Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 44075 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jati Kusumawardani
"Cylinder head, sebagai ruang pembakar mesin pada kendaraan sepeda motor terbuat dari Al-9Si-2Cu yang sifatnya ringan, kuat, dan tahan korosi. Adapun, beberapa masalah yang ditemui dalam produksi cylinder head adalah porositas dan penyusutan yang menyebabkan kebocoran. Penelitian ini mempelajari penambahan penghalus butir titanium sebagai alternatif pemecahan masalah untuk mengatasi proses pembekuan. Selain itu, dilakukan proses perlakuan panas penuaan dengan tujuan untuk menganalisa peningkatan kekerasan saat penuaan.
Pada penelitian ini dilakukan penambahan 0,027 wt. % Ti dengan memberikan penghalus butir AlTi yang berbentuk serbuk pada temperatur 760 °C ke dalam Al-9Si-2Cu pada kondisi lebur. Sampel aluminium cair tersebut diinjeksikan menggunakan metode Low Pressure Die Casting (LPDC). Kemudian, pada sampel dilakukan solution treatment pada temperatur 525 °C selama satu jam, pencelupan ke dalam air, dan dilanjutkan dengan penuaan alami (T4) pada temperatur ruang selama 400 jam, serta penuaan buatan (T6) pada temperatur 200 °C selama 100 jam. Pada selang waktu tertentu dilakukan pengujian kekerasan dan observasi mikrostruktur terhadap sampel untuk mengamati kecenderungan perubahan kekerasan dan perubahan yang terjadi pada mikrostruktur. Setelah itu, pada kedua sampel dilakukan x-ray mapping untuk mengetahui distribusi unsure yang terlarut di dalam paduan.
Penambahan penghalus butir pada Al-9Si-2Cu meningkatkan kekerasan sebesar 6,67 % pada kondisi as cast. Setelah dikenakan perlakuan panas, kekerasan maksimal pada paduan tanpa penambahan titanium mencapai 113,7 dan 113,5 BHN pada penuaan alami (T4) selama 400 jam dan penuaan buatan selama 6 jam. Sedangkan, pada paduan dengan penambahan 0,027 wt. % Ti, kekerasan maksimal mencapai 117,9 dan 122,1 BHN pada penuaan alami (T4) selama 400 jam dan penuaan buatan selama 6 jam. Kenaikan nilai kekerasan ini dikonfirmasikan dengan hasil X-ray mapping dimana unsur Ti tersebar lebih banyak pada sampel dengan penambahan penghalus butir. Unsur lain seperti Al, Si, Fe, Mn terkandung pada fasa intermetalik (Al3 (Fe,Mn)Si2 dan Al12(MnCuFe)3Si2). Mg dan Cu terdispersi sebagai fasa presipitat. Berdasarkan mikrostruktur, terlihat bahwa penambahan 0,027 wt. % Ti dapat mengubah kristal AlSi yang berbentuk serpihan menjadi jarum.

Cylinder head, a part of combustion engine of a motorcycle is usually made of Al-9Si-2Cu alloys. These alloys are popular due to its low weight, strength, and corrosion resistance. Cylinder head is produced through Low Pressure Die Casting (LPDC) process which is prone to porosity and shrinkage, resulted in leakage. This research aimed to reduce the defects by adding grain refiner of titanium further heat treatment processes also conducted to increase hardness of the alloys.
An amount of 0.027 wt. % Ti in the form of Al-Ti flux was added to Al-9Si-2Cu alloy at 760 ºC. Afterwards, samples were solution treated at 525 ºC for 1 h, water quenched, and then naturally aged (T4) at room temperature for 400 h and artificially aged (T6) at 200 °C for 100 h. Hardness testing and microstructure observation were performed to study age hardening response and evolution of microstructure. X-ray mapping was conducted to reveal distribution of solute elements in the alloys during ageing.
Grain refinement of Al-9Si-2Cu alloy increased the hardness of ~ 6.67 % at ascast condition. Upon ageing, the alloys with no titanium reached maximum hardness of 113.7 BHN after 400 h for T4 and 113.5 BHN after 6 h for T6. Otherwise, the alloys added with 0.027 wt. % Ti, reached maximum hardness of 117.9 BHN after 400 h for T4 and 122.1 BHN after 6 h for T6. The increment of hardness was also confirmed by x-ray mapping result that showed more uniform distribution of Ti in the alloys with grain refiner than those without grain refiner. Other element such as Al, Si, Fe, Mn, were detected inside intermetallic phases of Al3 (Fe,Mn)Si2 and Al12(MnCuFe)3Si2. Mg and Cu were dispersed as precipitate phases. Addition of titanium also changed the morphology of AlSi crystal from cuboidal to needle-like shape.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S41759
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Julian Kharistal
"Paduan AC4B merupakan paduan Al - Si - Cu yang banyak digunakan dalam proses pengecoran komponen otomotif, khususnya cylinder head. Karakteristik dari paduan ini adalah sifatnya yang kuat, ringan, tahan korosi, dan dapat dilakukan proses perlakuan panas. Salah satu masalah yang sering ditemui pada proses pengecoran Low Pressure Die Casting paduan ini adalah kebocoran yang diakibatkan oleh porositas dan penyusutan. Penelitian ini ditujukan untuk mempelajari penambahan penghalus butir titanium sebagai salah satu solusi dari masalah untuk mengatasi masalah penyusutan yang diakibatkan oleh tidak terkontrolnya laju pembekuan.
Pada penelitian ini dilakukan penambahan penghalus butir 0.0505 wt. % Ti dan 0.072 wt. % Ti dalam bentuk serbuk fluks setelah proses degassing. Proses pengecoran dilakukan pada Low Pressure Die Casting dalam rentang waktu empat jam. Sampel pengujian diambil pada bagian yang tebal dan bagian tipis untuk mengetahui pengaruh penambahan titanium terhadap laju pembekuan pada tiap bagian. Dilakukan pengujian kekerasan dan pengamatan mikrostruktur untuk mengamati perubahan kekerasan yang terjadi dan perubahan mikrostruktur akibat penambahan titanium. Pengujian tarik juga dilakukan untuk mengetahui perubahan nilai kekuatan tarik. Pengamatan struktur dengan SEM dan EDAX dilakukan untuk mengetahui fasa yang terbentuk.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan penghalus butir dengan kadar 0.0505 wt. % Ti dan 0.072 wt. % Ti meningkatkan kekerasan dan kekuatan tarik, serta mengecilkan nilai DAS. Penambahan 0.0505 wt. % Ti meningkatkan kekerasan sebesar 2.8% pada bagian tebal dan 4.4 % pada bagian tipis. Penambahan 0.072 wt. % Ti meningkatkan kekerasan sebesar 7.17 % pada bagian tebal dan 5.1 % pada bagian tipis. Peningkatan kekuatan tarik pada penambahan 0.0505 wt. % Ti adalah sebesar 28.7 %, dan pada penambahan 0.072 wt. % Ti peningkatan yang terjadi sebesar 33.4 %. Nilai DAS pada penambahan 0.0505 wt. % Ti berkurang sebesar 20.2 % pada bagian tebal, 46.3 % pada bagian tipis. Penambahan 0.072 wt. % Ti mengurangi nilai DAS sebesar 26.5 % pada bagian tebal dan 50.3 % pada bagian tipis. Fasa yang terbentuk adalah fasa intermetalik Al2Cu yang berwarna putih, fasa intermetalik β - Al15(Fe,Mn)3Si2 yang berwarna abu abu muda, fasa AlSi yang berwarna abu abu gelap, dan matriks aluminium.

AC4B alloy is one of Al - Si - Cu alloys widely used in automotive parts casting, especially cylinder head. This alloys have characteristics such as strong, light, good corrosion resistance, and heat treatable. One of the problems commonly faced in low pressure die casting of this alloy is caused by porosity and shrinkage which leads to leakage. The subject of this research was to study addition of titanium grain refiner for an alternative solution to reducing shrinkage problems caused by uncontrolled solidification.
The addition of 0.0505 wt. % Ti and 0.072 wt. % Ti grain refiner in flux was added after degassing. Casting processes was done in Low Pressure Die Casting for four hours. Testing samples was taken from thick and thin parts to study the effect of titanium grain refiner addition on solidification rate on each parts. Hardness testing and microstructure examination was conducted to observe changes in both hardness and microstructure after titanium addition. Tensile test was also performed to study changes in tensile strength of material, while SEM and EDAX observation is done to read phases that occur.
The experiment results shows that addition of grain refiner of 0.0505 wt. % Ti and 0.072 wt. % Ti increased hardness and tensile strength, and also decreased DAS value. The increase of hardness on the addition of 0.0505 wt. % Ti is 2.8 % on thick parts and 4.4 % on thin parts. The addition of 0.072 wt. % Ti increased hardness for 7.17 % on thick parts and 5.1 % on thin parts. Tensile strength increased at the addition of 0.0505 wt. % Ti for 28.7 % , while the addition of 0.072 wt. % Ti increased tensile strength for 33.4 %.DAS value decreased from the addition of 0.0505 wt. % Ti for 20.2 % on thick parts, and 46.3 % on thin parts. The addition of 0.072 wt. % Ti decreased DAS value for 26.5 % on thick parts and 50.3 % on thin parts. Phases that occurred are white Al2Cu, light grey β - Al15(Fe,Mn)3Si2, dark grey AlSi, and aluminium matrix.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S41637
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkarnain
"Tingkat reject yang tinggi merupakan kendala yang banyak dihadapi oleh industri komponen otomotif dalam memenuhi tingginya kebutuhan kendaraan bermotor. Proses yang digunakan dalam produksi pembuatan komponen otomotif umumnya adalah proses high pressure die casting dengan bahan baku ADC 12. Reject yang paling banyak terjadi adalah cacat porosiras dan shrinkage, yang disebabkan diantaranya oleh kualitas bahan baku ADC 12 dan kontrol proses yang kurang baik. Penelitian ini dirujukan untuk mengevaluasi jenis dan penyebab cacat berdasarkan tinjauan bahan baku material ADC 12 dan tinjauan kontrol proses. Pada penelitian ini diambil sara produk komponen yang banyak mengalami cacat selama periode Mei-September 2004, terhadap produk tersebut dilakukan pengamatan visual untuk melihat jenis cacat yang terjadi dan untuk memastikan secara tepat jenis cacat dilakukan pengujian SEM. Untuk mengidentfikasi penyebab cacar dilakukan evaluasi proses aktual di Iapangan (current process) dan evaluasi bahan baku ingot yang digunakan dalam pembuatan produk tersebut. Evaluasi bahan baku ingot dilakukan dengan melakukan serangkaian pengujian terhadap empat jenis ingot yang digunakan pengujian yang dilakukan pada sample ingot tersebut yaitu pengujian komposisi kimia, pengujian metalografi, SEM dan EDAX. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa cacat yang paling banyak adalah cacat berupa porositas gas dan mikroshrinkage. Kedua cacat ini umumnya disebabkan oleh kualitas ingot yang kurang baik karena banyak ditemukan pengotor sehingga menyebabkan banyak gas terperangkap dan nilai kualitas turun. Dari current proses juga diremukan bahwa temperatur Iebur yang terlalu tinggi menyebabkan cacar porositas. Untuk mengurangi cacat ini dapat dilakukan dengan menurunkan temperatur, menigkatkan kualitas ingot dan meningkatkan nilai fluiditasnya. Untuk meningkaitkan nilai fluiditas ini dapat dicoba untuk dilakukan penelitian dengan penambahan modifier, penghalus bulir (grain refiner), dan meningkatkan rasio ingot-material sisa proses (scrap)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S41330
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Allsop, D.F.
Oxford: Pergamon Press, 1983
671.253 ALL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Lesmana
"Paduan AC4B (standar JIS) atau paduan 333.0 as-cast (standar AA) secara komersial banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan komponen pada industri manufaktur otomotif. Diketahui sering terjadi reject karena kegagalan yang terjadi pada pembuatan komponen otomotif, diantaranya adalah shrinkage dan porosity. Pendinginan yang tidak stabil atau tidak merata dapat menyebabkan shrinkage yang berimplikasi pada menurunnya kekuatan dari produk cor. Dengan penambahan grain refiner sebagai nuklean, maka pendinginan dapat lebih terkontrol sehingga butir-butir logam menjadi lebih halus dan dihasilkan kekuatan mekanis yang lebih baik. Efek fading perlu dikontrol saat penambahan grain refiner. Keefektifan grain refiner semakin turun seiring dengan meningkatnya waktu.
Pada penelitian ini dilakukan penambahan grain refiner 0.019 wt.% Ti dalam bentuk serbuk fluks setelah proses degassing. Proses pengecoran dilakukan pada Low Pressure Die Casting (LPDC) dalam rentang 120 menit dengan 4 variabel waktu fading setiap 30 menit : 30 menit, 60 menit, 90 menit, dan 120 menit. Sampel pengujian diambil pada bagian yang tebal dan bagian tipis dari cylinder head hasil proses LPDC untuk mengetahui pengaruh penambahan titanium terhadap laju pembekuan pada setiap variabel waktu fading. Dilakukan pengujian tarik dan kekerasan untuk mengetahui perubahan sifat mekanis berupa perubahan nilai kekuatan tarik, elongasi serta kekerasan. Pengamatan mikrostruktur untuk mengamati perubahan mikrostruktur yang terjadi akibat penambahan titanium. Pengamatan struktur dengan SEM dan EDAX dilakukan untuk mengetahui fasa yang terbentuk.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan grain refiner dengan kadar 0.019 wt.% Ti meningkatkan kekuatan tarik, kekerasan serta menurunkan nilai Dendrite Arm Spacing (DAS). Terjadi kecenderungan peningkatan kembali nilai DAS sehingga berdampak pada penurunan sifat mekanis setelah 30 menit karena berkurangnya keefektifan grain refiner. Menurunnya keefektifan grain refiner ini menunjukkan terjadinya efek fading. Fenomena ini diasumsikan karena pengendapan partikel AlTi3 pada dasar furnace seiring bertambahnya waktu karena perbedaan densitas partikel grain refiner (~3,35 gr/cm3) dan aluminium cair (~2.3 gr/cm3).

AC4B alloys (JIS standard) or 333.0 as cast alloys (AA standard) are widely used commercially as raw materials for parts manufacturing on automotive industries. Reject is often occurred and caused by shrinkage and porosity. Uncontrolled solidification could cause shrinkage which leads to lowering the strength of cast product. With the addition of grain refiner as nucleant, solidification rate can be controlled resulting in finer grain and better mechanical properties. Fading effect must be controlled at grain refiner addition. Grain refiner effectivity is lower as time increases.
On this research grain refiner addition in flux powder was added at 0.019 wt. % Ti after degassing process. Casting was done in Low Pressure Die Casting (LPDC) in 120 minutes with 4 variables fading time every 30 minutes : 30 minutes, 60 minutes, 90 minutes, and 120 minutes. Samples was taken from thick and thin parts from cylinder head to observe titanium addition on solidification rate on every fading time variables. Tensile test and hardness test was conducted to observe changes in mechanical properties in tensile strength, elongation and hardness value. Microstructure examination was performed to observe changes in microstructure after titanium addition, while SEM and EDAX observation was conducted to read phases that occur.
The experiment results shows that 0.019 wt. % grain refiner addition increased tensile strength, hardness,and decreased DAS value. After 30 minutes, there are increase in DAS value and decrease in mechanical properties because decrease of grain refiner effectivity. The decrease of grain refiner effectivity shows the fading effect. This phenomenon was assumed by the settling of Al3Ti on the bottom of the furnace as time increases because of the difference in grain refiner particle density (~3,35 gr/cm3) and molten aluminium (~2.3 gr/cm3).
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S41783
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nuke Ferdilia Prasiwi
"Die soldering merupakan masalah yang sering terjadi dalam proses Die Casting. Die soldering merupakan peristiwa penempelan aluminium cair dengan baja sebagai material cetakan yang mengakibatkan produk cor sulit dilepaskan dari cetakan. Untuk meminimalisasi die soldering, dilakukan perlakuan pada permukaan baja 8407 Supreme dan Dievar berupa nitridisasi dan shot peening. Pada penelitian ini, baja 8407 Supreme dan Dievar diberi dua variabel perlakuan permukaan, yaitu : shot peening dan nitriding-shot peening yang selanjutnya dilakukan pencelupan pada Aluminium ADC12 cair dengan tiga variabel waktu pencelupan, yaitu : 0,5; 5; 30 menit. Karakterisasi yang dilakukan adalah kekerasan makro, kekerasan mikro, pengamatan struktur mikro, identifikasi fasa dan senyawa intermetalik serta kehilangan berat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa baja 8407 Supreme dan Dievar dengan perlakuan nitriding? shot peening memiliki kekerasan mikro dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan perlakuan shot peening saja. Pada baja 8407 Supreme ketebalan compact layer berkurang dari 19 μm menjadi 17 μm dan ketebalan broken layer berkurang dari 96 μm menjadi 80 μm. Pada baja Dievar ketebalan compact layer berkurang dari 38 μm menjadi 19 μm dan ketebalan broken layer berkurang dari 119 μm menjadi 45 μm. Hal ini mengindikasikan baja 8407 Supreme dan Dievar yang diberi perlakuan nitriding-shot peening memiliki ketahanan terhadap die soldering yang lebih baik dibandingkan dengan hanya dilakukan shot peening.

Die soldering is a problem happened in High Pressure Die Casting (HPDC). Die soldering is sticking phenomenon between molten aluminium with the surface of steel which makes cast product difficult to eject. In order to minimize die soldering, surface treatments such as shot peening and nitriding were done on the 8407 Supreme steel and Dievar steel. In this research, 8407 Supreme steel and Dievar steel were treated by two variables shot peening and nitriding-shot peening dipped into molten aluminum alloy ADC12 and with three variables of dipped times 0.5; 5; 30 minutes. Characterization included surface hardness, microstructure observation, identification of phase and intermetallic compund and weight loss.
The results of the investigation shown that 8407 Supreme steel and Dievar steel are treated by nitriding?shot peening have two times higher of hardness than are treated by shot peening. On 8407 Supreme steel the thickness of compact layer decreased from 19 μm to 17 μm and the thickness of broken layer also decreased from 96 μm to 80 μm. On Dievar steel the thickness of compact layer decreased from 38 μm to 19 μm and the thickness of broken layer also decreased from 119 μm to 45 μm. These results prove that 8407 Supreme steel and Dievar steel are treated by nitriding?shot peening have a better resistance to die soldering than are treated by shot peening.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S60145
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puti Kiarranabila Deyvita
"Die soldering merupakan salah satu cacat proses pengecoran logam dimana cairan logam melekat pada permukaan baja cetakan. Proses ini merupakan hasil reaksi antar muka antara aluminium cair dengan permukaan cetakan. ADC12 yaitu aluminium dengan kandungan silikon 10% serta baja cetakan SKD 61 merupakan hal yang umum digunakan sebagai cairan logam dan material cetakan pada proses pengecoran tekan (die casting) paduan aluminium. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh temperatur tuang dan penggunaan pelapis zirkonium silikat terhadap pembentukan lapisan intermetalik yang terbentuk selama proses reaksi antar muka pada saat pencelupan. Sampel uji yang digunakan yaitu baja perkakas jenis SKD 61 hasil annealing, yang dicelup pada Al-10%Si dengan variasi temperatur tahan 680oC, 720 oC dan 760 oC pada waktu kontak yang sama, yaitu 30 menit. Karakterisasi yang dilakukan meliputi Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive Spectroscopy, Micro Hardness Test, dan Optical Emission Spectrometers. Hasil penelitian menunjukkan dua lapisan intermetalik terbentuk pada permukaan baja perkakas SKD 61 yakni compact intermetallic layer dan broken + floating intermetallic layer Peningkatan temperatur tuang pada proses pencelupan baja perkakas SKD 61 pada paduan Al-10%Si meningkatkan kekerasan mikro secara linear, dimana kekerasan compact layer dan broken + floating layer pada temperatur 680oC adalah 316,94 VHN dan 202,3 VHN pada temperature 720oC 358,1 dan 228,63 VHN pada 760oC adalah 424,24 VHN dan 235,77 VHN. Semakin tinggi kadar Fe maka kekerasan intermetalik akan semakin meningkat. Peningkatan kadar Fe berakibat pembentukan partikel fasa intermetalik Al-Fe-Si. Sedangkan ketebalan lapisan intermetalik yang terbentuk pada temperatur 680oC sebesar 106,676 μm, pada 720oC mengalami peningkatan menjadi 108,249 μm, kemudian mengalami penurunan yang signifikan pada temperatur 760oC menjadi 86,413 μm. Kekerasan dan ketebalan lapisan intermetalik yang tinggi dapat menyebabkan pelekatan antara cetakan dan paduan aluminium menjadi lebih kuat sehingga menyebabkan die soldering.

Die soldering is a metal casting process defect where the molten metal adheres to the surface of the steel mold. This process is the result of an interfacial reaction between molten aluminum and the mold surface. ADC12, which is aluminum with a silicon content of 10%, and SKD 61 tool steel are commonly used as the molten metal and mold material in the die casting process of aluminum alloys. This study was conducted to analyze the influence of pouring temperature and the use of zirconium silicate coating on the formation of the intermetallic layer that occurs during the interfacial reaction during dipping. The test specimens used were annealed SKD 61 tool steel, which were dipped in Al-10%Si with varying dipping temperatures of 680°C, 720°C, and 760°C for the same contact time of 30 minutes. Characterization was carried out using Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive Spectroscopy (SEM-EDS), Micro Hardness Test (MHT), and Optical Emission Spectroscopy (OES). The results showed that two intermetallic layers were formed on the surface of SKD 61 tool steel, namely compact intermetallic layer and broken + floating intermetallic layer. The increase in pouring temperature in the dipping process of SKD 61 tool steel into Al-10%Si alloy linearly increases the micro hardness. Specifically, the compact layer hardness and broken + floating layer at 680°C are 316.94 VHN and 202.3 VHN, respectively; at 720°C, they are 358.1 VHN and 228.63 VHN; and at 760°C, they are 424.24 VHN and 235.77 VHN. Higher Fe content leads to increased intermetallic hardness. Increasing Fe content results in the formation of Al-Fe-Si intermetallic phase particles. Meanwhile, the thickness of the intermetallic layer formed at 680°C is 106.676 μm, which increases to 108.249 μm at 720°C, and then decreases significantly to 86.413 μm at 760°C. High hardness and thickness of the intermetallic layer can enhance adhesion between the mold and the aluminum alloy, leading to die soldering."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rozani Andawari
"Bahan semikonduktor yang efektif dalam mereduksi CO2 secara fotokatalitik adalah titanium dioksida. Salah satu usaha untuk meningkatkan reaktivitas fotokatalitik adalah dengan menambahkan penyangga pada katalis titanium dioksida tersebut. Untuk mengetahui sejauh mana peranan penyangga Zeolit Alam Lampung (ZAL) dan penyangga zeolit-y, maka perlu dilakukan preparasi katalis TiO2-zeolit, karakterisasi dan uji aktivitas.
Penelitian diawali dengan aktivasi ZAL agar menjadi penyangga yang baik, dengan langkah berturut-turut yaitu dealuminasi, pertukaran ion dan kalsinasi. Tahapan berikutnya adalah preparasi katalis TiO2-zeolit dengan metode impregnasi basah, dengan bahan awal titaniumnya adalah titanium tetra isopropoksida. Kemudian katalis dibuat dalam bentuk film yang dilapiskan pada quartz berbentuk cincin. Pelapisan film TiO2-zeolit dilakukan dengan metode dip-coating dengan jumlah pelapisan 30 kali. Untuk mengetahui karakteristik dari katalis basil preparasi, dilakukan analisis BET, FTIR, XRD, AAS, SEM/EDX dan TPD. Katalis hasil preparasi diuji aktivitasnya untuk reduksi CO2 dengan menggunakan reaktor vakum bentuk pipa U sistem batch yang dilengkapi dengan lampu UV jenis black light lamp.
Tingginya reaktivitas fotokatalitik pada katalis 10% TiO2-ZAL dan 10% TiO2-zeolit-y salah satunya disebabkan oleh pengaruh tingginya tingkat dispersi dari katalis tersebut. Katalis 10% TiO2-ZAL yang memiliki struktur kristal yang relatif tidak beraturan selain selektif terhadap pembentukan produk metana, juga selektif terhadap produk metanol, sedangkan katalis 10%TiO2-zeolit-y struktur kristalnya relatif beraturan lebih selektif terhadap produk metana. TiO2 dengan struktur kristal rutile juga aktif, terbukti dari tingginya reaktivitas fotokatalitik katalis 10%TiO2-zeolit-y dan 10%TiO2-ZAL yang lebih ke fase rutile.
Katalis yang menggunakan penyangga zeolit-y reaktivitasnya jauh lebih baik dibandingkan dengan katalis yang menggunakan penyangga ZAL. Hal ini selain dipengaruhi oleh luas permukaan yang rendah pada ZAL, juga dipengaruhi oleh struktur kristal dan adanya pengotor pada ZAL. Dan beberapa hasil karakterisasi dapat dijelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi reaktivitas fotokatalitik adalah tingkat dispersi intiaktif TiO2, sedangkan yang mempengaruhi selektivitas produk lebih kepada struktur kristal dari katalis tersebut.

An effective material in reducing CO2 in a photocatalytic way is titanium dioxide. One of the efforts to raise the photocatalytic reactivity is by adding supported to the titanium dioxide catalyst, To know how far is the role of Zeolit Alam Lampung (ZAL) supported and zeolit-y supported, we need to do a TiO2-zeolit catalyst preparation, characterization and activity test.
The research starts with ZAL activation so it will become a good supported, with the following steps, dealumination, ion trade and calcinations. The next stage is TiO2-zeolit catalyst preparation with wet impregnation method, the early titanium material is titanium tetra isopropoxide. Then the catalyst is made in the form of film coated on ring shaped quartz. The coating of TiO2-zeolit film is done with dip-coating method with a number of 30 coatings. To know the characteristics of prepared catalyst, BET, FT1R, XRD, SEMIEDX and TPD analysis is done. Using a vacuum reactor in the shape of U system batch with black light lamp type UV lamp, the activity of the prepared catalyst is tested.
One of the causes of high photocatalytic reactivity in 10%TiO2 - ZAL and 10%TiO2-zeolit-y is the influence of high dispersion rate of the catalyst. Besides selective towards methane product forming, the 10%TiO2-ZAL which have an irregular crystal structure is also selective in methanol product. While the 10%TiO2 -zeolit-y with the relatively regular crystal structure is more selective to methane product. TiO2 with crystal structure rutile phase is also able to increase the photocatalytic activity, the prove is the 10%TiO2-zeolit-y and 10%TiO2-ZAL photo catalytic catalyst reactivity to a more rutile phase.
Catalyst with zeolit-y supported has better reactivity compared to catalyst with ZAL supported. Besides influenced by ZAL wide low surface, this is also influenced by the crystal structure and the waste on ZAL. From several characteristic results it can be explain that one of the factors which influence photo catalytic reactivity is the rate of TiO2 active core dispersion, while product selectivity is influenced by the crystal structure of the catalyst.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
T805
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahya Sutowo
"Disertasi ini membahas mengenai pengembangan paduan titanium berbasis Ti-Mo-Nb untuk mendukung kebutuhan akan material implan medis. Perekonomian yang meningkat dan meningkatnya populasi merupakan kombinasi yang menarik di mana terdapat potensi kebutuhan material implan medis. Peningkatan populasi ini berdampak pada peningkatan penduduk usia lanjut dan penyakit degeneratif seperti osteoporosis. Saat ini penggunaan paduan Ti6Al4V telah banyak digunakan sebagai material implan medis, namun permasalahannya adalah kandungan logam Al dan V yang berpotensi berbahaya bagi tubuh manusia serta nilai modulus elastisitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tulang sehingga mendorong peneliti untuk mengembangkan paduan titanium baru untuk menggantikan Ti6Al4V. Paduan titanium β (beta) berbasis Ti-Mo-Nb dengan penambahan Sn dan Mn ini merupakan paduan yang aman digunakan dan memiliki modulus elastisitas yang lebih rendah dibandingkan Ti6Al4V.
Paduan Ti-Mo-Nb-Sn-Mn dibuat melalui peleburan menggunakan electric arc vaccuum furnace pada lingkungan inert gas argon. Ingot hasil peleburan dihomogenisasi pada temperatur 1100 oC kondisi inert selama 7 jam dilanjutkan dengan pendinginan air. Selanjutnya dilakukan karakterisasi struktur mikro, sifat mekanis, sifat korosi dan in-vitro untuk mengetahui sifat–sifat yang dihasilkan sesuai aplikasi. Desain paduan Ti-6Mo-6Nb-8Sn-4Mn merupakan komposisi optimum yang dicapai. Paduan ini memiliki modulus elastisitas 92,4 GPa, laju korosi 0,00160 mmpy dan visibilitas sel mencapai 100%. Jadi dapat disimpulkan bahwa sifat mekanik, perilaku korosi dan hasil uji sel in-vitro menunjukkan bahwa paduan ini lebih baik daripada paduan komersial Ti6Al4V dan merupakan kandidat yang menarik untuk aplikasi material implant medis.

This dissertation discusses the development of Ti-Mo-Nb-based titanium alloys to support the need for medical implant materials. An increasing economy and a growing population is an attractive combination where there is a potential demand for medical implant materials. This population increase has an impact on the increase in the elderly population and degenerative diseases such as osteoporosis. Currently, the use of Ti6Al4V alloys has been widely used as medical implant materials. However, the problem is the content of Al and V metals which are potentially harmful to the human body, and the value of the modulus of elasticity is much higher than that of human bone, thus encouraging researchers to develop new titanium implant alloys to replace Ti6Al4V. Ti-Mo-Nb alloy with the addition of Sn and Mn is an element that is safe to use and has a lower modulus of elasticity than Ti6Al4V.
Ti-Mo-Nb-Sn-Mn alloys are made by electric arc vaccuum furnace in an inert argon gas atmosphere. The ingot resulting was homogenized at a temperature of 1100 °C for 7 hours in an inert atmosphere of argon gas, followed by water quenching. Microstructure characterization, mechanical and corrosion properties, and in-vitro were carried out to determine the suitability of the resulting properties for biomedical applications. Alloy Ti-6Mo-6Nb-8Sn-4Mn is the optimum composition achieved. This alloy has an elastic modulus of 92.4 GPa, a corrosion rate of 0.00160 mmpy and a visibility cell of 100%. So it can be concluded that the mechanical properties, corrosion behavior, and in vitro cell test results indicate that this alloy is better than the commercial alloy Ti6Al4V and is an attractive candidate for medical implant material applications.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Guna Hadibowo
"Proses dekomposisi rutile (TiO2) dari pasir mineral yang mengandung titanomagnetite (Fe2,5Ti0,5O4) telah berhasil dilakukan. Dekomposisi titanomagnetite menjadi rutile dilakukan melalui proses mechanochemical. Pasir besi dan sulfur dengan perbandingan weight % 5 : 3 dicampur dan dihaluskan dengan alat High Energy Vibration Ball Mill. Dalam hal ini pasir dan serbuk S dimasukkan ke dalam wadah vial bersama dengan bola-bola baja dimana perbandingan berat antara material dan bola baja 1 : 10.

The decomposition of TiO2 from mineral sand which contains Fe2,5Ti0,5O4 ( titanomagnetite ) has fairly successfully done. The decomposition process has been done by means of mechanochemical method. Mixture material between mineral sand : sulphur with weight ratio 5 : 3 were milled in the high energy ball mill. The compounds were also mixture with the steel ball with weight ratio 1 : 10."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S29023
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>