Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 33709 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ervandita Iswandari
"Sebagian besar janda yang mengalami kematian suami tidak menikah kembali setelahnya, apalagi bila telah memasuki usia dewasa madya. Meski demikian, tidak sedikit pula janda dewasa madya yang akhirnya kembali berkeluarga. Pernikahan-kembali mendatangkan situasi yang lebih kompleks daripada pernikahan pertama karena janda harus menghadapi suami baru dan anak-anak, baik anak kandung maupun anak tiri. Oleh karena itu, penyesuaian diri merupakan hal yang penting untuk dilakukan janda dalam menjalani pernikahankembali.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penyesuaian pernikahan janda dewasa madya dengan menggunakan dimensi penyesuaian diadik Spanier (1976) dan area penyesuaian pernikahan DeGenova & Rice (2005).
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui metode wawancara dan observasi kepada tiga orang responden. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa dalam dimensi kesepakatan dalam pernikahan, ketiga responden masih mempersepsikan adanya ketidaksepakatan dalam beberapa area dengan suami baru. Dalam dimensi kedekatan hubungan, ketiga responden mengaku merasa dekat dengan suami mereka. Dalam dimensi kepuasan hubungan dalam pernikahan, seorang responden merasa tidak puas dengan pernikahannya.
Sedangkan dalam dimensi ekspresi afeksi, ketiga responden mengekspresikan kasih sayang melalui perbuatan nyata. Ketiga responden juga memiliki motivasi yang berbeda-beda untuk menikah kembali. Akan halnya penghayatan pada almarhum suami, ketiga responden menyatakan bahwa mereka masih mengenang almarhum suaminya dan tidak akan dapat melupakan mereka."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dara Awalia Absyarina
"Penelitian menunjukkan bahwa penyesuaian diperlukan pada awal kehidupan pernikahan. Beberapa contoh kebiasaan yang berbeda antara pasangan, masalah seksual, kehadiran anak-anak dan keterlibatan orang tua juga bisa menjadi konflik yang membutuhkan penyesuaian dengan pasangan. Ada perbedaan dalam proses memilih jodoh sebelum menikah, perbedaan dalam hal-hal yang dianggap penting dalam pernikahan, diduga dapat mempengaruhi penyesuaian perkawinan dengan individu yang menikah dengan cinta perkawinan dan individu yang menikah dengan ta'aruf (diatur menikah).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan penyesuaian perkawinan antara individu yang menikah dengan pernikahan cinta dan individu yang menikah dengan ta'aruf (perjodohan). Peserta adalah 155 orang yang menikah dengan ta'aruf dan 153 orang yang menikah dengan cinta pernikahan. Uji t sampel independen menunjukkan ada perbedaan yang signifikan penyesuaian pernikahan antara individu yang menikah dengan ta'aruf (M = 128,57, SE = 1,450) dan individu yang menikah dengan pernikahan cinta (M = 122,98, SE = 1,616) dengan t (289) = -2.576, p <0,05, d = 0,45. Tetapi hasilnya juga menunjukkan bahwa kedua kelompok menunjukkan skor rata-rata yang cukup tinggi.

Research shows that adjustments are needed early in married life. Some examples of different habits between partners, sexual problems, the presence of children and parental involvement can also be conflicts that require adjustment to a partner. There are differences in the process of choosing a mate before marriage, differences in things that are considered important in marriage, allegedly can affect marital adjustment with individuals who are married to marital love and individuals who are married to ta'aruf (arranged marriage).
The purpose of this study is to compare marital adjustments between individuals who are married with a love marriage and individuals who are married to ta'aruf (matchmaking). Participants were 155 people who were married to ta'aruf and 153 people who were married with a love marriage. Independent sample t test shows that there is a significant difference in marriage adjustment between individuals who married ta'aruf (M = 128.57, SE = 1.450) and individuals who married a love marriage (M = 122.98, SE = 1.616) with t (289) = -2,576, p <0.05, d = 0.45. But the results also showed that both groups showed a high average score.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wharton, Edith
London: Random House, 1994
813.54 WHA e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Bilqisthi
"Di Indonesia, terdapat fenomena ta?aruf (perjodohan muslim Indonesia). Hal yang membedakan ta?aruf dengan perjodohan lainnya adalah landasan proses ini berdasarkan keyakinan agama, bukan budaya ataupun alasan ekonomi. Studi mengenai pasangan pernikahan yang melalui perjodohan, termasuk ta?aruf masih sedikit jika dibandingkan pernikahan romantic love. Berdasarkan studi literatur, komitmen dan kepuasan pernikahan merupakan prediktor kesuksesan pernikahan. Namun, belum ada penelitian yang melihat hubungan antara kedua variabel tersebut dalam konteks pernikahan ta?aruf. Maka peneliti melakukan penelitian yang melihat hubungan kepuasan pernikahan dan komitmen pernikahan pada 131 individu yang menikah melalui ta?aruf. Hasil menunjukkan terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepuasan pernikahan dengan komitmen personal (r = 0,423, p < 0.01, one-tailed.) dan juga antara kepuasan pernikahan dengan komitmen moral (r =0.330, ,p < 0.01, one-tailed). Namun, ternyata tidak terdapat hubungan positif yang signifikan antara komitmen struktural dan kepuasan pernikahan (r = 0,074, p > 0.01)

In Indonesia , there are ta'aruf phenomenon ( Indonesian Muslim matchmaking ) . The differences between ta'aruf with other matchmaking is the cornerstone of this process is based on religious beliefs, not cultural or economic reasons. Studies with arranged marriage participant, including ta'aruf, are less when compared to romantic love marriage. Based on the literature study, commitment and marital satisfaction is a predictor of marriage success. However , no studies have looked at the relationship between the two variables in the context of ta'aruf. So the researcher conducted a study to see the relationship between marital satisfaction and commitment in 131 married individuals through ta'aruf. The results show that there is a positive and significant relationship between marital satisfaction with personal commitment ( r = 0.423 , p < 0.01 , one-tailed) And also between marital satisfaction with moral commitment ( r = 0.330 , p < 0.01 , one-tailed). However, it turns out there is no significant relationship between structural commitment and marital satisfaction ( r = 0.074 , p > 0.01)"
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S54537
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shahnaz Safitri
"Di Indonesia, terdapat pasangan yang menikah melalui proses ta’aruf. Ta’aruf adalah proses perkenalan berdasarkan nilai agama Islam berupa adanya batasan durasi perkenalan dan interaksi antara laki-laki dan perempuan dengan tidak diperkenankan adanya kontak fisik. Proses ta’aruf juga mensyaratkan adanya mediator bagi calon pasangan untuk berkenalan. Sementara itu diketahui bahwaand religiusitas individu dan durasi mengenal pasangan sebelum menikah berhubungan dengan kepuasan pernikahan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kepuasan pernikahan berdasarkan tipe pasangan pada masyarakat Barat. Berdasarkan studi literatur, belum ada penelitian yang melihat perbandingan kepuasan pernikahan berdasarkan tipe pasangan dalam konteks pernikahan melalui ta’aruf.
Maka penelitian ini bertujuan untuk melihat perbandingan kepuasan pernikahan berdasarkan tipe pasangan pada 62 individu yang menikah melalui ta’aruf. Hasil menunjukkan terdapat perbedaan kepuasan pernikahan yang signifikan antara tipe pasangan tradisional, separated, dan campuran (F = 3,569, p < 0.05, two-tailed.) Analisis data tambahan menunjukkan terdapat perbedaan kepuasan pernikahan yang signifikan antara tipe pasangan tradisional, separated, dan independen (F = 3,807, p < 0.05, two-tailed.) pada pria yang ta’aruf, sementara tidak demikian pada subjek penelitian wanita (F = 2,943, p > 0.05, two-tailed.)

In Indonesia, there are couples who got married through the process of ta'aruf. Ta'aruf is acquaintanceship process based on the value of Islam which limit the duration of introductions and interactions between men women with no physical contact allowed. Ta'aruf also requires a mediator for the prospective couples to get acquainted. It is known that individual religiosity and acquaintance duration before marriage are associated with marital satisfaction. Previous research suggests that there are differences in marital satisfaction by couple types in Western society. However, there are no studies that look at the comparison of marital satisfaction by couple types in the context of marriage through ta'aruf.
This study aims to compare the marital satisfaction by couple types in 62 individuals who are married through ta'aruf. The results showed there were significant differences in marital satisfaction between traditional, separated, and mixed couples (F= 3.569, P<0.05, two-tailed.) Additional data analysis showed that there were significant differences in marital satisfaction between traditional, separated , and independent (F = 3.807, p <0.05, two-tailed.) among men who did ta'aruf. In contrast, there were no significant differences in marital satisfaction between traditional, separated , and independent among women ( F = 2.943, p> 0.05, two-tailed.)
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S54541
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Juniarni
"ABSTRAK
Pernikahan suatu kebutuhan semua individu baik pria maupun wanita
dewasa, pernikahan termasuk rangkaian hirarki kebutuhan dasar, kemampuan
lansia yang tidak menikah dalam menemukan makna hidup sangat dibutuhkan
Tujuan penelitian mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang makna hidup
lansia tidak menikah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
desain fenomenologi, jumlah partisipan sebanyak tujuh orang, tempat penelitian
panti wreda di Kota Bandung. Hasil penelitian menemukan dua puluh satu
kategori dan enam tema yaitu memaknai sebuah pernikahan, alasan tidak
menikah, perhatian keluarga tentang pernikahan, konsekuensi psikologis tidak
menikah, menerima tidak menikah sebagai ketetapan Tuhan dan hikmah positif
tidak menikah. Penelitian ini direkomendasikan bagi peneliti selanjutnya untuk
melakukan penelitian sejenis dikomunitas.
ABSTRACT
Being married is a need for adult women and man. Marriage is a part of
human needs hierarchy. The ability of unmarried elderly in finding the meaning of
life is needed. The purpose of this study was to have a depth understanding of the
meaning of life for unmarried elderly. This study used the qualitative research
method with fenomenological approach, number of participants as many as seven
people, place of this study in Nursing Home Bandung City. The finding of this
research revealed twenty one categorics and six main themes. The themes were
meaning of a marriage, the reasons of unmarried, family concern about marriage,
psychological consequences of being unmarried, accepting of not being married
as the GOD?s wish and a positive meaning for not being married. This research
was recommended for further research to conduct similar research the community."
Lengkap +
2013
T35392
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anung Ahadi Pradana
"Peningkatan penduduk lansia yang signifikan dalam suatu negara dapat berimbas pada peningkatan era penduduk menua. Negara Asia termasuk Indonesia telah memasuki era penduduk menua, dimana jumlah penduduk lanjut usianya lebih dari 7 % sejak tahun 2015. Jumlah penduduk lanjut usia di Kota Bekasi sudah mencapai 332.629 jiwa atau 12.8% dari total jumlah penduduknya. Demensia merupakan suatu kondisi yang masih dianggap normal terjadi pada lanjut usia oleh masyarakat umum. Tema yang dihasilkan di dalam penelitian ini akan disajikan secara terpisah sesuai tujuan khusus untuk memahami bagaimana pengalaman suami / istri dalam menjadi pelaku rawat pasangannya. Total didapatkan 4 tujuan khusus yang terdiri dari 12 tema : (1) Respon psikososial yang muncul selama merawat pasangan, (2) Respon merawat pasangan demensia, (3) Respon positif yang dialami pelaku rawat, (4) usaha perawatan yang dilakukan untuk kesembuhan pasangan, (5) Kegiatan yang dilakukan untuk menghindari Burnout, (6) Sumber daya yang dimiliki oleh pelaku rawat, (7) Beban fisiologis yang dialami pelaku rawat, (8) Beban psikologis yang dialami pelaku rawat, (9) Beban sosial yang dialami pelaku rawat, (10) Beban finansial yang dialami pelaku rawat, (11) Kondisi optimal yang diharapkan dari pasangan, dan (12) Perbaikan kondisi diri dan keluarga. Pengalaman yang dialami pelaku rawat dapat menjadi lebih buruk apabila tidak mendapatkan perhatian dan dukungan dari tenaga kesehatan serta kebijakan yang mendukung.

A significant increase of the elderly population in some state can affect the improving of an aging population. Asian countries including Indonesia have entered an age of aging population, where the number of advanced population is more than 7% since 2015. The number of elderly population in Bekasi has reached 332,629 or 12.8% of the total population. Dementia is a condition that is still considered normal by the most population in Indonesia. The themes founded in this study will be presented separately according to specific objectives to discuss how the spouse’s experiences caring for their partner with dementia. 4 specific objectives obtained consisting of 12 themes: (1) Psychosocial responses that arise during caring for a partner, (2) Response to caring for dementia partners, (3) Positive responses experienced by caregiver, (4) care efforts taken to cure partners, (5) activities to avoid Burnout, (6) The resources belonged to the caregiver, (7) The physiological burden experienced by the caregiver, (8) The psychological burden experienced by the caregiver, (9) The social burden experienced by the caregiver, (10) The financial burden experienced by the caregiver , (11) The optimal conditions expected from spouse with dementia, and (12) Improving the condition of self and family. Experience that caregiver had could becoming worse if they are not get attentions and supports from health provider and supportive policies.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
T53241
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luluk Nuriyah
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan perbedaan psychological well-being pada perempuan dewasa madya yang masih memiliki suami dan yang sudah tidak memiliki suami. Sebagai tambahan, penelitian ini juga dilakukan untuk melihat gambaran masing-masing mean dimensi psychological well-being pada perempuan dewasa madya yang sudah tidak memiliki suami dan masih memiliki suami. Peneliti juga melihat hubungan faktor lain seperti jenjang pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan, dan kegiatan yang diikuti dengan psychological well-being. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif.
Psychological well-being diukur menggunakan Ryff's Scale of Psychological Well-being yang diadaptasi dari penelitian sebelumnya. Responden penelitian ini berjumlah 96 orang yang dibagi menjadi 48 orang perempuan dewasa madya yang masih memiliki suami dan 48 orang yang sudah tidak memiliki suami. Hasil utama penelitian ini menunjukkan nilai t sebesar -5.759 dengan signifikansi 0,000 (p = 0,000 < 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa ada perbedaan psychological well-being yang signifikan antara perempuan dewasa madya yang masih memiliki suami dan yang tidak memiliki suami.

This study was conducted to obtain difference between psychological well-being in midlife women who are still have husband and who have lost their husband. In addition, this study also conducted to look at description of each dimensions psychological well-being in middle adulthood who still has a husband and has lost their husband. Researcher also looked at the relationship of psychological well-being and other factors such as level of education, occupation, income, and activities. This study uses quantitative methods.
Psychological well-being was measured using Ryff's Scale of Psychological Well-being were adapted from previous research. Respondents for this research are 96 people, divided into 48 adult women who still has a husband and 48 people who has lost their husband. The main results of this study indicate t-test t value of -8354 with a significance of 0.000 (p = 0.000 <0.05). These results indicate that there are differences in psychological well-being significantly between middle adult women who still has a husband and who has lost their husband.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S58511
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vidian Andriani Yohanes
"ABSTRAK
Penghayat kepercayaan Sapta Darma Indonesia melakukan perkawinan dengan tata cara agama Islam. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni, identitas sebagai muslim yang tertera dalam KTP (Kartu Tanda Penduduk), sulitnya mengurus birokrasi perkawinan secara penghayat, dan juga kondisi politik saat dilaksanakannya perkawinan tersebut. Prosesi perkawinan secara agama Islam, dinilai tidak cukup bagi penghayat kepercayaan Sapta Darma Indonesia. Maka dari itu, mereka pun terdorong untuk melakukan perkawinan kembali atau bangun nikah sesuai dengan kepercayaan yang mereka anut. Penentuan hari yang dianggap baik untuk melakukan bangun nikah juga tidak terlepas dari petungan atau sistem perhitungan Jawa. Bangun nikah juga digunakan oleh penghayat kepercayaan Sapta Darma Indonesia untuk menguatkan identitas mereka sebagai penghayat, dilakukan agar mereka dapat dianggap eksis dalam kelompok penghayat kepercayaan. Pasangan penghayat kepercayaan, yang merupakan seorang muslim menyetujui adanya bangun nikah karena didasari oleh kontruksi budaya Jawa. Nilai-nilai taat dan patuh terhadap suami menjadi nilai utama dalam membina rumah tangga karena hal tersebut tidaklah terlepas dari budaya patriarki yang masih mengakar dalam keluarga Jawa. Data dalam skripsi ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam, observasi partisipasi dan juga pengalaman hidup. Penelitian dilakukan pada masyarakat penghayat Sapta Darma Indonesia, Surabaya.

ABSTRACT
The chancellor of the trust of Sapta Darma Indonesia conducts marriage in the manner of Islam. This is influenced by several factors, namely, the identity as a Muslim listed on the KTP (Identity Card), the difficulty of managing the marriage bureaucracy in a way, and also the political conditions at the time of the marriage. Islamic marriage procession, it was considered insufficient for the trustees of the Sapta Darma Indonesia. Therefore, they are also encouraged to remarry or bangun nikah according to their beliefs. The determinination of the day that is considered good for bangun nikah is also inseparable from petungan or Javanese calculation system. In addition to being used as a reinforcer of marriage ties in a way, bangun nikah is also used by the trustees of Sapta Darma to strengthen their identity as mourners, so that they can be considered to exist in the group of belief groups. The partner of the belief group, who is a Muslim, agrees to the existence of bangun nikah because it is based on the construction of Javanese culture. The values ​​of obedience and obedience to the husband are the main values ​​in fostering a household because it is inseparable from the patriarchal culture that is still rooted in the Javanese family. The data in this paper are collected using in-depth interview techniques, participant observation, and life history. The research was conducted at the community of Sapta Darma Indonesia, Surabaya.
"
Lengkap +
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Rosdianingsih
"Mayoritas orang masih mengganggap dan percaya bahwa kecemburuan sebagai awal tanda adanya masalah dalam perkawinan. Hal ini diperkuat dari hasil beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa kecemburuan dapat memperburuk perkawinan Dugosh (2000). Namun, hasil penelitian lain menunjukkan bahwa kecemburuan cenderung baik untuk perkawinan Mathes & Severa (1989). Adanya perbedaan hasil dari kedua penelitian diatas, menjadi tujuan dari penelitian ini. Pengukuran ini menggunakan skala-skala yaitu kecemburuan dan kepuasan perkawinan. Hal ini dikarenakan untuk melihat apakah ada hubungan positif atau negatif antara kedua-duanya. Tidak hanya sebatas mengukur kecemburuan secara umum, namun kecemburuan juga dilihat dari domain kognisi, emosi dan perilaku.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kecemburuan secara umum dapat menurunkan kualitas perkawinan. Hal yang serupa terjadi pada domain kognisi (salah satu pasangan menyadari pasangannya tertarik dengan orang ketiga) dan perilaku (pasangan cenderung akan bertindak) yang memiliki hubungan yang kuat dengan ketidakpuasan pada perkawinan. Hal yang menarik dari hasil penelitian ini adalah pada kecemburuan domain emosi yang memiliki hubungan yang dapat meningkatkan kepuasan perkawinan. Hal ini dikarenakan kecemburuan domain ini sebagai indikatornya yaitu banyak melibatkan perasaan cinta. Selama perasaan tersebut tidak mengarah pada kecemburuan patologi, kemungkinan kepuasan perkawinan akan dirasakan lebih lama.

Most people believe that jealousy is a trouble sign for marriage. And indeed, in the literature of psychology some theorists maintain that jealousy is bad for marriages. However some maintain that jealousy is good. This disagreement is the point of departure for this study. Using various pre-designed scales for measuring jealousy and marital satisfaction, this study attempts to find out whether there is a positive or negative correlation between the two. The study measures jealousy not only in a general sense, but also in its behavioral, cognitive and emotional aspects as well.
The study finds that the general experience of jealousy is corrosive to marriages. Similary both the cognitive (knowledge of a partner?s interest in a third party) and behavioral (confrontation of a wayward partner) dimensions of jealousy correlate with marital dissatisfaction. However, surprisingly the study finds that those who are emotionally jealous (predisposed toward feelings of jealously) tend to be more satisfied with their relationships than those who are not. This appears to suggest that feelings of jealousy are closely bound up with those of love. As long as such feelings do not become pathological, they may serve as an indicator of relationship satisfaction and longevity.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>