermudah penelitian. Larutan asam yang digunakan adalah asam nitrat (HNO3) dengan parameter konsentrasi larutan dan durasi perendaman yang akan diuji untuk mengetahui pengaruhnya terhadap hasil proses degalvanisasi. Metode pengujian dilakukan dengan cara mencelupkan plat ke dalam wadah yang berisi larutan HNO3 lalu didiamkan selama durasi yang telah ditentukan. Analisis hasil pengujian yang dilakukan adalah analisis weight loss dari data selisih berat sampel sebelum dan sesudah pengujian serta analisis mikrostruktur dengan menggunakan mikroskop optik. Penelitian menunjukkan bahwa perendaman plat scrap baja galvanis dapat berlangsung dengan cepat menggunakan larutan HNO3, ini ditunjukkan dengan hasil weight loss yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan larutan H2SO4 menggunakan parameter yang sama. Larutan HNO3 5% dapat melarutkan Zn permukaan baja galvanis sebanyak 6,95% dalam durasi 15 menit tanpa menyerang base material dari baja galvanis. Jika menggunakan larutan HNO3 10% didapatkan hasil weight loss lebih tinggi namun base material baja galvanis akan mengalami korosi karena laju reaksi yang terlalu tinggi sehingga sulit dikontrol.

Chemical degalvanization or dezincing is the process of removing the zinc layer on the surface of galvanized steel by immersing the steel in an acid solution. A layer of zinc on the surface of galvanized steel is obtained from the galvanization process which aims to increase the steel's resistance to corrosion. After passing through its useful life, galvanized steel can be used as scrap material in the steel smelting industry. The zinc content on the surface of steel scrap complicates the smelting process so it needs to be minimized by a degalvanization process. This research aims to study the parameters which can affect the chemical degalvanization process and determine the optimal parameters that can be applied to industry. The sample material in this research is galvanized steel scrap for automotive which will be formed into plates to facilitate research. The acid solution used is nitric acid (HNO3) with the parameters of the solution concentration and the duration of immersion which will be tested to determine its effect on the results of degalvanization process. The test method is carried out by dipping the plate into a beaker glass containing HNO3 solution and then left it and wait for a predetermined duration. The analysis of the test results is a weight loss analysis of the difference in sample weight data before and after immersion and microstructural analysis using an optical microscope. The result shows that the immersion of galvanized steel scrap plate process can proceed quickly using HNO3 solution, this is indicated by the higher weight loss results when compared to H2SO4 solution using the same parameters. 5% HNO3 solution can dissolve 6.95% of galvanized steel surface Zn in a duration of 15 minutes without attacking the base material of the galvanized steel. The use a 10% HNO3 solution will produce higher weight loss, but the base material for galvanized steel will corrode due to the high reaction rate, making it difficult to control."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Apriyadi
"Kecenderungan baru dalam dunia industri adalah penggunaan struktur ringan yang dapat diperoleh dengan menggunakan logam ringan berkekuatan tinggi, komposit logam, atau struktur berongga. Perforasi merupakan salah satu alternatif pengurangan berat yang cukup baik, tetapi didalam disain perforasi dapat menurunkan sifat mampu bentuknya. Penurunan sifat mampu bentuk ini dapat dikurangi dengan mengatur pola pelubangan dari Jembaran baja galvanis tersebut.
Pada penelitian ini digunakan lembaran baja galvanis 0,8 mm dengan alasan baja galvanis digunakan secara luas didalam industri. Pelubangan dilakukan dengan cara pengeboran dengan menggunakan mesin CNC.
Dalam penelitian ini telah dicoba untuk melihat pengaruh pola perforasi terhadap sifat mampu bentuk (nilai UTS, nilai regangan merata, nilai regangan total, nilai koefisien pengerasan regang, nilai tropi plastis, EDH, dan LDR) dari lembaran baja galvanis 0,8 mm. Pola perforasi yang digunakan adalah pola segiempat dan heksagonal dengan lubang berdiameter 3 mm lalu hasilnya dibandingkan dengan lembaran tanpa perforasi. Pengujian dilakukan tanpa menggunakan pelumas untuk uji simulative.
Dari hasil penelitian memperlihatkan bahwa lembaran perforasi menyebabkan penurunan nilai koefisien pengerasan regang sebesar 54% untuk pola segiempat dan 64% untuk pola heksagonal, penurunan nilai elongasi merata sebesar 68% untuk pola segiempat dan 61% untuk pola heksagonal, penurunan nilai elongasi total sebesar 56% untuk pola segiempat dan 70% untuk pola heksagonal, dan penurunan LDH sebesar 58% untuk pola segiempat dan 55% untuk pola heksagonal bila dibandingkan dengan lembaran tanpa perforasi. Sedangkan untuk nilai UTS, nilai anistropi platis dan LDR lembaran perforasi baik perforasi segiempat maupun heksagonal tidak mengalami penurunan yang berarti bila dibandingan dengan lembaran tanpa perforasi. Antar pola segiempat dengan pola heksagonal tidak ada perbedaan yang berarti pada sifat maupun bentuk lembaran baja galvanis ini."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S41590
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amy Masmir
"Hot Dip Galvonize adalah sebuah jenis proses pelapisan baja dengan logam lain, seperti seng, dengan cara pencelupan ke dalam bak yang berisi seng cair. Proses Hot Dip Galvonize terdiri dari beberapa tahap, yaitu degreassing pickling, fluxing, dipping, dan quenching. Seng cair masuk dan melekat di atas permukaan baja dengan mekanisme difusi. Hot Dip Galvonize banyak digunaka sebagai salah satu metode perlindungan baja terhadap korosi.
Penelitian dilakukan terhadap pipa baja dengan tiga macam kadar silikon, yaitu 0,019%; 0,011%; dan 0,0076% Si dab variasi waktu pencelupan dalam proses yaitu 3, 5, dan 8 menit dengan temperatur pencelupan standar yaitu 450℃. Setelah proses Hot Dip Galvanize, dilakukan pengujian terhadap ketebalan lapisan, pengamatan struktur mikro dan pengujian kekerasan mikro.
Hasil yang diperoleh adalah lapisan galvanis paling tebal, sebesar rata-rata 150 μm, dihasilkan oleh pipa baja dengan kadar silikon 0,019% dan waktu pencelupan 8 menit. Sedangkan lapisan galvanis tertipis dihasilkan oleh pipa baja dengan kadar silikon 0,011% dan waktu pencelupan 3 menit, yaitu sebesar 68,75%. Lapisan yang terbentuk terdiri dari beberapa lapisan fasa intermetalik yaitu lapisan Eta (η), lapisan Zeta (δ), lapisan Delta (ς), dan lapisan Gamma (Γ). Sedangkan pengujian kekerasan mikro menunjukkan bahwa dengan bertambahnya jarak dari permukaan maka kekerasa yang diperoleh bertambah tinggi, kemudian pada titik tertentu kekerasan akan sedikit menurun."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S41324
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Machmudi Kanosri
"Proses celup panas telah banyak mengalami perkembangan. Hal ini dapat dilihat pada benda-benda yang berada disekitar kita. Aplikasi ini terus berkembang mulai dari baut hingga menara-menara kimstruksi. Perkembangan pada proses celup panas tentunya membutuhkan pula perbaikan-perbaikan menuju kualitas hasil yang optimal.
Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi kualitas lapisan galvanis tersebut akan diambil dua yaitu waktu pencelupan dan tebal baja. Dengan benda kerja yang digunakan ialah baja A252 dengan kandungan phosphor maksimum 0,05%. Kemudian variabe ang digunakan untuk waktu celup ialah 3 menit, 5 menit, dan 8 menit. Dan variable untuk ketebalan baja ialah 6 mm, 8 mm, 12 mm, 16 mm, dan 20 mm. Pada penelitian ini akan dipelajari bagaimana hubungan antara waktu pence1upan, tebal baja terhadap ketebalan lapisan galvanis serta kekerasab setiap fasa yang terbentuk.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa semakin lama waktu pencelupan maka akan semakin tebal lapisan yang terbentuk. Didapatkan hasil pada waktu 8 menit dihasilkan ketebalan lapisan sebesar 285 mikro. Dan nilai kekersan tertinggi didaptkan pada fasa delta disusul dasa zelta dan eta. Nilai kekerasan rata-rata ketiganya 150 HVN, 100 HVN, dan 50 HVN. Dan ketebalan fasa-fasa ini berturut-turut 0,034 mikron, 0,0154 mikron, dan 0,02 mikron.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S41288
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romeyndo Gangga Wilman
"Dalam pengolahannya, proses reduksi bijih besi secara umum terbagi atas dua metode yaitu reduksi langsung (direct reduction) dan reduksi tidak langsung (indirect reduction). Indirect reduction dilakukan dalam blast furnace dengan reduktor berupa kokas atau char dengan temperatur di atas titik lebur besi dengan produk berupa lelehan logam Fe. Sedangkan proses reduksi langsung adalah proses reduksi dengan menghindari fasa cair dan menggunakan batubara atau minyak bumi sebagai reduktornya dan membutuhkan feed bijih besi dengan kadar Fe yang tinggi seperti yang dimiliki bijih besi di Indonesia.
Dalam penelitian ini, proses reduksi langsung yang menggunakan pelet komposit bijih besi/batubara dilakukan dengan menggunakan teknologi single conveyor belt hearth furnace. Pelet yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Kalimantan Selatan, Indonesia. Sampel merupakan mineral besi jenis lump ore dengan ukuran partikel -140#. Reduktor yang digunakan adalah batubara yang memiliki calorific value tertentu dan sebagai pengikat (binder) butir-butir campuran bijih besi/batubara pada proses peletasi digunakan bentonit 1% yang memiliki nilai plastisitas tertentu. Komposisi (mass ratio) dari pelet komposit tentunya mempengaruhi perolehan besi yang dihasilkan, karena penentuan mass ratio dari pelet komposit menentukan jumlah reduktor yang digunakan. Mass ratio pelet yang paling efisien dapat menentukan perolehan fasa Fe yang diperoleh, sehingga kita dapat menentukan mass ratio yang menghasilkan Fe paling banyak, dalam skala laboratorium.
Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui pengaruh mass ratio pelet sehingga dapat diperoleh mass ratio yang paling efisien pada proses reduksi langsung dengan teknologi single conveyor belt hearth furnace. Variasi yang dilakukan ialah melakukan reduksi langsung dengan mass ratio pelet komposit bijih besi : batu bara 2:1, 1:1 dan 1:2. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya perbedaan reaksi yang mempengaruhi fasa yang dihasilkan sesuai dengan fungsi waktu prosesnya.

The treatment process requires the separation of iron from iron ore with impurities-impurities. This process is called the iron ore reduction process. In processing, iron ore reduction process is generally divided into two methods: direct reduction (direct reduction) and reduction (indirect reduction). Indirect reduction is done in a blast furnace with a reducing agent such as coke or char at temperatures above the melting point of the product in the form of molten iron to Fe metal. While the direct reduction process is the reduction process by avoiding the liquid phase and the use of coal or oil as needed feed reduktornya and iron ore with high Fe levels like those of iron ore in Indonesia.
In this study, the direct reduction process using composite pellets of iron ore / coal performed using a single technology conveyor belt furnace hearth. Pellets used in this study came from South Kalimantan, Indonesia. The sample is a mineral type of lump iron ore with a particle size of -140 #. Reducing agent used is coal that has a certain calorific value and the binder (binder) mixed grains of iron ore / coal used in the process pelletasi 1% bentonite which has a certain plasticity. Composition (mass ratio) of composite pellets of course affect the acquisition of iron is produced, because the determination of the mass ratio of the composite pellets were used to determine the amount of reducing agent. Mass ratio pellets to determine the most efficient acquisition of Fe phase obtained, so that we can determine the mass ratio that produces Fe at most, on a laboratory scale.
The purpose of research is to determine the effect of pellet mass ratio that can be obtained in the most efficient mass ratio in the direct reduction technology with a single conveyor belt furnace hearth. Variations that we used is mass reduction ratio composite iron ore pellets: coal 2:1, 1:1 and 1:2. The results showed the reaction that affects the phase difference is generated according to the function of the process time.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S57205
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fidelia Andrean
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian
fortifikan NaFeEDTA dalam tepung tempe terhadap kadar zat besi plasma darah tikus
(Rattus norvegicus L.) jantan galur Sprague-Dawley. Metode penelitian
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri atas 25 ekor tikus putih
jantan yang dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan, yaitu kelompok kontrol normal
(KK1) yang hanya diberikan CMC 0,5%, kelompok kontrol perlakuan (KK2) yang
diberikan suspensi tepung tempe tanpa fortifikan dan kelompok perlakuan 1, 2, 3
(KP1, KP2 dan KP3) yang diberikan suspensi tepung tempe dengan fortifikan
NaFeEDTA dosis 1,35 mgFe/ kgBB, 2,7 mgFe/ kg BB, dan 5,4 mgFe/ kgBB.
Pemberian bahan tersebut dilakukan secara oral selama 21 hari berturut- turut.
Pengambilan darah dilakukan pada hari ke-0 dan setelah perlakuan hari ke-21. Kadar
Fe diukur dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer). Hasil uji anava satu
arah dan LSD (P < 0,05) terhadap sampel menunjukkan terdapatnya perbedaan nyata
pemberian fortifikan NaFeEDTA dalam tepung tempe terhadap kadar zat besi selama
21 hari. Peningkatan kadar zat besi tertinggi akhir penelitian (t21) terjadi pada KP 3,
yaitu sebesar 27,40% terhadap KK1 dan 24,38% terhadap KK2.

ABSTRACT
The study has been conducted to know the effect of fortificant NaFeEDTA
administration on tempeh flour to the plasma iron concentration of male rats (Rattus norvegicus L.). Twenty five male rats were divided to five groups consisting of normal control group (KK1) which was administered with CMC 0,5%; treatment control group (KK2) which was administered with tempeh flour without fortificant; and three treatment groups which were administered with tempeh flour and fortificant NaFeEDTA with different doses; 1,35 mgFe/KgBw (KP 1); 2,7 mgFe/KgBw (KP 2); and 5,4 mgFe/KgBw (KP 3). Treatments were carried out orally within 21"
"consecutive days. Blood is tested before treatment (t0) and after 21 days of treatment (t21). The plasma iron concentrations were measured by Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Result was statistically tested with SPSS. One-way anova test (P < 0,05) and post hoc LSD test (P <0,005) showed that adding fortificant NaFeEDTA is giving a differences iron concentrations at blood levels of rats from the first day until last day of treatments. Increased iron levels are highest in the KP3 at day 21, which increased 27.40 % compared with KK 1 and 24,38% compared with KK 2."
2016
S4787
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eni Febriana
"ABSTRAK
Pada penelitian ini telah dilakukan proses reduksi bijih limonit dengan penambahan aditif NaCl sebagai upaya untuk meningkatkan kadar besi dan nikel hasil reduksi. Analisis mineralogi mengindikasikan bahwa besi oksida mendominasi struktur mineral terutama dalam bentuk goethite, sedangkan nikel terdistribusi merata dan berasosisasi dengan unsur besi. Serangkaian percobaan reduksi dilakukan dengan variasi parameter ukuran partikel, temperatur reduksi, waktu reduksi, serta jumlah penambahan reduktor dan aditif. Dari kelima parameter proses tersebut diperoleh kondisi optimum yaitu reduksi partikel berukuran -230 mesh, temperatur reduksi pada 1100oC selama 30 menit dengan penambahan reduktor dan aditif masing-masing 12% dan 4% berat. Temperatur memberikan pengaruh yang paling besar terhadap kesempurnaan proses reduksi, sedangkan adanya penambahan aditif menyebabkan partikel besi dan nikel dapat lebih terpisah dari unsur-unsur pengotornya sehingga kadar dan perolehan besi dan nikel meningkat

ABSTRACT
The reduction process of limonite ore with NaCl addition to increase the grades of iron and nickel in the reduced ore is reported. Mineralogical analysis indicates that iron oxide dominates the structure of mineral, especially in the form of goethite, while nickel distributed uniformly and associated with iron. A series of reduction experiments conducted by varying particle size, reduction temperature, reduction time, and the amount of additional reducing agent and additives. From the all five parameter?s process, optimum condition of the reduction can be conducted with reduction of -230 mesh particle size, reduction temperature at 1100oC for 30 minutes with the addition of reducing agents and additives respectively 12 and 4 weight%. Temperature gives the greatest influence that the reduction reactions proceeds more completely at higher temperature, while the addition of additives causes iron and nickel particles can be separated easier from the impurities so that the grades and recovery of iron and nickel increase"
2016
T45552
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>