Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 30081 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ika Afrianto
"Tanah gambut dengan ketebalan yang bervariasi, memiliki daya dukung yang sangat rendah (Extremely Low Bearing Capacity), sifat permeabilitas yang tinggi dan sifat pemampatan (konsolidasi) yang besar. Akibatnya banyak menimbulkan masalah bagi konstruksi yang harus dibangun di atas lapisan tanah gambut. Geosynthetics sebagai material perkuatan tanah dicoba untuk diaplikasikan pada tanah gambut agar kekuatan tanah gambut yang lemah dapat ditingkatkan. Jenis Geosynthetics yang digunakan dalam penelitian adalah woven geotextile. Pemilihan material tersebut karena memiliki kekuatan tarik tinggi, anti lumut dan jamur, tahan terhadap panas dan bahan kimia yang terdapat di tanah, dan pelaksanaan pemasangan material yang relatif mudah.
Analisis yang dilakukan adalah meneliti kekuatan geser antara tanah gambut dan lapisan woven geotextile, dan untuk mengetahui pengaruh kepadatan tanah gambut setelah diberi woven geotextile. Tanah gambut yang digunakan berasal dari Palangkaraya-Kalimantan Tengah. Kadar air yang digunakan sebesar 100 %, 120 %, dan 140 %. Woven geotextile merupakan bahan yang tidak aktif atau bahan non-kimia, sehingga penambahan woven geotextile pada tanah gambut tidak menyebabkan perubahan struktur material dari tanah gambut. Penggunaan woven geotextile dapat meningkatkan kekuatan geser tanah gambut. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari meningkatnya nilai Ultimate Compression Strength (qu) sebesar 27,36 % dari 10,174 KPa (gambut tanpa woven geotextile) menjadi 12,958 KPa (gambut dengan woven geotextile).
Penggunaan woven geotextile dapat meningkat nilai CBR unsoaked dari 3,56 % (gambut tanpa woven geotextile) menjadi 5,01 % (gambut dengan woven geotextile) peningkatan yang terjadi sebesar 40,73 %. Sedangkan nilai CBR soaked meningkat dari 2,94 % (gambut tanpa woven geotextile) menjadi 4,91 % (gambut dengan woven geotextile) peningkatan yang terjadi sebesar 67 %. Woven geotextile berpengaruh besar bila diletakkan dibagian atas atau mendekati dasar piston CBR. Bila Piston CBR dianalogikan sebagai pondasi dangkal, maka penggunaan woven geotextile memberikan peningkatan yang besar dalam tegangan geser bila diletakkan dekat dengan dasar pondasi.

Peat Soil with various thickness, has Extremely Low Bearing Capacity, high permeability and high compressibility (consolidation). As a result the generate a lot of problems for construction above peat soil. Geosynthetics as reinforcement material of soil is applied to peat soil so that the strength of peat soil can be improved. Type of geosynthetics used in this research is woven geotextile. The selection of material based on high at strength tensile, anti mushroom and moss, resistance to the chemicals and heat in the soil, and installation of the material relative easy to use.
Analysis taken is checking shear strength between peat soil and woven geotextile, and knowing influence of density of peat soil after woven geotextile given. Peat soil used come from Palangkaraya- Central Kalimantan. The water content used are 100 %, 120 %, and 140 %. Woven geotextile is inactive materials or nonchemicals materials, so that the addition of woven geotextile to the peat soil do not cause change of material structure from peat soil. Usage woven geotextile can improve shear strength the peat soil. The improvement visible from the increasing of value Ultimate Compression Strength (qu) equal to 27,36 % from 10,174 KPa (peat without woven geotextile) become 12,958 KPa (peat with woven geotextile).
Usage woven geotextile can increase the value of CBR unsoaked from 3,56 % (peat without woven geotextile) become 5,01 % (peat with woven geotextile) improvement that happened equal to 40,73 %. Mainwhile the value of CBR soaked increase from 2,94 % (peat without woven geotextile) become 4,91 % (peat with woven geotextile) improvement that happened equal to 67 %.Woven geotextile give a big influence if it puts down on the top or come near the piston base of CBR. If Piston CBR analogy as shallow foundation, hence usage woven geotextile give the big improvement in shear tension if it puts down close to the foundation base.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S35795
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alia Rizqika Putri
"Kebakaran lahan gambut yang semakin bertambah di Indonesia setiap tahunnya memicu ketertarikan dalam penelitian terkait karakteristik tanah gambut pada kemampuannya terkait penyerapan air kembali. Tanah gambut sejatinya memiliki sifat hidrofilik atau kemampuan dapat menyerap air dalam jumlah tinggi. Namun, ketika terkena panas, tanah gambut yang mengalami kekeringan akan berubah sifatnya menjadi hidrofobik karena adanya proses kimiawi. Hal ini terjadi karena tanah gambut memiliki sifat irreversible drying atau pengeringan yang tidak dapat dipulihkan apabila tanah gambut telah kering. Untuk membuktikan perubahan sifat yang dimiliki tanah gambut, dilakukan eksperimen dengan skala mikro (1 gram) menggunakan tanah gambut yang berasal dari dua pulau berbeda, Kalimantan dan Sumatra, yang dimasukkan ke dalam container alumunium dengan massa kurang lebih 1 gram dan dipanaskan dengan temperatur 100°C, 110°C, 120°C, 130°C, dan 140°C. Kemudian, sampel ini direndam di dalam air selama 30 menit dan ditiriskan selama 12 jam dalam keadaan terisolasi dari lingkungan luar sebelum dicek kandungan kelembabanya dengan moisture analyzer Shimadzu MOC63u selama 30 menit dengan temperatur 100°C. Selain itu, sampel tanah yang telah dikeringkan akan dilihat menggunakan mikroskop untuk mengetahui perubahan struktur ketika dikeringkan. Berdasarkan hasil eksperimen, didapat bahwa temperatur yang semakin tinggi mempengaruhi kemampuan tanah gambut dalam menyerap air kembali setelah dikeringkan. Selain itu, struktur tanah gambut yang telah dikeringkan juga berubah, yang tadinya pori-porinya saling tersambung menjadi terputus akibat terpapar panas. Hal ini menyebabkan tanah gambut menjadi memiliki sifat hidrofobik.

The increasing number of peatland fires in Indonesia each year has sparked interest in research related to the characteristics of peat soil in its ability to absorb water again. Peat soil actually has hydrophilic properties or the ability to absorb high amounts of water. However, when exposed to heat, peat soils that experience drought will change their properties to hydrophobic due to a chemical process. This happens because peat soil has irreversible drying properties that cannot be restored once the peat soil has dried. To prove the change in properties of peat soil, a micro-scale experiment (1 gram) was conducted using peat soil from two different islands, Kalimantan and Sumatra, which was put into an aluminum container with a mass of approximately 1 gram and heated to temperatures of 100°C, 110°C, 120°C, 130°C and 140°C. Then, these samples were soaked in water for 30 minutes and drained for 12 hours in isolation from the outside environment before checking the moisture content with a Shimadzu MOC63u moisture analyzer for 30 minutes at 100°C. In addition, the dried soil samples were examined using a microscope to determine the structural changes during drying. Based on the experimental results, it was found that higher temperatures affect the ability of peat soil to absorb water again after drying. In addition, the structure of the dried peat soil also changes, from being connected to each other to being disconnected due to exposure to heat. This causes the peat soil to become hydrophobic."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Raihan
"Gambut adalah salah satu jenis tanah organik hasil sisa-sisa tanaman yang secara umum dapat ditemukan pada beberapa wilayah seperti pada wilayah artik (utara), hutan boreal, dan wilayah tropis. Salah satu negara tropis yang kaya akan gambut adalah Indonesia. Dengan luas sekitar 13 juta ha, persebaran lahan gambut terdapat di Pulau Sumatra, Kalimantan, dan Papua (Aseanpeat, 2023). Namun dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk menyebabkan banyaknya kegiatan penebangan liar, pembukaan lahan serta pengunaan saluran air yang dapat membuat ekosistem dari lahan gambut menjadi rusak. Karena hal tersebut, kemungkinan terjadinya kebakaran lahan gambut semakin meninggi. Pembasahan ulang atau rewetting merupakan metode pencegahan yang bertujuan untuk menjaga dan memulihkan kelembaban gambut. Maka dari itu, dilakukan penelitian untuk mengamati sifat-sifat dari gambut yang telah dikeringkan dan juga setelah dilakukannya proses pembasahan kembali untuk mengetahui batas kemampuan tanah untuk menyerap kembali air. Variabel yang didapatkan berupa massa dan kadar air dari tanah. Sebagai pembanding digunakan sampel tambahan berupa sabut kelapa. Hasil eksperimen dengan sampel Gambut terbukti bahwa dengan temperatur menyerupai Kalimantan, kemampuan menyerap air pada gambut berbeda pada variasi waktu yang berbeda. Penyerapan dengan variasi waktu rewetting 1 jam lebih sedikit dibandingkan dengan waktu pengeringan rewetting 3 jam dengan rata-rata peningkatan moisture content dan peningkatan massa sebesar 12.86% dan 0.15%. Berbeda dengan sabut yang tidak dapat menyerap kembali air dengan rata-rata peningkatan moisture content dan penurunan massa selama 2 jam sebesar 1.5% dan 2%. Pengambilan data dapat dilakukan dengan lebih efektik menggunakan sensor kadar air yang lebih baik serta keefektifan penyaluran air ke tabung dapat ditingkatkan.

Peat is a one type of organic soil formed from the remains of plants and is generally found in several regions such as the Arctic (northern), boreal forests, and tropical regions. One tropical country rich in peat is Indonesia. With an area of approximately 13 million hectares, the distribution of peatlands is found on the islands of Sumatra, Kalimantan, and Papua (Aseanpeat, 2023). However, the increasing population growth has led to illegal logging activities, land clearing, and the use of water channels that can damage the ecosystem of peatlands. Because of this, the likelihood of peatland fires is increasing. Rewetting is a prevention method aimed at maintaining and restoring peat moisture. Therefore, research has been conducted to observe the properties of dried peat and also after the rewetting process to determine the soil's ability to reabsorb water. The variables obtained are the mass and water content of the soil. Coconut husk samples are used as a comparison. The experimental results with peat samples showed that at temperatures similar to Kalimantan, the water absorption capacity of peat varies with different rewetting time variations. Absorption with a rewetting time variation of 1 hour was less than with a rewetting drying time of 3 hours with an average increase in moisture content and mass increase of 12.86% and 0.15%. This is different from coir which cannot reabsorb water with an average increase in moisture content and decrease in mass over 2 hours of 1.5% and 2%. Data collection can be done more effectively using better water content sensors and the effectiveness of water distribution to the tubes can be increased."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Febri Yenni
"Gambut merupakan tanah yang mempunyai karakteristik yang unik, dengan daya rembes yang tinggi, kadar air yang tinggi, serta kandungan organik yang tinggi, menyebabkan gambut memiliki daya dukung yang rendah. Dan salah satu sifat gambut yang cukup dominan adalah perilaku kompresibilitasnya. Sehingga diperlukan suatu penelitian untuk mempelajari sifat kompresibilitas tersebut. Gambut yang digunakan adalah gambut yang berasal dari desa Duri-Riau.
Sifat kompresibilitas gambut pada penelitian ini diketahui dengan mempelajari nilai Indek Kompresi (Cc) dari uji konsolidasi dengan menggunakan alat Oedometer pada gambut yang telah dipadatkan. Pemadatan dilakukan dengan alat uji standar Proctor.Gambut yang dipadatkan akan diuji dengan variasi kadar air 140%, 160%, 180%. Pada tiap kadar dilakukan suatu proses pembasahan dan pengeringan setelah di padatkan selama 4 hingga 7 hari yang merupakan simulasi keadaan hujan dan sesudah hujan dilapangan. Dan juga pada kondisi siklus dilakukan variasi periode waktu pembebanan 72 jam untuk melihat perilaku konsolidasi sekunder.
Analisa yang dilakukan merupakan kurva konsolidasi regangan terhadap log waktu untuk mengetahui batasan konsolidasi primer dan konsolidasi sekunder dari hasil pembebanan uji konsolidasi. Sedangkan nilai Cc dianalisa berdasarkan kemiringan pada bagian linier kurva hubungan angka pori (e) dan tegangan (? - ), kurva kompresi.

Peat soil has unique characteristics such as high permeability, high water content, and high organic content that cause its low bearing capacity. The most dominant characteristic in peat soil is the compressibility behavior. Then, it is needed to do the experiment to learn the compressibility itself. The peat soil used comes from Duri-Riau.
The compressibility characteristic of this peat soil in this experiment can be known by learning the Compression Index value (Cc) from the consolidation test using the Oedometer to the peat soil that has been compacted before. The compaction is done by using the Proctor standard test tool. The peat soil compacted will be tested using some variations of water content which are 140%, 160%, 180%. On each of water content is done a wet and dry process after the peat soil is compacted for about 4 to 7 days which is the simulation of the actual rain condition and the after rain condition. In this cycle is also done the time loading variation 72 hours to get the secondary consolidation behavior.
The analysis taken results the strain consolidation curve to the time logarithmic, used to know the limit of the primary consolidation and the secondary consolidation from the loading of the consolidation test. The Cc value is analyzed base on the gradient of the linier curve of the void ratio (e) and stress (?') of the compression curve.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S35728
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Selama ini sebagian besar praktisi didalam praktek membuat perhitungan kekuatan geser tanah berdasarkan kriteria kenmtuhan Mohr-Coulomb. Model ini digunakan pada tahun 1773 oleh C-A.Coulomb dalam analisa klasiknya pada tekanan aktif dan pasif pada dinding penahan tanah. Di dalam model ini tanah dianggap tetap kaku sampai ada tegangan geser yang mampu mengatasi kohesi dan sudut geser, kemudian tanah terbagi menjadi dua badan tanah kaku yang saling bergeseran / slip satu sama lain pada permukaannya. Namun dewasa ini metode Mohr-Coulomb ini mulai ditinggalkan dan beralih ke model yang lebih konseptual. Yaitu model yang berdasarkan pada konsep kondisi kritis (critical state concept) , yang awalnya dikembangkan di Universitas Cambridge dan ditulis oleh Roscoe, Schofield, dan Wroth pada tahun 1967 . Konsep ini mempersatukan karakteristik kekuatan geser dan deformasi. Kedua metode diatas akan kita terapkan pada tanah gambut, yang merupakan salah satu kekayaan alam yang cukup melimpah di luar pulau Jawa. Keberadaan tanah gambut ini tesebar di pantai timur Sumatera, selatan pulau Kalimantan dan di propinsi Papua. Kekayaan alam ini belum bisa kita manfaatkan secara optimal. Hal itu disebabkan sifatnya yang organik tinggi, kandungan air tinggi dan sangat kompresibel. Di dalam skripsi ini akan ditinjau dan dibahas perbandingan kekuatan geser berdasarkanTeori Kondisi Kritis dengan Teori Mohr - Coulomb untuk tanah gambut. Analisanya dilakukan dengan mengambil data dari penelitian tanah gambut yang telah ada di Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Sipil FTUI."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S34907
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widik Cipthadi
"Tanah Gambut adalah tanah yang rnengandung bahan organik cukup tinggi sehingga tanahnya sangat Iunak, nilai plastisitasnya tinggi dan dan daya dukungnya sangat rendah sehingga tidak dapat menahan beban struktur di atasnya dengan baik. Sementara itu, permukaan tanah gambut di Indonesia meliputi daerah yang cukup Iuas sehingga cukup Iuas pula daerah yang tidak dapat dimanfaatkan untuk menahan beban struktur.
Untuk itu diperlukan suatu proses perbaikan daya dukung tanah tersebut yang disebut Stabilisasi Tanah Gambut. Proses stabbilisasi ini dapat dilakukan dengan mencampur tanah gambut tersebut dengan bahan kimia yang sifatnya dapat mengabsorpsi air dalam tanah tersebut sehingga daya dukung tanah dapat meningkat. Bahan kimia yang dimaksud dapat disebut a.|. : Konsolid dan Base Seal. Untuk penelitian tugas akhir ini hanya diteliti slabilisasi menggunakan Consolid (C444).
Dengan menggunakan serangkaian percobaan dengan standar ASTM, dapat dicari kombinasi campuran yang optimal antara tanah gambut dengan bahan kimia pencampur agar didapat tingkat perbaikan yang cukup baik. Tingkat perbaikan yang dapat dilihat adalah:
1. Nilai Plastisitas
2. Nilai Pemadatan
3. Nilai CBR
4. Nri Kuat Tekan Bebas
Selain nilai perbaikannya, pada tugas akhir ini juga akan kita ketahui perbandingan nilai perbaikan yang dihasilkan oleh Consolid dibandingkan dengan stabilisasi tanah gambut menggunakan bahan kimia lain. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S34612
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vincentia Endah S.
"Perkembangan daerah/kota pedalaman di Indonesia tidak lepas dari kebutuhan sarana transportasi sebagai penghubung daerah yang satu dengan lainnya. Sarana transportasi jalan yang akan dibangun juga berhubungan dengan keadaan lahan dan sifat 'dari tanah didaerah tersebut. Karena sifat dan jenis tanah mempengaruhi kekuatan tanah dasar, yang berarti mempengaruhi pula kemungkinan dibuatnya sarana jalan dilokasi tersebut dan tebal/tipisnya lapisan perkerasan jalan yang dibutuhkan.
Beberapa lahan di Indonesia seperti di Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya terdiri dari lahan gambut. Gambut atau peat adalah tanah yang memiliki kandungan organik cukup tinggi. Tanah tersebut pada umumnya terjadi dari campuran material organik yang berasal dari tumbuh - tumbuhan yang berubah sifatnya secara kimiawi dan telah membusuk. Tanah gambut umumnya berwama abu - abu kecoklatan sampai hitam, dan memiliki kadar air cukup tinggi, bahkan ada yang sampai mencapai kadar air 300 %. Tanah ini dikenal sebagai tanah yang jelek untuk dijadikan pondasi suatu konstruksi bangunan sipil, bahkan diragukan untuk dapat membangun jalan diatas lahan gambut, karena tanah gambut memiliki daya dukung yang rendah, kompresibilitas yang tinggi dan mudah sekali menyusut.
Untuk itu telah dilakukan beberapa penyelidikan dan penelitian mengenai karakteristik beberapa jenis tanah gambut di Indonesia, dan kemungkinan untuk upaya perbaikan tanah gambut agar dapat memenuhi syarat sebagai material konstruksi. Salah satu dari beberapa altematif perbaikan tanah gambut adalah metode stabilisasi, yaitu upaya perbaikan tanah dengan cara mencampur tanah dengan bahan kimia, portland cement atau jenis tanah lainnya ( seperti pasir, kapur, dsb ) yang memiliki sifat lebih baik, umtuk meningkatkan daya dukung dan kekuatan tanah.
Jenis tanah gambut yang akan digunakan pada penelitian ini adalah tanah gambut yang berasal dari Karang Agung di Pulau Sumatera. Sedangkan bahan stabilisasi yang digunakan sebagai stabilisizer adalah bahan Supercement. Bahan Supercement adalah semacam bahan aditif yang ditambahkan pada semen untuk meningkatkan mutu semen. Bentuknya cair dan berwama putih seperti susu. Supercement biasa digunakan untuk mencegah kebocoran pada konstruksi bangunan sipil. Sedangkan semen yang digunakan adalah Portland Cement Tipe I.
Penelitian yang dilakukan terbagi atas dua kegiatan yaitu penelitian di laboratorium dan analisa kimia. Penelitian di laboratorium sendiri meliputi uji - uji karakteristik tanah gambut Karang Agung - Sumatera Selatan dan uji kekuatan tanah sebelum dan sesudah distabilisasi dengan Supercement, untuk mengetahui pengaruh pemakaian bahan stabilisasi tersebut terhadap sifat - sifat serta kekuatan daya dukung tanah gambut Karang Agung - Sumatera Selatan yang akan digunakan sebagai tanah dasar konstruksi jalan. Selanjutnya akan dicoba ditentukan berapa kadar bahan stabilisasi yang paling optimum yang digunakan. Sedangkan analisa kimia meliputi kandungan bahan kimia yang terdapat pada tanah gambut maupun panah campuran tanah yang telah distabilisasi dengan berbagai macam kadar stabilisasi.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah FTUI, dimana pengujian dan pengolahan data yang dilakukan mengacu pada standar ASTM dan AASTHO untuk pengujian tanah.
Dari penelitian stabilisasi yang dilakukan diharapkan diperoleh kemungkinan perbaikan tanah gambut Karang Agung - Sumatera Selatan yang ditandai dengan penurunan plastisitas dan kenaikan kekuatan tanah dibandingkan dengan kondisi tanah gambut asli. Serta dapat diketahui komposisi campuran Supercement dan lama waktu pemeraman yang dibutuhkan agar campuran gambut Karang Agung - Sumatera Selatan dan Supercement yang telah distabilisasi dan dipadatkan dapat memenuhi syarat sebagai lapisan tanah dasar dari konstruksijalan yang akan dibangun."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S34666
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tanah gambut merupakan salah satujenis tanah yang ada di alam semesta ini, yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Di tinjau dari sifat fisiknya, maka tanah gambut ini nwmpunyai karakteristik fisik khusus jika dibandingkan dengan jenis tanah lainnya, yaitu kandungan air dan sifat plastisitas yang tinggi serta kemampuan susutnya yang besar. Penyebabnya tidak lain adalah karena tanah gambut ini mengandung bahan organik yang cukup tinggi sehingga kondisi tanahnya menjadi lunak. Dari keadaan inilah perlunya dilakukan perbaikan tanah gambut ini. Artinya kondisi tanah gambut yang lunak itu kita ubah ke kondisi yang lebih stabil dan kuat. Maka disinilah perlunya dilakukan proses stabilisasi tanah gambut. Dengan stabilisasi diharapkan terjadi perbaikan sifat dari tanah gambut, yang ditunjukkan dengan meningkatnya kepadatan tanah setelah dilakukan pencampuran dengan bahan stabilisasi. Dalam arti iimum bahwa kadar air tanah setelah pencampuran balian stabilisasi lebih kecil dibandingkan kadar air tanah sebelum pencampuran. Pada tugas akhir ini, akan dilakukan penelitian mengenai stabilisasi tanah gambut dengan menggunakan Peatsolid dalam upaya perbaikan kondisi tanah gambut desaBerengbengkel Palangkaraya. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah FTUI yang meliputi uji karakteristik tanah gambut desa Berengbengkel Palangkaraya, dan uji kekuatan tanah gambut sebelum dan setelah distabilisasi dengan Peatsolid. Pengujian dan pengolahan data yang dilakukan mengacu pada standar ASTM dan AASTHO. Penelitian yang dilakukan berupa pengujian batas cair (Liquid Limit), pengujian pemadatan (compaction), pengujian Specific Gravity, pengujian CBR, dan pengujian triaksial Unconsolidated Undrained. Pengujian batas cair untuk mendapatkan nilai Liquid Limit dari tanah dengan campurannya masing-masing sehingga didapat campuran yang optimum. Dengan campuran optimum yang diperoleh maka dilakukan pengujian pemadatan tanah dan campuran tersebut, sehingga diperoleh kadar air optimum tanah dan berat isi kering tanah. Kedua parameter ini mencerminkan kekuatan dan stabilitas tanah. Pengujian CBR untuk mendapatkan kekuatan tanah, baik gambut asli maupun gambut campur stabilisatomya- Pengujian triaksial UU untuk mengetahui kekuatan dan daya dukung tanah dari parameter c, ?, nilai regangan dan deviator stress tanah. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kepadatan dari tanah gambut setelah mengalami stabilisasi, untuk mengetahui pengaruh pemakaian bahan stabilisasi dengan kadar optimumnya terhadap sifat-sifat serta kekuatan daya dukung tanah gambut desa Berengbengkel Palangkaraya."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S34689
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Gambut merupakan tanah yang mempunyai kandungan organik, kadar air yang tinggi dan kapasitas daya dukung yang rendah yang terbentuk dari fragmen-fragmen material organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah membusuk, berubah secara kimiawi dan menjadi fosil. Pada umumnya terbentuk karena pengaruh ikiim dan curah hujan tinggi yang merata sepanjang tahun dengan topografi daerah yang tidak rata, sehingga memungkinkan terbentuknya depresi-depresi. Karena kapasitas daya dukung gambut yang rendah, maka gambut digolongkan sebagai tanah yang kurang menguntungkan bagi sistem konstruksi bangunan sipil. Tanah gambut mempunyai perilaku konsolidasi yang berbeda dibandingkan tanah lempung, karena konsolidasi pada gambut merupakan proses pemampatan yang lama, Hal ini dikarenakan gambut mempunyai kadar air dan daya rembes yang tinggi serta adanya proses dekomposisi yang terjadi pada serat-serat organik oleh kegiatan bakteri mikrobiologi. Konsolidasi merupakan salah satu aspek yang penting yang harus ditinjau dalam mekanika tanah dan penurunan merupakan salah satu kriteria penting dalam desain konstruksi selain kapasitas daya dukung tanah dasar. Oleh karena itu penelitian terhadap sifat, perilaku, dan karakteristik konsolidasi yang dimiliki gambut terns dilakukan, apalagi untuk daerah seperti Indonesia yang memiliki prosentase lahan gambut yang cukup besar. Pada penelitian ini gambut diuji konsolidasi satu dimensi dengan menggunakan alat konsolidasi Rowe cell. Dengan drainase vertikal satu arah keatas, maka dapat dilakukan pengukuran terhadap penurunan (settlement) yang terjadi pada sampel gambut dan perubahan tekanan air pori di dasar sel. Pengujian dilakukan dengan pembebanan standard selama 24 jam dengan penambahan beban yang tertentu dan dengan proses pembebanan siklik monotonik yang kemudian hasil keduanya dibandingkan untuk mendapatkan perilaku penurunan (settlement) tanah gambut dari kedua model tersebut. Contoh tanah yang diuji adalah tanah gambut yang berasal dari Tampan Riau. Hasil pengujian kemudian akan dianalisa dengan menggunakan model reologi Gibson dan Lo yang telah diadopsi oleh Edil dan Dhowian untuk mendapatkan karakteristik konsolidasi gambut. Parameter yang dianalisa yaitu parameter pemampatan primer, parameter pemampatan sekunder, dan faktor kecepatan pemampatan sekunder."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S35070
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>