Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160518 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aryanti Irmayanti
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan media exposure sebagai variabel utama yang berhubungan dengan tingkat body dissatisfaction dan self esteem remaja putri. Seratus lima siswi SMA di daerah DKI Jakarta direkrut melalui convenient sampling. Partisipan kemudian diinstruksikan untuk mengisi sebuah kuesioner yang mengukur tiga variabel, yaitu body dissatisfaction, self-esteem, dan media internalization.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu yang memiliki tingkat media exposure tinggi cenderung akan memiliki tingkat body dissatisfaction yang tinggi dan juga menurunnya tingkat self esteem. Penelitian ini memiliki implikasi yang penting terhadap psikologi perkembangan mengenai kerentanan remaja terhadap pengaruh media massa.

The aim of this current study was to examine the relationship between media exposure as the core variable which related to female adolescents? body dissatisfaction and self esteem. One hundred and five high school female students were recruited through convenient sampling. The participants were instructed to fill out a questionnaire that assessed three variables, which were media exposure, body dissatisfaction, and self esteem.
Results revealed that individual with high level of media exposure tend to have higher level of body dissatisfaction and lower self esteem. This current study has an important implication for the developmental psychology in regards to adolescents? susceptibility to mass media effect."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
155.5 ARY h
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Anandiza Syafris
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara tingkat self-esteem dan perilaku cyberbullying atau rundungan siber pada remaja. Penelitian dilakukan berdasarkan hasil penelitian-penelitian terdahulu yang menunjukkan hasil yang tidak konsisten mengenai hubungan antara tingkat self-esteem dan perilaku rundungan siber. Dalam pelaksanaannya, penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel 195 orang siswa Sekolah Menengah Atas di Jakarta yang usianya berkisar antara 15-17 tahun.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat self-esteem dan perilaku rundungan siber r=0,095 dan p=0,185. Hasil lainnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku rundungan siber dan jenis sekolah, di mana perilaku rundungan siber siswa sekolah swasta lebih tinggi dibandingkan dengan siswa sekolah negeri.

This reserach aims to find the relationship between self esteem and cyberbullying offending in adolescence. This research was conducted based on the knowledge that prior studies about cyberbullying perpetrators and self esteem showed inconsistent results. This research involved 195 high school students in Jakarta aged 15 to 17 as participants.
The result shows that there is no significant relationship between self esteem and cyberbullying offending behavior in adolescence r 0,095, p 0,185, and there is a significant relationship between the levels of cyberbullying offending behavior and the type of schools where a higher level of cyberbullying is found in private highschool students.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S67149
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatima Zahra
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara keterlibatan ayah dan self-esteem remaja, dilihat dari persepsi ayah dan anak. Responden pada penelitian ini adalah 133 siswa kelas X SMA dan ayah mereka. Keterlibatan ayah diukur dengan alat ukur Seven-Item Father Involvement Scale yang disusun oleh Carlson (2006), sedangkan self-esteem diukur dengan alat ukur Self-Liking/Self-Competence Scale-Revised (SLCS-R) yang disusun oleh Tafarodi dan Swann (2001). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keterlibatan ayah yang dipersepsi oleh remaja dengan kedua dimensi self-esteem remaja, yaitu self-liking (r = .295; n = 133; p < 0,01 twotailed) dan self-competence (r = .262; n = 133; p < 0,01 two-tailed). Namun, tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara keterlibatan ayah yang dipersepsi oleh ayah dengan kedua dimensi self-esteem remaja, yaitu self-liking (r = .143; n= 133; p > 0,01 two-tailed) dan self-competence (r = .151; n = 133; p > 0,01 twotailed). Hasil tersebut mengimplikasikan bahwa keterlibatan ayah yang dipersepsi oleh remaja berhubungan dengan self-esteem remaja. Maka, semakin tinggi keterlibatan ayah berdasarkan persepsi remaja, tingkat self-esteem remaja pun semakin tinggi.

The goal of this study was to examine the relationship between father involvement and adolescent self-esteem, with regards to father and adolescent perception. Respondents were 133 10th grade students and their father. Father involvement was measured by Seven-Item Father Involvement Scale (Carlson, 2006), whereas self-esteem was measured by Self-Liking/Self-Competence Scale-Revised (SLCSR) (Tafarodi & Swann, 2001). The result of this study shows that father involvement perceived by adolescent related with both dimensions of adolescent self-esteem, there are self-liking (r = .295; n = 133; p < 0,01 two-tailed) and selfcompetence (r = .262; n = 133; p < 0,01 two-tailed). But, father involvement perceived by father did not related with both dimensions of adolescent selfesteem, there are self-liking (r = .143; n = 133; p > 0,01 two-tailed) and selfcompetence (r = .151; n = 133; p > 0,01 two-tailed). The result implied that father involvement perceived by adolescent related with adolescent self-esteem. Therefore, the higher father involvement perceived by adolescent, the higher adolescent self-esteem will be.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S57078
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanna Qudsiyah
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara self-esteem dan motivasi berprestasi dalam hope of success dan fear of failure pada remaja jalanan. Self-esteem ialah komponen evaluasi diri, penilaian afektif yang berpengaruh pada konsep diri. Motivasi berprestasi adalah kebutuhan untuk menampilkan sesuatu dengan baik atau berjuang untuk sukses dan dibuktikan dengan ketekunan dan usaha dalam menghadapi kesulitan. Motivasi berprestasi dapat dikatakan sebagai kombinasi dari dua variabel kepribadian yaitu kecenderungan untuk mencapai kesuksesan dan kecenderungan menghindari kegagalan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pengukuran self-esteem menggunakan Rosenberg’s Self-Esteem Scale (RSES) dan pengukuran motivasi berprestasi menggunakan alat ukur Achievement Motives Scale-Revised (AMS-R). Partisipan berjumlah 58 remaja jalanan.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara self-esteem dan hope of success pada remaja jalanan (r=0,286; p=0,029) dan hubungan negatif yang signifikan antara self-esteem dan fear of failure pada remaja jalanan (r=-0,437; p=0,01). Remaja jalanan yang memiliki self-esteem tinggi akan lebih termotivasi untuk meraih kesuksesan dalam kehidupannya.

This research was conducted to find the relationship between self-esteem and achievement motivation in hope of success and fear of failure among street youth. Self-Esteem is self-evaluation components, affective appraisal which affects the self-concept. Achievement motivation is the need to perform well or the striving for success, evidenced by persistence and effort in the face of difficulties.
This study used quantitative method. Self-esteem was measured by Rosenberg’s Self-esteem Scale (RSES) and achievement motivation was measured by Achievement Motives Scale-Revised (AMS-R). Data was analyzed using Pearson Product-Moment Correlation technique. The participants were 58 street youth.
The result of this study showed that there is a positive significant correlation between self-esteem and hope of success (r=0,286; p=0,029) and a negative significant correlation between self-esteem and fear of failure (r=-0,437; p=0,01). Street youth with high self-esteem will be more motivated to achieve success in life.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S61989
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Indra Murti
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2377
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustika Astarina Astarto
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara locus of control dengan ketidakpuasan akan bentuk tubuh pada remaja wanita. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 146 remaja yang berasal dari 2 kelompok, yaitu kelompok remaja pertengahan (14-18 tahun) dan kelompok remaja akhir (19-22 tahun). Penelitian ini menggunakan Body-Shape Questionnaire (BSQ-34) untuk mengukur tingkat ketidakpuasan akan bentuk tubuh, dan Rotter?s Locus of Control Scale untuk mengukur jenis locus of control seseorang. Data diolah menggunakan metode correlation dan independent t-test.
Penelitian ini dapat membuktikan bahwa ada hubungan signifikan yang positif antara kedua variabel tersebut. Sebagai tambahan, hasil dari penelitian juga mengungkapkan bahwa remaja dengan locus of control eksternal tingkat ketidakpuasan akan bentuk tubuhnya lebih besar dibandingkan dengan kelompok locus of control internal. Selain itu, dalam penelitian ini dibuktikan bahwa umur juga memiliki hubungan dengan locus of control seseorang.

The aim of this study is to observe the relationship between locus of control and body dissatisfaction in adolescence women. There were 146 women which divided into 2 different groups, middle adolescence (14-18 years old) and late adolescence (19-22 years old). This study used the Body-Shape Questionnaire (BSQ-34) to measure the level of body dissatisfaction, and the Rotter?s Locus of Control Scale to measure the type of locus of control. The data was analysed by using correlation and independent t-test.
This study shows that there is a positive significant relationship between locus of control and body dissatisfaction. In addition, this study also revealed that the level of body dissatisfaction is higher for adolescence with external locus of control than those who have internal locus of control. Moreover, this study has proven that age also has a relationship with a person's locus of control."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ariadne Dwiyanri Putri
"Contingent self esteem mengacu pada sejauh mana seseorang menilai dirinya berdasarkan pada standar dan ekspektasi tertentu dan hal tersebut terkait dengan citra tubuh seseorang. Keterkaitan tersebut terjadi ketika individu mengalami kekhawatiran akan citra tubuh dikarenakan ketidakmampuan individu dalam memenuhi standar atau ekspektasi tertentu yang dipersepsi oleh dirinya. Ketidakmampuan tersebut dapat dirasakan pada individu yang memiliki ketidaksempurnaan pada penampilan dan dapat mempengaruhi interaksinya dengan orang lain, hal tersebut dapat disebut dengan visible disfigurement. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang dilakukan untuk melihat hubungan antara contingent self esteem dan citra tubuh pada dewasa muda dengan visible disfigurement. Penelitian ini melibatkan partisipan sebanyak 52 orang pada tahap perkembangan dewasa muda yaitu dengan usia 18 - 40 tahun yang memiliki visible disfigurement. Contingent self esteem diukur dengan skala Contingencies of Self Worth (CSW) dan citra tubuh diukur dengan menggunakan skala Cutaneous Body Image (CBI). Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan negatif dan signifikan antara contingent self esteem dan citra tubuh (r= -0,423, p<0,01) yang berarti bahwa peningkatan skor dari contingent self esteem diikuti dengan penurunan skor citra tubuh, begitu pula sebaliknya.

Contingent self esteem refers to the degree to which a person evaluate him/herself based on certain standards and expectations and it is closely associated with a person's body image. The association between contingent self esteem and body image occurs as a person experience body image concern due to the inability of a person meets certain standards or expectation perceived by him/herself. The inability of a person meets certain standards or expectations, often perceived by those who has disfigurement on his/her appearance and could affect their interaction with others. This study is a quantitative research aims to investigate the correlation between contingent self esteem and body image in young adult with visible disfigurement. Contingent self esteem is measured by Contingencies of Self Worth (CSW) Scale and body image is measured by Cutaneous Body Image (CBI) Scale. The result shows that contingent self esteem and body image negatively related (r= -0,423, p<0,01) which means that the increase of the contingent self esteem score follows by the decrease of the body image score, so as in reverse.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S63263
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sherly Meidya Ova
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara self-esteem dan perilaku kekerasan pada remaja laki-laki di wilayah Jabodetabek.
Jenis perilaku kekerasan yang diukur antara lain perkelahian fisik, tawuran,tindakan melukai orang dengan senjata, tindakan melukai seseorang hingga membutuhkan perawatan dokter, vandalisme, perilaku mengancam dengan senjata, perilaku mengancam tanpa senjata, dan bullying (menjahili orang lain, mempermalukan orang lain di depan umum, memanggil nama orang dengan sebutan lain, dan mengancam akan melukai orang lain). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan alat ukur Rosenberg Self-Esteem Scale untuk mengukur self-esteem. Daftar perilaku kekerasan yang digunakan adalah alat ukur yang telah diadaptasi dari penelitian-penelitian sebelumnya. Data penelitian diolah dengan menggunakan teknik statistik Pearson Product-Moment Correlation. Partisipan berjumlah 311 remaja laki-laki yang berada di komunitas dan lembaga pemasyarakatan. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara self-esteem dan perkelahian fisik pada remaja laki-laki di wilayah Jabodetabek (r = 0.24; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Selain itu, terdapat hubungan positif yang signifikan antara selfesteem
dan perilaku mengancam tanpa senjata pada remaja laki-laki di wilayah Jabodetabek (r = 0.231; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara self-esteem dan jenis perilaku kekerasan lainnya.

This research was conducted to find the relationship between self-esteem and violence behavior among male adolescents in Jabodetabek Area. Type of violent behavior being measured include physical fights, group fights, used a weapon in a fıght, hurt someone badly enough to need bandages or care from doctor or nurse, vandalism, threatening behavior with a weapon, threatening behavior with and without weapons, and bullying (teased others, humiliate someone, call the person's name with another name, and threatened to hurt someone else). This research used a quantitative approach and using the Rosenberg Self-Esteem Scale to measuring self-esteem. List of violent behavior that is used is a measure that has been adapted from previous studies. Data was analyzed using Pearson Product-Moment Correlation technique. The participants were 311 male adolescents in community and correctional-institution. The results showed that there is a significant correlation between self-esteem and physical fights among male adolescents in Jabodetabek area (r = 0.24; p = 0.000, significant at the L.o.S 0.01). In addition, there is a significant positive correlation between self-esteem and threatening behavior without weapon among male adolescents in Jabodetabek area (r = 0.231, p = 0.000, significant at the LoS 0.01). Did not reveal any significant relationship between self-esteem and other types of violent behavior."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46108
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rike Triana
"Gangguan jiwa mulai terjadi pada usia 10-29 tahun sebanyak 10-20%. Faktor protektif untuk mencegah terjadinya gangguan jiwa pada remaja adalah harga diri (self-esteem), hubungan keluarga dan dukungan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor protektif: self-esteem, hubungan keluarga dan dukungan sosial dengan kesehatan jiwa remaja. Desain penelitian menggunakan deskriptif korelatif dengan teknik purposive sampling dan jumlah responden sebanyak 452 orang. Data diambil menggunakan lima kuesioner yaitu data demografi, Rossenberg Self-Esteem Scale, Index Family Relation, Child and Adolescent Sosial Support Scale, Mental Health Continuum Short Form.
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas remaja SMP memiliki kesehatan jiwa tingkat sedang (moderate). Faktor protektif yang dimiliki remaja diantaranya harga diri tingkat sedang, hubungan baik dalam keluarga serta memperoleh dukungan sosial yang tinggi dari orang tua, guru, teman sekelas dan teman dekat. Remaja kurang mendapatkan dukungan sosial dari sekolah. Faktor protektif: self-esteem, hubungan keluarga dan dukungan sosial (orang tua, guru, teman sekelas, teman dekat dan sekolah) memiliki hubungan bermakna dengan kesehatan jiwa remaja. Penelitian ini diharapkan menjadi dasar dalam pengembangan program promosi kesehatan jiwa remaja dengan meningkatkan faktor protektif: harga diri, hubungan keluarga dan dukungan sosial.

Mental disorders begin to occur at the age of 10-29 years about 10-20 %. Protective factors to prevent mental disorders in adolescents were self-esteem, family relationships and social support. This study aims to determine the relationship of protective factors: self-esteem, family relationships and social support to adolescent mental health. The desain study was descriptive correlative and sample using purposive sampling technique with 452 people. Data were collected by five questionnaires: demographic data, Rossenberg Self-Esteem Scale, Family Relation Index, Child and Adolescent Social Support Scale, Mental Health Continuum Short Form.
The results showed that the majority of junior high school adolescents have moderate mental health. Protective factors of adolescents include moderate self-esteem, good relationships in the family and high social support from parents, teachers, classmates and close friends. Adolescents got less social support from school. Protective factors: self-esteem, family relationships and social support (parents, teachers, classmates, close friends and school) have a meaningful relationship with adolescent mental health. This research is expected for basic the development of youth mental health promotion program by increasing the protective factors: self esteem, family relationship and social support.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>