Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 183768 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Layyina Humaira
"Perawat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan proses pemulihan pasien. Memperhatikan dan meningkatkan kepuasan kerja sangat penting demi meningkatkan kualitas perawat. Salah satu hal yang dapat menghambat kepuasan adalah timbulnya konflik. Oleh karena itu setiap individu perlu untuk menggunakan strategi yang tepat dalam menyelesaikan konflik yang dihadapinya. Ada lima macam gaya penyelesaian konflik yang dapat digunakan oleh individu, yaitu kompetisi, kolaborasi, kompromi, menghindar, dan akomodasi.
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti adanya hubungan antara gaya penyelesaian konflik dan kepuasan kerja pada perawat. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, dengan desain non-experimental dan tipe field study. Partisipan penelitian ini berjumlah 87 perawat yang bekerja di dalam sebuah rumah sakit. Kepuasan kerja diukur dengan menggunakan Minnesota Staisfaction Questionnare, sedangkan gaya penyelesaian konflik dengan menggunakan Thomas-Kilmann MODE Instrument yang telah diubah menjadi bentuk skala.
Hasil yang di dapat dari perhitungan One Way Anova adalah bahwa gaya penyelesaian konflik tidak berhubungan dengan kepuasan kerja. Sementara itu gaya penyelesaian konflik yang paling banyak dipilih oleh partisipan adalah gaya kolaborasi.

Nurses are unseparated part of the entire patient?s recovery process. To increase the quality of nurses, it is important to pay attention to job satisfaction among them. Conflict can become a block of job satisfaction. That?s why it is important for individual to use the right strategy to solve the conflict. There are five conflict resolution styles that can be used by individual; competition, collaboration, compromise, avoidance, and accommodation.
The aim of this study is to seek the correlation between conflict resolution style and job satisfaction of nurses. This research is using quantitative method, nonexperimental design, and field study. The participants of this research were 87 nurses whose work in a hospital. Job satisfaction was measured by Minnesota Satisfaction Questionnaire, meanwhile conflict resolution style was measured by Thomas-Kilmann MODE Instrument which had been change in to scale.
By using One Way Anova, the result show that conflict resolution style was not correlated with job satisfaction. In the meantime, the conflict resolution style which has been most chosen by participant is collaboration style."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
303.69 HUM h
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Made Tia Marlyna Kusuma Wardani
"Penelitian ini ingin melihat bagaimana gambaran adult attachment style dan cara penyelesaian konflik serta perbedaan cara penyelesaian konflik terhadap orang yang memiliki attachment style tertentu pada hubungan romantis emerging adulthood di masa pandemi COVID-19. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental yaitu korelasional. Penelitian terdiri dari 289 partisipan yang sedang menjalani hubungan romantis pada usia 18-25 tahun. Variabel adult attachment style diukur menggunakan The Experiences in Close Relationship – Revised (ECR-R) oleh Fraley, Waller dan Brennan (2000) dan variabel cara penyelesaian konflik diukur menggunakan Romantic Partner Conflict Scale (RPCS) oleh Zacchilli, Hendrick dan Hendrick (2009). Hasil yang didapatkan yaitu sebagian besar partisipan memiliki secure dan preoccupied attachment style dan cara penyelesaian konflik yang compromise dan avoidance. Melalui teknik korelasi chi square dan crosstabulation ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan cara penyelesaian konflik antara orang memiliki secure dan preoccupied attachment.

This aim of this study is to see how adult attachment style describes and how to resolve conflict and also resolve conflict resolution methods for people who have a certain attachment style in romantic relationship that emerged during the Pandemic COVID-19. This research is a non-experimental research that is correlational. The study consisted of 289 participants who were in romantic relationships at the age of 18-25 years. Adult attachment style variables were measured using The Experiences in Close Relationship – Revised (ECR-R) by Fraley, Waller and Brennan (2000) and variable conflict resolutions were measured using Romantic Partner Conflict Scale (RPCS) by Zacchilli, Hendrick and Hendrick (2009). The results obtained, most of the participants have a secure and preoccupied attachment style and for conflict resolution is compromise dan avoidance. Through the correlation technique of chi square and crosstabulation, it was found there is differences way to resolve conflicts between people who have a secure and preoccupied attachment."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saidin Ernas
"Tesis ini membahas tentang proses pelaksanaan Perjanjian Malino dan menganalisis dampaknya terhadap penyelesaian konflik Maluku. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif-deskriptif Data diperoleh dari para informan yang terdiri dari tokoh-tokoh Perjanjian Malino, yakni anggota Delegasi Islam dan Kristen, Mediator, Peninjau dan tokoh tertentu yang dianggap kompeten. Para informan juga diambil dari tokoh-tokoh yang menentang pelaksanaan dan basil basil Perjanjian Malino. Teori yang digunakan adalah teori-teori konflik, khususnya tend sandmen primordial dari Clifort Geertz yang menjelaskan tentang cumber konflik. Berkenaan dengan proses penyelesaian konflik, digunakan teori resolusi konflik (conflict resolution) dari Than Borton dan dan teori konflik dan konsensus yang diperkenalkan oleh Maswadi Rauf.
Kesimpulan penelitian ini adalah pertama, Perjanjian MaIino telah berransung dalam suasana dialogis, damai dan demokratis. Para pihak yang bertikai berhasil mensepakati 11 butir kesepakatan perdamaian karena keinginan yang kuat untuk mengbentikan konflik di Maluku. Kedua, dampak positif Perjanjian Malino adalah berkurangnya eskalasi konflik dan kekerasan di Maluku, bahkan saat ini konflik sudah berhenti sama sekali. Ada tiga hal yang menyumbangkan kepada kondisi tersebut. 1) Keberhasilan memulangkan Laskar Jihad dan pembubaran FKM/RMS, 2) Keberhasilan melakukan penegakan hukum dan keamanan, dan 3) Keberhasilan pemulihan kehidupan ekonomi dan sosial. Namun demikian, penelitian ini rnenemukan bahwa Perjanjian Malino masih menyimpan beberapa kelemahan yang cukup serius, sebab perjanjian tersebut tidak menyentuh persoalan mendasar yang menjadi altar persoalan konflik Maluku. Seperti menguatnya sentimen keagamaan, kecemburuan sosial dan ekonomi serta konflik alit politiilc dan birokrasi.
Secara teoritis penelitian ini rnemprkuat teori primordialisme-Geertz bahwa sentimen primordial yang disusupi oleh factor-factor eksternal seperti politic, ekonomi dan provokasi akan melahirkan konflik yang sangat dahsyat. Untuk menyelesaikan konflik sosial seperti yang terjadi di Maluku, maka pendekatan teori konsensus belumlah mencukupi, sehingga diperlukan langkah langkah resolusi konflik yang bersifat transformatif, untuk menjamin perdamaian secara berkelanjutan.

This thesis examines the implementation process of Malino Agreement and analyse its impact to conflict resolution in Molucca. In this research, the method of descriptive qualitative is applied. Data is collected from informants, who are main actors of the agreement, such as delegation members from Islam and Christian sides, mediator, observer and certain competence people who oppose the implementation of the agreement. Theory which is used is theory of conflict, especially the theory of primordial from Clifford Geertz that explains the sources of conflict. Related to the conflict resolution, the theory of conflict resolution from John Borton and the theory of conflict and consensus from Maswadi Rauf are applied in this thesis.
The conclusions of the research are 1) Malino Agreement has proceeded in discursive, peaceful and democratic situation. The actors involved in the agreement have achieved 11 items of peace agreement because of forceful eagerness to end up the conflict; 2) positive impact of the agreement is the decrease of conflict escalation and anarchism in MoIucca, yet nowadays the conflict has completely stopped. There are three factors which contribute to that condition, which are the accomplishment of the returning of Laskar Jihad and the dismissal of FKMIRMS, the success of law enforcement, and the ability to restore social economic life. However, this research found that the agreement has several serious weak points because it does not affect basic problems of the root of the conflict. For example of the basic problems are religion sentiment, social economic discrepancy and political and bureaucratic conflict elite.
Theoretically, this research is strengthen the theory of primordialism initiated by Geertz that primordial sentiment is interfered by other external factors such as politics, economic, and provocation that endorse greater conflict. To resolve social conflict in Molucca, hence the approach of consensus theory is not enough, hence transformative conflict resolution is needed to guarantee permanent harmony.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T17394
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didit Raditya
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gaya manajemen konflik menurut ROCI-II dengan kepuasan kerja secara keseluruhan berdasarkan JSS Paul Spector pada pegawai negeri sipil Direktorat Jenderal Perkebunan - Kementerian Pertanian RI. Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui bagaimanakah pegawai negeri sipil dalam mengatasi dan mengelola sebuah konflik yang ada berdasarkan ROCI-II dan hubungannya terhadap salah satu faktor reaksi untuk bekerja yaitu kepuasan kerja secara keseluruhan agar dapat memberikan dampak positif pada Direktorat Jenderal Perkebunan. Metode penelitian yang digunakan adalah pengumpulan data berdasarkan kuisioner yang terdiri dari 2 buah form yaitu form A (untuk pejabat eselon) dan form B (untuk staf fungsional umum dan tertentu). Setiap form tersebut memuat instrumen ROCI-II (integrating, obliging, dominating, avoiding, compromising) dan JSS Paul Spector yang masing-masing disebarkan berdasarkan jabatannya.
Dalam hasil penelitian yang dilakukan ini bahwa baik itu pejabat eselon maupun staf umumnya mengunakan gaya manajemen konflik integrasi dalam menyelesaikan masalah. Sedangkan hubungan antara gaya manajemen konflik dengan kepuasan kerja pegawai negeri sipil yang memiliki hubungan siginifikan adalah gaya manajemen konflik obliging pada pejabat eselon dengan signifikan level dibawah 0,05 yaitu 0,031 dan besaran korelasi pearson sebesar 0,346. Dan untuk para staf fungsional umum dan tertentu yang memiliki hubungan paling signifikan antara gaya manajemen konflik dengan kepuasan kerja adalah obliging dan avoiding dimana tingkat signifikannya dibawah 0,01 yaitu 0,002 (obliging) dan 0,004 (avoiding) dengan besaran korelasi pearson sebesar 0,279 (obliging) dan 0,261 (avoiding). Sedangkan pengaruh gaya manajemen konflik pejabat Eselon kepada stafnya tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja secara keseluruhan pejabat Eselon dengan R-square 0,224; F hitung 1,386; dan tingkat signifikansi 0,265 (p < 0,05). Pengaruh gaya manajemen konflik staf fungsional umum dan tertentu kepada atasannya hanya obliging dan avoiding yang berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja secara keseluruhan dengan R-square 0,132; F hitung 2,871; dan tingkat signifikansi 0,019 (p < 0,05).

This study aims to determine the relationship of conflict management styles according to ROCI-II with overall job satisfaction by Paul Spector's JSS civil servants in the Directorate General of Plantation - Ministry of Agriculture. In this study the authors wanted to know how the civil servants in addressing and managing a conflict that is based on ROCI-II and their relationship to one factor of the reaction to work that overall job satisfaction in order to provide a positive impact on the Directorate General of Plantations. The method used is based on the data collection questionnaire consisting of two pieces form; the form A (for echelon) and form B (for general and specific functional staff). Each form shall contain instruments ROCI-II (Integrating, obliging, dominating, avoiding, compromising) and Paul Spector's JSS, each of which is spread by position.
The results of this research done that both echelons and staffs generally use the integration of conflict management styles in solving problems. While the relationship between conflict management style with job satisfaction of civil servants who have a significant relationship was obliging conflict management styles in echelon significantly below the 0.05 level is 0.031 and the magnitude of Pearson correlation of 0.346. And for the general and specific functional staff who have the most significant relationship between conflict management style with job satisfaction is obliging and avoiding where the significance level below 0.01 is 0.002 (obliging) and 0.004 (avoiding) the magnitude of Pearson correlation of 0.279 (obliging) and 0.261 (avoiding). While the influence of Echelon conflict management style to his staff had no significant effect on overall job satisfaction of the Echelons with R-square 0.224; F count 1.386, and 0.265 significance level (p <0.05). Conflict management style influences on common and specific functional staff to his superiors only obliging and avoiding have a positive effect on overall job satisfaction of common and specific.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T32191
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anwar Haidar
"Tesis ini mencoba menganalisis efektivitas penyelesaian konflik antara masyarakat Pasirwangi dan Perusahaan Chevron sebagai pemangku kepentingan perusahaan di Kawasan Darajat Garut Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif; sedangkan pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam, pengamatan, pengamatan terlibat, dan studi dokumen. Kasus yang diteliti adalah penyebab konflik antara masyarakat Pasirwangi dengan Perusahaan Chevron di Keeamatan Pasirwangi, dan penyelesaian konflik yang dilnkukan oleh Perusahaan Chevron, kepolisian, dan pemerintah daerah. Wawancara mendalam difokuskan pada !rum belakang konflik, pelaksanaan comunity development, reaksi masyarakat hubungan antara pemangku kepentingan, penyelesaian konflik. Pengamatan difokuskan pada aktivitas perusahaan Chevron, masyarakat Pasirwangi, Polres Garut dan Polsek Pasirwangi, serta pemerintah daerah dari tingkat desa sampai kabupaten. Dan pengamatan terlibat difokuskan pada gejala sosial untuk menemukan penyebab konflik dan cara terbaik menyelesaikan konflik. lnforman kunci ditentukan bukan berdasarkan hubungan pribadi atau kedekatan peneliti ini dengan mereka, melakukan berdasarkan gejala dan fungsi yang ada kaitannya dengan permasalahan penelitian. Penelitian ini membuktikan bahwa penyebab konflik bukan konsep comunity development yang telah dibuat Perusahaan Chevron, melainkan pelaksanaannya oleh Humas Chevron, adanya kerenggangan hubungan dan ketidakpedulian Perusahaan Chevron terhadap masyarakat dan tokoh internal yang beard di Kecamatan Pasirwangi, kurangnya kepedulian pemerinsah daerah Kabupaten Garut terbadap konflik, lemabnya deteksi dini dari Polres Garu dan ketiadaan sinergi dan integrasi antara pemangku kepentingan perusahaan dalam menyelesaikan konflik. Adapun cara terbaik menyelesaikan konflik adalah melakukan pembenahan da1am tataran

This lhesis attempts to analyse effectiveness of conflict resolution between Pasirwangi community with Chevron Company as the company stakeholders in Darajat Gam! area. The research is done by qualitative metllod, while data collection by using depth interview, observation, direct involved observation and document studies. The observed case are the causes of eonflict between community of Pasirwangi with Chevron Company in Pasirwangi Subreagent, and conflict resolution conducted by Chevron Company, the police, the local goverment. In depth interviews were focused on the conflict background, implementation community development, people's response, relationship between stakeholders, conflict resolution. Observation on focused on the Chevron Company, Pasirwangi Community, Polres Gam! and Polsek Pasirwangi, and the goverment village level up to regency. And the direct involvement observation was focused on the conflict causes and best method in resolving the conflict. Key interviewees were chosen not based on personal relation with the writter; but its was based on symptoms and facts related to the research subject. The research proved point that the causes of the conflict are not the community development concept drawn by Chevron Company, instead they are caused by the implementation by community relation of the company, gap in the relations and the preceived uncaring attitude by the Chevron Company toward the community and the informal leadars in the Pasirwangi Subreagent, lack of attention from the local goverment of Gam! Regency toward the conflict, weakness and early"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2010
T33475
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Judith Endah Dwijanti
"Konflik dalam organisasi memang tidak terhindarkan, dan kelompok-kelompok yang paling sering berkonflik adalah manajemen dan karyawan. Konflik ini menjadi semakin populer, semakin sering dan meningkat karena krisis ekonomi yang berkepanjangan di dalam negeri yang telah menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai sektor dengan sektor perbankan sebagai sektor yang paling tidak terhindarkan dari PHK. Disamping akibat-akibat positif dari konflik seperti semakin kritis, semakin kreatif, namun konflik juga membawa banyak akibat negatif antara lain stress terutama konflik yang disebabkan karena ketidakpastian akan masa depan. Hal yang lebih penting dibicarakan sebetulnya bukan konflik itu sendiri, namun cara menangani konflik tersebut, karena pengelolaan yang tepat akan membawa efek konstruktif. Berbicara mengenai cara menangani konflik berarti membicarakan tentang metoda resolusi konflik Penelitian ini berusaha mengetahui perbedaan dalam penggunaan kelima metoda resolusi konflik yaitu forcing, avoiding, accommodating, compromising dan problem solving berdasarkan posisi dalam organisasi, jenis kelamin dan jaringan komunikasi individuindividu dalam organisasi.
Subyek penelitian ini adalah karyawan dan manajemen sebuah Bank swasta di Surabaya, yang dipilih dengan cara disproportioned stratified random sampling. Data diungkap melalui angket dan dianalisis dengan menggunakan teknik statistik MANOVA (multivariate analysis of variance) Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan pads posisi dalam organisasi, jenis kelamin maupun jaringan komunikasi tidak memberikan pengaruh terhadap penggunaan kelima metoda resolusi. Dengan kata lain tidak ada perbedaan pada penggunaan kelima metoda resolusi konflik pada manajemen dan karyawan, perempuan dan laki-laki maupun individu-individu yang berbagi isu PHK dengan teman sekerja, atasan atau manajemen. Manajemen dan karyawan tidak menunjukkan perbedaan karena arus informasi dalam organisasi rnenyentuh segenap lapisan dari atas hingga ke bawah sehingga posisi mereka tidak menyebabkan perbedaan kekuasaan, selain itu karena hubungan atasan dan bawahan maupun bawahan dan atasan tergolong koperatif. Karakteristik subyek penelitian yang relatif sebaya dan memiliki lama kerja relatif sama juga ikut menentukan hal ini. Tidak adanya perbedaan pada perempuan dan laki-laki menghasilkan kesimpulan bahwa perbedaan dalam cara menangani konflik tidak ditentukan oleh jenis kelamin. Perempuan dan laki-laki sebetulnya memiliki banyak persamaan dalam berbagai kemampuan, dan banyak penelitian tidak secara tegas mengatakan bahwa mereka memang berbeda.
Individu-individu yang berbicara isu PHK dengan individu yang berbeda ternyata tidak menunjukkan perbedaan dalam penggunaan resolusi konfliknya, hal ini dimungkinkan karena jaringan komunikasi tidak secara langsung berkaitan dengan penggunaan metoda resolusi konflik namun lebih banyak berhubungan dengan posisi dalam organisasi dan kekuasaan. Disarankan penelitian lebih lanjut melihat jaringan komunikasi lebih pada kedudukan individu dalam jaringan komunikasi.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa situasi kriiis ekonomi di Indonesia yang menjadikan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terjadi dimana-mana dapat menyebabkan tidak adanya perbedaan dalam penggunaan metoda resolusi konflik pada kelompok kelompok yang dibandingkan. Penelitian-penelitian lanjutan diharapkan menambah jumlah subyek dan menggunakan alat ukur yang lebih valid dan komprehensif, serta memasukkan variabel seperti masa kerja, keragaman latar belakang budaya, konseptualisasi terhadap konflik ataupun orientasi terhadap peran gender. Dalam suatu organisasi diharapkan pihak manajemen memberikan informasi yang merata ke semua tingkatan organisasi dan meningkatkan hubungan yang koperatif, sehingga dapat membantu penyelesaian konflik di kemudian hari."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emilia Jakob
"Konflik adalah sesuatu yang umum dijumpai dalam interaksi sehari-hari antar individu yang satu dengan individu lainnya. Konflik yang ditangani dengan baik dapat membawa perubahan yang positif dalam kelompok. Bagaimana konflik dapat tertangani dengan baik membutuhkan ketrampilan perilaku asertif. Perilaku asertif menuntut penghargaan terhadap hak-hak individu dan hak-hak orang lain. Dalam perkawinan masyarakat patriakal, kedudukan antara pria dan wanita seringkali sulit untuk diletakkan dalam tingkat yang sama karena lelaki umumnya memegang kepemimpinan, kekuatan dan kekuasaan yang legirimare sementara perempuan akan berada dalam posisi subordinate yang biasanya memiliki ketergantungan terhadap mereka yang lebih dominan. Sehingga perempuan mungkin akan lcbih sulit untuk berperilaku asertif. Untuk jangka panjang perilaku tidak asertif akan membuat individu semakin kehilangan rasa harga dirinya, meningkatkan perasaan terluka dan marah serta mungkin sekali menghasilkan perilaku agresif yang merupakan bentuk Iain dari peri;aku tidak asertif.
Straus (1979) menyusun alat ukur Conflict Tacrics Scale (CTS) untuk melihat pola penanganan konflik dalam keluarga CTS ini terdiri dari 3 skala yaitu skala reasoning, verbal aggression dan violence. Metode reasoning membutukan perilaku asertif dan aktif tertuju pada pemecahan masalah, sementara metode verbal aggression dan violence memiliki dimensi agresi di dalamnya. Untuk itu dilakukan peneiitian ini guna melihat apakah alat ukur CTS ini juga dapat digunakan untuk melihat pola penanganan konflik pada pasangan-pasangan di Jakarta.
Teori yang digunakan sebagai landasan meliputi perkawinan, konfiik dan resolusinya, asertivitas umum dan dasar-dasar konstruksi tes. Data yang diperoleh berasal dari 71 subyek, dengan karakteristik jangkauan usia 20 - 40 tahun, sudah menikah minimal selama satu tahun Iamanya, sebagian besar memiliki pendidikan akhir diploma dan saljana serta tinggal di Jakarta dan sekitarnya. Reliabilitas CTS dihitung dengan menggunakan rumus koetisien Alfa Cronbach mendapatkan hasil; skala reasoning memiliki indeks reliabilitas 0.61, skala verbal aggression 0.55 sementara skala violence memiliki indeks reliabilitas 0.75.
Uji validitas CTS dilakukan dengan rnengkorelasikan alat ukur ini dengan alat ukur lain yaitu Rarhus Assertfveness Scale yang mengukur perilaku asertif secara umum. Hasil dari uji validitas ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku aserlif dengan metode penanganan konflik, baik dengan menggunakan reasoning, verbal aggression maupun violence. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum alat ukur CTS ini belurn merupakan alat ukur psikologis yang cukup baik untuk melihat pola penanganan konflik sebagaimana yang diharapkan. Masih ada beberapa perbaikan yang perlu dilakukan untuk menghasilkan sebuah alat ukur yang dapat melihat pola penanganan konflik pada pasangan-pasangan di Indonesia.
Namun demikian ada beberapa hal yang menarik berkaitan dengan hasil yang didapat melalui penelitian ini. Antara Iain adalah tidak adanya perbedaan metode penanganan konflik yang dilakukan oleh perempuan maupun laki-laki dalam perkawinan sebagairnana yang dipersepsikan oleh pihak perempuan. Akan tetapi terdapat hubungan yang signifikan antara metode penanganan konflik yang dilakukan oleh suami dan istri. Perilaku asertif juga dijumpai lebih tinggi pada perempuan dengan pendidikan sarjana dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan SMA. Untuk penelitian lanjutan disarankan untuk melakukan beberapa perbaikan item seperti menambah jumlah item sehingg mencakup berbagai macam taktik yang mungkin digunakan oleh pasangan yang sedang berkonflik, khususnya untuk skala reasoning. Perbaikan lainnya adalah memperjelas item-item dalam skala reasoning sehingga benar-benar memiliki konstruk perilaku asertif."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38188
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
San Francisco: Jossey-Bass Publishers, 2000
303.69 HAN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Agatha Novi Ardhiati
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
T38312
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Atthahira Sastia Kartika
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi pada pegawai negeri sipil di Kementrian X. Responden penelitian berjumlah 63 orang, dengan 38 laki-laki dan 25 perempuan (Musia=36,63 tahun, SD=1,1). Responden penelitian mengisi alat ukur job satisfaction survey yang mengukur kepuasan kerja dan affective, continuance, and normative commitment scales yang mengukur komitmen organisasi. Hasil menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi pada pegawai negeri sipil di Kementrian X.

This study aimed to examine the relationship between job satisfaction and organizational commitment among government officials in Ministry X. Total respondents of this study were 63 people, consisted of 38 male respondents and 25 female respondents (Mage = 36,63 years, SD = 1,1). In this study, the participants filled in the job satisfaction survey as a tool to measure the job satisfaction, and affective, continuance, and normative commitment scales, that measure organizational commitment. The results showed a positive and significant relationship between job satisfaction and organizational commitment in the government officials in Ministry X."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46351
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>